Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH POLITIK HUKUM

“KEBIJAKAN POLITIK HUKUM DALAM PEMBENTUKAN, PEMBINAAN,


PENEGAKAN DAN PEMBANGUNAN HUKUM DI INDONESIA”

KBP Dr. H. YUSUF SETIADI, SH, MM, MHum.

PENYUSUN:

NAMA : TRI HARI AJI PRANOTO

NIM : 1710116464

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PANCA BHAKTI PONTIANAK


KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Pontianak, 17 Januari 2020.

TRI HARI AJI PRANOTO


BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Setiap negara terdapat politik hukum yang perannya sebagai kebijakan dasar bagi
penyelenggara negara untuk menentukan arah, bentuk maupun isi hukum yang akan
dibentuk. Sebagaimana pengertian politik hukum menurut Padmo Wahjono dengan
mengatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang
dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu yang di dalamnya mencakup pembentukan,
penerapan, dan penegakan hukum.1 Persoalannya adalah bagaimana penyelenggara negara
mengelolaannya. Ada negara yang menyusun secara berencana dan sistematis politik
hukumnya, dan berkehendak menyusun kembali secara menyeluruh tatanan hukum baik
karena alasan idiologis atau karena perubahan sistem politik. Misalnya dari negara jajahan
menjadi negara merdeka atau dari negara kerajaan menjadi negara republik. Akan berbeda
halnya dengan negara yang sudah memiliki sistem hukum yang sudah mapan. Politik
hukumnya dilakukan dengan lebih sederhana yaitu lebih dikaitkan pada kebutuhan yang
bersifat khusus daripada yang pokok atau asas-asanya.

Indonesia nampaknya berada pada posisi negara yang menyusun politik hukumnya secara
sistematis dan terprogram, baik karena alasan dari negara jajahan menjadi merdeka maupun
alasan idiologis amanat rechtsidea yaitu cita hukum yang termuat dalam konstitusi dan
pembukaan UUD 1945. Ada kehendak bahkan kebutuhan untuk terus memperbaiki,
mengganti atau menyempurnakan hukum-hukum peninggalan kolonial dengan hukum yang
baru.

Ditengah perdebatan mengenai penggantian hukum kolonial itu muncul berbagai tuntutan dan
perdebatan tentang hukum apakah yang mewarnai dalam pembangunan hukum nasional
Indonesia modern. Sebagian kalangan memandang bahwa hukum barat peninggalan kolonial
itu perlu dipertahankan dengan hanya memperbaharuinya dengan berbagai perkembangan
baru dalam masyarakat. Pada sisi lain kelompok pelopor hukum adat menghendaki
diberlakukan dan diangkatnya hukum adat menjadi hukum nasional Indonesia dan kelompok
lain mengusulkan agar syari’at Islam perlu diintrodusir sebagai hukum nasional Indonesia.
Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan membahas alur perkembangan politik hukum dan
1
perannya dalam pembangunahan hukum di Indonesia semenjak kemerdekaan hingga pasca
reformasi.

Pasal 1 ayat (3) Bab I, Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, menegaskan
kembali bahwa ‘Negara Indonesia adalah Negara Hukum’. Artinya. bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasar atas
kekuasaan (machtstaat), dan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar),
bukan absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Sebagai konsekuensi dari Pasal 1 ayat (3)
Amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945, 3 (tiga) prinsip dasar wajib dijunjung oleh
setiap warga negara yaitu supremasi hukum; kesetaraan di hadapan hukum; dan penegakan
hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum. Peraturan perundang-
undangan yang baik akan membatasi, mengatur dan sekaligus memperkuat hak warganegara.
Pelaksanaan hukum yang transparan dan terbuka di satu sisi dapat menekan dampak negatif
yang dapat ditimbulkan oleh tindakan warga negara sekaligus juga meningkatkan dampak
positif dari aktivitas warga negara. Dengan demikian hukum pada dasarnya memastikan
munculnya aspek-aspek positif dari kemanusiaan dan menghambat aspek negatif dari
kemanusiaan. Penerapan hukum yang ditaati dan diikuti akan menciptakan ketertiban dan
memaksimalkan ekspresi potensi masyarakat. Dengan demikian, penegakan hukum dan
ketertiban merupakan syarat mutlak bagi upaya-upaya penciptaan Indonesia yang damai dan
sejahtera. Apabila hukum ditegakkan dan ketertiban diwujudkan, maka kepastian, rasa aman,
tenteram, ataupun kehidupan yang rukun akan dapat terwujud. Ketiadaan penegakan hukum
dan ketertiban akan menghambat pencapaian masyarakat yang berusaha dan bekerja dengan
baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut menunjukkan adanya keterkaitan
yang erat antara damai, adil dan sejahtera. Untuk itu perbaikan pada aspek keadilan akan
memudahkan pencapaian kesejahteraan dan kedamaian.

2. MAKSUD DAN TUJUAN

1. Untuk mengetahui hubungan Politik Hukum dalam kebijakan politik hukum dalam
pembentukan, pembinaan, penegakan dan pembangunan hukum di indonesia
2. Untuk mengetahui Pengaruh Politik Hukum terhadap pembentukan, pembinaan,
penegakan dan pembangunan hukum di indonesia.

3. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup atau wilayah kajian disiplin politik hukum adalah meliputi aspek lembaga
kenegaraan pembuat politik hukum, letak politik hukum dan faktor (internal dan eksternal)
yang mempengaruhi pembentukan politik hukum suatu negara. Tiga permasalahan itu baru
sebatas membahas proses pembentukan politik hukum, belum berbicara pada tataran aplikasi
dalam bentuk pelaksanaan produk hukum yang merupakan konsekuensi politis dari sebuah
politik hukum.

Ketika berbicara tentang wilayah kajian sebuah disiplin ilmu yang akan dipergunakan para
mahasiswa hukum, politik hukum dalam perspektif akademis tidak hanya berbicara sebatas
pengertian di atas, tetapi mengkritisi juga produk-produk hukum yang telah dibentuk. Dengan
demikian, politik hukum menganut prinsip double movement, yaitu selain sebagai kerangka
pikir merumuskan kebijakan dalam bidang hukum (legal policy) oleh lembaga-lembaga
negara yang berwenang, ia juga dipakai untuk mengkritisi produk-produk hukum yang telah
diundangkan berdasarkan legal policy di atas. Berdasarkan uraian tersebut, dapat diambil
ruang lingkup atau wilayah kajian politik hukum sebagai berikut :
1. Proses penggalian nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat oleh
penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum.
2. Proses perdebatan dan perumusan nilai-nilai dan aspirasi tersebut ke dalam bentuk sebuah
rancangan peraturan perundang-undangan oleh penyelenggara negara yang berwenang
merumuskan politik hukum.
3. Penyelenggara negara yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum.
4. Peraturan perundang-undangan yang memuat politik hukum.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum, baik yang akan,
sedang, dan telah ditetapkan.
6. Pelaksanaan dari peraturan perudang-undangan yang merupakan implementasi dari politik
hukum suatu negara.
Enam masalah itulah yang seterusnya akan menjadi wilayah telaah dari politik
hukum. Dalam hal ini, politik hukum secara umum bermanfaat untuk mengetahui bagaimana
proses-proses yang tercakup dalam enam wilayah kajian itu dapat menghasilkan sebuah legal
policy yang sesuai dengan kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat. Enam wilayah kajian itu
tentu saja bersifat integral satu sama lain.
Ruang lingkup pertama merupakan tahap awal dari kajian politik hukum. Pada tahap
ini ingin mengetahui apakah nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang pada masyarakat telah
diakomodasi oleh penyelenggara negara yang merupakan politik hukum atau bahkan
mungkin sebaliknya. Kajian terhadap bidang ini penting untuk dilakukan karena substansial,
hukum tidak pernah lepas dari struktur rohaniah masyarakat yang bersangkutan, atau
masyarakat yang mendukung hukum tersebut. Itu artinya, bila hukum itu dibangun di atas
landasan yang tidak sesuai dengan struktur rohaniah masyarakat, bisa dipastikan daya tahan
masyarakat terhadap hukum itu akan sangat kuat. Bila itu dikaitkan dengan teori keberlakuan
hukum, hukum perundang-undangan yang mana suatu kebijakan hukum sebuah negara dapat
ditemukan. Mengetahui hal ini akan bermanfaat untuk menentukan penghierarkian peraturan
perundang-undangan, sehingga antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang
lain tidak saling bertentangan.
Pada wilayah kajian keenam yang sebenarnya berkaitan erat dengan wilayah kajian
kelima, kajian ini diarahkan pada sejauh mana peraturan perundang-undangan itu memenuhi
unsur-unsur kepatutan untuk dapat diterapkan dan memenuhi juga prinsip praktis fungsional.
Bila setelah dievaluasi ternyata politik hukum dan implementasinya dalam peraturan
perundang-undangan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat, keduanya harus
diperbaharui dengan rumusan yang baru. Ini dimaksudkan agar hukum senantiasa sesuai
dengan dinamika yang terus terjadi dalam masyarakat.
Politik hukum satu negara berbeda dengan politik hukum negara yang lain. Perbedaan
itu disebabkan karena adanya perbedaan latar belakang kesejahteraan, pandangan dunia,
sosio-kultural, dan pengaruh politik dari masing-masing pemerintah. Dengan kata lain, politik
hukum bersifat hanya berlaku dari dan untuk negara tertentu saja, bukan universal (berlaku
seluruh dunia). Namun, ini bukan berarti bahwa politik hukum suatu negara mengabaikan
realitas dan politik hukum internasional. Mengutip Sunaryati Hartono, faktor-faktor yang
akan menentukan politik hukum tidak semata-mata ditentukan oleh apa yang dicita-citakan
atau tergantung pada kehendak pembentuk hukum, praktisi atau para teoretisi saja, akan
tetapi ikut ditentukan pula oleh kenyataan serta perkembangan hukum di lain-lain negara
serta perkembangan hukum internasional.

Perbedaan politik hukum suatu negara tertentu dengan negara lain inilah yang
kemudian akan menimbulkan apa yang disebut dengan politik hukum nasional, dalam kasus
ini adalah Republik Indonesia.
BAB 2
MASALAH POLITIH HUKUM

1. MASALAH BIDANG PEMBENTUKAN HUKUM


Dalam hal peraturan perundang-undangan nasional permasalahan paling mendasar yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah jumlah peraturan perundang-undangan terlalu banyak.
Kualitas peraturan perundang-undangan tersebut masih belum seperti yang diharapkan.
Banyaknya peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih, dan/atau bertentangan
antara satu dan yang lain baik secara vertikal maupun horizontal mengakibatkan
kebingungan, baik di kalangan masyarakat maupun aparat hukum yang melaksanakannya.
Hal tersebut tentunya akan menyebabkan tidak optimalnya pelaksanaan jalannya
pemerintahan dan juga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat. Masih
tingginya ego sektoral dan adanya pandangan bahwa segala permasalahan akan dapat
diselesaikan apabila diatur dalam suatu undang-undang, mengakibatkan implementasi
Prolegnas sebagai salah satu tahapan dalam perencanaan hukum nasional belum dapat
menggambarkan arah prioritas pembangunan ke depan. Target prioritas undang-undang yang
masuk dalam Prolegnas menjadi sangat banyak, sedangkan implementasi setiap tahunnya
jauh dari target yang sudah ditetapkan bersama antara Pemerintah dan DPR sebagai lembaga
legislatif.

Terkait dengan upaya pemberantasan korupsi beberapa peraturan perundang-undangan yang


dapat mendorong percepatan pemberantasan korupsi masih belum terbentuk. Beberapa
peraturan perundang-undangan tersebut antara lain seperti perubahan atau revisi KUHP,
KUHAP, RUU Pengadilan Tipikor, dan RUU
Penyitaan Aset.

Adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum dan sumber daya manusia di
bidang hukum menyebabkan kualitas penegakan hukum dan pelayanan hukum kepada
masyarkat masih jauh dari yang diharapkan. Meskipun keberhasilan lembaga penegak hukum
dalam menangani tindak pidana korupsi mulai dirasakan hasilnya, masih adanya anggapan
bahwa penegakan hukum di luar tindak pidana korupsi masih bersifat diskriminatif dan
kurang menguntungkan bagi masyarakat biasa. Di samping itu adanya pelanggaran hukum
yang justru dilakukan oleh aparat penegak hukum itu sendiri menunjukan masih perlu
ditingkatkannya kualitas dan khusus integritas aparat penegak hukum.

Demikian juga dengan pemberian pelayanan hukum kepada masyarakat, kualitas sumber
daya manusia yang melaksanakannya dengan dukungan dari sarana prasarana sangat
menentukan kualitas pelayanan hukum tersebut. Adanya penilaian masih rendahnya kualitas
pelayanan hukum di bidang keimigrasian dan pendaftara badan hukum menunjukan bahwa
perlu segera dilakukan pembenahan untuk mengatasi masalah tersebut. Sejalan dengan upaya
pelayanan hukum, pemberian bantuan hukum kepada masyarakat kurang mampu yang
terlibat tindak pidana terus dilakukan. Namun, bantuan hukum itu oleh golongan kelompok
masyarakat tersebut masih dirasakan tepat sasaran.

Tingkat kesadaran hukum masyarakat yang masih rendah juga merupakan kendala tersendiri
untuk menciptakan masyarakat yang tahu akan hak dan kewajibannya. Kurangnya
pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundangundangan
yang berlaku berpotensi menimbulkan persoalan dalam menerapkan hak dan kewajiban
mereka dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, permasalahan dalam akses, informasi,
serta manfaat yang tidak setara, baik laki-laki maupun perempuan dalam menerima materi
dari diseminasi, sosialisasi, pelayanan hukum serta penyuluhan hukum merupakan kendala
tersendiri untuk meningkatkan kesadaran hukum sebagai individu yang sama di hadapan
hukum.

2. MASALAH BIDANG PEMBINAAN HUKUM

Masalah pertama ia lah adanya pendapat yang amat berbeda tentang norma yang hendak
dipenuhi oleh bahasa hukum, khususnya antara sebagian para ahli hukum dan para ahli
bahasa. Di satu pihak, ada ahli bah as a yang menolak adanya ragam bahasa hukum yang
tersendiri, artinya bahasa dalam teks-teks yuridis seharusnya seperti bah as a umum saja. Di
lain pihak, ada ahli hukum yang berpendapar bahwa kaum yuris diperbolehkan kurang lebih
mengabaikan kaidah bahasa Indonesia yang umum karena sifat khusus teks yuridis dan
persyaratan yang hendak dipenuhi teks itu. Di antara kedua pendapat yang agak ekstrim ini,
ada banyak orang, bahasawan maupun ahli hukum, yang prihatin tentang kualitas bahasa
Indonesia yang sudah biasa dalam teks bidang hukum dan banyaknya ketidakjelasan dalam
teks itu. Masalah kedua yang digarisbwahi oleh Prof. Mochtar adalah ketidakseragaman yang
ditemukan dalam peristilahan hukum. Sebab yang dikemukakan oleh beliau ialah banyak
panitia, instansi, dan orang yang sejak tahun 40-an mengeluarkan daftar istilah hukum atau
menggunakan istilah buatan sendiri dalam karangan mereka, sebagai terjemahan istilah
Belanda yang sebelumnya dipakai. Di samping kedua permasalahan di atas, menteri
kehakiman menunjuk pad a konflik antar generasi hukum. Ada ahli hukum angkatan 40-an
dan 50-an, yang terkenal dan berpengaruh luas, yang belum melepaskan bahasa hukum mas a
lama, yaitu bahasa Belanda. Manurut ahli hukum ini, pengajian hukum secara ilmiah pada
tingkat terakhir hendaknya didasarkan pad a buku-buku pedoman hukum masa lampau, yaitu
berbahasa Belanda. Ahli hukum tersebut berpendapat bahasa Indonesia kurang mantap dan
kurang berkembang untuk clapat dipergunakan sebagai hahasa pengantar dalam hukum
modern. Dalam pidato pembukaan, menteri kehakiman menyatakan berpihak pad a kaum ahli
hukum yang hendak memakai bah as a Indonesia, baik karena pengetahuan bah as a Belanda
terus menyusut maupun karena hanya bahasa Indonesia yang pantas digunakan sebagai
bahasa dalam pembinaan hukum nasiona!. Dan kekurangsempurnaan yang masih ada dalam
bahasa Indonesia justru merupakan alasan untuk tetap menggunakan bahasa itu, karena hanya
penggunaaan dalam praktek dapat menghasilkan bahasa hukum yang lengkap.

3. MASALAH DALAM PENEGAKAN HUKUM

Penegakan hukum (law enforcment) merupakan permasalahan hampir di setiap negara,


khususnya bagi negara-negara berkembang. Di Indonesia permasalahan hukum sangat
banyak dan beragam baik kualifikasinya maupun modus operandinya. Apabila dicermati
maka banyak sekali didapati hal-hal yang perlu dibenahi terkait dengan penegakan hukum di
Indonesia. Sebagaimana potret di Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan
hukum di Indonesia adalah permasalahan yang bersifat sistemik. Oleh sebab itu,
pembenahannya pun juga harus dilaksanakan secara sistemik. da beberapa faktor yang
menentukan apakah proses penegakan hukum itu dapat berjalan efektif atau tidak, yaitu:
1. Harapan-harapan masyarakat; yaitu apakah penegakan hukum tersebut sesuai atau tidak
dengan nilai-nilai masyarakat;
2. Adanya motivasi dari warga masyarakat untuk melaporkan terjadinya perbuatan melanggar
hukum kepada organ-organ penegak hukum tersebut;
3. Kemampuan dan kewibawaan organ-organ penegak hukum.

Penegakan hukum yang berjalan secara efektif akan membawa perubahan sosial sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh pembuat hukum. Namun dalam kenyataannya, perubahan
sosial yang diharapkan oleh pembuat hukum tetap tidak dapat tercapai. Hal ini disebabkan
adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berlangsungnya perubahan sosial, yaitu
faktor yang mendorong dan faktor yang menghambat. Faktor yang mendorong, misalnya
terjadinya kontak dengan kebudayaan lain, sistem pendidikan yang maju, toleransi terhadap
perilaku yang menyimpang, stratifikasi yang terbuka, penduduk yang heterogen, dan
ketidakpuasan terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu. Sedangkan faktor yang
menghambat, misalnya kurangnya atau tidak adanya hubungan dengan masyarakat lain,
perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat, sikap masyarakat yang terlalu
tradisionalistis, adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat sekali, rasa
takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan, prasangka terhadap hal-hal yang
baru, hambatan-hambatan yang bersifat ideologis, dan mungkin juga adat istiadat yang telah
melembaga dengan kuat.

4. MASALAH BIDANG PEMBANGUNAN HUKUM

Di Indonesia sendiri, sarana dan prasarana Hukum sangat kurang. Mulai dari batas wilayah
laut Indonesia dari bangunan hingga pelaku-pelaku hukum memiliki sumber daya yang
terbatas. Sehingga hal ini lah yang membuat jalannya hukum di Indonesia masih begitu
mengalami banyak masalah. Hal tersebut di pengaruhi karna tidak maksimalnya pemerintah
mengatasi hal tersebut.

BAB 3

LANGKAH – LANGKAH/KEBIJAKAN POLITIK HUKUM

Pembenahan sistem dan politik hukum dalam lima tahun mendatang diarahkan pada
kebijakan untuk memperbaiki substansi (materi) hukum, struktur (kelembagaan) hukum, dan
kultur (budaya) hukum, melalui upaya:

1. Menata kembali substansi hukum melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan
perundang-undangan untuk mewujudkan tertib perundang-undangan dengan memperhatikan
asas umum dan hirarki perundang-undangan; dan menghormati serta memperkuat kearifan
lokal dan hukum adat untuk memperkaya sistem hukum dan peraturan melalui
permberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari upaya pembaruan materi hukum nasional;

2. Melakukan pembenahan struktur hukum melalui penguatan kelembagaan dengan


meningkatkan profesionalisme hakim dan staf peradilan serta kualitas sistem peradilan yang
terbuka dan transparan; menyederhanakan sistem peradilan, meningkatkan transparansi agar
peradilan dapat diakses oleh masyarakat dan memastikan bahwa hukum diterapkan dengan
adil dan memihak pada kebenaran; memperkuat kearifan lokal dan hukum adat untuk
memperkaya sistem hukum dan peraturan melalui pemberdayaan yurisprudensi sebagai
bagian dari upaya pembaruan materi hukum nasional;

3. Meningkatkan budaya hukum antara lain melalui pendidikan dan sosialisasi berbagai
peraturan perundang-undangan serta perilaku keteladanan dari kepala negara dan jajarannya
dalam mematuhi dan menaati hukum serta penegakan supremasi hukum.

BAB 4

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Peraturan perundang-undangan dan proses pembentukannya memerankan fungsi signifikan


dalam pembangunan hukum nasional. Hal ini dikarenakan, di Indonesia, peraturan
perundang-undangan merupakan cara utama penciptaan hukum, peraturan perundang-
undangan merupakan sendi utama sistem hukum nasional. Selain itu, Peraturan perundang-
undangan merupakan instrumenyang sangat efektif dalam pembaharuan hukum (law reform)
karena kekuatan hukumnya yang mengikat dan memaksa. Peraturan perundang-undangan
juga memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi daripada hukum kebiasan, hukum adat,
atau hukum yurisprudensi. Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang
memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam UU
nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Sedangkan
pembentukan peraturan perundang-undangan itu sendiri adalah pembuatan peraturan
perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan,
pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.Melalui perspektif politik, hukum dipandang
sebagai produk atau output dari proses politik atau hasil pertimbangan dan perumusan
kebijakan publik. Namun disamping hukum sebagai produk pertimbangan politik,
terdapatpolitik hukum yang merupakan garis atau dasar kebijakan untuk menentukan hukum
yang seharusnya berlaku dalam negara. Di negara demokrasi, masukan (inputs) yang menjadi
bahan pertimbangan untuk penentuan hukum bersumber dari dan merupakan aspirasi
masyarakat yang disalurkan melalui wakil-wakil rakyat yang kemudian diproses sehingga
muncul sebagai outputs dalam bentuk peraturan hukum.
Sebagaimana kita ketahui bahwa produk-produk hukum di Indonesia merupakan produk
politik. Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang dan
setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk
mendapat persetujuan bersama. Begitupula Presiden, berhak mengajukan rancangan undang-
undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Sehingga pengesahanseuatu Rancangan Peraturan
Perundang-Undangan menjadi Undang-undangan adalah suatu bentuk kesepakatan bersama
antara Presiden (Eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat (Legislatif). Inilah politik hukum
yang berjalan saat ini sebagaimana amanat Konstitusi. Dalam sistem hukum perundang-
undangan di Indonesia, kekuatan hukum yang diperoleh oleh suatu perundang-undangan
adalah sesuai dengan hierarki peratura perundang-undanga yang ada. Yang mana jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan adalah;
1.UUD 1945;
2.Ketetapan MPR;
3.Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4.Peraturan Pemerintah;
5.Peraturan Presiden;
6.Peraturan Daerah Provinsi; dan
7.Peraturan Daerah kabupaten/Kota.Oleh karena itu, dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan harus melihat hierarki diatas. Tidak satu hukum pun boleh bertentangan
dengan hierarki ini. 22Lihat Pasal 20 ayat (1) dan (2) Batang Tubuh UUD 194523Ibid, Pasal
5 ayat (1) Adapun tumpang tindih peraturan perundang-undangan yang ada ataupun materi
muatannya yang bertentangan dengan hierarki yang lebih tinggi maka, telah ada mekanisme
evaluasi terhadapnya. Untuk peraturan perundang-undangan yang sekiranya bertentangan
dengan Konstitusi yaitu UUD 1945 maka mekanisme pengujiannya adalah dengan
mengajukan permohonan uji materi di Mahkamah Agung. Sedangkan untuk peraturan
perundang-undangan dibawah undang-undang yang sekiranya bertentangan dengan undang-
undang, maka mekanisme pengujiannya dalah pada kekuasaan Mahkamah Agung.Namun
perlu diketahui bahwa, kendati bersifat hierarki bukan berarti perumusan dan penetapan
peraturan perundang-undangan selalubersumber pada peraturan perundang-undangan yang
ada persis diatasnya. Penyusunan hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan itu
semata-mata dalam rangka menyinkronkan atau menghindari konflik pelaksanaan antara satu
aturan dengan aturan yang lain. Sehingga setiap peraturan perundang-undangan diharapakan
berjalan sesuai dengan tujuan dibuatnya peraturan perundang-undangan tersebut.Perencanaan
penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
sedangkan perencanaan penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam Program Legislasi
Daerah (Prolegda). Tujuan dari Prolegnas dan Prolegda ini adalah dalam rangka mewujudkan
sistem hukum nasional di Indonesia.Dengan adanya Prolegnas dan Prolegda ini tidak berarti
tidak dapat membuatsuatu Rancangan Undang-Undang atau Raperda di luar Prolegnas dan
Prolegda tersebut. Akan tetapi dalam keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapatmengajukan
RUU diluar Prolegnas untuk mengatasi keadaan luar biasa/konflik/bencana alam atau
keadaan tertentu lainnya yang terkait dengan urgensi nasional atas RUU tersebut. Hal yang
sama dengan Raperda, DPRD ataupun Gubernur dapat mengajukan Raperda diluar Prolegda
untuk mengatasi keadaan luar biasa/konflik/bencana alam, akibat adanya kerjasama dengan
pihak lain dankeadaan tertentu lainnya yang terkait dengan urgensi daerah atas Raperdayang
dapat disetujui bersama oleh alat Badan Legislasi Daerah dan Biro Hukum Provinsi.Terkait
dengan materi muatan suatu peraturan perundang-undangan di Indonesia harus
mencerminkan beberapa asas penting. Asas-asas tersebut adalah;
1.Asas pengayoman , yaitu bahwa materi muatan setiap peraturan perundang-undangan harus
berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat
.2.Asas kemanusiaan, yaitu bahwa materimuatan setiap peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat
setiap penduduk Indonesia secara proporsial.
3.Asas kekeluargaan, yaitu bahwa materi muatan setiap peraturan perundang-undangan
harusmencerminan musyawarah mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
4.Asas kenusantaraan, yaitu bahwa materi muatan setiap peraturan perundang-undangan
harus memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia, sekaligus materi muatan yang
peraturan perundang-undangan yang di daerah pun merupakan bagian dari sistem hukum
nasional yang berdasarkan Pancasil dan UUD 1945.24Lihat.. Penjelasan atas Pasal 6 ayat (1)
dan (2) UU no 12 tahun 2011
5.Asas Bhinneka Tunggal Ika, yaitu bahwa materi muatan setiap peraturan perundang-
undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi
khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
6.Asas Keadilan, yaitu bahwa materi muatan setiap peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
7.Asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, yaitu bahwa materi muatan setiap
peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan
berdasarkan latar belakang, antara lain; agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
8.Asas ketertiban dan kepastian hukum, yaitu bahwa materi muatan setiap peraturan
perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan
kepastian hukum.
9.Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan, yaitu bahwa materi muatan setiap
peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian dan
keselarasan antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan
negara.Selain itu terdapat beberapa asas lainnya yang disesuaikan dengan bidang hukumyang
bersangkutan. Sebagaimana dalam hukum Pidana misalnya; asas legalitas, asas tiada
hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah.
Sedangkan pada hukum perdata khususnya hukum perjanjian seperti, asas kesepakatan,
kebebasan berkontrak, danitikad baik.
Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, asas-asas tersebut wajib dianut oleh
pembentuk peraturan perundang-undangan, sehingga dalam pembentukannya akan memenuhi
seluruh kaidah secara holistik ataupun menyeluruh.Asas-asas tersebutlah yang menjadi
pedoman dan pakem bagi pembentukan peraturan perundang-undangan.Selain asas-asas
tersebut,dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus dilakukan dengan dasar
adanya:
1.Tujuan yang hendak dicapai dalam pembentukannya;
2.Harus dibuat oleh lembaga yang tepat dan memang berwenang;
3.Materi muatannya harus tepat dan sesuai dengan jenis dan hierarki;
4.Efektifitas aplikasinya di dalam masyarakata baik secara sosiologis-filososfis maupun
yuridis;
5.Benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara;
6.Sistematika, pilihan kata bahkan istilah serta bahasa hukum yang jelas dan mudah
dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam penafsiran dalam pelaksanaannya;
7.Seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Terkait dengan
partisipasi masyarakatsecara langsung dalam sebuah rancangan peraturan perundang-
undangan telah dijamin dalam Undang-undang. Jaminan partisipasi masyarakat diatur dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan di Indonesia. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan atau
tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yang dapat dilakukan melalui
rapat dengan pendapat umum, kunjungan kerja, sosialisasi dan atau
seminar/lokakarya/diskusi. Masyarakat yang dimaksud adalah perseorangan atau kelompok
orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-
Undangan. Begitupula setiap Rancangan Peraturan Perundang-Undangan harus dapat diakses
dengan mudah oleh masyarakat. Hal ini ada kaitannya dengan materi muatan peraturan
perundang-undangan yang memuat ketentuan pidana. Ketentuan pidana hanya boleh dimuat
dalam Undang-undang, Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pemidanaanterkait dengan pembatasan hak asasi masyarakat, sehingga untuk membatasi hak-
hak nya perlu pendapat, pertimbangan dan masyarakat yang bersangkuran dilibatkan dalam
proses pembentukkannya. Karena pada akhirnya, hak-hak masyarakatlah nanti nya yang akan
dibatasi. Untuk Materi muatan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang harus berisi pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945, perintah
sutatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang, pengesahan perjanjian
internasional tertentu, tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi dan atau pemenuhan
kebutuhan hukum dalam masyarakat.Sedangkan materi muatan Peraturan Pemerintah berisi
materi untuk menjalankan Undang-Undang, begitupula materi muatan Peraturan Presiden
berisi materi yang diperintahkan oleh undang-undang untuk melaksanakan Peraturan
Pemerintah atau untuk melaksanakan UU no 12 tahun 2011 Pasal 96 ayat (1), (2), (3)
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.Demikianhalnya dengan materi muatan Peraturan
Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, materi muatannya adalah dalam
rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampungkondisi
daerah dan atau penjabaran lebih lanjutperaturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.Dengan demikian, hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat ditandai dengan
adanya perubahan masyarakat dan perubahannya tersebut sudah terarahkan atau
diarahkantercapainya politik hukumdibidang hukum yang ditetapkan oleh pembentuk
undang-undang.Asas-asas hukum yang ada dan dirumuskan dalam bentuk salah satunya
peraturan perundang-undangan dapat dikatakan bermanfaat atau tidak ketika hukum dengan
asas nya tersebut di eksekusi dengan benar atau tidak. Apabila di eksekusi dengan tidak benar
tentu akan menimbulkan akibat buruk untuk masyarakat, dan ini jelas akan bertentangan
dengan tujuan negara. Sedangkan apabila di eksekusi dengan benar maka peraturan
perundang-undangan dapat dikatakan bermanfaat bagi masyarakat sekaligusseiring -
sejalandengan tujuan negara.

Politik hukum juga bisa dijelaskan sebagai “garis resmi” yang ditetapkan negara guna
mencapai tujuan negara melalui hukum.Pengertian politik hukum, telah dikemukakan oleh
beberapa ahli, berikut ini akan dijelaskan beberapa pengertian politik hukum dari beberapa
ahli hukum dan politik, yakni :

A.Menurut Mahfud MD, menjelaskan bahwa bahwa politik hukum diartikan sebagai legal
policy (kebijakan hukum) yang akanatau telah dilaksanakan oleh pemerintah. Politik hukum
ini mencakup pembuatan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaharuan terhadap
materi-materi hukum agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan, dan pelaksanaan ketentuan
hukum yang sudah ada, termasuk penegakan fungsi lembaga dan pembinaan para
penegakhukum.

B. Menurut Soedarto, menjelaskan bahwa politik hukum adalah usaha untuk mewujudkan
peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu.
Pengertian ini dapat dimaknai bahwa politik hukum merupakan upaya negara untuk
mewujudkan hukum yang dijiwai dengan iktikad baik dan disesuaikan dengan kondisi
masyarakat yang tengah berlangsung. Ini berarti menjadikan hukum sebagai kebutuhan
masyarakat yang sangat diperlukan untuk mewujudkan tujuan negara, masyarakat dan
bangsa.

C. Sunaryati Hartono berpendapat bahwa politik hukum adalah sebuah alat (tool) atau sarana
dan langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan sistem hukum
nasional yang dikehendaki dan dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita
bangsa Indonesia. Pendapat ini menjelaskan bahwa politik hukum dapat digunakan sebagai
alat atau bahan untuk membuat sistem hukum nasional yang dikendaki guna mewujudkan
cita-cita bangsa Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila,
yakni nilai persatuan, keadilan sosial, kemanusiaan, kerakyatan dan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Faktor-faktor yang akan menentukan politik hukum tidak semata-mata ditentukan oleh
apa yang kita cita-citakan atau tergantung pada kehendak pembentuk hukum, praktisi atau
para teoretisi belaka, akan tetapi ikut ditentukan pula oleh kenyataan serta perkembangan
hukum di lain-lain negara serta perkembanganhukum internasional. suatu negara tertentu
dengan negara lain inilah yang kemudian menimbulkan apa yang disebut dengan Politik
Hukum Nasional.

D. Satjipto Rahardjo mendefinisikan bahwa politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara
yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dalam
masyarakat.13Hal ini dapat dijelaskan kembali bahwa politik hukum merupakan aktifitas atau
perilaku untuk memilih hukum dan cara yang hendak dipakai negara untuk memilih hukum
guna mencapai tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat.

E. Menurut Abdul Hakim Garuda Nusantara, menjelaskan bahwa politik hukum adalah
kebijakan hukum (legal policy) yang hendak diterapkan atau dilaksanakan oleh suatu
pemerintahan negara tertentu. Garuda Nusantara menjelaskan pula wilayah kerja politik
hukum dapat meliputi pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada secara konsisten, proses
pembaruan dan pembuatan hukum, yang mengarah pada sikap kritis terhadap hukum yang
berdimensi ius contitutum dan menciptakan hukum yang berdimensi ius constituendum, serta
pentingnya penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegakhukum.

F. Menurut Padmo Wahyono, mengatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan dasar
penyelenggara negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang
bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang
dicita-citakan. Kata kebijakan di atas berkaitan dengan adanya strategi yang sistematis,
terperinci dan mendasar serta berkaitan dengan pembentukan hukum, penerapan hukum dan
penegakannya sendiri. Dalam merumuskan dan menetapkan hukum yang telah dan akan
dilakukan, politik hukum menyerahkan otoritas legislasi kepada penyelenggara negara, tetapi
dengan tetap memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, semuanya
diarahkandalam rangka mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.

Berdasarkan pemahaman politik hukum di atas, dapatlah disimpulkan bahwa politik hukum
merupakan garis resmi kebijakan negara untuk membuat dan menetapkan peraturan
perundang-undangan guna mencapai cita-cita dan tujuan negara seperti yangterdapat pada
pembukaan UUD NRI 194 alenia IV. Politik hukum di Indonesia berbeda dengan politik
hukum negara yang lain. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan latar belakang
kesejarahan, pandangan dunia (world-view), sosio-kultural, dan political will dari masing-
masingpemerintah. Dengan demikian politik hukum perlu disesuaikan dengan jiwa bangsa
(volkgeist) rakyat Indonesia, karena antara hukum dan watak atau karakter suatu bangsa
terdapat hubungan organik. Hukum adalah cerminan dari volkgeist, karena itu harus dicari
dan ditemukan melalui hukum yang hidup di masyarakat. Oleh karena itu tugas penting
hukum, selain menetapkan aturan dalam bentuk perundang-undangan, juga menggali mutiara
nilai hukum yang hidup di masyarakat. Hal ini sesuai dengan teori Savigny yang
menkonstruksi hukum sebagai nilai yang hidup di masyarakat, sebagai jiwa bangsa
(volkgeist), di tingkat lokal. Teori ini digunakan dalam pembahasan tujuan politik hukum di
Indonesia.Tujuan politik hukum adalah untuk memungkinkan peraturan hukum positif
dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman, tidak hanya kepada pembuat UU,
tetapi juga pengadilan yang menetapkan UU dan juga kepada para penyelenggara pelaksana
putusan pengadilan. Pembentukan kebijakan hukum didasarkanpada cita hukum, cita-cita dan
tujuan negara yang termaktub di dalam konstitusi. Manfaat studi politik hukum di Indonesia
yakni dapat mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana yang tertera di dalam landasan
ideologi negara yaitu Pancasila dan UUD NRI 1945, karena politik hukum merupakan alat
dan sarana yang digunakan oleh pemerintah untuk membentuk sistem hukum nasional. Hal
ini sesuai dengan pendapat Mahfud MD yang menjelaskan bahwa politik hukum merupakan
legal policy untuk pemberlakuan hukum sehingga dapat mencapai tujuan negara. Politik
hukum diperlukan karena beberapa sebab, antara lain;
a.Hukum terkait dengan perkembangan masyarakat. Hukum akan selalu menyertai kehidupan
manusia di manapun berada, dan akan berubah sesuai dengan perkembanganmanusia.

b.Hukum tidak dalam vakum, bekerjanya hukum mesti dipengaruhi oleh subsistem-subsistem
lain, seperti; politik, sosial, ekonomi,teknologi.

c.Roscoe Pound, berpendapat bahwa hukum adalah alat untuk merekayasa sosial masyarakat
(law as a tool of social enginering), hukum bisa mengubah kehidupan masyarakat sesuai yang
dinginkan oleh hukum. Hal ini berarti bahwa politik hukum dapat bekerjasama dengan ilmu
sosial untuk merekayasa masyarakat untuk didayagunakan pada kemajuan dan
pengembangan ilmuhukum.

d.Menurut Von Savigny, hukum timbul bukan karena perintah penguasa, tetapi karena
perasaan keadilan yang terletak di dalam jiwa bangsa itu. Jiwa bangsa itulah yang menjadi
sumber hukum. Karena itu, Savigny mengeluarkan pendapatnya yang amat terkenal bahwa
hukum itu tidak dibuat tetapi tumbuh bersamamasyarakat.

e.Menurut Philip Nonetdan Philip Selznick, mengatakan bahwa adanya perubahan sosial dan
keadilan sosial, membutuhkan tatanan hukum responsif yang menempatkan hukum sebaga
sarana respons terhadap ketentuan-ketentuan sosial dan aspirasi publik. Hukum yang sifatnya
terbuka, selalu menerima perubahan demi mencapai keadilan dan tujuanhukum.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa keberadaan politik hukum memang
layak diperlukan karena hukum selalu bersama manusia untuk mengatur ketertiban dan
kehidupan manusia, supaya manusia dapat bahagia dan sejahtera. Oleh karena itu bekerjanya
hukum tidak sendirian dan membutuhkan faktor lain (politik, sosial, ekonomi, budaya,
teknologi) supaya perannya dapat dirasakan oleh masyarakat. Selain itu, keberadaan politik
hukum didukungoleh beberapa teori hukum yang menguatkan alasan mengapa politik hukum
sangat diperlukan Implementasi Politik Hukum diIndonesia Sebagaimana dijelaskan di atas,
bahwa politik hukum adalah arah pembangunan hukum atau pembuatan dan pemilihan
hukum yang berpijak pada sistem hukum nasional guna mencapai tujuan dan cita-cita negara.
Politik hukum mampu mengarahkan negara dalam mewujudkan cita-citanya untuk menjadi
negara yang melindungi hak-hak warga negara dan menjadikan negara mampu mewujudkan
kedamaian dan ketertiban dunia. Munculnya politik hukum berlatar belakang dari :a.Adanya
tuntutan pembaharuan atau penggantian hukum dari jaman penjajah kolonial Belanda menuju
ke jaman kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Proklamasi kemerdekaan telah
membawa perubahan bangsa Indonesia pada idealitas dan realitas hukum yang diwujudkan
dalam membentukan dan penetapan hukum berdasarkankesepakatan para
pendiribangsa.b.Adanya tuntutan perubahan struktur sosial setelah Indonesia merdeka, akan
membawa politik hukum yang mengarahkan pada struktur sosial baru. Hal ini menjadikan
hukumpun berubah karena fungsinya untuk melayanimasyarakat.c.Adanya tuntutan
perubahan tujuan negara dari tujuan penjajah kolonial yang menjajah negara Indonesia
menjadi tujuan pemerintah Indonesia yang merdeka. Sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan UUD NRI 1945 Alenia IV, yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945,
sehari setelah kemerdekaan diikrarkan.d.Kehendak pendiri bangsa yang menuntut adanya
konsekuensi untuk merubah hukum positif dan segala ketentuan perundang-undangan yang
bertentangan dengan nilai Pancasila.e.Politik hukum memberikan inspirasi pemerintah untuk
membuat dan membentuk hukum sendiri yang sesuai dengan landasan
filosofisPancasila.f.Adanya semangat pemerintah untuk menyeleksi berlakunya hukum, mana
hukum yang masih tetap dipakai karena mengandung nilai universal, dan mana hukum yang
tidak bisa dipakai karena bertentangan dengan nilai kandunganPancasila.g.Adanya tuntutan
reformasi pemerintahan, yang memandang hukum sebagai salah alat untuk menyelesaikan
permasalahan negara, sekaligus meluruskan atau merevisi hukum yang bertentangan dengan
Pancasila (yudicialreview).
Dengan demikian lahirnya politik hukum secara umum sangat dipengaruhi oleh sistem politik
hukum di Indonesia yang bertujuan untuk mewujudkan tujuan ideal hukum. Oleh karena itu
pembahasan politik hukum nasional di Indonesia, selalu diarahkan dalam upaya mencari,
memilih dan menetapkan perundang-undangan yang dijadikan acuan atau alat negara dalam
menyelesaikan problem bangsa. Implementasi politik hukum, yang berupa produk hukum,
dapat ditemukan di PROLEGNAS (Program Legeslasi Nasional) dan PROLEGDA (Program
Legeslasi Daerah), di mana produk hukum tersebut harus berpijak pada kerangka dasar
politik hukum, sebagai berikut25:a.Mengarah pada cita-cita bangsa yakni masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila, karena Pancasila adalah falsafah negara yang mengandung
nilai-nilai luhur bangsa yang wajib diterapkan pada pembangunan hukum termasuk pada
politik hukum.26b.Ditujukan untuk mencapai tujuan negara, yakni;
1)Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darahIndonesia
2)Memajukan kesejahteraan umum
3)Mencerdaskan kehidupan bangsa
4)Ikut melaksanankan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilansosial.c.Dipandu oleh nila-nilai yang berasaskan Pancasila sebagai dasar
negara,yaitu; 1)Berbasis moral agama (asas Ketuhanan Yang Maha Esa), yang terdapat pada
Sila Pertama yakni Ketuhanan Yang MahaEsa
2)Menghargai dan melindungi hak asasi tanpa diskriminasi (asas kemanusiaan), terdapat pada
Sila Kedua yakni Kemanusaan yang adil danberadab.
3)Mempersatukan seluruh unsur bangsa dengan semua katan primordialnya (asas persatuan
dan kesatuan), terdapat pada Sila Ketiga yakni Persatuan Indonesia Meletakkan kekuasaan
negara di bawah kekuasaan rakyat (asas demokrasi), terdapat dalam Sila Keempat yakni
Kerakyatan yang dipimpn oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaranperwakilan.5)Membangun keadilan sosial (asas keadilan), yang terdapat
dalam sila kelima yakni Keadilan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia.Kelima sila di atas
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, dan sila pertama menjadi bintang
penyinar bagi sila kedua, ketiga, keempat dan kelima.d.Dipandu oleh cita hukum negara yang
mengharuskanuntuk;
1)Melindungi semua unsur bangsa demi integrasi atau keutuhan bangsa yang mencakup
ideologi danteritori.
2)Mewujudkan keadilan dalam ekonomi dankemasyarakatan
3)Mewujudkan demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (kedaulatanhukum)
4)Menciptakan toleransi hidup beragama berdasar keadaban dankemanusiaan.
Sistem hukum nasional yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Sistem hukum yang harus dibangun adalah sistem hukum Pancasila,
yakni sistem hukum yang memadukan berbagai nilai kepentingan, nilai sosial dan konsep
keadilan ke dalam satu ikatan hukum prismatik, dengan mengambil unsur-unsur baiknya,
serta meletakkannya ke dalam hubungan keseimbangan,yakni
1)Keseimbangan antara individualsme dankolektifitas
2)Keseimbangan antara rechtstaat dan the rule oflaw
3)Keseimbangan antara hukum sebgai alat untuk memajukan dan hukum sebagai cermin
nilai-nilai yang hidup dimasyarakat.
4)Keseimbangan antara negara agama dan negarasekuler.Hukum prismatik yang merupakan

sistem hukum berbasis Pancasila, mempunyai karakteristik sebagai berikut :


1). Konsep kekeluargaan, maksudnya negara menjamin hak-hak individu dan HAM, namun
tetap mengedepankan kepentingannasional.
2). Konsep keadilan dan kepastian, artinya pemaduan sisi positif dari berbagai sistem hukum,
dengan tujuan memberikan kepastian hukum yang berdasarkan nilai keadilan
berbasisPancasila 3). Konsep religious nation stage, artinya sistem hukum yang berdasarkan
kepercayaan kepada Ketuhanan yang Maha Esa, yang memberikan kebebasan dan
perlindungan bagi pemeluk agama untuk menjalankan ajarannya sesuai dengan
kepercayaannya. Agama yang diakui di Indonesia ada enam, yakni; Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Budha, dan Khong HuChu.

4). Konsep keterpaduan antara hukum sebagai cermin nilai-nilai yang hidup di masyarakat
dan hukum yang mengarahkan masyarakat pada perkembangan hukum yang dicita-citakan.

5). Konsep perekat persatuan, di mana kehadiran Pancasila sebagai perekat untuk
mempersatukan bangsa Indonesia yang beragam budaya, adat, agama, suku dan lainnya. Hal
ini sesuai dengan asas Bhineka Tunggal Ika, yang artinya meskipun berbeda-beda tetapi tetap
satujuga.Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa implementasi politik hukum
berupa ditetapkannya perundang-undangan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan negara. Perundangan-undangan tersebut dapat dilihat di PROLEGNAS DAN
PROLEGDA. PROLEGNAS merupakan rencana daftar hukum nasional yang akan dibuat
setiap 5 tahun, sedangkan PROLEGDA adalah rencana hukum atau aturan yang akan dibuat
oleh pemerintah daerah setiap 5 tahun.32Perwujudan perundang-undangan yang ditetapkan
oleh pemerintah sebagai implementasi dari politik hukum di atas, tentunya harus sesuai
dengan kerangka dasar politik hukum nasional.

Permasalahan dalam penyelenggaraan sistem dan politik hukum pada dasarnya meliputi
substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum.

1. SUBSTANSI HUKUM

Tumpang Tindih dan Inkonsistensi Peraturan Perundang-undangan. Peraturan perundang-


undangan yang ada masih banyak yang tumpang tindih, inkonsisten dan bertentangan
antara peraturan yang sederajat satu dengan lainnya, antara peraturan tingkat pusat dan
daerah, dan antara peraturan yang lebih rendah dengan peraturan di atasnya. Inventarisasi
yang dilakukan oleh Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah menemukan hanya
14,8 persen, dari sebanyak 709 perda yang diteliti, secara umum tidak bermasalah.
Sisanya, sebesar 85,2 persen perda yang dibuat oleh 134 daerah tingkat II merupakan
perda-perda yang bermasalah. Masalah terbesar pada perdaperda bermasalah tersebut
antara lain terkait dengan prosedur, standar waktu, biaya, tarif, dan lainnya dengan
persentase sebesar 22,7 persen, dan permasalahan acuan yuridis yang tidak disesuaikan
dengan peraturan perundang-undangan tingkat pusat dengan persentase sebesar 15,7
persen. Bagian III.9 – 1 Perumusan peraturan perundang-undangan yang kurang jelas
mengakibatkan sulitnya pelaksanaannya di lapangan atau menimbulkan banyak intepretasi
yang mengakibatkan terjadinya inkonsistensi. Seringkali isi peraturan perundang-
undangan tidak mencerminkan keseimbangan antara hak dan kewajiban dari obyek yang
diatur, keseimbangan antara hak individual dan hak sosial, atau tidak mempertimbangkan
pluralisme dalam berbagai hal, serta tidak responsif gender. Implementasi undang-undang
terhambat peraturan pelaksanaannya. Pada asasnya, undang-undang yang baik adalah
undang-undang yang langsung dapat diimplementasikan dan tidak memerlukan peraturan
pelaksanaan lebih lanjut. Akan tetapi kebiasaan untuk menunggu peraturan pelaksanaan
menjadi penghambat operasionalisasi peraturan perundang-undangan. Berbagai
undangundang yang dibentuk dalam rangka reformasi banyak yang tidak dapat
dilaksanakan secara efektif. Penyebab utamanya antara lain tidak dibuatkan dengan segera
berbagai peraturan pelaksanaan yang diperintahkan oleh undang-undang yang
bersangkutan. Menurut data yang dihimpun oleh Bappenas, pada tahun 1998-2004, dari
sejumlah 383 peraturan pemerintah yang diamanatkan oleh 211 undangundang, hanya 60
peraturan pemerintah yang berhasil diselesaikan. Ini berarti hanya mencapai 15 persen dari
keseluruhan peraturan pemerintah yang diamanatkan. Tidak adanya Perjanjian Ekstradisi
dan Mutual Legal Assistance (MLA) atau Bantuan Hukum Timbal Balik antara
Pemerintah dengan negara yang berpotensi sebagai tempat pelarian khususnya pelaku
tindak pidana korupsi dan pelaku tindak pidana lainnya. Masalah ini sangat menghambat
proses penyidikan terutama kasus-kasus korupsi besar, sehingga mengganggu percepatan
proses penyelesaian di peradilan dan pengembalian hasil korupsi kepada negara. Di
samping itu aturan perundang-undangan mengenai ijin pemeriksaan terhadap pejabat yang
diduga terlibat korupsi; surat keterangan sakit; cegah tangkal terhadap tersangka pelaku
korupsi dan lain-lain belum mendukung percepatan proses penyidikan sehingga menjadi
kesempatan bagi tersangka untuk melarikan diri ke luar negeri, menghilangkan bukti-bukti
otentik dan sebagainya

2 STRUKTUR HUKUM

Kurangnya independensi kelembagaan hukum, terutama lembaga-lembaga penegak


hukum juga membawa akibat besar dalam sistem hukum. Intervensi terhadap kekuasaan
yudikatif misalnya, telah mengakibatkan terjadinya partialitas dalam berbagai putusan,
walaupun hal seperti ini menyalahi prinsip-prinsip impartialitas dalam sistem peradilan.
Akumulasi terjadinya putusanputusan yang meninggalkan prinsip impartialitas dalam
jangka panjang telah berperan terhadap terjadinya degradasi kepercayaan masyarakat
kepada sistem hukum maupun hilangnya kepastian hukum. Akuntabilitas kelembagaan
hukum. Independensi dan akuntabilitas merupakan dua sisi uang logam. Oleh karena itu
independensi lembaga hukum harus disertai dengan akuntabilitas. Namun demikian dalam
praktek, pengaturan tentang akuntabilitas lembaga hukum tidak dilakukan dengan jelas,
baik kepada siapa atau lembaga mana ia harus bertanggung jawab maupun tata cara
bagaimana yang harus dilakukan untuk memberikan pertanggungjawabannya. Hal yang
demikian telah memberikan kesan tiadanya transparansi di dalam semua proses hukum.
Sumber daya manusia di bidang hukum. Secara umum, kualitas sumber daya manusia di
bidang hukum, dari mulai para peneliti hukum, perancang peraturan perundang-undangan
sampai tingkat pelaksana dan penegak hukum masih perlu peningkatan, termasuk dalam
hal memahami dan berperilaku responsif gender. Rendahnya kualitas sumber daya
manusia di bidang hukum juga tidak terlepas dari belum mantapnya sistem pendidikan
hukum yang ada. Apalagi sistem, proses seleksi Bagian III.9 – 2 serta kebijakan
pengembangan SDM di bidang hukum yang diterapkan ternyata tidak menghasilkan SDM
yang berkualitas. Disamping itu, sinyalemen tentang kurangnya integritas dari para pelaku
hukum juga sangat memprihatinkan. Bahkan ada sementara pihak yang justru mengambil
keuntungan dari situasi yang ada. Ini semua berpengaruh besar terhadap memudarnya
supremasi hukum serta semakin menambah derajat ketidakpercayaan masyarakat terhadap
sistem hukum yang ada. Sistem peradilan yang tidak transparan dan terbuka. Masalah ini
mengakibatkan hukum belum sepenuhnya memihak pada kebenaran dan keadilan karena
tiadanya akses masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
peradilan. Kondisi tersebut juga diperlemah dengan profesionalisme dan kualitas sistem
peradilan yang masih belum memadai sehingga membuka kesempatan terjadinya
penyimpangan kolektif di dalam proses peradilan sebagaimana dikenal dengan istilah
mafia peradilan. Pembinaan Satu Atap oleh Mahkamah Agung merupakan upaya untuk
mewujudkan kemandirian kekuasaan kehakiman dan menciptakan putusan pengadilan
yang tidak memihak (impartial). Cetak biru (blueprint) yang dibuat dalam rangka
mendukung Mahkamah Agung untuk melaksanakan pembinaan satu atap lembaga
peradilan telah dibuat secara komprehensif. Ini dimaksudkan untuk menetapkan langkah-
langkah prioritas dalam pembenahan lembaga peradilan.

3. BUDAYA HUKUM

Timbulnya degradasi budaya hukum di lingkungan masyarakat. Gejala ini ditandai


dengan meningkatnya apatisme seiring dengan menurunnya tingkat appresiasi masyarakat
baik kepada substansi hukum maupun kepada struktur hukum yang ada. Hal ini telah
tercermin dari peristiwa-peristiwa nyata yang terjadi di masyarakat. Pada tataran akar
rumput, maraknya kasus main hakim sendiri, pembakaran para pelaku kriminal,
pelaksanaan sweeping oleh sebagian anggota masyarakat yang terjadi secara terus menerus
tidak seharusnya dilihat sebagai sekedar eforia yang terjadi pasca reformasi. Dibalik itu
tercermin rendahnya budaya hukum masyarakat karena kebebasan telah diartikan sebagai
‘serba boleh’. Padahal hukum adalah instrumen untuk melindungi kepentingan individu
dan sosial. Sebagai akibatnya timbul timbul ketidakpastian hukum yang tercipta melalui
proses pembenaran perilaku salah dan menyimpang atau dengan kata lain hukum hanya
merupakan instrumen pembenar bagi perilaku salah. Menurunnya kesadaran akan hak dan
kewajiban hukum masyarakat. Kesadaran masyarakat terhadap hak dan kewajiban hukum
tetap mensyaratkan antara lain tingkat pendidikan yang memungkinkan untuk dapat
memahami dan mengerti berbagai permasalahan yang terjadi. Dua pihak berperan penting
yaitu masyarakat dan kualitas aparat yang bertugas melakukan penyebarluasan hukum dan
berbagai peraturan perundang-undangan. Walaupun tingkat pendidikan sebagian
masyarakat masih kurang memadai, namun dengan kemampuan dan profesionalisme
dalam melakukan pendekatan penyuluhan hukum ke dalam masyarakat, pesan yang
disampaikan kepada masyarakat dapat diterima secara baik dan dapat diterapkan apabila
masyarakat menghadapi berbagai persoalan yang terkait dengan hak dan kewajiban
mereka. Masalah lainnya adalah ketidaksetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam
memperoleh akses dan manfaat dari kegiatan penyuluhan, penyadaran dan pelayanan
hukum.
BAB 5

PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut;


1.Politik hukum adalah arah pembangunan hukum atau pembuatan dan pemilihan hukum
yang berpijak pada kebijakan negara untuk membuat dan menetapkan peraturan perundang-
undangan guna mencapai cita-cita dan tujuan negara seperti yang terdapat pada pembukaan
UUD NRI 194 Alenia IV.
2.Implementasi politik hukum berupa ditetapkannya perundang-undangan yang digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan negara, yang sesuai dengan kerangka dasar politik hukum
nasional, yang dapat dilihat di PROLEGNAS DAN PROLEGDA. Perwujudan perundang-
undangan harus sesuai dengan kerangka dasar politik hukum nasional.

Saran yang layak disampaikan adalah adanya upaya mengimplementasikan politik hukum
yang sesuai dengan kerangka dasar politik hukum nasonal, supaya produk hukum yang
dihasilkan tidak bertentangan dengan tujuan negara dan cita dasar pembentukanhukum
nasonal guna mencapai kebijakan politik hukum dalam pembentukan, pembinaan, penegakan
dan pembangunan hukum di indonesia yang efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam, 2009, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Darmodiharjo, Darji, dan Sidharta, 1999, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa danBagaimana
Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.Hartono, Sunaryati, 1991, Politik Hukum Menuju Satu System
Hukum Nasional, Bandung: Alumni.
Hidayat, Arief, 2014, Negara Hukum Pancasila (Suatu Model Ideal Penyelenggaraan Negara
Hukum), Prosiding dalam Konggres Pancasila IV, Strategi Pelembagaan Nilai-Nilai
Pancasila dalam Menegakkan Konstutusionalitas Indonesia, PSP UGM:Yogyakarta.Huijbers,
Theo, 2009, Filsafat Hukum, Yogyakarta:
PT. Kanisius.Kumolo, Tjahyo, 2017, Konsep dan Implementasi Hukum Negara Pancasila
dalam Mengatasi Permasalahan Hukum Nasional, Seminar Nasional, 30 September 2017,
Gedung Pascasarjana Lantai 6, Semarang.L.
Tanya, Bernard, 2011, Politik Hukum, Agenda Kepentingan Bersama, Genta, Yogyakarta:
Publishing.L. Tanya, Bernard, Ed. All, 2010, Teori Hukum (Strategi tertib Manusia Lintas
Ruang dan Generasi), Yogyakarta:
Genta Publishing.Mahfud, MD, Moh, 2010, Membangun Politik Menegakkan Konstitusi,
Jakarta: Rajawali Pers.
http://www.tandfonline.com/loi/rcre20,hal. 68, upload at 29 June 2016,At:12:35
WIB.Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun

Anda mungkin juga menyukai