Anda di halaman 1dari 13

POLITIK PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM

PERSPEKTIF OMNIBUS LAW

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Politik Pembangunan Hukum Nasional

Dosen Pengampu:
Dr. A. Zarkasi, S.H., M.Hum.

Oleh:
VUZIO FERNANDA
NIM. P3B123003

PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JAMBI

Jambi
2023
Daftar Isi

Daftar Isi.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4

BAB III PENUTUP..............................................................................................10


A. Kesimpulan................................................................................................10
B. Saran..........................................................................................................10

Daftar Pustaka......................................................................................................11

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum yang lahir di Indonesia harus ditujukan untuk mencapai tujuan

negara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Tujuan bernegara

secara jelas tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, yakni melindungi

segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Kebijakan publik merupakan salah satu hasil output dari proses

penyelenggaraan pemerintahan, secara substansi kebijakan publik akan selalu

berkaitan dengan berbagai aspek keberadaan pemerintahan terutama negara,

pemerintah dan juga masyarakat yang menerima dampak dari kebijakan yang

dibuat oleh pemerintah tersebut. kebijakan publik merupakan output yang

dihasilkan oleh hasil kinerja pemerintah dalam mengimplementasikan tugas dan

fungsi sebagai penggerak roda pemerintahan. Dengan begitu ketika proses decision

making, pemerintah juga harus memperhatikan kondisi masyarakat terlebih dahulu

karena kehidupan masyarakat bersifat dinamis, dengan demikian hasil dari

kebijakan tersebut dapat menjawab problematika yang terjadi di masyarakat.

Salah satu produk hukum yang menjadi salah satu bukti perkembangan

politik hukum Indonesia adalah dengan diciptakannya Omnibus Law. Omnibus

Law diartikan sebagai hukum untuk semuanya. Maksudnya hadir untuk

menggabungkan beberapa peraturan menjadi satu untuk ditujukan pada

kepentingan bersama.1
1
Yusril Rahman Hakim, “Kebijakan Omnibus Law dalam Perspektif Kebijakan Buruh di
Indonesia,” Jurnal PolGov 3, no. 1 (2021): 238, https://doi.org/10.22146/polgov.v3i1.3611.

3
Omnibus Law sebagai produk politik hukum yang baru harus menggunakan

prinsip seperti itu yang juga dilandasi dengan spirit Pancasila sebagai ideologi.

Sehingga politik hukum seharusnya dipandang sebagai upaya menjadikan hukum

sebagai alat pencapaian tujuan negara sesuai dengan perkembangan masyarakat.

Bukan menjadikan hukum alat kekuasaan untuk memuluskan agenda rezim dan

menekan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.

Menurut Osgar Sahim Matompo, omnibus law ini di tujukan untuk

menggabungkan kebijakan yang di buat oleh pemerintah pusat atau pemerintah

daerah untuk meningkatkan angka investasi negara dan juga memberikan jaminan

perlindungan hukum bagi pembuat kebijakan, yang artinya tujuan omnibus law ini

adalah untuk menguatkan jaringan para investor agar dapat meningkatkan daya

saing ekonomi sekala global. Dapat diambil pandangan bahwa omnibus law tidak

ditanggapi serius karena tidak memiliki payung hukum yang menyelimuti dalam

pengaplikasiannya. Adanya keraguan atas omnibus law timbul salah satunya karena

implementasinya sendiri masih berpacu pada hukum Eropa Kontinental. 2

Regulasi yang bertumpang tindih menjadi salah satu hal yang sering sekali

terjadi di Indonesia. Hal tersebut pula yang menjadi alasan omnibus law

dipergunakan lagi saat ini dengan harapan sebagai sarana penyelesaian masalah

tersebut. Namun, pada kenyataannya, dengan adanya omnibus law ini malah

menimbulkan masalah kontradiksi buruh terhadap pemerintah atas hak-hak buruh.

Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas, ide pembentukan

omnibus law menimpulkan polemik besar di masyarakat. Oleh karena itu

penulis membuat penulisan yang berjudul “POLITIK PEMBANGUNAN

NASIONAL DALAM PERSPEKTIF OMNIBUS LAW”.

2
Ibid.

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan permasalah yang akan dibahas pada penulisan ini mengenai

bagaimana politik pembangunan hukum Indonesia pada perspektif omnibus

law jika dikaitkan dengan teori positivisme dan teori pembangunan hukum?

5
BAB II

PEMBAHASAN

Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo, pada pelantikanya mengatakan

cita-citanya untuk menyederhanakan regulasi yang ada di Indonesia dengan

membuat omnibus law dalam bentuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021

tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Istilah Omnibus berasal dari sebutan

sebuah bus yang disebut dengan “Bus Omni”. Bus ini pertama kali beroperasi di

Paris Tahun 1820. Namun ketika sudah dipakai di Amerika Latin, istilah ini

menjadi umum sehingga segala sesuatu yang bisa dimasuki berbagai hal disebut

Omnibus. Begitu puladalam bidang hukum yang kemudian disebut Omnibus Law,

yaitu suatu Undang-Undang yang mencakup beberapa Undang-Undang yang

terkait.3

Omnibus law sendiri terbukti efisien dan efektif dalam pembentukan produk

legislasi, serta mendorong harmonisasi regulasi di beberapa negara maju, seperti

Amerika Serikat, Belgia, Kanada, hingga Inggris.4 Jika dikaitkan dengan kata

hukum, harmonisasi hukum yaitu sebuah kegiatan ilmiah untuk menuju proses

penyelarasan hukum tertulis yang mengacu pada nilai-nilai filosofis, sosiologis,

ekonomis maupun yuridis. Pengharmonisasian peraturan perundang-undangan ini

dilakukan dengan tujuan untuk:5


3
Nyoman Nidia Sari Hayati, Sri Warjiyati, dan Muwahid, “Analisis Yuridis Konsep
Omnibus Law dalam Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan di Indonesia,” Jurnal Hukum
Samudra Keadilan 16, no. 1 (2021): 6, https://doi.org/10.33059/jhsk.v16i1.2631.
4
Arya Setya Novanto dan Ratna Herawati, “Efektivitas Undang-Undang Cipta Kerja
Dalam Pembangunan Hukum Indonesia,” Jurnal Usm Law Review 5, no. 1 (2022): 402,
https://doi.org/10.26623/julr.v5i1.5084.
5
Wahiduddin Adams, “Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia,” in
Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia (Jakarta: Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial
Republik Indonesia, 2012), 143.

6
1. Mengkoordinasikan antar kementerian, kelembagaan, dan masyarakat untuk

menampung usulan dan masukan demi penyempurnaan peraturan

perundang- undangan yang dibentuk;

2. Mewujudkan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan dengan

masa kini dan dapat diterapkan; dan

3. Mewujudkan peraturan perundang-undangan yang serasi, aspiratif,

responsif, taat asas, selaras secara vertikal maupun horizontal.

Upaya harmonisasi ini dilakukan untuk mendukung perkembangan positif

peraturan perundang-undangan nasional. Pembangunan peraturan perundang-

undangan nasional dapat dilaksanakan dengan syarat dikembangkannya peraturan

perundang-undangan yang baik, benar, dan penggunaan cara-cara yang baku,

jelas, baku, aman, dan mengikat dengan semua organisasi mempunyai hak untuk

mengembangkan peraturan perundang-undangan.

Namun, omnibus law menunjukan eksistensi yang bertentangan dari

keinginan masyarakat. Pertentangan tersebut terjadi dikarenakan banyak hal yang

dianggap mencederai masyarakat. Secara formil pembuatan UU Cipta Kerja

cenderung otoriter karena seperti minim partisipasi dari masyarakat.

Omnibus law yang termanifestasi dalam UU Cipta Kerja dianggap suatu

produk hukum yang kurang demokratis karena dibentuk secara terburu-buru dan

dianggap tidak mewakili suara rakyat. Hal ini bisa dikarenakan masyarakat

kesulitan memahami isi dari UU Cipta Kerja yang mana pasal-pasalnya menyasar

7
perubahan ataupun pencabutan undang-undang lain yang sulit dipahami oleh

masyarakat awam.6

Hal ini dikarenakan UU Cipta Kerja dengan metodenya yang sederhana,

cepat, serta mencakup beberapa sektor yang lengkap dianggap mampu mewakili

beberapa aspek penting yang merupakan kebutuhan masyarakat seperti aspek

ketenagakerjaan, kemudahan berusaha dan ekonomi. 7

Keberadaan UU Cipta Kerja dapat dipertegas dengan teori pembangunan

hukum oleh Mochtar Kusumaatmadja. Mochtar Kusumaatmadja, mendefinisikan

hukum sebagai suatu asas dan kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam

masyarakat, termasuk lembaga dan proses dalam mewujudkan berlakunya kaidah

itu dalam kenyataan masyarakat. Menurut definisi, kata "asas" menunjukkan

bahwa Mochtar Kusumaatmadja memperhatikan aliran hukum alam karena asas

ini terkait dengan nilai moral tertinggi, yaitu keadilan. Sebaliknya, kata "kaidah"

menunjukkan pengaruh positivisme hukum, karena kata "kaidah" memiliki sifat

normatif seperti pandangan teori John Austin dan Hans Kelsen.8

Di sini, teori pembangunan hukum digunakan sebagai alat untuk

menjelaskan bagaimana konsep Mochtar Kusumaatmadja sejalan dengan

fenomena UU Cipta Kerja. Ada kemungkinan bahwa Teori Hukum dan

Pembangunan ingin menciptakan produk hukum yang didasarkan pada kebutuhan

masyarakat, yang diukur dari kebutuhan nasional dan internasional, karena

6
Edy Sujendro, “Gagasan Penganturan Kodifikasi dan Unifikasi Peraturan Perubahan dan
Peraturan Omnibus Law,” Jurnal USM Law Review 3, no. 2 (2020): 385.
7
Arya Setya Novanto dan Ratna Herawati, Op.Cit, 403.
8
Samidjo, Pengantar Hukum Indonesia (Bandung: Armico, 1985), 22.

8
karakteristiknya melibatkan elemen sejarah dan kebutuhan masyarakat Indonesia.

Ini sejalan dengan klaster yang diatur dalam UU Cipta Kerja, yang meliputi

penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, pengadaan

lahan, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintah,

pengenaan sanksi, kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM,

investasi dan proyek pemerintah, dan kawasan ekonomi.9

Melalui perspektif teori pembangunan hukum, UU Cipta Kerja berkaitan

dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Menurut teori pembangunan hukum,

UU Cipta Kerja adalah peristiwa yang dapat mengubah pembangunan hukum

Indonesia. Menurut penjabaran Teori Hukum dan Pembangunan, UU Cipta Kerja

dapat menguntungkan pembangunan hukum di Indonesia. Sesuai dengan teori

simplifikasi peraturan perundang-undangan, omnibus law memiliki kemampuan

untuk mengurangi jumlah peraturan perundang-undangan, yang akan menjadi

tujuan mulia. Teori simplifikasi mengacu pada proses penyederhanaan peraturan

perundang-undangan sehingga jumlahnya proporsional.10

Diharapkan bahwa metode omnibus law memiliki kemampuan untuk

mengubah, mencabut, atau memberlakukan aspek tertentu dari sejumlah fakta

yang terkait tetapi terpisah oleh peraturan perundang-undangan dalam berbagai

lingkup yang diaturnya.11 Keberadaan undang-undang penciptaan lapangan kerja

akan menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi investasi. Oleh karena

itu, selain meningkatkan penanaman modal asing, penyerapan tenaga kerja yang
9
Arya Setya Novanto dan Ratna Herawati, Op.Cit, 407
10
Ibid, 407-408
11
Osgar Sahim Matompo dan Wafda Vivid Izziyana, “Konsep Omnibus Law dan
Permasalahan RUU Cipta Kerja” 2020, no. 2 (2020): 24.

9
menjadi tujuan akhir perumusan dan pemberlakuan UU Cipta Kerja juga dapat

tercapai secara positif.12

Adanya UU Cipta Kerja akan mampu membantu meningkatkan penyerapan

tenaga kerja, memperbaiki dan menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi

investasi dan dunia usaha di Indonesia, meningkatkan pertumbuhan PDB dan

masuk dalam 5 besar negara dengan perekonomian terkuat di dunia. UU

Ketenagakerjaan sejalan dengan teori hukum dan pembangunan karena

mengandung semangat aliran sejarah yang dibuktikan dengan UU

Ketenagakerjaan sebagai undang-undang yang tertulis dan berdasarkan norma-

norma dasar Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Sesuai dengan konsep UU

Ketenagakerjaan. Positivisme hukum diterapkan sesuai salah satu ciri teori hukum

dan pembangunan yang digagas oleh Mochtar Kusumaatmadja.13

Lebih lanjut, adanya faktor kebutuhan masyarakat sebagai landasan

konstruksi UU Cipta Kerja semakin menegaskan bahwa UU Cipta Kerja konsisten

dengan teori hukum dan pembangunan. Teori hukum dan pembangunan mengikuti

aliran pemikiran sejarah yang bercirikan mengutamakan perkembangan hukum

yang terjadi di masyarakat dengan tetap menghormati hukum adat yang ada dalam

masyarakat Indonesia. UU Cipta Kerja konsisten dengan teori hukum dan

pembangunan karena semangatnya mencakup dua mazhab hukum yaitu mazhab

12
Syarif Hidayatullah dan Ditha Wiradiputra, “Menimbang Efektivitas Undang-Undang
Cipta Kerja Terhadap Peningkatan Investasi Asing,” Jurnal Surya Kencana Satu : Dinamika
Masalah Hukum dan Keadilan 12, no. 2 (2021): 116,
https://doi.org/10.32493/jdmhkdmhk.v12i2.15861.
13
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan (Bandung:
Alumni, 2006).

10
sejarah dan mazhab positivis, maka UU Cipta Kerja akan mampu menciptakan

ketertiban dan reformasi.14

Adapun keselarasan yang antara UU Cipta Kerja dengan teori

pembangunan hukum dari Mochtar Kusumaatmadja merupakan satu bukti

bahwasanya teori tersebut masih relevan dewasa ini sekalipun telah dicetuskan

puluhan tahun silam. Sebaliknya, UU Cipta Kerja sebagai suatu produk hukum

yang baru memiliki relevansi dengan teori pembangunan hukum sebagaimana

dianalisis oleh penelitian ini. Omnibus law terbukti efektif untuk

menyederhanakan regulasi yang berlebih dan tumpang tindih. Sehingga UU Cipta

Kerja juga dapat dikatakan berperan efektif dalam membangun hukum di

Indonesia karena mewakili berbagai aspek penting yang menjadi kebutuhan

masyarakat luas.15

14
Ibid.
15
Arya Setya Novanto dan Ratna Herawati, Loc.Cit, 407.

11
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Omnibus law pada berperan efektif dalam perkembangan hukum

Indonesia, karena UU Cipta Kerja berpotensi menyederhanakan berbagai

permasalahan hukum menjadi satu undang-undang. Sehingga kedepannya

masyarakat cukup mengacu pada undang-undang tersebut. Ombinus law

juga datang agar tidak terjadi tumpang tindih antara satu peraturan dengan

peraturan lainnya. Sebagai satu produk hukum yang sederhana, terpusat, dan

komprehensif, omnibus law diharapkan dapat mendorong pemerintah untuk

terus melakukan penyederhanaan peraturan dalam bidang lain agar

pelaksanaannya lebih efektif.

B. Saran

Upaya penerapan konsep omnibus law di Indonesia ini memang

sangat baik apabila benar-benar dapat menyelesaikan permasalahan

diharmonisasi peraturan perundang- undangan di Indonesia. Namun konsep

ini masih baru yang membutuhkan kajian mendalam untuk dapat diterapkan

di Indonesia dengan sistem hukum yang ada. Dalam penerapan sebuah

peraturan perundang-undangan harus memenuhi asas-asas peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan tidak merugikan kepentingan warga

negara demi kepentingan pribadi maupun golongan.

12
Daftar Pustaka

Adams, Wahiduddin. “Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Di


Indonesia.” In Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia, 353. Jakarta:
Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2012.

Hakim, Yusril Rahman. “Kebijakan Omnibus Law dalam Perspektif Kebijakan


Buruh di Indonesia.” Jurnal PolGov 3, no. 1 (2021): 235–66.
https://doi.org/10.22146/polgov.v3i1.3611.

Hidayatullah, Syarif, dan Ditha Wiradiputra. “Menimbang Efektivitas Undang-


Undang Cipta Kerja Terhadap Peningkatan Investasi Asing.” Jurnal Surya
Kencana Satu : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan 12, no. 2 (2021):
112. https://doi.org/10.32493/jdmhkdmhk.v12i2.15861.

Kusumaatmadja, Mochtar. Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan.


Bandung: Alumni, 2006.

Matompo, Osgar Sahim, dan Wafda Vivid Izziyana. “Konsep Omnibus Law dan
Permasalahan RUU Cipta Kerja” 2020, no. 2 (2020): 22–29.

Novanto, Arya Setya, dan Ratna Herawati. “Efektivitas Undang-Undang Cipta


Kerja Dalam Pembangunan Hukum Indonesia.” Jurnal Usm Law Review 5,
no. 1 (2022): 401. https://doi.org/10.26623/julr.v5i1.5084.

Nyoman Nidia Sari Hayati, Sri Warjiyati, dan Muwahid. “Analisis Yuridis
Konsep Omnibus Law dalam Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan di
Indonesia.” Jurnal Hukum Samudra Keadilan 16, no. 1 (2021): 1–18.
https://doi.org/10.33059/jhsk.v16i1.2631.

Samidjo. Pengantar Hukum Indonesia. Bandung: Armico, 1985.

Sujendro, Edy. “Gagasan Penganturan Kodifikasi dan Unifikasi Peraturan


Perubahan dan Peraturan Omnibus Law.” Jurnal USM Law Review 3, no. 2
(2020): 385.

13

Anda mungkin juga menyukai