Anda di halaman 1dari 6

JURNAL HUKUM

OMNIBUS LAW DALAM PERSPEKTIF POLITIK HUKUM DARI SEGI PENYUSUNAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN

OLEH

ASKAR

A. PENDAHULUAN
Gagasan konsep Omnibus Law pertama kali di sampaikan Presiden Jokowi pada pidato
pelantikannya pada Sidang Paripurna MPR RI tanggal 20 Oktober 2019 yang dalam pidatonya
tersebut Presiden Jokowi mengatakan : ”dalam 5 tahun kedepan yang akan dikerjakan antara
lain : 1) membangun SDM yang pekerja keras; 2) Pemerintah akan mengajak DPR untuk
menerbitkan UU Cipta Lapangan Kerja yang menjadi Omnibus Law untuk merevisi puluhan
Undang Undang yang menghambat penciptaan lapangan kerja dan yang menghambat
pengembangan UMKM; 3) Investasi untuk penciptaaan lapangan kerja harus diprioritaskan dan
prosedur yang panjang harus dipotong” 1. Menurut Presiden Jokowi, melalui Omnibus Law, akan
dilakukan penyederhanaan kendala regulasi yang saat ini berbelit Panjang. 2
Hal senada disampaikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Sofyan Djalil yang melontarkan ide agar Indonesia mengadopsi prinsip Omnibus Law
dalam penyusunan regulasi. Dengan pendekatan ini, misalnya pemerintah dan parlemen tidak
harus merevisi UU satu persatu, melainkan cukup membuat satu UU baru yang
mengamandemen pasal-pasal dalam beberapa UU sekaligus. Sofyan Djalil mengatakan “konsep
Omnibus Law telah diterapkan di sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat. Pendekatan
tersebut dinilai mantan Menko Perekonomian ini cocok diterapkan di Indonesia yang memiliki
banyak regulasi tumpang tindih dan proses legislasi yang berbelit-belit. 3
Omnibus law adalah suatu metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan
beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu
payung hukum. Regulasi yang dibuat senantiasa dilakukan untuk membuat undang-undang yang
baru dengan membatalkan atau mencabut juga mengamandemen beberapa peraturan
perundang-undangan sekaligus. Konsep Omnibus Law ini dalam undang-undang  bertujuan
untuk menyasar  isu besar yang memungkinkan dilakukannya pencabutan atau perubahan
beberapa undang-undang sekaligus (lintas sektor) untuk kemudian dilakukan penyederhanaan
dalam pengaturannya, sehingga diharapkan tidak terjadi konkurensi/persengketaan dan atau
perlawanan antara norma yang satu dengan yang lainnya. 4
Latar belakang munculnya omnibus law adalah kerumitan untuk berinvestasi di Indonesia.
Kerumitan tersebut muncul dalam beberapa hal yaitu perijinan, perpajakan, pengadaan tanah,
dan aspek lainnya yang terkait dengan investasi. Kehadiran omnibus law tersebut diharapkan
dapat memudahkan investor untuk berinvestasi. 5 Adapun manfaat investasi bagi negara adalah

1
Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Omnibus Law Cipta Lapangan
Kerja, Januari 2020: 3-4)
2
https://kompas.com/tren/read/2019/10/22/apa-itu-omnibus-law, di akses pada Pukul 07.30 WITA, Rabu 02
Juni 2021
3
https://ekonomi.bisnis.com/read/20160915/99/584255/uu-tumpang-tindih-bappenas -usulindonesia-
adopsi-omnibus-law). di akses pada Pukul 07.30 WITA, Rabu 02 Juni 2021
4
https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/omnibus-law-uu-cipta-kerja/omnibus-law-uu-cipta-kerja. di akses
pada Pukul 07.47 WITA, Rabu 02 Juni 2021
5
https://www.kompasiana.com/briyan12301/5fb279c28ede48069270fda2/retorika-omnibus-law?page=all, di
akses pada Pukul 07.47 WITA, Rabu 02 Juni 2021
(1) mendapatkan modal baru, (2) membuka lapangan kerja, (3) kemajuan bidang tertentu, (4)
meningkatkan pemasukan negara, (5) perlindungan negara.
Omnibus law menjadi salah satu jalan keluar menarik investor asing masuk ke Indonesia.
Peraturan yang banyak, sekrtoral dan terdapat yang saling tumpang tindih menjadi latar
belakang dibuatnya omnibus law. Omnibus law juga menjadi solusi bagi lambatnya proses
legislasi di Indonesia. Hal tersebut nampak dalam kinerja dari DPR RI periode 2014-2019 yang
hanya membuat 84 undang-undang di mana lebih sedikit dari pada DPR RI periode 2009-2014
yang menghasilkan 125 undang-undang dalam kurun waktu 5 (lima) tahun. Fenomena
penurunan produktifitas legislasi tersebut dikarenakan beberapa faktor yaitu (1) adanya
pergeseran fungsi legislasi dari tangan presiden ke tangan DPR, (2) birokrasi penyusunan
Undang-undang semakin panjang dengan adanya DPD, (3) kegiatan para anggota DPR RI yang
semakin padat sehingga menggangu fungsi utama dari lembaga DPR RI, (4) prosedur
pembentukan undang-undang yang kaku dengan berakibat pada sistem hukum civil.
Pembentukan UU Cipta Kerja penuh dinamika, sejak digulirkan pertama kali oleh Presiden
Joko Widodo. Ini sangat menarik dilihat bagaimana politik hukumnya. Berkaitan dengan politik
hukum ini, dapat dilihat dari politik hukum saat masih rancangan undang-undang dan politik
hukum ketika sudah menjadi suatu kebijakan hukum (legal policy). Berdasarkan beberapa hal
tersebut, permasalahan hukum yang dikaji dalam tulisan ini berkaitan dengan politik hukum
UU Cipta Kerja. Politik hukum ini dilihat dari keseluruhan aspek pembentukan UU Cipta Kerja
sebagai suatu legal policy. Kajian ini bertujuan untuk menganalisa politik hukum UU Cipta Kerja
dari segi formil.
B. PEMBAHASAN
Secara historis, praktik penerapan Omnibus Law banyak diterapkan diberbagai negara
Common Law System, dengan tujuan untuk memperbaiki regulasi di negaranya masing-masing
dalam rangka meningkatkan iklim dan daya saing investasi. Secara umum Omnibus Law belum
populer di Indonesia.
Secara konseptual Omnibus Law adalah kebijakan perundang-undangan dengan tradisi
hukum Common Law yang bertujuan menata konflik norma dalam peraturan perundang-
undangan (Ibid). Omnibus Law bukan bukan hal baru di dunia ilmu hukum secara global (Michael
Agustin, Op.Cit). Menurut Maria Sutopo, “Omnibus Law dapat diterapkan di negara Civil Law
karena Perpres No. 87 Tahun 2014, pasal 44 berbunyi “ Kewenangan diberikan ke setiap
kementrian/Lembaga untuk melakukan perencanaan, penyusunan peraturan perundang-
undangan.”6
Metode omnibus law diimplementasikan dalam UU Cipta Kerja, dengan membentuk
suatu kumpulan perubahan yang berasal dari 79 (tujuh puluh sembilan) undang-undang ke
dalam satu undang-undang. Namun, metode ini tidak menjadikan UU Cipta Kerja lebih tinggi
daripada undang-undang lainnya. Keuntungan menggunakan metode ini, yaitu
mempersingkat proses legislasi, mencegah kebuntuan dalam pembahasan, efisiensi biaya
proses legislasi, harmonisasi pengaturan akan terjaga. Adapun kelemahannya, yaitu pragmatis
dan kurang demokratis, membatasi ruang partisipasi, mengurangi ketelitian dan kehati-hatian
dalam penyusunan, dan potensi melampaui ketentuan dalam konstitusi.
Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, sebuah undang-undang harus dibentuk berdasarkan pada asas
pembentukan peraturan perundangan yang baik, yaitu kejelasan tujuan, kelembagaan atau

6
https://mediaindonesia.com/read/detail/266789-omnibus-law-bisa-diterapkan-di-indonesia. di akses pada
Pukul 09.00 WITA, Minggu 06 Juni 2021
pejabat pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, dapat
dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, dan keterbukaan. 7
Dalam UU 12/2011 dan perubahannya, proses pembuatan undang-undang diatur
dalam Pasal 16 UU 12/2011 s.d. Pasal 23 UU 15/2019, Pasal 43 UU 12/2011 s.d. Pasal 51 UU
12/2011, dan Pasal 65 UU 12/2011 s.d. Pasal 74 UU 12/2011.
 
Sedangkan, dalam UU MD3 dan perubahannya, pembentukan UU diatur dalam Pasal 162 UU
MD3 s.d. Pasal 173 UU MD3.
Berdasarkan kedua undang-undang tersebut, menjelaskan proses pembentukan undang-
undang sebagai berikut:
1. Perencanaan penyusunan UU dilakukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang
disusun oleh DPR, Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”), dan pemerintah untuk jangka
menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas pembentukan RUU.
2. RUU dapat berasal dari DPR, presiden, atau DPD.
3. Setiap RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan naskah akademik, kecuali untuk RUU
anggaran pendapatan dan belanja negara, RUU penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (“Perpu”) menjadi UU, serta RUU pencabutan UU atau pencabutan Perpu.
4. RUU dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau Badan Legislasi.
5. RUU yang diajukan oleh presiden diajukan dengan surat presiden kepada pimpinan DPR dan
usulannya berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan
dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah.
6. Materi muatan RUU yang diajukan oleh DPD serupa dengan yang dapat diajukan oleh
presiden yang telah diterangkan di atas. RUU tersebut beserta naskah akademiknya diajukan
secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR.
7. Selanjutnya RUU ditindaklanjuti dengan dua tingkat pembicaraan.
8. Pembicaraan tingkat I dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan
Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus.
9. Kegiatan dalam pembicaraan tingkat I meliputi pengantar musyawarah, pembahasan daftar
inventarisasi masalah, dan penyampaian pendapat mini.
10. Pembicaraan tingkat II dilakukan dalam rapat paripurna DPR yang berisi:
a. penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD,
dan hasil pembicaraan tingkat I;
b. pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota DPR secara
lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan
c. pendapat akhir presiden yang disampaikan oleh menteri yang ditugaskan.
11. Bila tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah mufakat, keputusan diambil dengan
suara terbanyak.
12. RUU yang telah mendapat persetujuan bersama DPR dengan presiden diserahkan kepada
presiden untuk disahkan menjadi UU dengan dibubuhkan tanda tangan, ditambahkan
kalimat pengesahan, serta diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
13. Apabila pembahasan RUU telah memasuki pembahasan daftar inventarisasi masalah pada
periode masa keanggotaan DPR saat itu, hasil pembahasan RUU tersebut disampaikan
kepada DPR periode berikutnya dan berdasarkan kesepakatan DPR, presiden, dan/atau DPD,
7
https://kumparan.com/fibriantisilvia/5-tahapan-pembentukan-undang-undang-1uP9nOKPetw. di akses pada
Pukul 09.00 WITA, Minggu 06 Juni 2021
RUU tersebut dapat dimasukkan kembali ke dalam daftar Prolegnas jangka menengah
dan/atau Prolegnas prioritas tahunan.8
Sebenarnya teknis pembentukan produk UU telah diatur rigid dalam UU No. 12 Tahun 2011,
yakni dimulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan. UU
Ciptaker ini dibuat tidak mengikuti prosedur teknokratik sejak dari perencanaannya yang sangat
tertutup tanpa pelibatan partisipasi publik dan lebih mempercayakan pelibatan dari para
pengusaha dan elit politik. Padahal dalam pembuatan peraturan perundang-undangan
perencanaan dan penyusunan sangat esensial, karena sesungguhnya dalam perencanaan dan
penyusunan inilah secara teknik UU ini akan diarahkan pada tujuan tertentu politik hukumnya. 9
Dalam tahap perencanaan dan penyusunan ini diperlukan pelibatan dan partisipasi publik
yang luas dan beragam dari berbagai latar terutama subjek hukum (adresat) yang hendak
dikenai dari UU ini, yakni pekerja atau buruh dan para pemangku kepentingan (stakeholders).
Sebagaimana diatur dalam Pasal 96 UU No. 12 Tahun 2011 yang mengatur perlunya partisipasi
publik dalam perencanaan dan penyusunan suatu UU. Dalam tahapan perencanaan dan
penyusunan ini seharusnya Naskah Akademik (NA) dan Draf RUU Ciptaker sudah harus
dipublikasikan dan diperdebatan secara luas untuk menyerap aspirasi publik. Realitasnya UU
Ciptaker ini tak melalui pelibatan publik yang luas dalam proses ini hanya melibatkan segelintir
pihak saja. Bahkan draf RUU yang disampaikan kepada publik simpang siur alias kontroversial
otentisitasnya.
Permasalahan berikutnya yang sering dikemukakan, termasuk oleh mantan Hakim
Konstitusi, Maria Farida Indrati (2020), adalah setiap undang-undang sederajat. Indonesia tidak
lagi mengenal undang-undang payung atau umbrella act. Pada masa lalu dikenal adanya undang-
undang pokok, seperti pokok-pokok kekuasaan kehakiman, pokok-pokok kepegawaian, dan lain-
lain, namun sekarang hal tersebut tidak dikenal lagi. Artinya, tidak bisa diasumsikan undang-
undang omnibus ini kedudukannya lebih tinggi dari undang-undang lain.
Undang Undang No. 12 Tahun 2011 tidak mengenal istilah Omnibus Law. Namun, ketentuan
Omnibus Law sebagai suatu undang-undang seharusnya tunduk pada pengaturan UU No. 12
Tahun 2011 baik terkait kedudukan maupun materi muatannya. Metode penyusunan RUU
Omnibus Law tetap mengacu UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan karena UU No.15 Tahun 2019 yang merupakan perubahan dari UU No. 12
Tahun 2011 tidak merevisi tentang tata cara penyusunan pembuatan peraturan perundang-
undangan.
Seharusnya dalam tatanan pembentukan perundang-undangan di Indonesia mulai dirubah
dan dimasukkan konsep Omnibus Law agar Pemerintah dan DPR memiliki opsi lain sehingga
mampu menciptakan harmonisasi perundang-undangan yang lebih baik. Jelas bahwa di dalam
hierarki dan tata urutan peraturan perundang-undangan tersbut belum ada konsep Omnibus
Law Sebagai salah satu asas dalam sumber hukum. Maka ketika pemerintah memaksakan RUU
Omnibus Law ini akan mengkualifir dan melabrak Teori Pembentukan peraturan Perundang-
undangan Kita yang sudah diatur lebih jelas dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan peraturan perundang- undangan, hal demikian pasti akan menimbulkan konflik
norma baru lagi padahal tujuan dari omnibus Law ini sebagai Upaya Penyegaran atau
harmonisasi peraturan perundang-undangan. 10

8
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt506c3ff06682e/pembuatan-undang-undang/. di akses
pada Pukul 09.00 WITA, Minggu 06 Juni 2021
9
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5f854ded1a0b5/menguak-cacat-formil-uu-cipta-kerja-oleh--
agus-riewanto/ di akses pada Pukul 09.00 WITA, Minggu 06 Juni 2021
10
Suwandi Arham, (2019), Omnibus Law Dalam Perspektif Hukum Indonesia, Petitum, Vol 7, No, 2,
Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-
undangan tidak dijelaskan secara eksplisit mengenai tata cara pembentukan perundang-
undangan dengan konsep Omnibus Law. Ini dikarenakan Omnibus Law dalam lingkup negara
yang menggunakan sistem hukum Civil Law masih sangat jarang sekali menggunakan konsep
Omnibus Law dalam proses pembentukan perundang-undangan, meskipun ada beberapa negara
yang telah menggunakannya. Pada dasarnya Omnibus Law merupakan sebuah konsep yang
sebenarnya tidak berkaitan dengan sistem hukum yang berlaku, namun substansi daripada
Omnibus Law yang menjadikan konsep ini sangat tepat untuk dijadikan sebuah solusi dalam
pembuatan peraturan perundang-undangan.
C. PENUTUP
KESIMPULAN

Seharusnya dalam tatanan pembentukan perundang-undangan di Indonesia mulai dirubah


dan dimasukkan konsep Omnibus Law agar Pemerintah dan DPR memiliki opsi lain sehingga
mampu menciptakan harmonisasi perundang-undangan yang lebih baik. Jelas bahwa di dalam
hierarki dan tata urutan peraturan perundang-undangan terssbut belum ada konsep Omnibus
Law Sebagai salah satu asas dalam sumber hukum. Maka ketika pemerintah memaksakan RUU
Omnibus Law ini akan mengkualifir dan melabrak Teori Pembentukan peraturan Perundang-
undangan Kita yang sudah diatur lebih jelas dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan peraturan perundang- undangan, hal demikian pasti akan menimbulkan konflik
norma baru lagi padahal tujuan dari omnibus Law ini sebagai Upaya Penyegaran atau
harmonisasi peraturan perundang-undangan.

SARAN

Dalam penyusunan suatu produk perundang-undangan DPR dan Pemerintah semestiya


melibatkan masyarakat terutama mereka yang berdapak langsung terhadap UU yang akan di
buat itu

Oktober 2019, https://uit.e-journal.id/JPetitum/article/view/652 di akses pada Pukul 09.00 WITA, Minggu 06


Juni 2021
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Omnibus Law Cipta


Lapangan
Kerja, Januari 2020: 3-4)
Suwandi Arham, (2019), Omnibus Law Dalam Perspektif Hukum Indonesia, Petitum, Vol 7, No, 2, Oktober
2019, https://uit.e-journal.id/JPetitum/article/view/652
https://kompas.com/tren/read/2019/10/22/apa-itu-omnibus-law,
https://ekonomi.bisnis.com/read/20160915/99/584255/uu-tumpang-tindih-bappenas -usulindonesia-
adopsi-omnibus-law),
https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/omnibus-law-uu-cipta-kerja/omnibus-law-uu-cipta-kerja.
https://www.kompasiana.com/briyan12301/5fb279c28ede48069270fda2/retorika-omnibus-law?
page=all,
https://mediaindonesia.com/read/detail/266789-omnibus-law-bisa-diterapkan-di-indonesia.
https://kumparan.com/fibriantisilvia/5-tahapan-pembentukan-undang-undang-1uP9nOKPetw.
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt506c3ff06682e/pembuatan-undang-undang/
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5f854ded1a0b5/menguak-cacat-formil-uu-cipta-kerja-oleh--
agus-riewanto/

Anda mungkin juga menyukai