PENYUSUN:
NIM : 1710116464
FAKULTAS HUKUM
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Setiap negara terdapat politik hukum yang perannya sebagai kebijakan dasar bagi
penyelenggara negara untuk menentukan arah, bentuk maupun isi hukum yang akan
dibentuk. Sebagaimana pengertian politik hukum menurut Padmo Wahjono dengan
mengatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang
dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu yang di dalamnya mencakup pembentukan,
penerapan, dan penegakan hukum.1 Persoalannya adalah bagaimana penyelenggara negara
mengelolaannya. Ada negara yang menyusun secara berencana dan sistematis politik
hukumnya, dan berkehendak menyusun kembali secara menyeluruh tatanan hukum baik
karena alasan idiologis atau karena perubahan sistem politik. Misalnya dari negara jajahan
menjadi negara merdeka atau dari negara kerajaan menjadi negara republik. Akan berbeda
halnya dengan negara yang sudah memiliki sistem hukum yang sudah mapan. Politik
hukumnya dilakukan dengan lebih sederhana yaitu lebih dikaitkan pada kebutuhan yang
bersifat khusus daripada yang pokok atau asas-asanya.
Indonesia nampaknya berada pada posisi negara yang menyusun politik hukumnya secara
sistematis dan terprogram, baik karena alasan dari negara jajahan menjadi merdeka maupun
alasan idiologis amanat rechtsidea yaitu cita hukum yang termuat dalam konstitusi dan
pembukaan UUD 1945. Ada kehendak bahkan kebutuhan untuk terus memperbaiki,
mengganti atau menyempurnakan hukum-hukum peninggalan kolonial dengan hukum yang
baru.
Ditengah perdebatan mengenai penggantian hukum kolonial itu muncul berbagai tuntutan dan
perdebatan tentang hukum apakah yang mewarnai dalam pembangunan hukum nasional
Indonesia modern. Sebagian kalangan memandang bahwa hukum barat peninggalan kolonial
itu perlu dipertahankan dengan hanya memperbaharuinya dengan berbagai perkembangan
baru dalam masyarakat. Pada sisi lain kelompok pelopor hukum adat menghendaki
diberlakukan dan diangkatnya hukum adat menjadi hukum nasional Indonesia dan kelompok
lain mengusulkan agar syari’at Islam perlu diintrodusir sebagai hukum nasional Indonesia.
Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan membahas alur perkembangan politik hukum dan
1
perannya dalam pembangunahan hukum di Indonesia semenjak kemerdekaan hingga pasca
reformasi.
Pasal 1 ayat (3) Bab I, Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, menegaskan
kembali bahwa ‘Negara Indonesia adalah Negara Hukum’. Artinya. bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasar atas
kekuasaan (machtstaat), dan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar),
bukan absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Sebagai konsekuensi dari Pasal 1 ayat (3)
Amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945, 3 (tiga) prinsip dasar wajib dijunjung oleh
setiap warga negara yaitu supremasi hukum; kesetaraan di hadapan hukum; dan penegakan
hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum. Peraturan perundang-
undangan yang baik akan membatasi, mengatur dan sekaligus memperkuat hak warganegara.
Pelaksanaan hukum yang transparan dan terbuka di satu sisi dapat menekan dampak negatif
yang dapat ditimbulkan oleh tindakan warga negara sekaligus juga meningkatkan dampak
positif dari aktivitas warga negara. Dengan demikian hukum pada dasarnya memastikan
munculnya aspek-aspek positif dari kemanusiaan dan menghambat aspek negatif dari
kemanusiaan. Penerapan hukum yang ditaati dan diikuti akan menciptakan ketertiban dan
memaksimalkan ekspresi potensi masyarakat. Dengan demikian, penegakan hukum dan
ketertiban merupakan syarat mutlak bagi upaya-upaya penciptaan Indonesia yang damai dan
sejahtera. Apabila hukum ditegakkan dan ketertiban diwujudkan, maka kepastian, rasa aman,
tenteram, ataupun kehidupan yang rukun akan dapat terwujud. Ketiadaan penegakan hukum
dan ketertiban akan menghambat pencapaian masyarakat yang berusaha dan bekerja dengan
baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut menunjukkan adanya keterkaitan
yang erat antara damai, adil dan sejahtera. Untuk itu perbaikan pada aspek keadilan akan
memudahkan pencapaian kesejahteraan dan kedamaian.
1. Untuk mengetahui hubungan Politik Hukum dalam kebijakan politik hukum dalam
pembentukan, pembinaan, penegakan dan pembangunan hukum di indonesia
2. Untuk mengetahui Pengaruh Politik Hukum terhadap pembentukan, pembinaan,
penegakan dan pembangunan hukum di indonesia.
3. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup atau wilayah kajian disiplin politik hukum adalah meliputi aspek lembaga
kenegaraan pembuat politik hukum, letak politik hukum dan faktor (internal dan eksternal)
yang mempengaruhi pembentukan politik hukum suatu negara. Tiga permasalahan itu baru
sebatas membahas proses pembentukan politik hukum, belum berbicara pada tataran aplikasi
dalam bentuk pelaksanaan produk hukum yang merupakan konsekuensi politis dari sebuah
politik hukum.
Ketika berbicara tentang wilayah kajian sebuah disiplin ilmu yang akan dipergunakan para
mahasiswa hukum, politik hukum dalam perspektif akademis tidak hanya berbicara sebatas
pengertian di atas, tetapi mengkritisi juga produk-produk hukum yang telah dibentuk. Dengan
demikian, politik hukum menganut prinsip double movement, yaitu selain sebagai kerangka
pikir merumuskan kebijakan dalam bidang hukum (legal policy) oleh lembaga-lembaga
negara yang berwenang, ia juga dipakai untuk mengkritisi produk-produk hukum yang telah
diundangkan berdasarkan legal policy di atas. Berdasarkan uraian tersebut, dapat diambil
ruang lingkup atau wilayah kajian politik hukum sebagai berikut :
1. Proses penggalian nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat oleh
penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum.
2. Proses perdebatan dan perumusan nilai-nilai dan aspirasi tersebut ke dalam bentuk sebuah
rancangan peraturan perundang-undangan oleh penyelenggara negara yang berwenang
merumuskan politik hukum.
3. Penyelenggara negara yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum.
4. Peraturan perundang-undangan yang memuat politik hukum.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum, baik yang akan,
sedang, dan telah ditetapkan.
6. Pelaksanaan dari peraturan perudang-undangan yang merupakan implementasi dari politik
hukum suatu negara.
Enam masalah itulah yang seterusnya akan menjadi wilayah telaah dari politik
hukum. Dalam hal ini, politik hukum secara umum bermanfaat untuk mengetahui bagaimana
proses-proses yang tercakup dalam enam wilayah kajian itu dapat menghasilkan sebuah legal
policy yang sesuai dengan kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat. Enam wilayah kajian itu
tentu saja bersifat integral satu sama lain.
Ruang lingkup pertama merupakan tahap awal dari kajian politik hukum. Pada tahap
ini ingin mengetahui apakah nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang pada masyarakat telah
diakomodasi oleh penyelenggara negara yang merupakan politik hukum atau bahkan
mungkin sebaliknya. Kajian terhadap bidang ini penting untuk dilakukan karena substansial,
hukum tidak pernah lepas dari struktur rohaniah masyarakat yang bersangkutan, atau
masyarakat yang mendukung hukum tersebut. Itu artinya, bila hukum itu dibangun di atas
landasan yang tidak sesuai dengan struktur rohaniah masyarakat, bisa dipastikan daya tahan
masyarakat terhadap hukum itu akan sangat kuat. Bila itu dikaitkan dengan teori keberlakuan
hukum, hukum perundang-undangan yang mana suatu kebijakan hukum sebuah negara dapat
ditemukan. Mengetahui hal ini akan bermanfaat untuk menentukan penghierarkian peraturan
perundang-undangan, sehingga antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang
lain tidak saling bertentangan.
Pada wilayah kajian keenam yang sebenarnya berkaitan erat dengan wilayah kajian
kelima, kajian ini diarahkan pada sejauh mana peraturan perundang-undangan itu memenuhi
unsur-unsur kepatutan untuk dapat diterapkan dan memenuhi juga prinsip praktis fungsional.
Bila setelah dievaluasi ternyata politik hukum dan implementasinya dalam peraturan
perundang-undangan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat, keduanya harus
diperbaharui dengan rumusan yang baru. Ini dimaksudkan agar hukum senantiasa sesuai
dengan dinamika yang terus terjadi dalam masyarakat.
Politik hukum satu negara berbeda dengan politik hukum negara yang lain. Perbedaan
itu disebabkan karena adanya perbedaan latar belakang kesejahteraan, pandangan dunia,
sosio-kultural, dan pengaruh politik dari masing-masing pemerintah. Dengan kata lain, politik
hukum bersifat hanya berlaku dari dan untuk negara tertentu saja, bukan universal (berlaku
seluruh dunia). Namun, ini bukan berarti bahwa politik hukum suatu negara mengabaikan
realitas dan politik hukum internasional. Mengutip Sunaryati Hartono, faktor-faktor yang
akan menentukan politik hukum tidak semata-mata ditentukan oleh apa yang dicita-citakan
atau tergantung pada kehendak pembentuk hukum, praktisi atau para teoretisi saja, akan
tetapi ikut ditentukan pula oleh kenyataan serta perkembangan hukum di lain-lain negara
serta perkembangan hukum internasional.
Perbedaan politik hukum suatu negara tertentu dengan negara lain inilah yang
kemudian akan menimbulkan apa yang disebut dengan politik hukum nasional, dalam kasus
ini adalah Republik Indonesia.
BAB 2
MASALAH POLITIH HUKUM
Adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum dan sumber daya manusia di
bidang hukum menyebabkan kualitas penegakan hukum dan pelayanan hukum kepada
masyarkat masih jauh dari yang diharapkan. Meskipun keberhasilan lembaga penegak hukum
dalam menangani tindak pidana korupsi mulai dirasakan hasilnya, masih adanya anggapan
bahwa penegakan hukum di luar tindak pidana korupsi masih bersifat diskriminatif dan
kurang menguntungkan bagi masyarakat biasa. Di samping itu adanya pelanggaran hukum
yang justru dilakukan oleh aparat penegak hukum itu sendiri menunjukan masih perlu
ditingkatkannya kualitas dan khusus integritas aparat penegak hukum.
Demikian juga dengan pemberian pelayanan hukum kepada masyarakat, kualitas sumber
daya manusia yang melaksanakannya dengan dukungan dari sarana prasarana sangat
menentukan kualitas pelayanan hukum tersebut. Adanya penilaian masih rendahnya kualitas
pelayanan hukum di bidang keimigrasian dan pendaftara badan hukum menunjukan bahwa
perlu segera dilakukan pembenahan untuk mengatasi masalah tersebut. Sejalan dengan upaya
pelayanan hukum, pemberian bantuan hukum kepada masyarakat kurang mampu yang
terlibat tindak pidana terus dilakukan. Namun, bantuan hukum itu oleh golongan kelompok
masyarakat tersebut masih dirasakan tepat sasaran.
Tingkat kesadaran hukum masyarakat yang masih rendah juga merupakan kendala tersendiri
untuk menciptakan masyarakat yang tahu akan hak dan kewajibannya. Kurangnya
pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundangundangan
yang berlaku berpotensi menimbulkan persoalan dalam menerapkan hak dan kewajiban
mereka dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, permasalahan dalam akses, informasi,
serta manfaat yang tidak setara, baik laki-laki maupun perempuan dalam menerima materi
dari diseminasi, sosialisasi, pelayanan hukum serta penyuluhan hukum merupakan kendala
tersendiri untuk meningkatkan kesadaran hukum sebagai individu yang sama di hadapan
hukum.
Masalah pertama ia lah adanya pendapat yang amat berbeda tentang norma yang hendak
dipenuhi oleh bahasa hukum, khususnya antara sebagian para ahli hukum dan para ahli
bahasa. Di satu pihak, ada ahli bah as a yang menolak adanya ragam bahasa hukum yang
tersendiri, artinya bahasa dalam teks-teks yuridis seharusnya seperti bah as a umum saja. Di
lain pihak, ada ahli hukum yang berpendapar bahwa kaum yuris diperbolehkan kurang lebih
mengabaikan kaidah bahasa Indonesia yang umum karena sifat khusus teks yuridis dan
persyaratan yang hendak dipenuhi teks itu. Di antara kedua pendapat yang agak ekstrim ini,
ada banyak orang, bahasawan maupun ahli hukum, yang prihatin tentang kualitas bahasa
Indonesia yang sudah biasa dalam teks bidang hukum dan banyaknya ketidakjelasan dalam
teks itu. Masalah kedua yang digarisbwahi oleh Prof. Mochtar adalah ketidakseragaman yang
ditemukan dalam peristilahan hukum. Sebab yang dikemukakan oleh beliau ialah banyak
panitia, instansi, dan orang yang sejak tahun 40-an mengeluarkan daftar istilah hukum atau
menggunakan istilah buatan sendiri dalam karangan mereka, sebagai terjemahan istilah
Belanda yang sebelumnya dipakai. Di samping kedua permasalahan di atas, menteri
kehakiman menunjuk pad a konflik antar generasi hukum. Ada ahli hukum angkatan 40-an
dan 50-an, yang terkenal dan berpengaruh luas, yang belum melepaskan bahasa hukum mas a
lama, yaitu bahasa Belanda. Manurut ahli hukum ini, pengajian hukum secara ilmiah pada
tingkat terakhir hendaknya didasarkan pad a buku-buku pedoman hukum masa lampau, yaitu
berbahasa Belanda. Ahli hukum tersebut berpendapat bahasa Indonesia kurang mantap dan
kurang berkembang untuk clapat dipergunakan sebagai hahasa pengantar dalam hukum
modern. Dalam pidato pembukaan, menteri kehakiman menyatakan berpihak pad a kaum ahli
hukum yang hendak memakai bah as a Indonesia, baik karena pengetahuan bah as a Belanda
terus menyusut maupun karena hanya bahasa Indonesia yang pantas digunakan sebagai
bahasa dalam pembinaan hukum nasiona!. Dan kekurangsempurnaan yang masih ada dalam
bahasa Indonesia justru merupakan alasan untuk tetap menggunakan bahasa itu, karena hanya
penggunaaan dalam praktek dapat menghasilkan bahasa hukum yang lengkap.
Penegakan hukum yang berjalan secara efektif akan membawa perubahan sosial sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh pembuat hukum. Namun dalam kenyataannya, perubahan
sosial yang diharapkan oleh pembuat hukum tetap tidak dapat tercapai. Hal ini disebabkan
adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berlangsungnya perubahan sosial, yaitu
faktor yang mendorong dan faktor yang menghambat. Faktor yang mendorong, misalnya
terjadinya kontak dengan kebudayaan lain, sistem pendidikan yang maju, toleransi terhadap
perilaku yang menyimpang, stratifikasi yang terbuka, penduduk yang heterogen, dan
ketidakpuasan terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu. Sedangkan faktor yang
menghambat, misalnya kurangnya atau tidak adanya hubungan dengan masyarakat lain,
perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat, sikap masyarakat yang terlalu
tradisionalistis, adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat sekali, rasa
takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan, prasangka terhadap hal-hal yang
baru, hambatan-hambatan yang bersifat ideologis, dan mungkin juga adat istiadat yang telah
melembaga dengan kuat.
Di Indonesia sendiri, sarana dan prasarana Hukum sangat kurang. Mulai dari batas wilayah
laut Indonesia dari bangunan hingga pelaku-pelaku hukum memiliki sumber daya yang
terbatas. Sehingga hal ini lah yang membuat jalannya hukum di Indonesia masih begitu
mengalami banyak masalah. Hal tersebut di pengaruhi karna tidak maksimalnya pemerintah
mengatasi hal tersebut.
BAB 3
Pembenahan sistem dan politik hukum dalam lima tahun mendatang diarahkan pada
kebijakan untuk memperbaiki substansi (materi) hukum, struktur (kelembagaan) hukum, dan
kultur (budaya) hukum, melalui upaya:
1. Menata kembali substansi hukum melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan
perundang-undangan untuk mewujudkan tertib perundang-undangan dengan memperhatikan
asas umum dan hirarki perundang-undangan; dan menghormati serta memperkuat kearifan
lokal dan hukum adat untuk memperkaya sistem hukum dan peraturan melalui
permberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari upaya pembaruan materi hukum nasional;
3. Meningkatkan budaya hukum antara lain melalui pendidikan dan sosialisasi berbagai
peraturan perundang-undangan serta perilaku keteladanan dari kepala negara dan jajarannya
dalam mematuhi dan menaati hukum serta penegakan supremasi hukum.
BAB 4
Politik hukum juga bisa dijelaskan sebagai “garis resmi” yang ditetapkan negara guna
mencapai tujuan negara melalui hukum.Pengertian politik hukum, telah dikemukakan oleh
beberapa ahli, berikut ini akan dijelaskan beberapa pengertian politik hukum dari beberapa
ahli hukum dan politik, yakni :
A.Menurut Mahfud MD, menjelaskan bahwa bahwa politik hukum diartikan sebagai legal
policy (kebijakan hukum) yang akanatau telah dilaksanakan oleh pemerintah. Politik hukum
ini mencakup pembuatan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaharuan terhadap
materi-materi hukum agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan, dan pelaksanaan ketentuan
hukum yang sudah ada, termasuk penegakan fungsi lembaga dan pembinaan para
penegakhukum.
B. Menurut Soedarto, menjelaskan bahwa politik hukum adalah usaha untuk mewujudkan
peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu.
Pengertian ini dapat dimaknai bahwa politik hukum merupakan upaya negara untuk
mewujudkan hukum yang dijiwai dengan iktikad baik dan disesuaikan dengan kondisi
masyarakat yang tengah berlangsung. Ini berarti menjadikan hukum sebagai kebutuhan
masyarakat yang sangat diperlukan untuk mewujudkan tujuan negara, masyarakat dan
bangsa.
C. Sunaryati Hartono berpendapat bahwa politik hukum adalah sebuah alat (tool) atau sarana
dan langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan sistem hukum
nasional yang dikehendaki dan dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita
bangsa Indonesia. Pendapat ini menjelaskan bahwa politik hukum dapat digunakan sebagai
alat atau bahan untuk membuat sistem hukum nasional yang dikendaki guna mewujudkan
cita-cita bangsa Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila,
yakni nilai persatuan, keadilan sosial, kemanusiaan, kerakyatan dan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Faktor-faktor yang akan menentukan politik hukum tidak semata-mata ditentukan oleh
apa yang kita cita-citakan atau tergantung pada kehendak pembentuk hukum, praktisi atau
para teoretisi belaka, akan tetapi ikut ditentukan pula oleh kenyataan serta perkembangan
hukum di lain-lain negara serta perkembanganhukum internasional. suatu negara tertentu
dengan negara lain inilah yang kemudian menimbulkan apa yang disebut dengan Politik
Hukum Nasional.
D. Satjipto Rahardjo mendefinisikan bahwa politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara
yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dalam
masyarakat.13Hal ini dapat dijelaskan kembali bahwa politik hukum merupakan aktifitas atau
perilaku untuk memilih hukum dan cara yang hendak dipakai negara untuk memilih hukum
guna mencapai tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat.
E. Menurut Abdul Hakim Garuda Nusantara, menjelaskan bahwa politik hukum adalah
kebijakan hukum (legal policy) yang hendak diterapkan atau dilaksanakan oleh suatu
pemerintahan negara tertentu. Garuda Nusantara menjelaskan pula wilayah kerja politik
hukum dapat meliputi pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada secara konsisten, proses
pembaruan dan pembuatan hukum, yang mengarah pada sikap kritis terhadap hukum yang
berdimensi ius contitutum dan menciptakan hukum yang berdimensi ius constituendum, serta
pentingnya penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegakhukum.
F. Menurut Padmo Wahyono, mengatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan dasar
penyelenggara negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang
bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang
dicita-citakan. Kata kebijakan di atas berkaitan dengan adanya strategi yang sistematis,
terperinci dan mendasar serta berkaitan dengan pembentukan hukum, penerapan hukum dan
penegakannya sendiri. Dalam merumuskan dan menetapkan hukum yang telah dan akan
dilakukan, politik hukum menyerahkan otoritas legislasi kepada penyelenggara negara, tetapi
dengan tetap memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, semuanya
diarahkandalam rangka mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.
Berdasarkan pemahaman politik hukum di atas, dapatlah disimpulkan bahwa politik hukum
merupakan garis resmi kebijakan negara untuk membuat dan menetapkan peraturan
perundang-undangan guna mencapai cita-cita dan tujuan negara seperti yangterdapat pada
pembukaan UUD NRI 194 alenia IV. Politik hukum di Indonesia berbeda dengan politik
hukum negara yang lain. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan latar belakang
kesejarahan, pandangan dunia (world-view), sosio-kultural, dan political will dari masing-
masingpemerintah. Dengan demikian politik hukum perlu disesuaikan dengan jiwa bangsa
(volkgeist) rakyat Indonesia, karena antara hukum dan watak atau karakter suatu bangsa
terdapat hubungan organik. Hukum adalah cerminan dari volkgeist, karena itu harus dicari
dan ditemukan melalui hukum yang hidup di masyarakat. Oleh karena itu tugas penting
hukum, selain menetapkan aturan dalam bentuk perundang-undangan, juga menggali mutiara
nilai hukum yang hidup di masyarakat. Hal ini sesuai dengan teori Savigny yang
menkonstruksi hukum sebagai nilai yang hidup di masyarakat, sebagai jiwa bangsa
(volkgeist), di tingkat lokal. Teori ini digunakan dalam pembahasan tujuan politik hukum di
Indonesia.Tujuan politik hukum adalah untuk memungkinkan peraturan hukum positif
dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman, tidak hanya kepada pembuat UU,
tetapi juga pengadilan yang menetapkan UU dan juga kepada para penyelenggara pelaksana
putusan pengadilan. Pembentukan kebijakan hukum didasarkanpada cita hukum, cita-cita dan
tujuan negara yang termaktub di dalam konstitusi. Manfaat studi politik hukum di Indonesia
yakni dapat mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana yang tertera di dalam landasan
ideologi negara yaitu Pancasila dan UUD NRI 1945, karena politik hukum merupakan alat
dan sarana yang digunakan oleh pemerintah untuk membentuk sistem hukum nasional. Hal
ini sesuai dengan pendapat Mahfud MD yang menjelaskan bahwa politik hukum merupakan
legal policy untuk pemberlakuan hukum sehingga dapat mencapai tujuan negara. Politik
hukum diperlukan karena beberapa sebab, antara lain;
a.Hukum terkait dengan perkembangan masyarakat. Hukum akan selalu menyertai kehidupan
manusia di manapun berada, dan akan berubah sesuai dengan perkembanganmanusia.
b.Hukum tidak dalam vakum, bekerjanya hukum mesti dipengaruhi oleh subsistem-subsistem
lain, seperti; politik, sosial, ekonomi,teknologi.
c.Roscoe Pound, berpendapat bahwa hukum adalah alat untuk merekayasa sosial masyarakat
(law as a tool of social enginering), hukum bisa mengubah kehidupan masyarakat sesuai yang
dinginkan oleh hukum. Hal ini berarti bahwa politik hukum dapat bekerjasama dengan ilmu
sosial untuk merekayasa masyarakat untuk didayagunakan pada kemajuan dan
pengembangan ilmuhukum.
d.Menurut Von Savigny, hukum timbul bukan karena perintah penguasa, tetapi karena
perasaan keadilan yang terletak di dalam jiwa bangsa itu. Jiwa bangsa itulah yang menjadi
sumber hukum. Karena itu, Savigny mengeluarkan pendapatnya yang amat terkenal bahwa
hukum itu tidak dibuat tetapi tumbuh bersamamasyarakat.
e.Menurut Philip Nonetdan Philip Selznick, mengatakan bahwa adanya perubahan sosial dan
keadilan sosial, membutuhkan tatanan hukum responsif yang menempatkan hukum sebaga
sarana respons terhadap ketentuan-ketentuan sosial dan aspirasi publik. Hukum yang sifatnya
terbuka, selalu menerima perubahan demi mencapai keadilan dan tujuanhukum.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa keberadaan politik hukum memang
layak diperlukan karena hukum selalu bersama manusia untuk mengatur ketertiban dan
kehidupan manusia, supaya manusia dapat bahagia dan sejahtera. Oleh karena itu bekerjanya
hukum tidak sendirian dan membutuhkan faktor lain (politik, sosial, ekonomi, budaya,
teknologi) supaya perannya dapat dirasakan oleh masyarakat. Selain itu, keberadaan politik
hukum didukungoleh beberapa teori hukum yang menguatkan alasan mengapa politik hukum
sangat diperlukan Implementasi Politik Hukum diIndonesia Sebagaimana dijelaskan di atas,
bahwa politik hukum adalah arah pembangunan hukum atau pembuatan dan pemilihan
hukum yang berpijak pada sistem hukum nasional guna mencapai tujuan dan cita-cita negara.
Politik hukum mampu mengarahkan negara dalam mewujudkan cita-citanya untuk menjadi
negara yang melindungi hak-hak warga negara dan menjadikan negara mampu mewujudkan
kedamaian dan ketertiban dunia. Munculnya politik hukum berlatar belakang dari :a.Adanya
tuntutan pembaharuan atau penggantian hukum dari jaman penjajah kolonial Belanda menuju
ke jaman kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Proklamasi kemerdekaan telah
membawa perubahan bangsa Indonesia pada idealitas dan realitas hukum yang diwujudkan
dalam membentukan dan penetapan hukum berdasarkankesepakatan para
pendiribangsa.b.Adanya tuntutan perubahan struktur sosial setelah Indonesia merdeka, akan
membawa politik hukum yang mengarahkan pada struktur sosial baru. Hal ini menjadikan
hukumpun berubah karena fungsinya untuk melayanimasyarakat.c.Adanya tuntutan
perubahan tujuan negara dari tujuan penjajah kolonial yang menjajah negara Indonesia
menjadi tujuan pemerintah Indonesia yang merdeka. Sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan UUD NRI 1945 Alenia IV, yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945,
sehari setelah kemerdekaan diikrarkan.d.Kehendak pendiri bangsa yang menuntut adanya
konsekuensi untuk merubah hukum positif dan segala ketentuan perundang-undangan yang
bertentangan dengan nilai Pancasila.e.Politik hukum memberikan inspirasi pemerintah untuk
membuat dan membentuk hukum sendiri yang sesuai dengan landasan
filosofisPancasila.f.Adanya semangat pemerintah untuk menyeleksi berlakunya hukum, mana
hukum yang masih tetap dipakai karena mengandung nilai universal, dan mana hukum yang
tidak bisa dipakai karena bertentangan dengan nilai kandunganPancasila.g.Adanya tuntutan
reformasi pemerintahan, yang memandang hukum sebagai salah alat untuk menyelesaikan
permasalahan negara, sekaligus meluruskan atau merevisi hukum yang bertentangan dengan
Pancasila (yudicialreview).
Dengan demikian lahirnya politik hukum secara umum sangat dipengaruhi oleh sistem politik
hukum di Indonesia yang bertujuan untuk mewujudkan tujuan ideal hukum. Oleh karena itu
pembahasan politik hukum nasional di Indonesia, selalu diarahkan dalam upaya mencari,
memilih dan menetapkan perundang-undangan yang dijadikan acuan atau alat negara dalam
menyelesaikan problem bangsa. Implementasi politik hukum, yang berupa produk hukum,
dapat ditemukan di PROLEGNAS (Program Legeslasi Nasional) dan PROLEGDA (Program
Legeslasi Daerah), di mana produk hukum tersebut harus berpijak pada kerangka dasar
politik hukum, sebagai berikut25:a.Mengarah pada cita-cita bangsa yakni masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila, karena Pancasila adalah falsafah negara yang mengandung
nilai-nilai luhur bangsa yang wajib diterapkan pada pembangunan hukum termasuk pada
politik hukum.26b.Ditujukan untuk mencapai tujuan negara, yakni;
1)Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darahIndonesia
2)Memajukan kesejahteraan umum
3)Mencerdaskan kehidupan bangsa
4)Ikut melaksanankan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilansosial.c.Dipandu oleh nila-nilai yang berasaskan Pancasila sebagai dasar
negara,yaitu; 1)Berbasis moral agama (asas Ketuhanan Yang Maha Esa), yang terdapat pada
Sila Pertama yakni Ketuhanan Yang MahaEsa
2)Menghargai dan melindungi hak asasi tanpa diskriminasi (asas kemanusiaan), terdapat pada
Sila Kedua yakni Kemanusaan yang adil danberadab.
3)Mempersatukan seluruh unsur bangsa dengan semua katan primordialnya (asas persatuan
dan kesatuan), terdapat pada Sila Ketiga yakni Persatuan Indonesia Meletakkan kekuasaan
negara di bawah kekuasaan rakyat (asas demokrasi), terdapat dalam Sila Keempat yakni
Kerakyatan yang dipimpn oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaranperwakilan.5)Membangun keadilan sosial (asas keadilan), yang terdapat
dalam sila kelima yakni Keadilan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia.Kelima sila di atas
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, dan sila pertama menjadi bintang
penyinar bagi sila kedua, ketiga, keempat dan kelima.d.Dipandu oleh cita hukum negara yang
mengharuskanuntuk;
1)Melindungi semua unsur bangsa demi integrasi atau keutuhan bangsa yang mencakup
ideologi danteritori.
2)Mewujudkan keadilan dalam ekonomi dankemasyarakatan
3)Mewujudkan demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (kedaulatanhukum)
4)Menciptakan toleransi hidup beragama berdasar keadaban dankemanusiaan.
Sistem hukum nasional yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Sistem hukum yang harus dibangun adalah sistem hukum Pancasila,
yakni sistem hukum yang memadukan berbagai nilai kepentingan, nilai sosial dan konsep
keadilan ke dalam satu ikatan hukum prismatik, dengan mengambil unsur-unsur baiknya,
serta meletakkannya ke dalam hubungan keseimbangan,yakni
1)Keseimbangan antara individualsme dankolektifitas
2)Keseimbangan antara rechtstaat dan the rule oflaw
3)Keseimbangan antara hukum sebgai alat untuk memajukan dan hukum sebagai cermin
nilai-nilai yang hidup dimasyarakat.
4)Keseimbangan antara negara agama dan negarasekuler.Hukum prismatik yang merupakan
4). Konsep keterpaduan antara hukum sebagai cermin nilai-nilai yang hidup di masyarakat
dan hukum yang mengarahkan masyarakat pada perkembangan hukum yang dicita-citakan.
5). Konsep perekat persatuan, di mana kehadiran Pancasila sebagai perekat untuk
mempersatukan bangsa Indonesia yang beragam budaya, adat, agama, suku dan lainnya. Hal
ini sesuai dengan asas Bhineka Tunggal Ika, yang artinya meskipun berbeda-beda tetapi tetap
satujuga.Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa implementasi politik hukum
berupa ditetapkannya perundang-undangan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan negara. Perundangan-undangan tersebut dapat dilihat di PROLEGNAS DAN
PROLEGDA. PROLEGNAS merupakan rencana daftar hukum nasional yang akan dibuat
setiap 5 tahun, sedangkan PROLEGDA adalah rencana hukum atau aturan yang akan dibuat
oleh pemerintah daerah setiap 5 tahun.32Perwujudan perundang-undangan yang ditetapkan
oleh pemerintah sebagai implementasi dari politik hukum di atas, tentunya harus sesuai
dengan kerangka dasar politik hukum nasional.
Permasalahan dalam penyelenggaraan sistem dan politik hukum pada dasarnya meliputi
substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum.
1. SUBSTANSI HUKUM
2 STRUKTUR HUKUM
3. BUDAYA HUKUM
PENUTUP
Saran yang layak disampaikan adalah adanya upaya mengimplementasikan politik hukum
yang sesuai dengan kerangka dasar politik hukum nasonal, supaya produk hukum yang
dihasilkan tidak bertentangan dengan tujuan negara dan cita dasar pembentukanhukum
nasonal guna mencapai kebijakan politik hukum dalam pembentukan, pembinaan, penegakan
dan pembangunan hukum di indonesia yang efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam, 2009, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Darmodiharjo, Darji, dan Sidharta, 1999, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa danBagaimana
Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.Hartono, Sunaryati, 1991, Politik Hukum Menuju Satu System
Hukum Nasional, Bandung: Alumni.
Hidayat, Arief, 2014, Negara Hukum Pancasila (Suatu Model Ideal Penyelenggaraan Negara
Hukum), Prosiding dalam Konggres Pancasila IV, Strategi Pelembagaan Nilai-Nilai
Pancasila dalam Menegakkan Konstutusionalitas Indonesia, PSP UGM:Yogyakarta.Huijbers,
Theo, 2009, Filsafat Hukum, Yogyakarta:
PT. Kanisius.Kumolo, Tjahyo, 2017, Konsep dan Implementasi Hukum Negara Pancasila
dalam Mengatasi Permasalahan Hukum Nasional, Seminar Nasional, 30 September 2017,
Gedung Pascasarjana Lantai 6, Semarang.L.
Tanya, Bernard, 2011, Politik Hukum, Agenda Kepentingan Bersama, Genta, Yogyakarta:
Publishing.L. Tanya, Bernard, Ed. All, 2010, Teori Hukum (Strategi tertib Manusia Lintas
Ruang dan Generasi), Yogyakarta:
Genta Publishing.Mahfud, MD, Moh, 2010, Membangun Politik Menegakkan Konstitusi,
Jakarta: Rajawali Pers.
http://www.tandfonline.com/loi/rcre20,hal. 68, upload at 29 June 2016,At:12:35
WIB.Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun