Anda di halaman 1dari 2

Muhammad Nizar Zulmi

226010100111017
Tugas Politik Hukum MIH kelas B

Menurut para Pemohon, UU Cipta Kerja dibangun dengan landasan naskah akademik yang
tidak memadai, tidak menjabarkan secara komprehensif analisa mengenai perubahan
ketentuan dalam 79 (tujuh puluh sembilan) Undang-Undang khususnya UU No. 13/2003
dalam Bab IV Ketenagakerjaan Bagian Kedua Ketenagakerjaan, serta tidak mampu
menjawab urgensi pentingnya dilakukan perubahan dalam UU No. 13/2003, naskah
akademik UU 11/2020 seolah-olah hanya dirumuskan untuk memenuhi formalitas syarat
pembentukan undang-undang semata.

Permohonan Perkara Nomor 107 PUU-XVIII/2020 diajukan oleh Serikat Petani Indonesia
(SPI) bersama 14 Pemohon lainnya. Para Pemohon juga melakukan pengujian formil UU
Cipta Kerja. Menurut para Pemohon, UU Cipta Kerja bertentangan dengan syarat formil
pembentukan undang-undang dalam tahap perencanaan. UU Cipta Kerja bertentangan
dengan asas keterbukaan. UU Cipta Kerja tidak melalui pelibatan publik yang luas dalam
prosesnya hanya melibatkan segelintir pihak saja. Bahkan draf RUU yang disampaikan
kepada publik simpang siur alias kontroversial otentisitasnya. Berikutnya, permohonan
Nomor 4/PUU-XIX/2021 diajukan R. Abdullah selaku Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja
Kimia, Energi, dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia serta 662 Pemohon
lainnya. Permohonan ini memecahkan rekor sebagai permohonan dengan Pemohon
terbanyak sepanjang sejarah pengujian UU di MK.

Para Pemohon mengajukan pengujian formil dan materiil terhadap UU Cipta Kerja. Secara
formil, Pemohon meminta MK menyatakan pembentukan UU Cipta Kerja melanggar
ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan berdasarkan UUD 1945 dan oleh
karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sedangkan secara materiil, selain
meminta MK menyatakan inkonstitusional ataupun inkonstusional bersyarat pada seluruh
norma yang dipersoalkan, Pemohon juga meminta MK menyatakan sejumlah pasal dalam
UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat.
Karena itulah, para Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan UU Cipta Kerja
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Sementara para Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XIX/2021 Riden Hatam Aziz dkk melakukan
pengujian formil UU Cipta Kerja. Menurut para Pemohon, pembentukan UU Cipta Kerja tidak
mempunyai kepastian hukum. Secara umum pembentukan UU a quo cacat secara formil
atau cacat prosedur. Problem konstitusionalitas tersebut terkait dengan tidak terpenuhinya
syarat pemuatan Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut dalam Prolegnas menurut
ketentuan UU No. 12/2011, tidak dipedomaninya ketentuan mengenai teknik dan
sistematika pembuatan undang-undang menurut ketentuan UU No. 12/2011, dan tidak
dipenuhinya asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan menurut ketentuan
UU No. 12/2011. Bahwa dimuatnya RUU No. 11/2020 dalam Prolegnas tidak bisa didasari
atas rencana pembangunan jangka menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf
f UU No. 12/2011 sebab Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) hanya
dapat disusun untuk menjangkau periode waktu 5 (lima) tahun.

Anda mungkin juga menyukai