Email: kennyputra.ctc@gmail.com
Abstrak
Omnibus Law merupakan suatu metode penyederhanaan regulasi yang diadopsi
oleh Undang-Undang Cipta Kerja. Berdasarkan hukum, Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan atau yang
sering disebut dengan Undang-Undang P3 tidak mengenal metode Omnibus Law.
Kendati demikian, tidak berarti metode ini tidak boleh atau dilarang untuk
digunakan. UUD 1945 sebagai sumber hukum tertinggi dan konstitusi NKRI telah
memberikan pesan bahwa tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan
Undang-Undang P3. Undang-Undang P3 sendiri telah mengatur asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan hingga struktur penulisan peraturan
perundang-undangan. Oleh karena itu, legislator sebagai pembuat undang-undang
wajib memperhatikan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang P3. Apabila
terdapat ketidaksesuaian secara formil maupun materil dengan Undang-Undang P3,
maka produk hukum a quo akan dikatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan
akan kehilangan sifat mengikatnya. Klaim tersebut tentunya juga harus melewati
tahap judicial review di Mahkamah Konstitusi.
Kata kunci: Asas, Perundang-undangan, Cipta Kerja
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tahun 2020 lalu, publik digemparkan dengan disahkan Undang-
Undang baru yang mengatur mengenai Cipta Kerja, yaitu Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020. Pembentukan undang-undang cipta kerja ini
menggunakan metode baru yang belum dikenal oleh sistem hukum
Indonesia, yakni metode Omnibus Law. Dengan menggunakan metode
tersebut, legislator berhasil menggabungkan kurang lebih 80 Undang-
Undang dan merevisi lebih dari 1.200 pasal.1 Usaha yang dilakukan oleh
legislator ini patut untuk diapresiasi, melihat begitu banyaknya Undang-
Undang dari multisektor yang termasuk dalam Undang-Undang Cipta
Kerja. Omnibus Law sendiri merupakan metode pembentukan peraturan
perundang-undangan yang berkembang di negara-negara common law,
seperti Amerika Serikat, Belgia, Inggris, dan Kanada.2 Metode ini sering
kali digunakan untuk menyederhanakan regulasi yang terlalu banyak,
sehingga sangat cocok dengan Indonesia.
Berdasarkan pada data Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia,
mulai dari tahun 2014 hingga oktober 2018, setidaknya di Indonesia telah
terbit 7.621 Peraturan Menteri, 765 Peraturan Presiden, 452 Peraturan
Pemerintah, dan 107 Undang-Undang.3 Data a quo belum termasuk
peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan sampai dengan
sekarang. Pembuatan regulasi demikian banyaknya tentu dilakukan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan bernegara dan bermasyarakat. T. Koopman
pernah mengatakan, bahwa “Pembentukan perundang-undangan tidak lagi
pertama-tama ke arah kodifikasi melainkan modifikasi”. Sehingga hukum
1
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, “Omnibus Law Cipta Lapangan
Kerja”, https://dikti.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2020/10/Booklet-UU-Cipta-Kerja.pdf,
diakses pada 19 Mei 2022, hal. 2
2
Antoni Putra, “Penerapan Omnibus Law Dalam Upaya Reformasi Regulasi”, Jurnal Legislasi
Indonesia, Vol. 17, No. 1 Maret 2020, hal. 2
3
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Kajian Reformasi Regulasi di Indonesia: Pokok
Permasalahan dan Strategi Penanganannya, (Jakarta: PSHK, 2019), hal. 65
2
tidak tertinggal dan mampu berbaur dengan perkembangan masyarakat atau
dapat dikatakan hukum berada di depan perkembangan masyarakat.
Perkembangan masyarakat di Indonesia, dewasa ini telah
mengalami kemajuan yang sangat pesat. Legislator selaku lembaga yang
memiliki kewenangan untuk membuat Undang-Undang tentu akan dituntut
untuk bergerak cepat dalam melakukan kajian-kajian untuk dapat
mengusahakan hukum tetap berada di depan perkembangan masyarakat.
Tentunya usaha ini akan membuat pembentukan peraturan perundang-
undangan menjadi sangat banyak dan akan berdampak pada tingkat
efektivitas peraturan itu sendiri. Sehingga untuk tetap menjaga efektivitas
dari pemberlakuan peraturan perundang-undangan ini, maka digunakan
metode Omnibus Law. Hal ini tercermin melalui Undang-Undang nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang berhasil mengatur multisektoral.
Penyederhanaan yang dimaksud dapat dilihat melalui regulasi yang
awalnya berasal dari kurang lebih 80 Undang-Undang, sekarang diatur
hanya melalui 1 (satu) Undang-Undang yaitu Undang -Undang Cipta Kerja;
kemudian regulasi yang awalnya memiliki lebih dari 1.200 pasal
disederhanakan menjadi 174 pasal yang kemudian dibagi menjadi 11
klaster. Kendati Omnibus Law telah berhasil menyederhanakan regulasi
yang sangat banyak tersebut, bukan berarti Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak mendapat penolakan. Banyak
penolakan terhadap Undang-Undang ini mulai dari para buruh, mahasiswa,
hingga pakar hukum sekalipun. Penolakan ini pun berujung pada
dilakukannya judicial review ke Mahkamah Konstitusi untuk menguji status
mengikat bagi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Disamping itu, Para Pemohon juga memohonkan agar Undang-Undang
tentang Cipta Kerja dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.4
4
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Putusan Nomor: 91/PUU-XVIII/2020, hal 79
3
Melihat permohonan yang diajukan oleh Para Pemohon, penulis
tertarik untuk meninjau lebih lanjut mengapa Undang-Undang Cipta Kerja
dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Disamping itu, dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia, kita mengenal
adanya 2 (dua) asas yaitu asas formil dan asas materi muatan. Legislator
dalam membuat Undang-Undang tentu harus memperhatikan kedua asas
tersebut agar suatu peraturan perundang-undangan tidak cacat baik secara
formil maupun secatra materil. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk
memahami juga bagaimana implementasi dari asas pembentukan peraturan
perundang-undangan terhadap Undang-Undang Cipta kerja.
B. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan yang menjadi fokus penulis dalam penulisan
karya tulis ini, antara lain:
i. Bagaimana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja dianggap bertentangan dengan UUD 1945 oleh Para Pemohon
dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 91/PUU-XVIII/2020?
ii. Bagaimana Implementasi Asas Formil Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan Terhadap Undang-Undang Cipta Kerja?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ini antara lain:
i. Agar pembaca dapat mengerti mengapa Undang-Undang Cipta
Kerja dianggap bertentangan dengan UUD 1945 oleh Para Pemohon
dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 91/PUU-XVIII/2020.
ii. Agar pembaca dapat memahami bagaimana implementasi asas
formil pembentukan peraturan perundang-undangan terhadap
Undang-Undang Cipta Kerja.
4
PEMBAHASAN
5
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, “Omnibus Law Cipta Lapangan
Kerja”, https://dikti.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2020/10/Booklet-UU-Cipta-Kerja.pdf,
diakses pada 19 Mei 2022, hal 3
6
Ibid, hal 4
5
Dengan harapan tersebut, Undang-Undang Cipta Kerja yang dibentuk
menggunakan metode Omnibus Law setidaknya akan menciptakan 3
juta lapangan kerja setiap tahunnya. Undang-Undang Cipta Kerja juga
memiliki kebijakan strategis yang mengatur, antara lain:7
7
Ibid
8
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, “PSHK Sampaikan Masukan Prolegnas dan
Omnibus Law”, https://pshk.or.id/highlight-id/pshk-sampaikan-masukan-prolegnas-dan-omnibus-
law/, diakses pada 19 Mei 2022
6
Perundang-Undangan, dalam Bab XI telah diatur mengenai partisipasi
masyarakat.
9
Antoni Putra, “Penerapan Omnibus Law Dalam Upaya Reformasi Regulasi”, Jurnal Legislasi
Indonesia, Vol. 17, No. 1 Maret 2020, hal. 6
10
Ibid
7
undang harus mengikuti tata cara yang telah ditentukan dalam Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Penerbitan Lembaran Negara dan
Berita Negara RIS dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan dan
Mulai Berlakunya Undang-Undang Federal dan Pengumuman
Pemerintah.
Tata cara pembuatan peraturan perundang-undangan menurut
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 hanya berlangsung hingga pada
tanggal 22 Juni 2004 pemerintah resmi mengundangkan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ini diundangkan
sekaligus mencabut Undang-Undang terdahulunya, yaitu Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Penerbitan Lembaran Negara dan
Berita Negara RIS dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan dan
Mulai Berlakunya Undang-Undang Federal dan Pengumuman
Pemerintah. Kurang lebih diundangkan selama 7 tahun, akhirnya pada
tanggal 12 Agustus 2011, pemerintah resmi menetapkan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan dan mencabut Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Selanjutnya, pemerintah resmi mengeluarkan perubahan atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 pada tanggal 4 oktober 2019,
yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan. Berdasarkan uraian perjalanan
Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan, maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud oleh Pasal 22A
UUD 1945 adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan juga
perubahannya, yakni Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dengan demikian,
8
menjadi jelas bagi kita bagaimana suatu produk hukum dikatakan
melanggar UUD 1945.
Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-
XVIII/2020, Para Pemohon menyampaikan beberapa alasan bahwa
Undang-Undang Cipta Kerja cacat secara formil atau cacat prosedural,
diantaranya:
1. Undang-Undang Cipta Kerja melanggar format susunan
peraturan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan atau Undang-Undang P3;
2. Undang-Undang Cipta Kerja bertentangan dengan asas
pembentukan peraturan perundang-undangan Pasal 5
Undang-Undang P3; dan
3. Legislator melakukan perubahan materi muatan setelah
naskah Rancangan Undang-Undang disetujui bersama
DPR dan Presiden, hal a quo bertentangan dengan Pasal
72 ayat (2) Undang-Undang P3;
Dengan alasan sebagaimana disebutkan di atas, dapat dipahami bahwa
pelanggaran terhadap Undang-Undang P3 sama artinya dengan
pelanggaran terhadap UUD 1945. Oleh sebab itu, Para Pemohon dalam
petitanya memohonkan agar Hakim Konstitusi memutuskan, sebagai
berikut:
1. Menyatakan Mengabulkan permohonan Pemohon untuk
seluruhnya;
2. Menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020, Nomor 245 dan Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573),
tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-
undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945”.
9
3. Menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020, Nomor 245 dan Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573),
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 oleh karenanya tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
4. Menyatakan ketentuan norma dalam Undang-Undang
yang telah diubah, dihapus dan/atau yang telah
dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2020, Nomor 245 dan Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6573) berlaku
kembali.
5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita
Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
11
Kemdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, (Indonesia: Kemdikbud, 2016).
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/asas
10
undangan. Asas pembentukan peraturan perundang-undangan dibagi
menjadi 2 jenis, yakni asas formil dan asas materi muatan. Asas formil
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan diuraikan sebagai berikut:
1. Asas kejelasan tujuan;
2. Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
3. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
4. Asas dapat dilaksanakan;
5. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan;
6. Asas kejelasan rumusan; dan
7. Asas keterbukaan.
1. Asas pengayoman;
2. Asas kemanusiaan;
3. Asas kebangsaan;
4. Asas kekeluargaan;
5. Asas kenusantaraan;
6. Asas bhinneka tunggal ika;
7. Asas keadilan;
8. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan;
9. Asas ketertiban dan kepastian hukum;
10. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan;
dan/atau
11. Asas-asas lain di bidang hukum yang bersangkutan.
11
a quo. ‘Asas kejelasan tujuan’ merupakan salah satu asas formil,
maksud dari asas ini adalah setiap pembentukan peraturan perundang-
undangan harus mempunyai tujuan jelas yang hendak dicapai dari
dibentuknya peraturan a quo. Selanjutnya, yang dimaksud dengan
‘Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat’ adalah setiap
jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara
atau pejabat yang berwenang. Sebaliknya, bila produk hukum tidak
dibuat oleh pejabat atau lembaga yang berwenang, maka produk hukum
a quo dapat dibatalkan atau batal demi hukum.
12
perundang-undangan harus dilaksanakan secara terbuka dan transparan.
Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan
yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan.
13
pemerintahan’ adalah setiap materi muatan yang termasuk dalam
peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat
membedakan SARA, gender, atau status sosial.
14
penting. Mengingat, asas formil dan asas materi muatan merupakan
hukum dasar bagi pembentukan peraturan perundang-undangan yang
mengakomodir kepentingan individu, kelompok, masyarakat, dan
kepentingan bangsa dan negara.
15
2. Menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan,
mendapat imbalan, perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja;
3. Melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan
demi perlindungan bagi koperasi, UMKM serta industri
nasional; dan
4. Mengusahakan peningkatan ekosistem investasi,
kemudahan dan percepatan proyek strategis nasional
yang berorientasi pada kepentingan nasional.
16
Undangan telah menyebutkan bahwa penyebarluasan dilakukan oleh
DPR dan Pemerintah mulai dari tahap penyusunan Prolegnas,
penyusunan dan pembahasan RUU, hingga Pengundangan Undang-
Undang. Tujuan dilakukannya penyebarluasan ini adalah agar DPR dan
Pemerintah dapat memperoleh masukan dari masyarakat serta para
pemangku kepentingan. Hal tersebut juga sejalan dengan ketentuan
Pasal 96 Undang-Undang nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan. Terkait dengan hal tersebut,
berdasarkan keterangan DPR selaku badan legislatif, DPR telah
menggelar rapat yang melibatkan beberapa pihak, diantaranya:
17
pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja telah memenuhi juga asas
keterbukaan sesuai yang diamanatkan Pasal 5 huruf g Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
a. Undang-Undang Cipta Kerja dinilai melanggar UUD 1945
Undang-Undang Cipta Kerja adalah produk hukum pertama
yang mengadopsi metode Omnibus Law. Undang-Undang Cipta Kerja
telah menimbulkan banyak kontroversi bahkan mulai dari penyusunan
RUU Cipta Kerja. Secara hukum, Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan memang
tidak mengenal metode Omnibus Law. Namun, hal tersebut bukanlah
suatu masalah, sebab bukan berarti metode ini tidak dapat digunakan
atau dilarang untuk digunakan.
UUD 1945 yang memegang peranan sebagai sumber hukum
tertinggi dalam tatanan hukum di Indonesia, akan menuntut setiap
produk hukum yang dikeluarkan untuk tidak bertentangan dengan
materi muatannya. Pasal 22A UUD 1945 merupakan pasal yang
digunakan oleh Para Pemohon sebagai tolok ukur atau batu uji dalam
pengujian formil. Jelas dikatakan dalam Pasal a quo bahwa mengenai
tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan uraian perjalanan Undang-Undang tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang telah dijelaskan
dalam bagian 2.1 huruf b, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud oleh Pasal 22A UUD 1945 adalah ketentuan tentang tata cara
pembentukan undang-undang diatur dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang
18
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Dengan demikian, berdasarkan dalil Para Pemohon yang
mengatakan pada pokoknya menilai Undang-Undang Cipta Kerja
melanggar asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang
terdapat pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
P3, maka secara otomatis Undang-Undang Cipta Kerja dianggap
bertentangan dengan UUD 1945 dan dapat dibatalkan. Tentu saja dalil
tersebut harus disertai dengan bukti-bukti yang kuat untuk dapat
meyakinkan hakim bahwa telah terjadi cacat prosedural dalam proses
pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja.
12
Ibid.
19
merupakan tujuan dari kemerdekaan Indonesia. Sehingga dapat
dipahami bahwa implementasi merupakan gerbang masuk mencapai
tujuan bernegara dan bermasyarakat.
Berkenaan dengan Undang-Undang Cipta Kerja, kita ketahui
bahwa terhadap Undang-Undang a quo telah diajukan uji materil dan
formil secara sekaligus. Namun, dengan pertimbangan waktu dan
efetivitas, diprioritaskan uji formil terlebih dahulu. Mengingat, materi
muatan dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang sangat banyak.
Berkenaan dengan pengujian formil, dapat kita asumsikan bahwa asas
yang tidak diujikan di Mahkamah Konstitusi adalah asas yang sudah
terimplementasikan dengan baik pada Undang-Undang Cipta Kerja.
20
dengan Undang-Undang lain yang telah lebih dahulu dibentuk.
Disamping itu, mengenai pemilihan kata atau istilah, serta bahasa
hukum yang digunakan juga telah jelas dan mudah dimengerti. Selain
itu, dalam Pasal 1 Undang-Undang Cipta Kerja juga telah dijelaskan
mengenai batasan pengertian dan/atau definisi hal-hal lain yang bersifat
umum yang berlaku bagi pasal-pasal berikutnya.
3.2. Saran
a. Dalam menilai suatu Undang-Undang telah sesuai dengan asas
pembentukannya atau tidak, harus dilihat secara luas dan menyeluruh.
Seperti pada Undang-Undang Cipta Kerja yang dalam materi pokoknya
mengatur mengenai perubahan atau bahkan pencabutan Undang-
Undang lain. Disamping melakukan revisi terhadap Undang-Undang
multisektoral, Undang-Undang Cipta Kerja tetap tergolong dalam jenis
Undang-Undang dalam susunan hierarki perundang-undangan.
Sehingga harus dilihat sebagai Undang-Undang yang mengatur
21
ketentuan-ketentuan di dalamnya, bukan dipandang sebagai salah satu
Undang-Undang yang mencabut Undang-Undang lain; Undang-
Undang yang merubah Undang-Undang lain; atau Undang-Undang
yang menetapkan pengaturan baru.
b. Omnibus Law memang merupakan suatu metode yang baru bagi
Indonesia. Namun, metode tersebut sebenarnya sudah banyak
digunakan oleh Negara-Negara di luar sana. Pemerintah dalam
mengadopsi metode baru, diharapkan dapat melakukan sosialisasi
metode tersebut terlebih dahulu agar seluruh lapisan masyarakat
memahami urgensi dalam penggunaan metode tersebut.
22
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-Undangan
Buku
Jurnal
Antoni Putra, “Penerapan Omnibus Law Dalam Upaya Reformasi Regulasi”, Jurnal
Legislasi Indonesia, Vol. 17, No. 1 Maret 2020
Putusan
Website
Kamus
23