Anda di halaman 1dari 9

IMPLIKASI OMNIBUS LAW DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :
Andika Aep (202010110311597), Femia Mezzaluna Zahira Putri (202010110311237)
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Muhamadiyah Malang, Malang / 2022
ABSTRAK
Pada penulisan artikel kali ini topik pembahasan yang hendak dibahas ialah mengenai konsep
omnibus law yang menitik beratkan pada penyederhanaan regulasi perundang-undangan pada
RUUCK dan kedudukannya dalam UU No. 12 Tahun 2011 terntang pembentukan peraturan
perundang-undangan. Adapun pendekatan yang digunakan pada penulisan kali ini ialah
menggunakan pendekatan yuridis atau biasa dikenal dengan pendekatan hukum. Sedangkan
metode penelitiannya oalah menggunakan penelitian deskriptif normative yang
menggambarkan dan mengalisa ruang lingkup teori hukum serta dikolaborasikan dengan di
dukungnya data dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, artikel dan lain sebagainya. Dari
hasil Analisa pada konsep omnibus law pada artikel kali ini diketahui bersama bahwa konsep
omnibus law sendiri diaplikasikan pada sistem hukum di Indonesia melalui RUUCK guna
membantu pertumbuhan perekonomian nasional melalui regulasi dan peraturan mengenai
investasi yang disederhanakan melalui omnibus law, selain itu berdasarkan Analisa dan
penelitian yang dilakukan diketahui juga bahwa sejatinya konsep omnibus law sendiri
belumlah tercatat dan tercantum secara resmi dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang
pembentukan perundang-undangan sehingga tentunya hal tersebut membawa problematika
tersendiri didalamnya yang perlu diselesaikan kembali.
Kata Kunci : Implikasi, Omnibus Law, RUUCK, UU No. 12 Tahun 2011.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada tahun 2020 lalu masyarakat di Indonesia diramaikan dengan adanya konsep
omnibus law yang digunakan dalam penyusunan RUUCK, dimana sebelumnya metode
omnibus law sendiri belumlah banyak dikenal di negara-negara yang menganut sistem hukum
civil law seperti halnya Indonesia. Namun perlu digaris bawahi bahwa kebijakan dan
keputusan pemerintah dalam merepresentasikan metode omnibus law bukalah sesuatu yang
dilakukan gegabah oleh pemerintah, dimana pemerintah juga telah melakukan banyak
pertimbangan mengenai alasan digunakannya metode omnibus law dalam melakukan
reformasi regulasi dan mementapkan kebijakan hukum.

1
Dimana dalam prespektif sejarah metode omnibus law merupakan konsep sistem
hukum yang diterapkan oleh negara-negata yang menganut sistem hukukm angli saxon
common law, seperti amerika, Irlandia, Kanada, Vietnam dan masih banyak lagi lainnya.
Sehingga tidak dipungkiri bahwa tentunya konsep omnibus law masih sangatlah tabuh di
negara-negara asia tenggara terutama Indonesia. Namun walaupun terkesan masih sangat
tabuh pemerintah dan lembaga legilasi di Indonesia beraggapan bahwa memang sejatinya
perlu adanya sistem baru yang perlu dicoba untuk mengatasi peraturan-peraturan yang ada
yang kerap kali mengalami tumpeng tindih antara peraturan yang satu dengan yang lainnya.

Dan apabila aturan-aturan yang tumpang tindih tersebut tidak segera dibenahi maka
akan mengakibatkan dampak-dampak buruk pada aspek lainnya termasuk terhadap aspek
perekonomian bangsa dimana menjadi investasi dan pertumbuhan ekonomi menjadi
terhambat. Atas dasar latar belakang tersebut pemerintah menyakini bahwa konsep omnibus
law dapat memudahkan proses sikronisasi terhadap produk hukum yang over regulasi.

Namun sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa konsep omnibus law masih
terkesan tabuh di Indonesia sehingga tentunya dalam pengimplementasiannya tidaklah bisa
dilakukan secara tiba-tiba begitu saja seperti halnya RUUCK Omnibus Law. Hal tersebut
menjadi perdebatan atara kaum pemerintah dengan kaum buruh, dimana para kaum buruh
beraggapan bahwa adanya RUUCK yang menggunakan konsep omnibus law justru
merugikan kaum buruh dan hanya menguntungkan kalangan kaum atas saja.

Sehingga dari penulisan artikel kali ini penulis berusaha mengungkap dan
memaparkan secara lebih sistematis mengenai konsep dari Omnibus Law itu sendiri dan
Apa yang menjadi problematikan dalam RUUCK omnibus law yang dinilai kurang matang
dan justru merugikan para kaum buruh.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang digunakan pada penulisan artikel kali ini ialah menggunakan
penelitian hukum normative yang bersifat deskriptif yang mana melalui ini akan membantu
penulis dalam menggambarkan serta menganalisis bahasa hukum yang digunakan dalam
penyusunan norma dan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan jenis data yang
digunakan ialah terbagi menjadi dua yaitu data dari bahan hukum primer dan data dari bahan
hukum sekunder. Data dari hukum primer meliputi perundang-undangan yang berkaitan
dengan konsep omnibus law itu sendiri. Sedangkan data bahan hukum sekunder ialah
meliputi buku, artikel, jurnal ataupun karya tulis lainnya yang juga masih berkaitan dengan

2
topik yang hendak dibahas pada penulisan artikel kali ini. Dan pada tahapan terakhir seluruh
data dan hasil Analisa yang telah dilakukan akan di rangkum dalam suatu karya tulis yang
disebut dengan artikel yang ditulis secara holistik dari seluruh data dan sistematis.

PEMBAHASAN

Omnibus law merupakan metode perundang-undangan yang menitikberatkan kepada


penyederhanaan regulasi. Dimana omnibus ialah salah satu konsep dari produk hukum yang
mampu mengkonsolidir beberapa tema, materii, subjek dan peraturan perundang-undangan
yang berbeda-beda di setiap aspek menjadi suatu kesatuan yang holistik. Omnibus law
menjadi salah satu langkah menerbitkan satu Undang-Undang yang mampu memperbaiki
beberapa Undang-undang yang selama ini dinilai saling tumpang tindih dan mengahambat
proses kemudahaan berusaha. Salah satu contohnya ialah dengan diterbitkannya RUUCK
omnibus law dimana dengan diterbitkannya RUUCK maka diyakini mampu memperbaiki
beberapa undang-undang yang selama ini saling tumpah tindih dan dinilai dapat menjadi
jalan keluar bagi problematika-problematika yang selama ini menghambat pertumbuhan
perekonomian nasional. Konsep Omnibus law mampu memangkas atau menghapuskann
beberapa aturan yang dinilai tumpang tindih dan menghambat pertumbuhan negara yang
kemudian disinkronisasikan dengan satu produk hukum saja yang isi substansinya
mencangkup beberapa aspek dan norma. Atau secara sederhannya menggabungkan beberapa
pasal-pasal atau aturan menjadi suatu kesatuan pasal atau aturan saja.

Namun dalam realitanya dalam UU No. 12 tahun 2011 tentang pembentukan


peraturan perundangundangan tidak dijelaskan secara eksplisit mengenai tata cara
pembentukan perundangundangan dengan konsep Omnibus Law. Ini dikarenakan Omnibus
Law dalam lingkup negara yang menggunakan sistem hukum Civil Law masih sangat jarang
sekali menggunakan konsep Omnibus Law dalam proses pembentukan perundang-undangan,
meskipun ada beberapa negara yang telah menggunakannya. Pada dasarnya Omnibus Law
merupakan sebuah konsep yang sebenarnya tidak berkaitan dengan sistem hukum yang
berlaku, namun substansi daripada Omnibus Law yang menjadikan konsep ini sangat tepat
untuk dijadikan sebuah solusi dalam pembuatan peraturan perundangundangan.

Terbentuknya RUU Cipta Kerja menunjukkan telah ada politik hukum dari eksekutif
untuk dilanjutkan melalui proses legislasi. Saat ini pemerintah sedang melakukan aktivitas
untuk menentukan pola atau cara membentuk hukum dan memperbarui hukum melalui proses
legislasi, sehingga terbentuk suatu legal policy yang bersifat sebagai hukum yang akan

3
diberlakukan untuk penciptaan lapangan kerja. Ini berarti politik hukum dari RUU Cipta
Kerja adalah pembentukan hukum dengan menerapkan omnibus law dalam perumusan
hukum untuk peningkatan investasi sehingga tercipta lapangan kerja.

Arah politik hukum RUU Cipta Kerja, yaitu pembentukan hukum baru dengan
mengadopsi konsep omnibus law untuk simplifikasi regulasi dengan pemangkasan,
penyederhanaan, dan deregulasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan cipta
kerja. Omnibus law ini merupakan terobosan hukum yang dapat menjadi penggerak (trigger)
bagi penguatan kapasitas Indonesia sebagai negara hukum dan fungsi legislasi DPR. Politik
hukum ini mencakup serangkaian tahapan pembentukan RUU Cipta Kerja mulai dari
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Keseluruhan tahapan tersebut akan memengaruhi karakter RUU Cipta Kerja sebagai suatu
produk hukum.

Secara formal, RUU Cipta Kerja telah berproses di eksekutif untuk dilanjutkan
dengan pembahasan bersama legislatif. Dalam setiap proses politik hukum dari RUU Cipta
Kerja, harus melibatkan seluruh elemen bangsa karena hukum dalam proses tidak dapat
dipandang sebagai pasal-pasal bersifat imperatif atau keharusan-keharusan bersifat das sollen,
tetapi harus dipandang sebagai subsistem dalam kenyataan (das sein) yang sangat
ditentukan oleh dinamika dalam perumusan materi dan normanya. Hierarki tersebut
seharusnya dalam tatanan pembentukan perundang-undangan di Indonesia mulai dirubah dan
dimasukkan konsep Omnibus Law agar Pemerintah dan DPR memiliki opsi lain sehingga
mampu menciptakan harmonisasi perundangundangan yang lebih baik.

Lagi-lagi disampaikan bahwa hierarkinya dan tatan urutan peraturan perundang-


undangan tersebut belumlah mencangkup pembahasan mengenai konsep omnibus law
sebagai salah satu asas dalam sumber hukum. ketika pemerintah memaksakan RUU Omnibus
Law ini akan mengkualifir dan melabrak Teori Pembentukan peraturan Perundang-undangan
Kita yang sudah diatur lebih jelas dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan peraturan perundangundangan, hal demikian pasti akan menimbulkan
permasalahan norma baru lagi padahal tujuan dari omnibus Law ini sebagai Upaya
Penyegaran atau harmonisasi peraturan perundang-undangan.

Dan berikut merupakan beberapa problematika yang terjadi dalam rancangan undang-
undangan cipta kerja dengan konsep omnibus law yang diterbitkan pada tahun 2020 yang lalu
terutama pada klaster ketenagakerjaan, yaitu mengenai adanya penghapusan cuti melahirkan

4
bagi karyawan dan penghapusan pesangon bagi pekerja yang di PHK. Yang mana hal
tersebut tentunya mendapatkan pertentangan dari para pekerja atau buruh dan beberapa
elemen masyarakat lainnya, yang mana adanya pasal tersebut di anggap bertentangan dengan
UU no 12 Tahun 2003 terkait keternagakerjaan, dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa
perusahaan haruslah memberikan cuti melahirkan kepada karyawan wanita yang melahirkan
selama 1.5 bulan sebelum melahirkan dan maksimal 3 bulan setelah melahirkan. Selain itu
dalam UU No. 13 tahun 2003 juga dijelaskan bahwa PHK merupakan pemutusan hubungan
kerja yang disebabkan karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak beserta
kewajiban pekerja dan pengusaha yang mana sebelum hubungan tersebut berakhir perusahaan
haruslah memberikan uang pesangon kepada karyawannya sebagaimana diatur lebih jelas
dalam Pasal 156 Ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003.

Adanya UU No. 13 Tahun 2003 dan penjelasan yang telah disampaikan tersebut
menggambarkan bahwa sejatinya setiap pekerja tidak dapat dipekerjaan dengan semena-mena
oleh sebuah perusahaan. Adanya regulasi mengenai hak dan kewajiban dari kedua belah
pihak baik pekerja atau perusahaan yang haruslah dipenuhi oleh keduanya. Namun pada
konteks kali ini pembahasan akan lebih menitik beratkan kepada kewajiban perusahaan
dalam memberikan tunjangan-tunjangan sebagai representasi menciptakan kesejahteraan bagi
pekerja. Namun di dalam UU 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan ini hanya mengatur
ketentuan cuti dan penghitungan pemberian uang pesangon kepada pekerja yang di PHK
namun secara umum pemberian uang pesangon tersebut tidak dijelaskan di didalam UU 13
tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. cuti dan pemberian pesangon ini sebuah apresiasi
kepada pekerja yang telah memberikan kontribusi terhadap perusahaan. Sehingga kesan dari
pada memperbudak pekerja oleh perusahaan dihilangkan agar tidak ada pihak yang merasa
dirugikan. Cuti melahirkan merupakan hak bagi wanita, sedangkan pesangon merupakan
pembayaran kepada pekerja sebagai akibat dari adanya pemutusan hubungan kerja. Kedua hal
ini seharusnya tertera didalam kontrak kerja sebagai dasar adanya perjanjian kerja antara
pekerja dengan pengusaha. Prinsip tersebut tertuang jelas didalam KUHPerdata pasal 1320
yang menerangkan syarat sah nya perjanjian. disebabkan mengubah beberapa regulasi seperti
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Undang-Undang nomor 40
tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial dan Undang-Undang nomor 24 tahun 2011 tentang
badan penyelenggaran jaminan sosial menjadi satu bentuk peraturan yang selaras dengan visi
penciptaan lapangan kerja yang masif hingga beberapa tahun ke depan.

5
Pembentukan RUU Cipta Kerja masih memerlukan upaya untuk menjembatani
aspirasi semua pihak agar sesuai dengan tujuan pembentukan dan bisa diterima oleh semua
kalangan dan produk legislasi yang dihasilkan dapat mengakomodasi seluruh kepentingan
secara seimbang Untuk itu, RUU Cipta Kerja harus dilakukan secara mendalam dengan
melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, pembahasan di DPR ini harus
melibatkan masyarakat melalui dukungan publik (people endorsement) selain dukungan
politik (political endorsement) sebelum akhirnya ada persetujuan hukum (legal approval)
berupa persetujuan bersama antara DPR dengan Presiden sebagaimana diamanatkan
Konstitusi. Hal ini penting untuk memastikan ada dukungan seluruh unsur rakyat Indonesia,
yaitu birokrasi, akademisi, dunia usaha dan dunia industri, masyarakat pekerja, dan media
massa dalam proses pembentukan rancangan undang-undang.

People endorsement dapat dilakukan melalui penjaringan aspirasi dalam rapat dengar
pendapat umum, forum diskusi, dan jajak pendapat masyarakat supaya terpenuhinya asas
keterbukaan dalam pembahasan rancangan undang-undang sehingga mencerminkan
perjuangan kepentingan rakyat melalui lembaga legislatif. Selanjutnya, political
endorsement dilakukan melalui anggota dan fraksi di DPR, anggota dan kelompok anggota di
DPD, serta partai politik. Untuk itu, DPR harus membuka akses bagi publik untuk
memberikan masukan pada RUU Cipta Kerja.

Politik hukum RUU Cipta Kerja berkaitan dengan isi kebijakan sebagai dasar
pembenaran bagi perbuatan pemerintah dalam menetapkan ius constitutum berupa RUU
Cipta Kerja. Berdasarkan konsiderans menimbang, dasar pembenaran dari RUU Cipta Kerja,
yaitu: negara perlu melakukan berbagai upaya untuk memenuhi hak warga negara atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak melalui cipta kerja untuk mewujudkan masyarakat
yang sejahtera, adil, dan makmur; penyerapan tenaga kerja Indonesia melalui cipta kerja
di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi. Penyesuaian
berbagai aspek pengaturan untuk mendukung cipta kerja; dan pengaturan yang berhubungan
dengan kemudahan dan pelindungan UMKM, peningkatan ekosistem investasi, percepatan
proyek strategis nasional, dan pelindungan pekerja tersebar di berbagai undang-undang
sektoral yang saat ini tidak memenuhi kebutuhan hukum untuk percepatan cipta kerja
sehingga perlu dilakukan perubahan melalui pembentukan UU dengan menggunakan metode
omnibus law. Hal tersebut menunjukkan bahwa RUU Cipta Kerja secara filosofis ingin
memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Kondisi perekonomian nasional yang dipengaruhi oleh globalisasi ekonomi, serta

6
penyerapan tenaga kerja menjadi latar belakang sosiologis, sedangkan aspek yuridis berupa
pengaturan yang masih tersebar di beberapa undang- undang sektoral serta penerapan
omnibus law merupakan landasan yuridis RUU Cipta Kerja.

PENUTUP
I. KESIMPULAN
Seperti apa yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya bahwa konsep omnibus
law merupakan salah satu metode hukum yang menitik beratkan kepada
penyederhanaan regulasi yang ada dimana omnibus law dapat mengubah ataupun
mengahpus beberapa regulasi dan norma menjadi satu kesatuan regulasi yang lebih
koheren dan sederhana tanpa mengurangi makna dan isi dari substansi regulasi atau
norma tersebut. Namun dalam realitanya pengaplikasian metode omnibus law yang
terkesan tergesa-gesa dan tidak melalui persiapa yang matang justu menghadirkan
polemik baru yang justru menjadi menyimpang dari tujuan awal diterapkannya
omnibus law, selain itu berdasarkan analisis yang dilakukan diketahui juga bahwa
nyatanya metode omnibus law sendiri belumlah diatur secara jelas dalam UU No. 12
Tahun 2011 mengenai pembentukan perundang-undang. Yang mana seharusnya
metode omnibus law yang hendak diterapkan haruslah terlebih dahulu diatur dalam
UU tersebut agar penerapan omnibus law memiliki kepastian hukum, berjalan dengan
terstrukur dan tidak menimbulkan problematika baru di masyarakat. Karena adanya
kelalaian tersebut tentunya tidak dipungkiri lagi dalam RUUCK omnibus law
terdapat beberapa substansi-substansi yang dinilai justru merugikan masyarakat,
seperti ; adanya perubahan ketentuan cuti melahirkan dan mestruasi bagi karyawan
perempuan, adanya penghapusan pemberian pesangon, adanya peningkatan jam
lembur, adanya penghapusan upah minimum pekerja dan lain sebagainya. Yang mana
pasal-pasal dalam RUUCK tersebut semakin mempersempit ruang gerak para
karyawan atau buruh untuk memperjuangkan hak-hak yang seharusnya didapatkan
oleh para pekerja dan justru memberikan dominasi yang condong kepada kaum elit
politik dan kaum pengusaha untuk mengeksploitasi para pekerja.

II. SARAN
Adapun saran yang hendak disampaikan kami berdua selaku penulis ialah agar
pemerintah lebih memperhatikan dan mempersiapkan secara lebih matang terlebih
dahulu dalam mengaplikasikan suatu sistem ataupun metode yang baru seperti halnya

7
omnibus law. Selain itu kami sebagai bagian dari masyarakat juga berharap agar
pemerintah lebih mengikut sertakan masyarakat dan lebih bersikap trasnparan dalam
setiap kebijakan yang hendak direalisasikan karena sejatinya bangsa Indonesia
merupakan bangsa yang demokratis dimana peran serta masyarakat seharusnya
sangatlah dilibatkan didalam tatanan pemerintahan. Dan untuk masyarakat adapun
pesan yang kami ingin sampaikan ialah agar lebih kondusif jika ingin mengajukan
pendapat, saran dan lain sebagainya. Jangan sampai unjuk rasa yang dilakukan justru
menghadirkan polemik atau permasalah baru.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal

Antoni P. Penerapan Omnibus Law Dalam Upaya Reformasi Regulasi. Jurnal Legislasi
Indonesia, Vol 17 No 1; 2020

Fitryantica A. Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Indonesia melalui Konsep


Omnibus Law. Gema. Keadilan; 2019

Fitryantica A. Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Indonesia melalui Konsep


Omnibus Law. Gema. Keadilan; 2019

Ima M. Kebijakan Reformasi Regulasi Melalui Implementasi Omnibus Law Di Indonesia.


Jurnal Rechvinding Vol 9 No 1; 2020.

Ima M. Kebijakan Reformasi Regulasi Melalui Implementasi Omnibus Law Di Indonesia.


Jurnal Rechvinding Vol 9 No 1; 2020.

Perundang-Undangan

UUD 1945

UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Perundang-Undangan

UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Link Internet

(kognisia) https://kognisia.co/omnibus-law-problematika-tak-berujung/
(KataData)https://katadata.co.id/safrezifitra/finansial/61286a8203934/omnibus-law-adalah-
pengertian-dan-pasal-kontroversinya

8
(Tirto.id) https://tirto.id/pengertian-omnibus-law-isi-uu-cipta-kerja-yang-bisa-rugikan-buruh-
f5Du.
(Kompas) https://www.kompas.com/tren/read/2020/10/06/104500965/apa-itu-omnibus-law-
cipta-kerja-isi-dan-dampaknya-bagi-buruh.

Anda mungkin juga menyukai