Anda di halaman 1dari 15

Urgensi Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Yang Berkeadilan

Yogi Prasetyo
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Ponorogo
yogiprasetyomadiun@gmail.com

Abstract

This research article aims to explain the importance of legislation making that are jus. This is important because
statutory regulations as laws that apply to society must be in accordance with the aspirations of the common
interest. The beginning of legal justice based on the legal system can be done from the formation of just laws. In
this study using the literature study research method with a realistic legal philosophy approach. The research
data was obtained from literature related to the research theme. The results of the research show that there
are problems in laws and regulations and therefore in their formation they do not only pay attention to formal
procedural mechanisms, but also need to pay attention to the values of community life. Legislation is a concrete
form of law, so it must reflect justice for all Indonesian people.

Keywords: making, legislation, justice

Abstrak

Artikel penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pentingnya membuat peraturan perundang-undangan
yang berkeadilan. Hal ini menjadi penting karena peraturan perundang-undangan sebagai hukum
yang diterapkan ke masyarakat harus sesuai dengan aspirasi kepentingan bersama. Awal dari keadilan
hukum berdasar sistem hukum dapat dilakukan dari pembentukan undang-undang yang berkeadilan.
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian studi pustaka dengan pendekatan filsafat hukum
realitis. Data penelitian diperoleh dari kepustakaan yang terkait dengan tema penelitian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat permasalahan dalam peraturan perundang-undangan dan oleh karena
itu dalam pembentukannya tidak hanya memperhatikan mekanisme prosedur formal, tetapi perlu juga
memperhatikan nilai-nilai kebidupan masyarakat. Peraturan perundang-undangan merupakan wujud nyata
dari hukum, sehingga harus mencerminkan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Kata kunci: pembentukan, peraturan perundang-undangan, keadilan


Jurnal LEGISLASI INDONESIA Vol 20 No. 2 - Juni 2023: 29-43

A. Pendahuluan

Indonesia telah menyatakan diri sebagai negara hukum yang berdasar pada ideologi Pancasila dan
konstitusi UUD 1945. Dalam segala kebijakan mengedepankan nilai-nilai akhlak, kepribadian, dan moral
etika bangsa yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berprinsip Bhinneka Tunggal Eka dalam
bermasyarakat, berbagsa dan bernegara.1 Sebagai negara hukum, tentunya dalam seluruh dimensi
kehidupan kenegaraan harus didasarkan pada hukum positif yang berlaku. Negara Indonesia dalam
melaksanakan kehidupan tentunya memuat segala aspek regulasi yang merupakan komponen utama dan
penting sebagaimana yang tertuang dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan menjadi instrumen yang melekat dalam sistem hukum di negara
ini. Sejarah bangsa dan perkembangan zaman yang turut mendukung pentingnya penggunaan peraturan
perundang-undangan sebagai asas legal negara hukum. Selain itu, juga telah mendudukkan peraturan
perundang-undangan menjadi instrumen yang strategis dalam setiap program kebijakan negara yang
akan dilaksanakan. Dalam melaksanakan program kebijakan pemerintah tentu memerlukan dasar alasan
hukum untuk dapat melindunginya dari permasalahan hukum yang mungkin terjadi. Hal ini menjadi suatu
konsekuensi yang harus dilakukan dalam rangka melakukan proses pertanggungjawaban hukum.
Perkembangan zaman yang lebih modern telah mempengaruhi hukum, khususnya terkait dengan adanya
jaminan kepastian hukum. Hal itu semua sebenarnya mengarah kepada prinsip legalitas hukum, yang
mana bahwa hukum yang dikehendaki adalah hukum yang secara jelas dan tegas ditulis dalam peraturan
perundang-undangan. Dengan begitu dapat meminilimalisir adanya kesalahan atau pelanggaran karena
alasan tidak adnaya aturan hukumnya. Namun disisi lain, sistem hukum modern yang lebih mengedepankan
pada prosedur formal cenderung kurang baik dibagian subtansi dan rawan terjadi penyusupan kepentingan
tertentu yang pada akhirnya menimbulkan ketidak adilan.
Permasalahan akan timbul dalam kehidupan bernegara jika terjadi suatu hukum yang dibuat hanya
untuk kepentingan dari kelompok kepentingannya sendiri secara tertentu. Sehingga aspek keadilan rakyat
yang seharusnya menjadi tujuan utama pembentukan hukum menjadi terabaikan. Hukum tersebut justru
menjadi alat untuk menindas dan mempersulit hidup masyarakat. Jika telah seperti ini jati diri hukum
tentunya menjadi berubah. Akibatnya hukum menjadi alat mencapai kepentingan belaka, sehingga tidak
mampu lagi menegakkan keadian.
Hukum yang berwujud peraturan perundang-undangan tersebut juga sudah tidak dapat lagi dijadikan
pedoman dalam penyelesaian berbagai permasalahan hukum yang harusnya menjadi tanggung jawabnya.
Dominasi kepentingan dalam kehidupan yang semakin maju ini terasa sangat kuat mengendalikan hukum.
Bahkan pembentukan peraturan perundang-undangan dinilai syarat dengan kepentingan tertentu yang
identik dengan urusan politik kekuasaan. Ketika peraturan perundang-undangan dibentuk hanya untuk
tujuan tertentu, maka dapat dipastikan hasilnya tidak mampu memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.
Peraturan perundang-undangan sebagai produk politik memang tidak dapat steril dari adanya kepentingan
para elit politik yang ada di dalamnya. Sehingga hal inilah yang menjadi kebiasaan buruk dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam hal ini, apakah hukum untuk mengatur politik atau
politik yang mengatur hukum. Jika demikian jargon negara hukum hanya sebagai cita-cita hukum yang
selamanya akan ada di atas kertas tanpa hasil nyata di lapangan. Padahal secara universal telah dipahami
bersama bahwa hukum yang baik adalah hukum yang di dalamnya mengandung prinsip-prinsip keadilan.
Permasalahan hukum yang berwujud peraturan perundang-undangan sangat terlihat jelas ketika
banyak sekali demo yang menentang atau menolak disahkannya Undang-Undang. Seperti pada saat demo
menolak Undang-Undang KPK, Undang-Undang Cipta Kerja, KUHP, dan berbagai peraturan perundangan

1
Widayati. 2020. “Implementasi Asas Hukum Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Partisipatif
Dan Berkeadilan”. Jurnal Hukum, Vol. 36, No. 2, hlm. 59–72.

30
Urgensi Pembentukan Peraturan Perundang... (Yogi Prasetyo)

yang mendapat penolakan keras dari elemen masyarakat. Peraturan perundang-undangan tersebut dinilai
tidak memberikan keadilan bagi seluruh rakyat, karena di dalamnya terdapat pasal-pasal yang tidak
berpihak atau merugikan masyarakat. Seperti Undang-Undang Cipta kerja yang dinilai telah merugikan
kaum buruh. Meskipun secara formil telah sesuai dengan mekanisme pembentukannya, namun secara
subtansi materiil dirasa masih jauh dari rasa keadilan masyarakat.
Permasalahan hukum di Indonesia, seperti sulitnya bagi hukum positif dalam menterjemahkan rasa
keadilan yang tertulis dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Idealitas yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan tidak dapat di realisasikan sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Padahal masyarakat
merupakan subjek hukum, bukan objek hukum. Telah menjadi permasalahan klasik, bahwa peraturan
perundang-undangan hanya terlihat baik dalam pasal-pasalnya, tetapi buruk dalam realitasnya.
Masyarakat sebagai unsur penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sebenarnya
memiliki peran yang sangat strategis. Apalagi jika merujuk pada konstitusi yang menyatakan bahwa
kedaulatan ditangan rakyat yang dilaksanakan berdasarkan hukum. Artinya kepentingan rakyat seharusnya
menjadi dasar utama dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, bukan hanya mengutamakan
kepentingan elit politik saja. Terjadi kesahan dalam memahami rasa keadilan dalam hukum, seperti keadilan
yang seharusnya berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia, hanya berlaku bagi para elit politik.
Kesulitan dari peraturan perundang-undangan untuk menterjemahkan hukum yang sesuai dengan
kepentingan masyarakat menambah permasalahan hukum positif di Indonesia semakin terasa tidak
memberikan keadilan kepada masyarakat. Peraturan perundang-undangan dengan sistem logika tertutup
memiliki metode sendiri dalam memahami hukum. Hal inilah yang mungkin menimbulkan kesan hukum
yang kaku dan tidak mau berinteraksi dengan realitas empiris di lapangan. Alam pikiran elit politik pembuat
aturan perundang-undangan tentu tidak sama dengan pemikiran masyarakat kecil di lapangan. Perbedaan
cara pandang seperti inilah yang menimbulkan permasalahan hukum.
Menurut pemahaman Brian Tanamaha dalam konsep teori realisme hukum, maka hukum yang baik
harus mampu menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Hukum dalam bentuk peraturan perundang-
undangan harus mampu memenuhi aspirasi dari masyarakat menjadi suatu program nyata yang memberi
dampak baik terhadap masyarakat. Tanamaha juga tidak memungkiri adanya keanekaragaman pengaruh
kepentingan dalam menegakkan hukum, seperti; sosial, politik dan ekonomi. Namun semuanya masih dapat
diatur kedalam hukum yang mampu menampung segala perbedaan menjadi suatu keadilan bagi hukum.2
Merujuk dari pendapat Oliver Welden Holmes yang dikutib oleh Tamanaha, juga telah mengkritik
dengan tajam formalisme hukum dalam peraturan perundang-undangan yang dinilai kurang mampu
membaca konteks realitas hukum di masyarakat. Hukum yang baik menurutnya adalah hukum yang mampu
memberikan malayani kepentingan masyarakat dalam hukum. Peraturan perundang-undangan sebaiknya
dibentuk untuk memberikan dampak positif kepada masyarakat dalam hal pemenuhan kebutuhan, bukan
berdiri di atas menara gading yang sulit menjangkau fakta hukum di masyarakat.3
Keadilan identik dengan hukum karena hal itu menggambarkan bentuk hukum yang ideal. Hukum
melalui peraturan perundang-undangan dapat mengatur dan membuat pemerataan keadilan bagi masyarakat.
Oleh karena itu sebenarnya peran hukum melalui peraturan perundang-undangan sangat penting dalam
menciptakan keadilan. Dalam upaya untuk mencapai keadilan, maka diperlukan kesungguhan niat dari
seluruh elemen pembentuk peraturan perundang-undangan untuk mempertimbangkan berbagai macam
kepentingan yang masuk ke dalam bingkai sistem terintegrasi hukum dan menentukan keputusan yang
diambil secara bijaksana.4 Sulit memang mencapai suatu keadilan hukum ditengah banyaknya kepentingan,

2
Brian Z. Tamanaha. 2009. Beyond Formalist-Realist Divide. Princeton: University Press, p. 11.
3
Brian Z. Tamanaha. 2008. “Understanding legal pluralism: past to present, local to global”. Sydney law review 30 (3),
375-411.
4
Bernard L. Tanya. 2010. Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Yogyakarta: Genta
Publishing, hlm. 20

31
Jurnal LEGISLASI INDONESIA Vol 20 No. 2 - Juni 2023: 29-43

namun hukum ditangan kendali manusia yang beradab akan mampu mencapai keadilan tersebut.
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah studi pustaka. Sedangkan pendekatan
dilakukan dengan filsafat hukum dari aliran teori sosciological Jurisprudence untuk mengkaji hukum
secara mendalam.5 Melalui kajian literasi dan pendekatan filsafat akan diperoleh suatu pemahaman
hukum yang mampu untuk menjelaskan konsep pemikiran hukum yang dimaksud. Bahan utama dalam
penelitian ini adalah bahan pustaka, yaitu bahan hukum yang terkait dengan tema penelitian yang terdapat
dalam peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lain yang relevan. Terdapat pula bahan dari hasil
kajian literatur yang berisi tentang pokok permasalahan dalam kehidupan sosial masyarakat yang dinilai
penting untuk mendukung penelitian lebih komprehensif. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan
pemikiran sesuai dengan arah maksud dari penelitian.

B. Pembahasan

B1. Analisis Kritis Terhadap Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, bahwa kedaulatan ditangan rakyat yang dilaksanakan berdasar UUD 1945.
Dalam pasal ini pelaksana kedaulatan rakyat adalah rakyat itu sendiri sehingga dapat dikatakan hukum
dibentuk oleh rakyat dan untuk rakyat, maka dari itu hukum harus memberi manfaat keadilan bagi rakyat
itu sendiri.6 Hukum yang dimaksudkan adalah hukum positif dalam peraturan perundang-undangan yang
merupakan bagian dari prinsip-prinsip keadilan.7 Prinsip ini melingkupi keleluasaan (previlesei) atau peran
serta pada kehidupan berpolitik.
Indonesia sebagai negara hukum telah berprinsip bahwa secara formal tindakan semua organ negara
dan masyarakat harus berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian hukum memiliki
tingkat kepastian yang lebih tinggi. Bahkan hukum jika dipahami dari aliran teori positivisme hukum, maka
jauh dan bebas dari unsur-unsur sosial, karena itu tidak ada hubungannya dengan peraturan perundang-
undangan. Seluruh penyelenggaraan sistem negara telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Aparatur negara adalah figur hidup yang mewakili hukum.
Segala sesuatu yang dianggap penting oleh negara telah diatur dalam peraturan perundang-undangan,
sehingga dapat diukur kejelasan dan kepastiannya. Yang terpenting adalah tercapainya kepastian hukum,
bukan rasa keadilan masyarakat. Pengertian tersebut lahir dari penyempitan makna hukum oleh penganut
aliran positivisme hukum yang didukung oleh sistem hukum civil law, yang mengartikan hukum sebagai
apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan, selain itu ia bukan hukum.8 Perspektif ini sering
meniadakan berbagai fakta hukum dilapangan dalam bentuk realitas sosial di masyarakat.
Pengaruh kuat pemahaman yang mengatakan hukum adalah peraturan perundang-undangan di
Indonesia adalah akibat pengaruh hukum warisan kolonial Belanda yang terlalu lama menguasai negeri
ini. Sistem hukum Indonesia lebih mengacu pada sistem hukum perdata yang diterapkan oleh penjajah
Belanda. Sampai saat ini Indonesia belum bisa lepas dari pengaruh sistem hukum warisan penjajah, padahal
negara Indonesia sudah merdeka. Dibutuhkan keberanian dan kemauan yang kuat untuk melepaskan
diri dari hukum kolonial Belanda, dan mengembalikan hukum Indonesia sesuai dengan hukum asal yang
bersumber dari realitas sosial masyarakat.
Cara pandang hukum yang kaku dan formalis bukanlah hukum yang diinginkan oleh masyarakat,
karena tidak bersumber dari keadaan nyata di sosial masyarakat Indonesia itu sendiri. Masyarakat seperti
menggunakan hukum asing yang tidak mengerti apa yang dilakukan. Akibatnya, hukum terasa jauh dari

5
Yogi Prasetyo. 2017. “Legal Truth (Menakar Kebenaran Hukum)”. Legal Standing, Vol. 1, No. 1, hlm. 47.
6
Risdiana Izzaty. 2020. Urgensi Ketentuan Carry Over Dalam Pembentukan Undang-Undang Di Indonesia (The Urgency
of Carry-Over Provision in Law-Making in Indonesia). Jurnal HAM, Vol. 11, No. 1, hlm. 85–98.
7
Mukhlisin. 2020. “Keadilan dan Kepastian Hukum: Menyoal Konsep Keadilan Hukum Hans Kelsen Perspektif Al-Adl
Dalam Al-Quran”. Media Keadilan Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 11, No. 2, hlm. 55.
8
FX. Adji Samekto. 2012. “Menggugat Relasi Filsafat Positivisme Dengan Ajaran Hukum Doktrinal”, Jurnal Dinamika
Hukum, Vol. 12, No. 1, hlm. 83.

32
Urgensi Pembentukan Peraturan Perundang... (Yogi Prasetyo)

apa yang diinginkan masyarakat, karena hukum yang berlaku berbeda dengan apa yang dipraktekkan
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Situasi ini seperti fenomena penerapan hukum yang dikemukakan
oleh Brian Z. Tamanaha, bahwa hukum seharusnya disesuaikan dengan kepentingan masyarakat sebagai
pelaku hukum.9
Peraturan perundang-undangan yang yang secara prosedur formal didukung oleh sistem hukum warisan
Belanda telah melekat kuat pada dominasi penalaran logis dan rasional. Hal ini sangat penting bagi para
profesional seperti: polisi, kejaksaan, hakim dan birokrat negara dalam mendukung tercapainya pekerjaan
yang terukur dengan standar yang pasti. Bahkan, mereka dalam profesional kerja enggan dan tidak mau
keluar dari kungkungan hukum berupa peraturan perundang-undangan.10
Cara berpikir para profesional hukum yang tertutup logika dalam konflik hukum tidak mampu melihat
realitas hukum yang sebenarnya di masyarakat. Hukum dipahami sebagai aturan dan logika, seperti kaca
kuda satu arah. Dimensi social budaya yang merupakan cerminan kehidupan masyarakat tidak digunakan
dalam pembentukan hukum. Akibatnya, hukum yang berwujud peraturan perundang-undnagan di Indonesia
dianggap kaku dan tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat.11
Peraturan perundang-undangan ini nampaknya lebih mengutamakan penafsiran leksikal dan gramatikal
hukum sebagaimana terkandung dalam nalar logika peraturan perundang-undangan. Dalam memahami
peraturan perundang-undangan dilarang menggunakan persamaan analogi hukum, karena dianggap
bertentangan dengan asas legalitas hukum (Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali). Larangan
analogi hukum ini seperti tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.
Kuatnya pengaruh positivisme hukum dalam sistem hukum Indonesia terlihat dalam setiap kasus yang
ditangani oleh aparat penegak hukum. Mereka harus menggunakan referensi utama peraturan perundang-
undangan dalam melakukan proses hukum. Jadi poin utama dalam penyelesaian perkara hukum adalah
melihat bagaimana hukum tertulis dalam undang-undang mengaturnya. Jika tidak, maka dianggap di luar
kewenangannya. Sekalipun ada peraturan, tetapi tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, maka
tetap dilakukan proses hukum. Misalnya kasus Nenek Asyani yang divonis satu tahun penjara oleh majelis
hakim karena mencuri ranting jati dari dinas kehutanan RI. Berapa nilai sebatang ranting kayu hingga
membuat seorang nenek tua menanggung beban hukuman. Namun, hukum tidak melihatnya sebagai
rasa keadilan masyarakat, tetapi yang penting peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Keanekaragaman masyarakat Indonesia dan kebhinekaannya seharusnya menjadikan hukum mampu
mereduksi dominasi positivisme hukum, khususnya hukum yang berkaitan dengan kemasyarakatan. Nilai-
nilai kehidupan sosial dalam kehidupan masyarakat dapat dijadikan sebagai bahan untuk memberikan
pelayanan keadilan kepada masyarakat sesuai dengan kondisi di lingkungannya.12 Seperti seorang hakim
tidak cukup hanya menjadi corong hukum, tetapi harus membuka mata, telinga, akal budi dan hati nuraninya
selebar-lebarnya untuk membentuk hukum yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.
Hukum positif tidak cukup dengan perspektif tekstual seperti yang tertulis dalam peraturan perundang-
undangan, karena permasalahan dalam masyarakat semakin kompleks. Seperti dikatakan Brian Z Tamanaha
terkait pluralisme hukum yang mulai di pakai di beberapa negara dalam upaya mengatasi permasalahan
kompleksitas hukum. Pengaruh globalisasi telah membuat pembentuk hukum melakukan inovasi hukum
yang lebih holistik.13 Cara pandang positivisme hukum yang secara logis tertutup dan dikaitkan dengan
sistem hukum negara telah membuat masyarakat Indonesia terbiasa dengannya dan menganggapnya
9
Brian Z. Tamanaha. 2010. Beyond Formalist-Realist Divide, Op. Cit. p. 1.
10
Khudzaifah Dimyati. 2008. Dialektik Hukum: Karakteristik dan Orientasi Pemikiran hukum Berbasis Nilai Budaya
hukum Indonesia, Surakarta: Universitas Muhammadiay Press, hlm. 97.
11
Satjipto Rahardjo. 2002. Sosiologi Hukum: Perkembangan Metode dan Pemilihan Masalah, Surakarta: Muhammadiyah
University Press, hlm. 10.
12
Shidarta. 2006. Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks KeIndonesiaan. Bandung: CV Utomo, hlm. 256.
13
Brian Z. Tamanaha. 2017. A realistic theory of law. Cambridge: Cambridge University Press. p. 75-77

33
Jurnal LEGISLASI INDONESIA Vol 20 No. 2 - Juni 2023: 29-43

sebagai bagian dari budaya hukum yang dapat diterima penerapannya menjadi aturan umum, meskipun
pada kenyataannya telah menunjukkan bahwa itu adalah hukum yang belum tentu sesuai.
Peraturan perundang-undangan cenderung tidak mempersoalkan apakah substansi hukum itu adil
atau tidak, baik atau buruk, bertentangan dengan moral, etika dan agama atau tidak. Cara pandang seperti
ini membuat hukum hanya memandang hitam putih terhadap suatu masalah, padahal banyak masalah
hukum yang tidak cukup untuk ditangani secara tekstual, sehingga membutuhkan penafsiran kontekstual.
Seperti kasus Tukirin, petani asal Kota Nganjuk yang dituding jaksa mencuri hak paten benih jagung.
Tukirin dituduh mencuri benih induk, namun karena telah dijelaskan secara meyakinkan bahwa benih
tersebut dibeli dari toko, maka timbul pertanyaan bagaimana cara menanam jagung dan Tukirin dianggap
meniru cara menanam jagung, maka ditemukanlah Tukirin. bersalah oleh majelis hakim dan dijatuhi
hukuman. Banyak kasus seperti di atas yang sering terjadi di masyarakat, dimana hukum positif tampak
meningkatkan ketidakadilan hukum bagi masyarakat.
Penegakan hukum secara tekstual dapat dianggap terlalu kaku dan formalistik sehingga mengabaikan
aspek-aspek substansial yang justru merupakan hal terpenting dalam hukum. Dalam keadaan yang demikian
peraturan perundang-undangan telah menempatkan dirinya pada posisi yang sulit untuk dibela, karena
pandangannya terhadap hukum sangat simplistis ketika berhadapan dengan persoalan-persoalan yang
ada di tengah masyarakat.
Pemahaman hukum seperti ini dapat berdampak buruk terhadap perkembangan hukum nasional di
Indonesia. Oleh karena itu, jika hukum hanya dilihat sebagai sistem norma positif belaka, maka pembangunan
hukum juga hanya berorientasi pada pengembangan komponen hukum yang terkait dengan sistem
pembentukan norma tersebut, padahal dalam kenyataannya tidak cukup hanya melibatkan komponen
yang terkait dengan norma. Gagasan negara hukum yang berkeadilan secara sederhana dapat tercermin
dari bagaimana penegakkan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sebagai organ lembaga
negara. Menurut Brian Z Tamanaha, negera hukum yang baik adalah negara yang menghormati supremasi
hukum yang dilaksanakan sesuai cita hukum negaranya dibentuk.14
Masalah ini membuat hukum menjadi kering, kaku, sempit dan picik. Dampaknya dapat berupa sulitnya
melakukan terobosan hukum dalam penyelesaian masalah, karena terpaku pada bunyi teks yang ada dalam
peraturan perundang-undangan. Hukum dalam hal ini terasa sangat terbatas pada apa yang tertulis di
atas kertas. Jangan mencari arti lain di luar apa yang telah tertulis dalam peraturan perundang-undangan
Meskipunpun hukum mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan, namun juga dapat menimbulkan
apa yang disebut dengan kekacauan hukum.15 Hal ini terjadi karena hukum dipahami secara sempit, informal,
involutif, lamban dan kurang memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan mengantisipasi perkembangan
di masa depan. Bukti kegagalan hukum dalam bentuk perundang-undangan yang tidak mampu memahami
hukum yang sebenarnya di masyarakat adalah sulitnya memberikan keadilan yang berpihak pada masyarakat.
Logika hukum yang tertutup dalam nalar positivisme hukum cenderung mengabaikan rasa keadilan
dalam masyarakat. Selain itu, hukum juga terlepas dari nilai-nilai kehidupan yang tumbuh dan berkembang
di masyarakat, seperti nilai moral, etika, adat istiadat, dan agama. Semua kesalahan hanya dinilai dengan
pemenjaraan, bukan perasaan menyesal, bersalah atau malu yang sebenarnya adalah sanksi yang sudah
dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dimensi sosial hukum hilang dari tugasnya sebagai lembaga
yang bertugas mengembalikan seseorang ke dalam masyarakat. Padahal hukum diciptakan untuk masyarakat,
bukan masyarakat untuk memenuhi kepentingan hokum.
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hukum saat ini mulai hilang akibat praktik hukum yang
jauh dari rasa keadilan masyarakat. Kewibawaan aparat penegak hukum semakin merosot, sehingga hukum
dalam bentuk peraturan perundang-undangan dianggap tidak lagi mampu memberikan manfaat nyata

14
Brian Z. Tamanaha. 2012. The history and elements of the rule of law, Singapore: Legal Studies, p. 232-247.
15
Ahmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan. Jakarta: Kencana, hlm. 45.

34
Urgensi Pembentukan Peraturan Perundang... (Yogi Prasetyo)

bagi masyarakat. Hukum dianggap tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat
secara adil. Hukum malah tidak berdaya menghadapi pelanggaran dan kejahatan yang terjadi, sehingga
keadilan semakin sulit dicapai bagi masyarakat.16 Aparat penegak hukum dengan sistem hukumnya
belum mampu melepaskan diri dari pengaruh buruk positivisme hukum yang menempatkan peraturan
perundang-undangan sebagai sumber utama hukum yang tidak dapat digantikan, padahal undang-undang
di dalamnya jauh dari layak.
Mungkin hukum di Indonesia mengalami apa yang disebut dengan kemiskinan ideologis Indonesia yang
secara substansial telah kehilangan jiwa yang seharusnya dilestarikan. Hal ini karena lembaga-lembaga
yang berwenang membentuk undang-undang tidak mampu melihat realitas hukum yang ada di masyarakat
sebagai hukum yang nyata dan asli di Indonesia guna membentuk peraturan perundang-undangan yang adil.
Dampak implikasi dari keadaan tersebut adalah meningkatnya resistensi produk hukum yang terjadi di
masyarakat. Banyak protes dari elemen masyarakat atas peraturan perundang-undangan baru yang disahkan
pemerintah. Adanya penolakan terhadap peraturan perundang-undangan yang dianggap bertentangan
dengan rasa keadilan. Seperti undang-undang tentang pertanahan, ketenagakerjaan, pertambangan dan
undang-undang lainnya yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Tidak ada tempat untuk hukum
berpihak pada masyarakat, sehingga ada kecenderungan bahwa hukum dirasa tidak adil bagi masyarakat.
Keadaan seperti ini seperti dikatakan Brian Z Tamanaha terkait dengan ketidakmampuan hukum akibat
penggerogotan dari instrumennya sendiri, termasuk oleh lembaga dan aparat penegak hukum.17
Permasalahan yang urgen saat ini adalah bagaimana membongkar sistem hukum yang hanya berorientasi
pada bentuk hukum saja tanpa memperhatikan hal yang paling hakiki dalam hukum. Hukum pada tahap
akhir merepresentasikan keadilan, namun hukum tidak akan adil jika tidak memiliki kerangka pemikiran
ideologis dari nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang merupakan warisan asli dari leluhur
bangsa yang luar biasa berharganya. Dalam konteks yang demikian, pemikiran ideologis dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan Indonesia yang berkeadilan perlu diperkuat karena tanpa itu hukum tidak
memiliki landasan yang jelas dan bijaksana sebagai tempat hukum menjalankan fungsi dan peranannya
dalam kehidupan.
Dalam upaya untuk memahami keadilan hukum Indonesia sebenarnya dapat dilihat dari cermin
kehidupan realitas sosial yang berkembang di masyarakat. Berbagai akulturasi nilai-nilai kehidupan nampak
dalam muatan pranata-pranata sosial yang ada untuk mengatur kehidupan masyarakat. Sejak dahulu
kala, masyarakat Indonesia telah memiliki sistem kehidupannya sendiri yang digunakan untuk mengatur
kehidupan sehari-hari. Cara pandang hukum dengan melihat hukum sebagai fakta sosial yang nyata di
masyarakat sejalan dengan pendapat Gary Lawson dalam menjelaskan perkembangan teori orisinalitas
hukum di masyarakat.18

B2. Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Berkeadilan.

Suatu hal yang urgen bahwa untuk membentuk produk hukum yang baik dan aspiratif yang sangat
diperlukan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Dalam proses perumusan undang-undang, diperlukan
pedoman pedoman agar produk hukum yang dikeluarkan nantinya menjadi sah dan berwibawa, serta
dapat dilaksanakan di masa yang akan datang. Berdasar Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pemerintah telah memiliki prosedur formal yang harus
dilakukan dalam pembentukan hukum. Hal ini juga sesuai dengan sebagaimana yang disebutkan dalam

16
Rabiatul Syariah. 2008. “Keterkaitan Budaya Hukum Dengan Pembangunan Hukum Nasional”. Jurnal Equality,
Vol.13, No.1, hlm.2.
17
Brian Z. Tamahana. 2006. “How an instrumental view of law corrodes the rule of law”, Jurnal De Paul L. Rev. Jilid
56, p. 469.
18
Gary Lawson. 2016. “Reflections Of An Empirical Reader (Or: Could Fleming Be Right This Time)”. Boston University
Law Review, Vol. 96. P. 1458-1459.

35
Jurnal LEGISLASI INDONESIA Vol 20 No. 2 - Juni 2023: 29-43

Pasal 22A UUD 1945 yang menjelaskan bahwa terkait dengan pembentukan peraturan perundang-undangan
telah ada aturan yang secara khusus mengaturnya untuk itu, sehingga tujuan untuk membetuk peraturan
perundang-undangan yang berkeadilan dapat tercapai.
Kerangka yang menjadi konsep dalam pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan suatu
proses penting dalam menentukan keadilan hukum untuk masyarakat. Hukum pada dasarnya merupakan
hasil dari penilaian akal dan budi yang berasal dari dalam diri seorang manusia mengenai sebuah keadilan
antara satu dengan yang lainnya. Keadilan hukum yang abadi merupakan hukum yang berasal dari Tuhan
Yang Maha Esa. Dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara, segala sesuatu yang menjadi
kepentingan bersama akan dapat dengan mudah untuk dicapai ketika masyarakat sendiri telah menata
diri sebagaimana yang dicita-citakan oleh keadilan itu sendiri.
Hukum disini menuntut untuk memperlakukan orang dengan sama sehingga hal ini akan dapat
mewujudkan keseimbangan antar elemen dalam masyarakat. Selain itu, untuk menunjukkan salah satu
perwujudan dari cita hukum yang bersifat universal itu merupakan sebuah tuntutan dari suatu keadilan
sebagai penentuan apakah hukum itu sesuai atau tidak. Maka dengan itu hukum harus diukur secara
empiris di masyarakat untuk dapat memahami bagaimana hukum tersebut mampu mencerminkan rasa
keadilan, tetapi sebelum itu masyarakat harus lebih dulu mampu untuk memahami makna hukum yang
sebenarnya.
Implementasi pembentukan undang-undangan di Indonesia tidak lepas dari kepentingan nasional yang
mana hal ini didasarkan pada kepentingan pemerintah dan juga rakyat dalam mencapai struktur hukum
yang seimbang dan membentuk peraturan-peraturan yang sifatnya mengatur bagi seluruh warga Indonesia.
Peraturan Perundang-Undangan secara menyeluruh seharusnya mampu mencermati tiga aspek yaitu
sejarah perjuangan bangsa, kondisi objektif yang terdapat pada masa sekarang, dan zona yang strategis
untuk memandang masa mendatang yang diharapkan.
Dalam proses penyusunan undang-undang merupakan salah satu perwujudan dari bentuk pembangunan
hukum yang mana hal ini merupakan suatu rangkaian peristiwa yang berawal dari penyusunan, perencanaan,
pembahasan dan perundangan atau pegesahan. Semua proses tersebut diterapkan oleh para pembuat
undang-undang pada sistem demokrasi modern saat ini, yaitu eksekutif presiden beserta jajaran kementerian
dan lembaga legislatif (DPR). Dalam pembentukan perundang- undangan ini diharapkan adanya asas
demokratis yang mana dalam proses pembentukannya yaitu menghendaki bahwa material hukum yang
hendak dibuat adalah cerminan dari akhlak nilai dan kehendak rakyat.
Negara Indonesia adalah negara berdaulat berdasarkan prinsip kerakyatan. Partisipasi masyarakat juga
merupakan syarat mutlak bagi terbentuknya undang-undang. Tidak hanya Indonesia, semua negara yang
mengakui dirinya sebagai negara hukum juga erat kaitannya dengan partisipasi masyarakatnya dalam ikut
serta menghasilkan produk hukum. Pelaksanaan implementasi dari hukum dan ketertiban memerlukan
arsip yang berwibawa untuk dikendalikan, yang dapat berupa pedoman, larangan, perintah atau hal-hal
yang diperbolehkan.
Di arena publik, hukum akan mengambil bagian dalam mencapai tujuan bersama. Selama waktu yang
dihabiskan untuk membingkai peraturan dan pedoman, standar yang sah harus digunakan sehingga peraturan
dan pedoman yang terbentuk adil. Salah satu aturan yang sah yang harus dijalankan selama pembuatan
peraturan dan pedoman adalah dengan adanya asas keterbukaan. Asas ini memberikan kesempatan seluas-
luasnya bagi daerah untuk mengambil bagian dalam pengembangan regulasi secara lugas dalam konteks
otonomi daerah.
Dari berbagai asas materiil yang terkandung dalam undang-undang ada aturan kesetaraan yang
membuat kesetaraan normal untuk setiap penduduk. Peraturan dan pedoman ini disusun untuk memberikan
pemerataan kepada seluruh wilayah setempat, bukan untuk kepentingan perkumpulan atau perkumpulan
tertentu. Sifat umum dari hukum menjadi pedoman yang harus diutamakan, karena hukum bagian yang
tidak terlepas dari sikap adil bagi seluruh rakyat. semua elemen yang ada menempati kedudukannya sesuai

36
Urgensi Pembentukan Peraturan Perundang... (Yogi Prasetyo)

dengan apa yang telah ditentukan undang-undang. Partisipasi merupakan instrumen untuk mengubah
kemajuan sosial agar sesuai dengan aturan hukum yang telah ditetapkan negara. Perubahan ini juga
didasarkan pada nilai kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Hal ini penting mengingat regulasi merupakan
alat otoritatif untuk mengatur kehidupan individu ditengah kehidupan masyarakat.19
Masyarakat dalam ikut berpartisipasi mewarnai proses penyusunan undang-undang memang sangat
diperlukan meskipun banyak dari produk undang-undang yang belum sesuai dengan kehendak aspirasi
masyarakat. Dalam proses pembentukan undang-undang terdapat kaitan yang erat dengan adanya partisipasi
masyarakat. Hal itu seperti terkait dengan: pelaku partisipasi masyarakat yang ada; cara menyampaikan
partisipasi masyarakat; bentuk partisipasi masyarakat; materi yang diusung dalam partisipasi tersebut.
Di era sekarang ini dituntut untuk melibatkan masyarakat dalam pembentukan hukum menjadi
keharusan yang tidak dapat ditinggalkan. Sebagai bukti adanya demokrasi, hukum juga harus dibentuk
dengan adanya partisipasi masyarakat. Hal itu sesuai dengan falsafah, bahwa hukum untuk masyarakat,
bukan masyarakat untuk hukum. Sehingga hukum dibentuk berdasarkan aspirasi dari masyarakat bawah.
Sehingga hal itu dapat mencerminkan adanya keadilan hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Terdapat istilah yang mengatakan bahwa hukum adalah produk politik, secara legal formal hal itu memang
benar adanya dan juga didasarkan pada desain yang memberikan konsep bahwa hukum sebagai peraturan
perundang-undangan, namun pemerintah menolak pernyataan tersebut yang mana dalam aktualisasinya
hukum telah dikonsepkan menjadi bentuk lembaga legislatif bersama eksekutif yang menciptakan peraturan
perundang-undangan dan menyanggah bahwa hukum adalah suatu produk politik karena hukum merupakan
suatu kristalisasi dari hasrat politik melalui kesepakatan otoritas kekuatan politik. Namun perlu disadari
bahwa hukum memiliki mekanisme tersendiri yang itu tidak dapat dipengaruhi oleh kekuatan apapun,
termasuk politik, jika memang hukum itu dikehendaki menjadi baik. Karena independensi kedaulatan
hukum dalam membela kebenaran dan keadilan adalah tujuan utama.
Pemikiran tentang konsep dasar keadilan hukum berdasarkan teori aliran realisme hukum adalah
mengutamakan hak asasi manusia, termasuk hak warga negara atas keadilan, dan memberikan suatu
persamaan masyarakat di mata hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. Konsep gagasan ini jelas digunakan
sebagai bahan pembantu dalam rangka merumuskan suatu peraturan perundang-undangan yang bermanfaat
bagi negara. Jika proses pembentukan hukum dikaitkan dengan asas formil dan materiil, maka terdapat
beberapa asas tujuan yang jelas, pengawasan, kelembagaan, kebenaran, asas realisasi, dan aturan yang
dapat diidentifikasi. Sedangkan dalam asas substantif meliputi asas yang sesuai dengan konsep hukum dan
norma dasar nasional Indonesia, asas yang sesuai dengan hukum dasar nasional, asas hukum nasional,
dan asas yang sesuai dengan pemerintahan yang berdasarkan konstitusi.
Pemahaman tentang asas dan isi materil dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik
menurut hukum positif telah dimuat dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan. Menurut ketentuan Pasal 5 pembentukan peraturan perundang-undangan
harus dilakukan atas dasar asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dan benar
demi terciptanya tujuan hukum yang berupa keadilan.
Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, artinya berbagai peraturan perundang-undangan
hanya dapat dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang. Jika diundangkan oleh badan atau
pejabat negara yang tidak berwenang, undang-undang tersebut dapat dibatalkan atau tidak berlaku demi
hukum. Asas ini menekankan pada kewenangan hukum.
Asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, artinya di dalam pembentukan suatu
peraturan perundang-undangan wajib untuk mencermati materi muatan secara tepat sesuai dengan ragam
serta hierarki peraturan perundang-undangan. Artinya jangan ada tumpang tindih atau saling bertentangan.

19
Fery Irawan Febriansyah. 2016. “Konsep Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia”. Jurnal
Perspektif, Vol. 21, No. 3, hlm. 220–229.

37
Jurnal LEGISLASI INDONESIA Vol 20 No. 2 - Juni 2023: 29-43

Asas dapat dilaksanakan, mengandung arti bahwa setiap pembuatan peraturan yang tidak dapat
diganggu gugat persyaratannya jelas-jelas meyakini kelayakan peraturan tersebut untuk dibuat di daerah
setempat, baik secara logika, humanistik, maupun yuridis. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, artinya
setiap peraturan perundang-undangan harus dirumuskan dengan mempertimbangkan unsur efektifitas
peraturan perundang-undangan bagi masyarakat, termasuk filsafat, sosiologi dan hukum.
Asas kejelasan rumusan yang diartikan bahwa tiap-tiap peraturan perundang-undangan tentunya harus
memenuhi persyaratan teknis dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, yaitu pemilihan teks dan
kata yang sistematis, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dipahami. Sehingga tidak menimbulkan
ambigu dan arti yang bermacam-macam dalam implementasi di lapangan.
Asas keterbukaan yang dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, mulai dari
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan penyusunan sebuah peraturan
perundang-undangan, semuanya transparan dan terbuka. Oleh karena itu, semua lapisan masyarakat
memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk berpartisipasi dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan tersebut.
Selain standar dalam pengembangan peraturan dan pedoman di atas, dalm Pasal 6 juga mengatur
tentang standar isi materi dalam pembuatan peraturan dan pedoman. Para anggota dewan dalam membuat
suatu perundang-undangan tentunya akan memperhatikan materi-materi muatan yang dapat membuat
Peraturan perundang-undangan tersebut menjadi sejalan dengan apa yang menjadi tujuan hukum. Maka
dari itu, mereka dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas-
asas yang bertujuan mencapai keadilan hukum.
Asas pengayoman yang diartikan bahwa tiap-tiap materi muatan dalam peraturan perundang-undangan
harus mempunyai fungsi pengamanan perlindungan untuk menciptakan ketentraman bagi individu atau
masyarakat. Perlindungan hukum bagi seluruh masyarakat.
Asas kemanusiaan dalam arti bahwa tiap-tiap materi yang terkandung dalam peraturan perundang-
undangan harus mampu melindungi dan menghormati hak asasi, harkat, dan nilai setiap warga negara
secara adil dan proporsional. Hak asasi manusia menjadi perhatian penting dalam hukum.
Asas kebangsaan yang menjelaskan bahwa tiap-tiap materi yang dimuat dalam peraturan perundang-
undangan harus mampu mencerminkan perbedaan sifat dan karakter bangsa Indonesia serta mampu
menjunjung tinggi prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mempersatukan negara.
Asas kekeluargaan yang berisi materi tiap-tiap muatan substantive dari peraturan perundang-undangan
harus dapat mencerminkan perilaku masyarakat Indonesia, dan secara sengaja telah mencapai mufakat
dalam setiap keputusan yang diambil bersaman.
Asasa Bhineka Tunggal Ika dalam materi isi peraturan perundang-undangan harus selalu memperhatikan
keragaman penduduk, agama, ras dan golongan, keadaan khusus daerah, dan budaya kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan berbangsa.
Selain itu juga terdapat beberapa asas hukum yang secara khusus menempatkan keadilan didalamnya.
Artinya bahwa tiap-tiap materi substansi peraturan perundang-undangan harus mencerminkan nilai keadilan
setiap warga negara secara proporsional, tanpa memandang tingkatan atas dan bawah.
Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, berarti bahwa tiap-tiap materi peraturan
perundang-undangan tidak boleh memuat hal-hal yang membedakan kepribadian orang berdasarkan latar
belakang, termasuk agama, suku, ras, golongan, jenis kelamin, atau status sosial. Termasuk asas ketertiban
dan kepastian hukum, berarti bahwa tiap-tiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mampu memanifestasikan ketertiban di tengah-tengah kehidupan masyarakat melalui jaminan-jaminan
tentang adanya kepastian hukum.
Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, berarti bahwa tiap-tiap materi muatan peraturan
perundang-undangan harus dapat memberikan manfaat nyata guna tercapainya keseimbangan, keserasian,
atau keserasian antara kepentingan pribadi, kepentingan sosial, dan kepentingan nasional secara bersama.

38
Urgensi Pembentukan Peraturan Perundang... (Yogi Prasetyo)

Dalam asas penyusunan peraturan perundang-undangan yang baik meliputi asas tujuan yang jelas,
asas pengawasan, asas kesesuaian isi, asas identifiability (dapat diakui), asas perlakuan yang sama dalam
hukum, dan asas keadilan, asas legalitas, asas kepastian dan prinsip penegakan hukum. Motivasi atau
tujuan dibalik penyusunan peraturan perundang-undangan sebenarnya adalah untuk memberikan jaminan
atas kebebasan dasar, memberikan keamanan dan keyakinan yang sah, dan menciptakan rasa keadilan
bagi seluruh masyarakat. Standar penyusunan peraturan perundang-undangan yang dirujuk di atas
mencerminkan jenis peraturan yang baik. Jika diterapkan pada peraturan perundang-undangan, peraturan
perundang-undangan yang bagus akan terbentuk, yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh
peraturan dan tidak menyimpang dari rasa keadilan hukum.
Upaya untuk memanifestasikan negara yang berdasarkan hukum, sangat dibutuhkalan suatu tatanan
yang tertib dalam rangka pembentukan peraturan perundang-undangan. Tertib dalam maksud pembentukan
Perundang-undangan ini seharusnya dirintis pada saat awal mulainya perencanaan sampai dengan proses
pengembangannya. Dalam membangun peraturan yang baik, tentunya diperlukan adanya syarat-syarat
yang saling berkaitan dengan skema asas nilai norma dan metode pembahasan serta metode penyusunan
dan pemberlakuannya. Proses pembuatan undang-undang antara DPR dengan pemerintah harus melalui
koordinasi yang baik. Koordinasi ini merupakan unsur internal yang sangat penting bagi masing-masing
lembaga eksekutif maupun legislatif. Dengan adanya koordinasi ini, para lembaga pembentuk Perundang-
undangan diharapkan dapat berperan sebagai mana tugas serta tanggung jawab seperti apa yang telah
diamanatkan kepadanya.
Mekanisme dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan sangat erat hubungannya pada
proses penegakan hukum itu sendiri yang mana adanya peran dan partisipasi dalam masyarakat. Sebagai
perkembangan untuk ini, ada beberapa individu atau pihak yang terlibat erat, seperti lembaga legislatif yang
memiliki wewenang untuk proses pembuatan kebijakan guna menambah kualitas yang lebih meningkat.
Proses pembentukan ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum yang
sebenarnya. Yang kedua yaitu kepada birokrat pemerintah perlu diadakannya pengkajian yang mendalam
terhadap peraturan-peraturan yang sudah ada atau peraturan yang sebelumnya untuk mengevaluasi
bagaimana implementasi peraturan di masyarakat sebelum menjadikan rancangan undang-undang sebagai
hukum yang dinyatakan berlaku di masyarakat.
Dalam hukum yang baik harus mencerminkan kehidupan masyarakat dan diperlukan pembentukan
undang-undang yang menjadi landasan dan arah pembentukan secara berkesinambungan. Proses pembaruan
hukum yang berdaya sudah berlangsung lama. Namun demikian dalam cita-cita pembentukan hukum
nasional meliputi segala bidang yang ada di masyarakat belum tercapai sepenuhnya. Penciptaan hukum
nasional ini sebenarnya adalah sebagai pembuatan peraturan yang meliputi produk dari undang-undang
didasarkan pada nilai-nilai kehidupan yang ada di masyarakat yang diakui sebagai living law. Dalam cermin
dari kehidupan di masyarakat belum tentu ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Kondisi
yang semacam ini terjadi karena kebutuhan hidup manusia sangatlah banyak, beragam, dinamis dan cepat
sekali berubah. Sedangkan peraturan Perundang-undangan apabila tidak dilakukan penyesuaian terhadap
perubahan yang terjadi di masyarakat maka tidak akan mampu mengcover semua permasalahan pada
kehidupan masyarakat secara rinci dan jelas dalam mengikuti perkembangannya.
Dalam pembentukan hukum harus selalu memperhatikan perubahan sosial yang ada di masyarakat.
Agar hukum tidak ketinggalan perkembangan dan tidak terasa asing bagi masyarakat penggunanya. Karena
adanya kesenjangan antara hubungan peristiwa dengan masyarakat dan hukum yang mengaturnya, maka
perubahan hukum selalu dilaksanakan. Aturan hukum ini tidak terlepas dari hal-hal yang diaturnya, sehingga
ketika hal-hal yang diaturnya mengalami perubahan-perubahan seperti itu lagi, tentunya perlu dilakukan
perubahan atau reformasi hukum untuk menyesuaikan, agar hukum tetap efektif dalam pengaturannya.
Hukum perlu dirumuskan secara komprehensif, termasuk komponen-komponennya dan sistem hukum
yang bersifat struktural dan kultural. Kedua sistem ini memiliki hubungan yang erat antara reformasi dan

39
Jurnal LEGISLASI INDONESIA Vol 20 No. 2 - Juni 2023: 29-43

reformasi substantif, dan reformasi ini harus didasarkan pada unsur-unsur budaya negara yang ada dalam
nilai-nilai kehidupan masyarakat.20
Pembentukan hukum yang terjadi menjadi proses yang tidak dapat ditolak dalam mencapai keadilan
bagi seluruh masyarakat. Dalam perubahan-perubahan nilai dasar, masyarakat dituntut untuk melakukan
perubahan hukum agar dapat selalu menyesuaikan diri. Persoalan hukum ini terhadap perubahan yang
terjadi di masyarakat yang dimaksud agar peraturan perundang-undangan tidak bersifat statis dan kaku.
Dalam proses pembentukannya diperlukan adanya perspektif demokrasi dengan dengan adanya masukan
atau input berupa pertimbangan untuk menentukan suatu hukum yang mana bersumber dari aspirasi
masyarakat atau rakyat. Meliputi berbagai kepentingan dari aspirasi rakyat inilah yang kemudian akan
diserahkan kepada wakil rakyat yang benar-benar responsif dan sesuai dengan tuntutan dan juga hati nurani
masyarakat. Aspirasi tersebut kemudian akan diproses oleh lembaga Legislatif yang akan memunculkan
model hukum yang mencerminkan aspirasi masyarakat.
Pembentukan peraturan perundang-undangan mencakup pembentukan tatanan yang berisi kehidupan
manusia dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara yang merupakan bagian dari suatu proses
pengambilan suatu keputusan yang bersifat publik. Keputusan ini bersifat mengikat dan berlaku bagi
seluruh rakyat. Partisipasi masyarakat dalam pemberian masukan dalam proses pembuatan undang-
undang ini dapat dilakukan baik secara individual maupun kolektif yang mana hal ini memiliki kekuatan
termasuk infrastruktur politik seperti para tokoh masyarakat maupun kelompok kepentingan tertentu
sampai dengan perguruan tinggi maupun partai politik. Ketentuan-ketentuan infrastruktur ini yang akan
memberikan kontrol dan pengaruh terhadap keputusan politik yang dituangkan dalam bentuk produk
hukum atau Perundang-Undangan. Bentuk partisipasi masyarakat ada beberapa hal, contohnya partisipasi
masyarakat dalam bentuk penelitian, dalam bentuk diskusi pengajuan hukum usul inisiatif dan dalam
bentuk perancangan terhadap suatu peraturan undang-undang.21
Peraturan perundang-undangan menjadi instrumen yang sangat penting dalam sistem penyelenggaraan
kehidupan. Sebagai negara hukum, seluruh kegiatan harus berdasar hukum. Sehingga dalam upaya
membentuk undang-undang yang adil juga harus sesuai dengan hukum yang berlaku, termasuk hukum
yang hidup dan berkembang di masyarakat. Hukum yang dibuat secara sepihak tentunya akan ditolak
oleh masyarakat karena bisa jadi tidak memenuhi unsur-unsur yang telah ditetapkan bersama. Dalam
konteks ini, hokum diartikan sebagai cara untuk menumbuhkan rasa keadilan yang ada dalam hati nurani
masyarakat Indonesia secara internal.22
Disinilah pentingnya suatu aspirasi dan peran penting masyarakat dalam proses pembentukan undang-
undang untuk lebih menjamin terwujudnya undang-undang yang responsive dan aspiratif. Partisipasi
masyarakat menjadi lebih bermakna dan pemerintah dianggap lebih tanggap dalam proses demokrasi
sehingga dalam hal ini juga akan mampu untuk menciptakan pemerintah yang demokratis, bermoral dan
bertanggung jawab kepada seluruh masyarakat. Dengan dilakukannya proses pembentukan peraturan
perundang-undangan dengan baik, maka akan tercipta suatu produk hukum yang adil. Hal itu berarti
sesuai dengan makna hukum sebagai bentuk dari suatu keadilan.

20
Winda Wijayanti. 2013. “Eksistensi Undang-Undang Sebagai Produk Hukum Dalam Pemenuhan Keadilan Bagi Rakyat
(Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/Puu-X/2012)”, Jurnal Konstitusi, Vol. 10, No. 1, hlm. 179–204.
21
Sutrisno. 2020. “Kebijakan Sistem Penegakan Hukum Menuju Hukum Berkeadilan”. Pagaruyuang Law Journal, Vol.
3, No. 2, hlm. 186.
22
Bahder Johan Nasution. 2014. “Kajian Filosofis Tentang Konsep Keadilan Dari Pemikiran Klasik Sampai Pemikiran
Modern”. Yustisia Jurnal Hukum, Vol. 3, No. 2, hlm. 75

40
Urgensi Pembentukan Peraturan Perundang... (Yogi Prasetyo)

C. Penutup

C.1. Kesimpulan

Hukum merupakan wujud dari keadilan yang berkesinambungan dalam sistem kehidupan masyarakat,
hal ini akan tercapai jika hukum memasukkan asas keadilan dalam hukum kehidupan bersama. Hukum
yang dimaksud adalah perwujudan hukum positif yang merupakan bagian dari asas keadilan. Asas ini
meliputi kebebasan atau partisipasi dalam kehidupan politik, kebebasan pers dan beragama, serta kebebasan
berserikat. Hukum meliputi pembentukan tatanan yang meliputi kehidupan manusia dalam masyarakat,
bangsa, dan negara, yang merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan publik. Reformasi hukum
diperlukan untuk membentuk undang-undang yang sesuai dengan keinginan rakyat, membimbing terwujudnya
undang-undang yang sesuai dengan sistem hukum negara, dan mewujudkan tujuan keadilan bersama.
C.2. Saran
Dalam pembentukan undang-undang diperlukan kajian yang tidak hanya memenuhi syarat formal, tetapi
juga mampu menyentuh aspek keadilan subtansi yang sebenar-benarnya hukum. Untuk itu diperlukan hukum
yang netral bersih dari segala kepentingan tertentu. Tujuan hukum hanya berfokus kepada pengabdiannya
untuk mencapai keadilan bagi seluruh masyarakat.

41
Jurnal LEGISLASI INDONESIA Vol 20 No. 2 - Juni 2023: 29-43

DaftarPustaka

Ahmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan. Jakarta: Kencana

Bernard L. Tanya. 2010. Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Yogyakarta:
Genta Publishing

Brian Z. Tamanaha. 2010. Beyond Formalist-Realist Divide, Princeton: University Press.

Brian Z. Tamanaha. 2012. The history and elements of the rule of law, Singapore: Legal Studies, p. 232-247.

Brian Z. Tamanaha. 2017. A realistic theory of law. Cambridge: Cambridge University Press.

Khudzaifah Dimyati. 2008. Dialektik Hukum: Karakteristik dan Orientasi Pemikiran hukum Berbasis Nilai
Budaya hukum Indonesia, Surakarta: Universitas Muhammadiay Press.

Satjipto Rahardjo. 2002. Sosiologi Hukum: Perkembangan Metode dan Pemilihan Masalah, Surakarta:
Muhammadiyah University Press.

Shidarta. 2006. Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks KeIndonesiaan, Bandung: CV Utomo.

Agus Budi Susilo. 2018. “Penegakan Hukum Yang Berkeadilan Dalam Perspektif Filsafat Hermeneutika
Hukum (Suatu Solusi Terhadap Problematika Penegakan Hukum Di Indonesia)”, Jurnal Hukum Dan
Peradilan, Vol. 2, No. 3.

Bahder Johan Nasution. 2014. “Kajian Filosofis Tentang Konsep Keadilan Dari Pemikiran Klasik Sampai
Pemikiran Modern”. Yustisia Jurnal Hukum, Vol. 3, No. 2

Brian Z. Tamahana. 2006. “How an instrumental view of law corrodes the rule of law”, Jurnal De Paul L.
Rev. Jilid 56.

Brian Z. Tamanaha. 2008. “Understanding legal pluralism: past to present, local to global”. Sydney law
review 30 (3), 375-411.

Desi Indriyani. 2018. “Penegakan Hukum Berkeadilan Sebagai Perwujudan Demokrasi Indonesia”. Jurnal
Adalah: Buletin Hukum dan Keadilan. Vol. 2, No. 6.

Fery Irawan Febriansyah. 2016. “Konsep Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia”.


Jurnal Perspektif, Vol. 21, No. 3.

FX. Adji Samekto. 2012. “Menggugat Relasi Filsafat Positivisme Dengan Ajaran Hukum Doktrinal”. Jurnal
Dinamika Hukum, Vol. 12, No. 1.

Gary Lawson. 2016. “Reflections Of An Empirical Reader (Or: Could Fleming Be Right This Time)”. Boston
University Law Review, Vol. 96. 1458-1459.

Kania Dewi Andhika Putri. 2018. “Tinjauan Teoritis Keadilan dan Kepastian Dalam Hukum di Indonesia”.
Mimbar Yustitia, Vol. 2, No. 2

Mukhlisin.2020. “Keadilan dan Kepastian Hukum: Menyoal Konsep Keadilan Hukum Hans Kelsen Perspektif
Al-Adl Dalam Al-Quran”. Media Keadilan Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 11, No. 2.

Nur Sodiq. 2016. “Membangun Politik Hukum Responsif Perspektif Ius Constituendum”. Jurnal Magister
Hukum Udayana, Vol. 5, No. 2.

Rabiatul Syariah. 2008. “Keterkaitan Budaya Hukum Dengan Pembangunan Hukum Nasional”. Jurnal
Equality, Vol.13, No.1.

Risdiana Izzaty. 2020. “Urgensi Ketentuan Carry Over Dalam Pembentukan Undang-Undang Di Indonesia

42
Urgensi Pembentukan Peraturan Perundang... (Yogi Prasetyo)

(The Urgency of Carry-Over Provision in Law-Making in Indonesia)”. Jurnal HAM, Vol. 11, No. 1

Sutrisno, “Kebijakan Sistem Penegakan Hukum Menuju Hukum Berkeadilan”, Pagaruyuang Law Journal,
Vol. 3, No. 2, (2020).

Wibawa. 2021. “Implementasi Asas Kepastian Hukum Yang Berkeadilan Berdasar Cita Hukum Bangsa
Indonesia (Kajian Putusan Pengadilan Negeri Banyumas tentang kasus mbah Minah)”. Yudisia: Jurnal
Pemikiran Hukum dan Hukum Islam, Vol. 8, No. 1.

Widayati. 2020. “Implementasi Asas Hukum Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang
Partisipatif Dan Berkeadilan”. Jurnal Hukum, Vol. 36, No. 2.

Winda Wijayanti. 2013. “Eksistensi Undang-Undang Sebagai Produk Hukum Dalam Pemenuhan Keadilan
Bagi Rakyat (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/Puu-X/2012)”. Jurnal Konstitusi,
Vol. 10, No. 1.

Yogi Prasetyo. 2017. “Legal Truth (Menakar Kebenaran Hukum)”. Legal Standing, Vol. 1, No. 1.

Yogi Prasetyo. 2020. “Sosial Budaya Sebagai Otentitas Hukum KeIndonesiaan”, Justitia Jurnal Hukum,
Vol. 4, No. 1.

Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

43

Anda mungkin juga menyukai