Anda di halaman 1dari 9

OMNIBUS LAW DALAM PRESPEKTIF HUKUM POSITIF INDONESIA

Fakhrurrozi Siregar,Nadya Arifah Simbolon, Syafitri, Aufar Usama Tarigan, Fauziah Dalilla Marpaung,

Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara


Jl. Kapten Muchtar Basri No. 3 Medan, Indonesia
Email: fakhrurrozisiregar11@gmail.com

ABSTRAK

Konsep Omnibus Law tersebut sekarang menjadi perdebatan permasalahan yang timbul dari dibentuknya UU ini
bahwa apakah norma hukum dalam konsep omnibus law sejalan dengan norma hukum yang selama ini berlaku
sesuai dengan sistem hukum indonesia melalui undang-undang 12 tahun 2011 istilah Omnibus Law bagi
sebagian kalangan masyarakat masih terasa asing. Konsep Omnibus Law beberapa kalangan akademisi hukum
mengkhawatirkan bila konsep tersebut diterapkan akan mengganggu sistem perundang-undangan di Indonesia.
belum lagi proses perancangan RUU ini banyak sekali opini-opini masyarakat yang tidak setuju opini publik ini
disebabkan karena pengerjaannya yang di deadline hanya selama 100 hari oleh Presiden Jokowi dan juga tidak
melibatkan banyak pihak dalam pembuatannya. Akan tetapi ada satu hal yang sangat penting dan menjadi
permasalahan utama di dalam penyusunan RUU ini,salah satu permasalahan tersebut adalah adanya pemotongan
pesangon kepada para buruh yang di putus hubungan kerja oleh perusahaan, hilangnya cuti melahirkan dan lain
sebagainya. Dari itu banyak para buruh dan masyarakat yang menolak adanya RUU Cipta Kerja ini. Hal tersebut
menunjukkan ada dinamika dalam pembentukan RUU Cipta Kerja, baik secara formal maupun materiil. Atas
dasar itu penulis mencoba menganalisis tentang konsep Omnibus Law dalam prespektif hukum positif indonesia.

Kata Kunci: Hukum, Omnibus Law, Cipta Kerja

PENDAHULUAN

Pasca dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024, Presiden Ir. H. Joko Widodo
(Jokowi) dalam pidato pertamanya pada tanggal 20 Oktober 2019 yang lalu, beliau menyampaikan suatu konsep
hukum perundang-undangan yaitu Omnibus Law.Menurut Audrey O” Brien (2009), Omnibus Law adalah suatu
rancangan undang-undang (bill) yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-
undang konsep Omnibus Law untuk dijadikan sebuah skema membangun perekonomian agar mampu menarik
investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Metode Omnibus Law mampu melakukan perubahan, pencabutan, atau pemberlakukan beberapa
karakteristik dari sejumlah fakta yang terkait tapi terpisahkan oleh peraturan perundang-undangan dalam
berbagai lingkup yang diaturnya.1 Keberadaan RUU Cipta Kerja didesain sebagai Omnibus Law yang dapat
menyeimbangkan antara ketiga tipe umum regulasi yaitu: pertama, economic regulation, dimaksudkan untuk
memastikan efisiensi pasar, sebagian melalui promosi daya saing yang memadai di antara para pelaku usaha.
1
Ima Mayasari, Kebijakan Reformasi Regulasi Melalui Implementasi Omnibus Law Di Indonesia, Jurnal Rechvinding Vol 9 No 1 2020,
hal.1
Kedua, social regulation, dimaksudkan untuk mempromosikan internalisasi semua biaya yang relevan oleh aktor.
Ketiga, administrative regulation, yang bertujuan untuk memastikan berfungsinya operasi sektor publik dan
swasta.

RUU Cipta Kerja diharapkan mampu menciptakan hukum yang fleksibel, sederhana, kompetitif, dan
responsif demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana amanat Konstitusi, serta
mengembangkan sistem hukum yang kondusif dengan menyinkronkan undang-undang melalui satu undang-
undang saja dengan konsep omnibus law. Pemerintah memandang perlu adanya RUU Cipta Kerja ini karena
tingginya angka pengangguran di Indonesia. Konsep Omnibus Law ini merupakan konsep yang baru digunakan
dalam sistem perundang-undangan di Indonesia. Sistem ini biasanya disebut sebagai Undang-Undang sapu jagat
karena mampu mengganti beberapa norma undang-undang dalam satu peraturan. Selain itu konsep ini juga
dijadikan misi untuk memangkas beberapa norma yang dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan
merugikan kepentingan.2

RUU Cipta Kerja memiliki beberapa klaster yang salah satu diantaranya mengatur tentang
ketenagakerjaan.Pada klaster ketenagakerjaan. Pemerintah berupaya untuk mengharmonisasikan 3 undang-
undang tersebut agar sejalan sehingga mampu memberikan sebuah ruang kepada investor untuk melihat regulasi
yang telah disempurnakan tanpa perlu khawatir adanya regulasi yang tumpang tindih dan mengakibatkan
kerugian kepada investor itu sendiri.3

Melalui Omnibus Law, pemerintah akan melakukan penyempurnaan substansi UU No. 13 Tahun 2003
tentang. Ketenagakerjaan yang lebih adil dan mendukung iklim investasi dengan tetap meningkatkan
perlindungan dan kesejahteraan pekerja dengan mengatur pemenuhan hak konstitusi pasal 27 ayat 2 UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan mengatur Tenaga Kerja Asing, Outsourcing, Pemutusan
Hubungan Kerja, jam kerja, dan upah minimum.

Negara Indonesia memang menjadi negara yang memiliki regulasi yang banyak. Bahkan angkanya pada
2017 sudah mencapai 42.000 (empat puluh dua ribu) aturan. Dalam hal ekonomi dan investasi pemerintah telah
memetakan 74 (tujuh puluh empat) undang-undang yang berpotensi menghambat ekonomi dan investasi. Dari 74
(tujuh puluh empat) undang-undang tersebut, pemerintah akan menggodok 2 (dua) undang-undang besar, yakni
RUU penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) guna untuk
meningkatkan daya saing dan mendorong investasi di Indonesia. Masalahnya, apakah jumlah regulasi yang
menjadi masalah atau ada hal lain seperti regulasi yang disharmoni yang sejatinya menjadi masalah. Bila regulasi
yang banyak menjadi masalah, maka penyederhanaan regulasi melalui konsep omnibus law tentu adalah langkah
yang tepat. Sebab omnibus law adalah undang-undang yang menitikberatkan pada penyederhanaan jumlah
regulasi karena sifatnya yang merevisi dan mencabut banyak undang-undang sekaligus.

2
Ibid
3
Nadisha El Malika, Uu Cipta Kerja Jangan Sampai Picu Phk Baru, Https://Jurnalgaya.PikiranRakyat.Com/Entertainment/Pr-
80804247/Uu-Cipta-Kerja-Jangan-Sampai-Picu-Phk-baru
RUU Cipta Kerja memiliki beberapa klaster yang salah satu diantaranya mengatur tentang
ketenagakerjaan. Pada klaster ketenagakerjaan Pemerintah berupaya untuk mengharmonisasikan 3 undang-
undang tersebut agar sejalan sehingga mampu memberikan sebuah ruang kepada investor untuk melihat regulasi
yang telah disempurnakan tanpa perlu khawatir adanya regulasi yang tumpang tindih dan mengakibatkan
kerugian kepada investor itu sendiri.4

Permasalahan yang timbul dari dibentuknya uu ini bahwa apakah norma hukum dalam konsep omnibus
law tidak sejalan dengan norma hukum yang selama ini berlaku sesuai dengan sistem hukum Indonesia melalui
undang-undang 12 tahun 2011 sebagaimana diubah dengan undang-undang Nomor 15 tahun 2019. Belum lagi,
Proses perancangan RUU ini banyak sekali opini-opini masyarakat yang tidak setuju, opini publik ini disebabkan
karena pengerjaannya yang di deadline hanya selama 100 hari oleh Presiden Jokowi dan juga tidak melibatkan
banyak pihak dalam pembuatannya. Akan tetapi ada satu hal yang sangat penting dan menjadi permasalahan
utama di dalam penyusunan RUU ini. Salah satu Permasalahan tersebut adalah adanya pemotongan pesangon
kepada para buruh yang di putus hubungan kerjanya oleh perusahaan Hilangnya cuti melahirkan dan lain
sebagainya. Dari itu banyak para buruh dan masyarakat yang menolak adanya RUU Cipta Kerja ini. Hal tersebut
menunjukkan ada dinamika dalam pembentukan RUU Cipta Kerja baik secara formal maupun materil. Atas
dasar itu penulis mencoba menganalisis tentang konsep omnibus law dalam prespektif hukum positif indonesia.

KAJIAN PUSTAKA

1. Konsep Omnibus Law

Omnibus Law merupakan proses pembuatan peraturan yang bersifat kompleks dan penyelesaiannya
memakan waktu lama karena mengandung banyak materi meskipun subjek, isu dan programnya tidak selalu
terkait. (barbara sinclair 2012).

Omnibus Law merupakan salah satu metode pembentukan undang-undang yang mengatur materi
multisektor. Selain itu, UU ini juga mampu merevisi hingga mencabut ketentuan yang ada di dalam UU
lain.Sejumlah negara sudah menerapkan omnibus law sebagai strategis untuk menyelesaikan persoalan regulasi
yang berbelit dan tumpang tindih.Sebagai sebuah metode, pendekatan omnibus law berpeluang
mengabaikan prinsip-prinsip penting dalam pembentukan undang-undang.

Dengan diterbitkannya satu Undang-Undang untuk memperbaiki sekian banyak Undang-Undang


diharapkan menjadi jalan keluar permasalahan di sektor ekonomi, sebab dengan banyaknya Undang-Undang
tidak bisa dilakukan percepatan-percepatan karena banyaknya Undang-Undang masih mengatur dan bisa saling
bertentangan. Konsep Omnibus Law ini merupakan sebuah aturan yang dibuat untuk memangkas beberapa

4
Nadisha El Malika, Uu Cipta Kerja Jangan Sampai Picu Phk Baru, Https://Jurnalgaya.PikiranRakyat.Com/Entertainment/Pr-
80804247/Uu-Cipta-Kerja-Jangan-Sampai-Picu-Phk-baru
aturan yang dianggap tumpang tindih dan menghambat pertumbuhan negara yang juga sekaligus untuk
menyinkronkan beberapa aspek menjadi produk hukum yang besar.5

Permasalahan yang timbul dari dibentuknya Undang-Undang ini bahwa apakah norma hukum dalam
konsep omnibus law tidak sejalan dengan norma hukum yang selama ini berlaku sesuai dengan sistem hukum
indonesia melalui undang-undang 12 tahun 2011dimana istilah Omnibus Law bagi sebagian kalangan
masyarakat masih terasa asing. Adanya pemotongan pesangon kepada para buruh yang di putus hubungan
kerjanya oleh perusahaan, hilangnya cuti melahirkan dan lain sebagainya. Dari itu banyak para buruh dan
masyarakat yang menolak adanya RUU Cipta Kerja ini. Hal tersebut menunjukkan ada dinamika dalam
pembentukan RUU Cipta Kerja, baik secara formal maupun materil.

2. Omnibus Law Dalam Prespektif Hukum Positif indonesia

Omnibus law ini merupakan terobosan hukum yang dapat menjadi penggerak (trigger) bagi penguatan
kapasitas Indonesia sebagai negara hukum dan fungsi legislasi DPR. 6 Dengan Konsep Omnibus Law Pada
Klaster Ketenagakerjaan terdapat penghapusan cuti melahirkan serta Pemberian Pesangon Kepada Pekerja Yang
Di PHK. Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menjelaskan bahwa harus ada cuti bagi
wanita yang melahirkan dan pemutusan hubungan kerja adalah pemutusan hubungan kerja karena satu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha.7

Konsep ini digunakan oleh negara-negara yang menggunakan sistem hukum Anglo Saxon Common Law.
Beberapa negara seperti Amerika, Kanada, Irlandia dan Suriname telah menggunakan pendekatan Omnibus Law
atau Omnibus Bill dalam perundang-undangannya. Di Asia Tenggara Omnibus Law pertama kali di praktekan
oleh negara Vietnam yang pada waktu itu hendak mengadopsi hasil aksesi dengan WTO pada tahun 2006. Untuk
mengimplementasikan hal tersebut Perdana Menteri memerintahkan Kementerian Hukum setempat untuk
melakukan penelitian terkait kemungkinan penerapan pendekatan Omnibus di Vietnam.8

Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan tidak


dijelaskan secara eksplisit mengenai tata cara pembentukan perundang-undangan dengan konsep Omnibus Law.
Ini dikarenakan Omnibus Law dalam lingkup negara yang menggunakan sistem hukum Civil Law masih sangat
jarang sekali menggunakan konsep Omnibus Law dalam proses pembentukan perundang-undangan, meskipun
ada beberapa negara yang telah menggunakannya. Pada dasarnya Omnibus Law merupakan sebuah konsep yang
sebenarnya tidak berkaitan dengan sistem hukum yang berlaku, namun substansi daripada Omnibus Law yang
menjadikan konsep ini sangat tepat untuk dijadikan sebuah solusi dalam pembuatan peraturan perundang-
undangan. Dalam setiap proses politik hukum dari RUU Cipta Kerja harus melibatkan seluruh elemen bangsa
karena hukum dalam proses tidak dapat dipandang sebagai pasal-pasal bersifat imperatif atau keharusan-

5
Antoni Putra, Penerapan Omnibus Law Dalam Upaya Reformasi Regulasi, Jurnal Legislasi Indonesia,
Vol 17 No 1 2020, hal. 222.
6
Busroh, F. F. (2017). Konseptualisasi omnibus law dalam menyelesaikan permasalahan regulasi
pertanahan. Arena Hukum, hal. 227-250.
7
Fitryantica, A. (2019). Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Indonesia melalui Konsep
Omnibus Law. Gema. Keadilan, hal. 300-316.
8
8M. Nur Sholikin, Mengapa kita harus berhati-hati dengan rencana Jokowi mengeluarkan omnibus law,
https://theconversation.com/mengapa-kita-harus-berhati-hati-dengan-rencana-jokowi-mengeluarkanomnibus-law-126037
keharusan bersifat das sollen, tetapi harus dipandang sebagai subsistem dalam kenyataan (dassein) yang sangat
ditentukan oleh dinamika dalam perumusan materi dan normanya.

Hierarki tersebut seharusnya dalam tatanan pembentukan perundang-undangan di Indonesia mulai


dirubah dan dimasukkan konsep Omnibus Law agar Pemerintah dan DPR memiliki opsi lain sehingga mampu
menciptakan harmonisasi perundang-undangan yang lebih baik. Hierarki dan tata urutan peraturan perundang-
undangan tersebut belum ada konsep Omnibus Law Sebagai salah satu asas dalam sumber hukum. Ketika
pemerintah memaksakan RUU Omnibus Law ini akan mengkualifir dan melabrak Teori Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan Kita yang sudah diatur lebih jelas dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan peraturan perundang-undangan, hal demikian pasti akan menimbulkan permasalahan norma baru
lagi padahal tujuan dari Omnibus Law ini sebagai Upaya Penyegaran atau harmonisasi peraturan perundang-
undangan.

Permasalahan RUU Cipta Kerja Pada dasarnya bilamana berbicara mengenai peraturan perundang-
undangan sebagaimana dikatakan oleh Crabbe maka tidak hanya berbicara mengenai pengaturannya, tetapi juga
sampai ke pembentukannya yang harus sesuai dengan asas-asas yang berkaitan dengan materi muatannya. Maria
Farida Indrati menyatakan bahwa asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan suatu
pedoman atau rambu-rambu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik . 9 Hal ini tentu
menjadi catatan aneh ketika omnibus law cipta kerja malah minim partisipasi masyarakat. Pembentukan undang-
undang haruslah aspiratif dan partisipatif yang dalam hal ini mengandung makna proses dan substansi. Proses
dalam pembentukan undang-undang haruslah transparan, sehingga aspirasi masyarakat dapat berpartisipasi
dalam memberikan masukan-masukan. Sementara substansi berkaitan dengan materi yang diatur harus ditujukan
bagi kepentingan masyarakat sehingga menghasilan undang-undang yang demokratis, aspiratif, partisipatif, dan
berkarakter responsif.

Pada akhirnya, pembentukan omnibus law sendiri harus mengikuti mekanisme layaknya membentuk
undang-undang seperti pada umumnya, yaitu meliputi tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan hingga
pengesahan yang harus sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam hal ini tentu pemerintah harus lebih baik, jika
memfokuskan dulu melegalkan bentuk omnibus law dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Hal ini didasari agar pemerintah tidak sewenang-wenang dalam menentukan langkah progresif di bidang hukum,
mengingat segala bentuk tindakan pemerintah harus didasari oleh undang-undang, bukan hanya pidato semata.

METODE PENELTIAN

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian normatif, yaitu Menurut Sugiyono, metode
penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang digunakan untuk meneliti pada objek yang alamiah dimana
peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data
bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. dengan
menggunakan data beberapa peraturan seperti Undang-Undang no 12 tahun 2011 dalam pembentukan peraturan

9
E. A. Driedger, ‘Legislative Drafting’, Meta: Journal Des Traducteurs, 2012 <https://doi.org/10.7202/002589ar>
perundang-undangan dan buku yang berkaitan dengan omnibus law. Data sekunder juga digunakan melalui
penelitian ini melalui wawancara Menurut Arikunto, wawancara mula-mula menanyakan serentetan pertanyaan
yang sudah terstruktur, kemudian satu persatu diperdalam dengan mencari keterangan lebih lanjut kepada ahli
hukum tata negara.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, peneliti memperoleh hasil mengenai konsep Omnibus Law
dalam prespektif hukum positif dan segala permasalahannya baik dari konsep Omnibus Law dalam hukum,
perlindungan hukum terhadap wanita hamil serta upaya pemerintah dalam menindaklanjuti permasalahan
penciptaaan lapangan perkerjaan dan juga kontroversi keterbukaan Undang-Undang Omnibus Law tersebut.
Benito Asdhe Kodiyat, seorang ahli hukum dan juga ketua puskasi umsu, Dia menjabarkan konsep
omnibus law dan isi yang dianggap konroversi bagi buruh dan masyarakat, Berikut penuturan hasil wawancara
dengan ahli hukum tersebut.
Narasumber menyebutkan bahwa UU Omnibus Law dalam sistem perundangan pada no 12 tahun 2011
tidak dikenal maupun dalam sistem perundangan tapi dalam prakteknya uu ini sebelumnya sudah ada seperti uu
pemilu yang juga meleburlam beberapa UU dalam satu UU.
“Omnibus low tidak dikenal dalam istilah pembentukan Peraturan perundang-undangan kita, karena
onimbus law lebih dikenal dengan sistem negara hukum common Law atau anglo saxon. Onimbus law artinya
menyatukan beberapa undang-undang atau membukukan undang-undang yang telah dikodifikasi dari undang-
undang yang tertulis dan dijadikan satu agar mempermudah. Onimbuslaw lebih identik kepada hukum bisnis,
dengan kita bisa lihat kepada negara-negara yang memberlakukan undang-undang tersebut.
Di Indonesia dalam undang-undang nomor 12 dan undang-undang perubahan sebenarnya tidak
mengenal istilah adanya omnibus law tetapi menyatukan hukum atau undang-undang sudah dilakukan di
Indonesia. Contohnya undang-undang pemilu adalah salah satu produk dari Omnibus law karena menyatukan
hukum pemilu yang dulunya dipisah sekarang menjadi hukum yang satu misalnya pemilu kepala daerah Pemilu
DPRD, Pemilu DPR RI, Pemilu DPD dan pemilihan presiden. Yang sebelumnya undang-undang ini diatur di
dalam undang-undang yang berbeda dan sekarang sudah disatukan ke dalam undang-undang nomor 7 Tahun
2017. Dan ini termasuk kepada produk Omninus law. Jadi Apakah bentuknya dikenal dalam undang-undang
nomor 12 jawabannya tidak, bisa kita lihat dari bentuknya Omnibus law ini tidak dikenal di dalam undang-
undang Nomor 12 karena tidak ada bentuk dan jenis undang-undang yang dikenal dalam ilmu perundang-
undangan kita”ujar Benito
Secara garis besar omnibus law merupakan suatu undang-undang yang membuka lapangan kerja dan
invertasi sehingga para investor tertarik datang keindonesia dikarenakan hukumnya tidak sukar tetapi dalam
pembentukannya dan isi sangat lah bertentangan .
“Cita-cita dari dibentuknya undang-undang ini memang seperti itu karena undang-undang ini
memungkinkan adanya investasi besar-besaran hadir di Indonesia. Karena kalau kita mau membangun industri
untuk saat ini. Kalau dulu bagi Indonesia sulit karena keterbatasan anggaran pendapatan dan belanja negara
kita. Jadi karena adanya keterbatasan tersebut maka dimungkinkan dengan UU investasi akan hadir di
Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan UU Cipta kerja ini.
Maksudku ini benar, tetapi cara pembentukannya yang salah. Dalam UU Cipta kerja sepertinya ada Visi
dan perbaikan ekonomi tetapi produknya banyak menyisipkan beberapa masalah juga. Sisi ekonomi di sini jelas
ada tapi ada juga problem kelembagaan keuangan, independen dan sebagainya”ujar Benito.
Dari pernyataan narasumber tersebut UU ini perlu dilakukan perbaikan secara materil tetapi konsep
undang-undangnya sudah bagus dan sesuai.Hal ini dipertegas lagi benito ashde ketika putusan MK menyatakan
bahwa dalam pembentukan UU Omnibus law ini inkonsitusional bersyarat.
“Seperti yang dikatakan MK di dalam putusan nomor 91 tahun 2020 bahwa MK mengatakan prosedurnya
itu salah. Di karenakan tidak adanya parsitivatif. Walau banyak pemberontakan yang dilakukan masyarakat
tetapi karena pemerintah menganggap mereka memiliki kekuasaan untuk undang-undang sehingga diundangkan
begitu saja UU tersebut. Oleh masyarakat dimohonkan uji perundang-undangan pengujian formil di MK dan
MK memiliki pendapat. Pendapat MK adalah konstitusional atau secara formil salah karena tidak mengajak
atau tidak melibatkan masyarakat atau asas partisipatif. Karena partisipatif dalam pembuatan perundang-
undangan itu sangat penting.Mungkin ada dilakukan partisipatif Tetapi hanya dilakukan pada kalangan-
kalangan tertentu saja dan yang diajak dalam rapat itu adalah orang-orang yang setuju saja sedangkan orang-
orang yang tidak setuju atau Menolak adanya UU ini tidak diajak atau tidak diikutsertakan dalam rapat
tersebut.
Mengenai kontroversi isi dari Omnibus law seperti di hapusmya cuti hamil sepenuhnya tidaklah benar
akan tetapi dikurangi hak dari pekerja yang hamil dicabut seperti gaji dan lain sebagainya.
“Bukan dihapus tetapi hari cuti hamil bagi perempuan dikurangi. Kalau dulu cuti yang diberikan 90 hari
atau 3 bulan dengan pembagian 45 hari sebelum dan 45 hari sesudah melahirkan, Sedangkan untuk sekarang
menjadi 2 bulan dengan pembagian 30 hari belum dan 30 hari sesudah melahirkan. Kalau dulu dalam 3 bulan
masa cuti tidak menghapus gaji dan juga tidak menghapus bonus Walaupun dia tidak masuk kerja. Tetapi untuk
UU Cipta kerja sekarang dikurangi harinya menjadi 60 hari atau 2 bulan dan ada beberapa kewajiban yang
dihapuskan.”ujar Benito

Hal ini disebabkan karena indonesia mencoba meniru perkembangan hukum negara inggris,tetapi
indonesia belum siap untuk perpindahan tersebut di karenakan budaya yang berbeda dan pembentukanya yang
kurang matang.

“Pemikiran ini mungkin muncul karena perkembangan atau model dari negara lain contohnya negara
Inggris. Di negara Inggris memang begitu sudah menetapkan cuti bagi wanita hamil adalah dua bulan dengan
pembagian 30 hari sebelum dan 30 hari sesudah melahirkan, tetapi di negara Inggris hak dan kewajiban tidak
dihapuskan. Tetapi untuk Indonesia tidak seperti itu. Sebenarnya jika mau disamakan UU Cipta sebenarnya
boleh saja tetapi tetap harus dengan persamaan dengan situasi dan suasana kerjanya. Jangan kita mau
mencontoh negara Inggris tapi budaya kita belum ke arah sana.”ujarnya lagi
Dari hasil literatur dan wawancara diatas peneliti dapat menyimpulkan Konsep undang-undang Omnibus
Law ini merupakan salah satu bentuk perkembangan hukum yang membuka investasi dan lapangan kerja dapat
terbuka sebesarnya di Indonesia dalam sistem perundangan-undangan dindonesia yakni uu no 12 tahun 2011
sebetulnya tidak mengenal konsep Omnibus Law tetapi dalam prakteknya hal tersebut sudah ada sebelumnya
undang-undang pemilu yang menyatukan beberapa undang-undang menjadi satu,tetapi menurut penulis alasan
tersebut tidak dapat dibenarkan disebabkan tidak terpenuhinya kepastian hukum jadi para pembuat UU Omnibus
law jelas harus mengacu kepada hukum yang berlaku jika ada pembaruan hukum segala macam yang pertama
yang dilakukan adalah mengubah UU no 12 tahun 2011 dengan memasukkan konsep Omnibus law sehingga
tidak terjadi ketidakjelasan hukum apalagi kita menganut negara hukum jadi bentuk perbuatan pemerintah harus
sesuai hukum yang berlaku sesuai amanta UUD 1945 pasal 3.

Dalam pembentukannya Undang-Undang Omnibus law tidak sesuai dengan asas keterbukaan karena
keterbatasan akses dan juga isi materil Ombibus Law ini ada beberapa menjadi catatan karena tidak sesuai
tuntutan buruh dan masyarakat pekerja hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah konsitusi yang menyatakan
Omnibus law inkonstitusional bersyarat 2 tahun sehingga harus ada perbaikan supaya UU sah dimata hukum.

Masalah dihapusnya waktu dan hak cuti hamil Harusnya jika Indonesia mengurangi masa cuti bagi wanita
hamil maka harus sama dengan sistem di negara yang menjadi contoh bagi negara Indonesia tersebut. Dan
dengan catatan boleh kerja dari rumah dan tidak harus pergi ke kantor dan tidak menghapus hak-hak dan
kewajiban yang harusnya tetap diterima.

KESIMPULAN

Konsep Omnibus Law memiliki karakteristik mampu mengubah dan menghapus beberapa regulasi
menjadi satu peraturan yang mampu mencakup seluruh aspek. Proses pembentukan yang singkat mampu
mengganti puluhan undang-undang menjadi satu regulasi yang sejalan. Sejauh ini tidak diatur secara jelas di
dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan perundang-undangan. Seharusnya regulasi
konsep pembentukan undang-undang tersebut diatur lebih dulu agar pesan baik yang terdapat pada konsep
tersebut mampu dilaksanakan dengan baik sehingga tidak menimbulkan permasalahan baru di masyarakat.
Pemerintah berupa penerapan omnibus law untuk cipta lapangan kerja. Tetapi tidak diimbangi dengan substansi
regulasi yang mampu menghindari konflik-konflik yang telah terjadi selama ini. RUU Cipta Kerja ini masih
memiliki banyak kelemahan yang berpotensi membuat masalah baru di kalangan masyarakat. Masalah ini ada
pada perubahan ketentuan cuti, pemberian pesangon dan lain lain. Secara yuridis perubahan tersebut semakin
mempersempit ruang gerak para buruh untuk memperjuangkan hak-hakya dan memberikan dominasi kaum
pengusaha untuk melakukan eksploitasi terhadap buruh.

DAFTAR PUSTAKA
Antoni P. Penerapan Omnibus Law Dalam Upaya Reformasi Regulasi. Jurnal Legislasi

Indonesia, Vol 17 No 1; 2020

Busroh FF. Konseptualisasi omnibus law dalam menyelesaikan permasalahan regulasi

pertanahan. Arena Hukum; 2017

Dwi KW. Disharmoni Antara RUU Cipta Kerja Bab Pertanahan Dengan Prinsip-Prinsip

Fitryantica A. Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Indonesia melalui Konsep

Https://Jurnalgaya.Pikiran-Rakyat.Com/Entertainment/Pr-80804247/Uu-CiptaKerja-Jangan-Sampai-Picu-Phk-
Baru

Ima M. Kebijakan Reformasi Regulasi Melalui Implementasi Omnibus Law Di Indonesia. Jurnal Rechvinding
Vol 9 No 1; 2020.

Jurnal Komunikasi Hukum (Jkh) Universitas Pendidikan Ganesha ,Vol. 6 No. 2; Agustus 2020

law,https://theconversation.com/mengapa-kita-harus-berhati-hati-denganrencana-jokowi-mengeluarkan-
omnibus-law-126037Nadisha EM. UU Cipta Kerja Jangan Sampai Picu Phk Baru.

MNS. Mengapa kita harus berhati-hati dengan rencana Jokowi mengeluarkan omnibus

Omnibus Law. Gema. Keadilan; 2019

Suwandi A. Omnibus Law Dalam Perspektif Hukum Indonesia. Vol 7 No 2

UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Uupa).

Anda mungkin juga menyukai