Anda di halaman 1dari 20

PENGANTAR ILMU HUKUM

Makalah

diajukan untuk memenuhi penilaian dalam

mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum

oleh :
Yosef Suryo Wibowo Jenali (8111422125)
Hashifah Ratih Anggraeni (8111422128)
Sharina Anggrabanu (8111422119)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penegakan hukum dalam arti sempit dapat diartikan sebagai upaya aparatur
penegak hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum
berjalan sebagaimana seharunya (Kamal. U: 2020). Dari pengertian terebut, penulis
dapat mengartikan bahwa penegakan hukum memiliki objek untuk ditegakkan, yaitu
hukum. Hukum dalam arti ini adalah norma-norma yang terbentuk dalam tatanan
masyarakat yang ditulis dan disepakati bersama untuk terciptanya kehidupan yang
harmonis dan mengedepankan keadilan bagi masyarakatnya. Dapat penulis ketahui
juga bahwa penegakan hukum dengan hukum sebagai objeknya dijalanakan oleh subjek
hukum yang adalah penegak hukum.

Penulis dalam hal ini merasa bahwa subyek hukum yang adalah penegak hukum
memiliki peranan penting untuk memegang panji keadilan bagi masyarakat. Penegak
hukum juga menjadi citra utama dan paling bertanggung jawab atas interpretasi hukum
yang memiliki cita-cita mulia untuk mewujudkan keadilan di tengah masyarakat. Akan
menjadi pertanyaan dan permenungan masyarakat luas jika penegak hukum yang
memiliki peranan penting untuk menegakkan hukum tidak mampu untuk mewujudkan
harapan dan cita-cita masyarakat untuk dapat hidup dalam keadilan dan perdamaian.
Bukan tidak mungkin, harapan yang runtuh akan berujung pada mosi ketidak
percayaann masyarakat pada aparatur penegak hukum yang tidak mampu
mewujudakan cita-cita mulia itu. Pada akhirnya, hukum hanya akan dipandang sebagai
perarutan formalitas yang esensi di dalamnya telah hilang oleh ketidakmampuan
aparatur penegak hukum nya mewujudkan keadilan dalam tubuh masyarakat. Jika hal
ini sudah terjadi, akan dengan mudah konflik demi konflik timbul dalam tubuh
masyarakat. Konflik yang kemudian menjadi borok dan hanya akan mengotori tubuh
masyarakat, tetapi tidak mampu diatasi atau bahkan disembuhkan oleh hukum yang
telah hilang esensinya.

Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi penulis, yang adalah mahasiswa
Fakultas Hukum untuk mempelajari, membahas, dan mengupas tuntas pertanyaan-
pertanyaan bertumpuk seputar penegakan hukum, semisal seberapa penting peranan
penegakan hukum dan penegak nya untuk mewujudkan keadilan dan perdamaian dalam
tubuh masyarakat? Apa saja faktor-faktor penegakan hukum demi terciptanya keadilan
dan perdamaian? Serta masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang menarik untuk
dikupas secara tutas dengan jawaban yang lugas.

Sejalan dengan pentingnya penulis untuk mempelajari, membahas, dan


mengupas tuntas pertanyaan-pertanyaan seputar pengekan hukum, penulis
berkesempatan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut melalui makalah
dengan tema dan pembahas utama adalah penegakan hukum. Dalam makalah yang
penulis susun, penulis akan membahas sedikitnya mengenai pengertian penegakan
hukum menurut para ahli, faktor-faktor penegakan hukum, peranan penegakan hukum
untuk mewujudkan keadilan, fungsi penegakan hukum bagi kehidupan masyarakat dan
perdamaian dalam maskarakat, dan contoh nyata penegakan hukum yang ada di
Indonesia.

B. Rumusan Masalah
a) Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penegakan Hukum.
b) Fungsi penegakan hukum bagi kehidupan masyarakat.
c) Peran penegak hukum demi terciptanya keadilan dan perdamaian bagi
kehidupan masyarakat.

C. Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode penulisan berupa


studi pustaka. Penulis mencari buku-buku referensi yang berkaitan dengan penegakan
hukum dan membaca buku-buku tersebut. Dalam metode penelitian studi pustaka ini,
penulis menggunakan buku Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Kamal. U: 2020), Pengantar
Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Kansil: 1989), dan Masalah Penegakan
Hukum (Rahardjo: 1983). Penulis juga memanfaatkan platform internet dengan
mencari jurnal maupun artikel-artikel yang berkaitan dengan penegakan hukum.
Adapun jurnal dan artikel-artikel yang penulis himpun dalam makalah ini berusia tidak
lebih dari lima tahun dengan tahun terabit terlama yaitu 2018.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penegakan Hukum


Sejalan dengan pengertian pengetahuan-pengetahuan lainnya,
penegakan hukum pun dapat diartikan secara harafiah, meskipun penegakan
hukum tidak bisa dikatakan sebagai ilmu pengetahuan secara gamlang,
melainakn hanya sebagai pengetahuan tambahan guna mewujudkan cita-cita
keadilan yang seadil-adilnya. Dalam konteks ini, para ahi di bidang hukum
memberikan pemahamannya seputar pengertian dari penegakan hukum.
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya
atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku
dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara (Kamal. U: 2020). Menurut Kamal penegakan
hukum menjadi upaya yang penting demi berfungsinya norma-norma dalam
berperilaku bagi kehidupan masyarakat. Mari sejenak kita bayangkan jika
penegakan hukum tidak mampu ditegakkan dan norma-norma yang terebntu
dalam masyarakat tidak terpelihara dengan baik. Masyarakat akan cenderung
bersikap apatis dan bertindak semaunya yang akhirnya bermuara pada
ketidakstabilan di berbagai lini kehidupan masyarakat. Tatanan masyarakat
akan hancur sejalan dengan tidak berfungsinya norma-norma dalam kehidupan
masyarakat, dan konflik hanya akan menjadi makanan sehari-hari yang sulit
ditemukan obatnya.
Prof Rahardjo dalam bukunya yang berjudul “Masalah Penegakan
Hukum” (Rahadjo: 1983) mengatakan bahwa penegakan hukum adalah suatu
proses perwujudan-perwujudan ide-ide hukum yang abstrak (ide tentang:
keadilan, kepastian hukum, kemanfaatan sosial) menjadi kenyataan dalam
masyarakat. Dengan demikian, dapat penulis asumsikan bahwa penegakan
hukum adalah sebuah proses dalam birokrasi hukum untuk mencapai tujuan
yaitu mewujudkan keadilan dalam tubuh masyarakat dan guna menjalankan
fungsinya untuk mengatur masyarakat. Proses yang panjang ini tentu
melahirkan banyak analisis-analisis baru tentang bagaimana hukum dapat
ditegakkan se tegak-tegaknya dan bagaiamana keadilan dapat dirasakan oleh
semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Oleh karenanya, akan menjadi
sangat penting bagi penegak hukum untuk terus memperdalam pemahamannya
tentang bagaimana semua pertanyaan tersebut mampu dijawab. Dengan begitu,
dapat penulis simpulkan bahwa kebutuhan akan penegak hukum yang
berintegritas adalah penting untuk terwujudnya tujuan bersama dalam setiap
proses penegakan hukum yang berjalan.

2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penegakan Hukum

Penegakan hukum yang berfungsi untuk menjalankan norma-norma


dalam tubuh masyarakat memerlukan faktor-faktor pendukungnya yang
menjadi tolak ukur apakah penegakan hukum itu dikatakan tegak dan sejalan
dengan proses nya untuk mewujudkan keadilan dan perdamaian dalam tubuh
masyarakat. Dalam artikel Binus Universty Business Law dibutkan beberapa
faktor penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto, di antara nya adalah :

a) Faktor substansi atau faktor hukum itu sendiri.


b) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang terlibat dalam proses
pembuatan dan penerapan hukum serta yang berkaitan dengan masalah
mentalitas.
c) Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d) Faktor masyarakat, yakni lingkungan sosial di mana hukum itu berlaku
atau diterapkan; berhubungan dengan kesadaran dan kepatuhan hukum
yang merefleksi dalam perilaku masyarakat.
e) Faktor budaya hukum.

Tentunya kelima hal terebut memiliki keterkaitan antar satu dengan yang lain,
dan keterkaitan itu akan melahirkan ketergantungan antar satu dengan yang lain.
Ketergantungan dalam arti apa? Ketergantungan yang jika salah satu di
antaranya hilang atau cacat, penegakan hukum tidak akan mencapai tujuan nya.
Sebagai contoh saja, jika faktor penegak hukum hilang atau cacat, penegakan
hukum akan sulit dipertahankan esensi nya untuk mengatur masyarakat.
Masyarakat akan melihat hukum sebagai bentuk peraturan yang mengekang
namun lemah dalam pelaksanaan konkretnya. Hukum hanya akan dipandang
sebagi norma tertulis dan bersifat formalitas belaka yang tidak mampu
mewujudkan tujuan utama nya. Jika hal ini sudah terjadi, apakah faktor-faktor
lainnya akan mampu membuat penegekan hukum bertahan dan bercitra baik di
mata masyarakat luas? Rasa-rasanya, hanya pesemis lah yang akan timbul jika
hal itu benar-benar terjadi. Maka dari itu, kelima faktor itu harus mampu
berjalan beriringan dan terus dijaga keharmonisannya.

Berbeda dengan Soerjono Soekanto, dilansir dari jurnal Al-Himayah


(Tomayahu, S dan Rahman, G: 2020), Satjipto Rahardjo membagi tiga unsur
yang memengaruhi proses penegakan hukum, tiga unsur tersebut antara lain :

a) Unsur pembuatan undang-undang (Lembaga Legislatif).


b) Unsur penegak hukum (Polisi, Jaksa, dan Hakim).
c) Unsur lingkungan, meliputi pribadi warga negara dan sosial.

Merujuk pada ketiga unsur tersebut, penulis melihat bahwa ketiga unsur
ini memiliki peranan vital dalam menegakan hukum demi mewujudkan
keadilan dalam tubuh masyarakat. Ketiga unsur tersebut juga memiliki
keterkaitan antar satu dengan yang lain. Penulis akan mencoba membedah satu-
persatu ketiga unsur yang dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo. Pertama,
Lembaga legislatif. Lembaga legislatif menjadi Lembaga pertama dalam proses
penegakan hukum. Lembaga legislatif memiliki peranan untuk membuat
undang-undang yang berlaku dan akan dilaksakan dalam tubuh masyarakat.
Lembaga legislatif harus mampu menjadi Lembaga pertama yang mewujudkan
keadilan, legislatif harus mampu membuat undang-undang yang tidak hanya
akan ditaati melainkan juga menjadi undang-undang yang memang dibutuhkan
oleh masyarakat. Semakin undang-undang itu dibutuhkan oleh masyarakat,
semakin baiklah undang-undang dan citra lembaga legislatif di mata
masyarakat. Tetapi sebaliknya, jika lembaga legislatif membuat undang-undang
hanya untuk memenuhi keinginan dan kepuasan satu dua pihak tertentu, maka
Lembaga legislatif harus menjadi lembaga pertama yang bertanggung jawab
atas kecacatan keadilan yang tidak mampu diwujudkan. Hal ini juga akan
sejalan dengan menurun nya citra lembaga legislatif di mata masyarakat. Kalau
citra lembaga pembuat undang-undang sudah turun, mampukah keadilan
diwujudkan? Meskipun hanya pengandaian, bukan tidak mungkin hal ini bisa
terjadi. Maka dari itu, pentingnya loyalitas dan kejujuran penuh anggota
lembaga legisatif bukan hanya lembaga yang bersangkutan tetapi juga tentunya
pada negara.
Kemudian yang kedua, unsur penegak hukum. Unsur penegak hukum
adalah mereka yang memiliki kewenangan untuk menjatuhkan hukuman pada
para pelanggar undang-undang atau hukum yang berlaku. Penegak hukum juga
menjadi pihak yang merealisasikan keadilan setelah lembaga legislatif membuat
undang-undang yang berlaku dalam tubuh masyarakat. Pemberian hukuman
oleh penegak hukum harus mewujudkan keadilan tanpa melihat atau
memandang latar belakang pelanggar undang-undang atau hukum yang berlaku.
Jika penegak hukum mampu menegakkan hukum mewujudkan keadilan tanpa
memandang latar belakang para pelanggar undang-undang, undang-undang dan
hukum akan dipandang sebagai gerbang keselamatan yang menyelamatkan
masyarakat dari setiap tindak keadilan. Namun hal ini berlaku juga sebaliknya
jika penegak hukum memberikan hukuman pada para pelanggar undang-undang
dengan memandang latar belakang, masyarakat hanya akan melihat hukum
sebagai formalitas belakang untuk syarat berdirinya suatu negara. Jika hal ini
sudah terjadi, bukan tidka mungkin keadilan menjadi satu kemustahilan yang
tidak akan mampu diwujudkan dalam tubuh masyarakat. Unsur terakhir yang
menjadi proses penegakan hukum adalah unsur lingkungan. Unsur lingkungan
dalam hal ini adalah masyarakat sebagai objek hukum. Masyarakat akan
menjadi pihak yang dipertimbangkan oleh lembaga legislatif dalam membuat
undang-undang dan akan menjadi pihak yang dihukum nantinya jika
pelanggaran dilakukan oleh satu dua pihak tertentu. Masyarakat diwajibkan
untuk mentaati setiap peraturan perundang-undangan yang telah dibuat serta
diwajibkan untuk menanggung akibat jika melakukan pelanggaran terhadap
undang-undang yang telah ditetapkan. Namun hal ini tidak berarti masyarakat
adalah budak dari lembaga pembuat undang-undang dan penegak hukum yang
memiliki wewenang. Justru masyarakat adalah pihak yang harus dilayani oleh
lembaga legislatif dan para penegak hukum. Karena mau bagaimanapun, setiap
undang-undang yang dibuat bergerak dari kebutuhan dan keluh kesah
masyarakat atas fenomena sosial yang ada. Oleh karena itu, seperti di awal
penulis berkesimpulan bahwa unsur-unsur yang dikemukan oleh Satjipto
Rahardjo saling berkaitan satu dengan yang lain. Singkatnya adalah lembaga
legislatif membuat undang-undang yang bergerak dari kebutuhan serta
fenomena social yang terjadi dalam tubuh masyarakat, masyarakat yang
melanggar undang-undang yang telah ditetapkan akan diadili oleh penegak
hukum dan penegak hukum bergerak untuk menindak pelanggar hukum dengan
berlandaskan pada undang-undang yang telah ditetapkan oleh lembaga
legislatif. Jika salah satu dari ketiga unsur ini hilang dan tidak mampu
mewujudkan tugas nya, maka cita-cita hukum untuk mewujudkan keadilan
hanya akan menjadi angan-angan yang mustahil untuk diwujudkan.

Jerome Frank akan menjadi ahli terakhir yang penulis ambil


pendapatnya mengenai faktor-faktor yang memengaruhi proses penegakan
hukum. Masih dilansir dari sumber yang sama, Al-Himayah (Tomayahu, S dan
Rahman, G: 2020), Jerome Frank mengemukakan bahwa prasangka politik,
ekonomi, moral, serta simpati dan antipati juga turut terlibat dalam proses
penegakan hukum. Hal ini dapat disimpulkan bahwa proses penegakan hukum
selalu berkaitan dengan segala sesuatu yang hidup berdampingan dengan
masyarakat. Sebagai contoh, kondisi ekonomi memiliki peranan penting dalam
pembuatan undang-undang. Jika suatu negara sedang mengalami inflasi dan
menuju kebangkrutan, maka bukan tidak mungkin undang-undang yang dibuat
akan mengikuti kondisi ekonomi yang sedang terjadi.

2.3 Fungsi Penegakan Hukum bagi Kehidupan Masyarakat

Setelah mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi penegakan hukum,


dalam pembahasan sub bab ini, penulis akan membahas apa saja fungsi
penegakan hukum bagi kehidupan masyarakat. Penegakan hukum yang hendak
diwujudakan dalam tubuh masyarakat tentunya diharapakan mampu memenuhi
keinginan masyarakat untuk hidup dalam keadilan yang mutlak, tanpa
dipengaruhi atau dikotori oleh satu dua oknum tertentu. Secara umum, dalam
kehidupan masyarakat kita memahami bahwa fungsi penegakan hukum adalah
untuk mengatur tindak tanduk dan pola perilaku masyarakat. Namun, selain
untuk mengatur, penegakan hukum juga memiliki fungsi lain, yang dalam hal
ini penulis himpun dari beberapa sumber baik itu buku, jurnal, dan juga ahli-
ahli terkemukan.

Dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Kamal. U: 2020), fungsi


penegakan dibagi menjadi tiga, yaitu pertama sebagai alat pengatur tata tertib
kehidupan manusia, kedua sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan social
lahir batin, dan ketiga sebagai penggerak pembangunan. Penegaka hukum
sebagai alat pengatur tata tertib tentunya sudah dapat kita pahami bersama,
bahwa pada dasarnya penegakan hukum akan membuat masyarakat mau tidak
mau mentaati segala bentuk hukum yang berlaku dalam undang-undang yang
telah disusun oleh lembaga legislatif. Masyarakat dalam hal ini secara terpaksa
akan diatur kehidupan nya, baik itu diberikan kebebasan untuk melakukan hal
tertentu, maupun sebaliknya. Hukum akan mampu membuat masyarakat telebih
dahulu berpikir dua kali sebelum bertindak dan berperilaku. Hukum akan
menjadi dasar acuan masyarakat apakah jika ia melakukan ini benar di mata
hukum atau justru sebaliknya. Dengan begitu, dalam tubuh masyarakat akan
mampu tercipta kedamaian dan ketentraman. Masyarakat juga secara tidak
langsung akan mendapatkan jaminan atas kehidupannya, artinya adalah segala
tindak kejahatan akan dapat terhindar dari kehidupan masyarakat. Lalu yang
menjadi pertanyaan adalah apakah masyarakat sudah mendapatkan jaminan itu?
Jaminan bahwasanya akan terhindar dari segala tindak kejahatan? Tentu sudah
terjamin, namun jawaban nya akan menjadi berbeda ketika yang ditanya adalah
apakah para pelaku yang melakukan tindak kejahatan dijamin akan
mendapatkan hukuman yang setimpal? Penulis merasa bahwa pertanyaan ini
hanya mampu dengan satu kata, kemustahilan.

Mari kita beranjak pada fungsi kedua menurut Kamal dari penegakan
hukum bagi kehidupan masyarakat. Fungsi kedua menurut Kamal dalam
bukunya adalah sebagai sarana mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin. Hal
ini tentunya dapat kita tangkap dengan mudah. Bahwasanya keadilan yang
hendak diwujudkan adalah keadilan yang bukan hanya teori belaka melainkan
juga kenyataan yang benar-benar nyata dan terbukti adanya. Penegaka hukum
dalam hal ini hadir dengan tujuan untuk menentukan siapa pelanggar dan siapa
yang dilanggar atau dalam suatu kasus dikatakan siapa yang menjadi pelaku dan
siapa yang menjadi korban. Dengan fungsi itu, penegakan keadilan tentunya
memiliki peranan penting. Jika penegakan hukum mangambil langkah yang
kurang tepat bahkan salah dalam menentukan keadilan di satu kasus saja, tentu
akan memiliki efek berkepanjangan yang tentunya berpengaruh pada
pandangan masyarakat tentang penegakan hukum yang berlaku. Dapat
disimpulkan bahwa penegakan hukum haruslah mampu memainakan fungsinya
sebagai sarana mewujudkan keadilan dengan sempurna tanpa kesalahan sedikit
pun.

Kemudian fungsi penegakan hukum yang terakhir menurut Kamal


adalah sebagai penggerak pembangunan. Dalam konteks ini, penegakan hukum
tidak lagi hanya berfokus pada satu ruang lingkup melainkan memiliki dan
memainkan peran dalam ruang lingkup lainnya, yaitu ruang lingkup ekonomi.
Menjadi pertanyaan tentunya, tentang bagaimana penegakan hukum memiliki
fungsi sebagai penggerak pembangunan. Perlu kita cermati bersama bahwa
kemampuan untuk mengikat masyarakat menjadi nilai tambah dari hukum yang
secara langsung membuat hukum mampu untuk menggerakan pembangunan.
Masyarakat akan cendurung didorong untuk lebih maju dengan memanfaatkan
hukum sebagai alat penggeraknya. Katakanlah dalam pembangunan proyek
berskala besar akan mampu terselesaikan jika alat berat digunakan dalam
pembangunan teresebut. Alat berat dalam hal ini adalah hukum yang
diibaratkan untuk mampu mendorong untuk terselesainya sebuah proyek
pembangunan dan proyek pembangunan diibaratkan sebagai kemajuan dalam
kehidupan masyarakat.

2.4 Peran Penegak Hukum demi Terciptanya Keadilan dalam Tubuh Masyarakat.

Pada pembahasan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi proses


penegakan hukum, Satjipto Rahardjo dilansir dari jurnal Al-Himayah
(Tomayahu, S dan Rahman, G: 2020) mengemukakan bahwa di dalam faktor-
faktor yang memengaruhi proses penegakan hukum terdapa tiga unsur yang
juga memengaruhi proses penegakan hukum. Salah satu dari ketiga unsur
tersebut adalah unsur penegak hukum, yaitu polisi dan hakim. Pada pembahasan
ini, penulis akan mencoba menjabarkan dengan lebih spesifik mengenai peran
penegak hukum yaitu Polisi, Hakim, dan Jaksa.

Pertama adalah peran polisi. Dalam artikel skripsi Pandelaki, G: 2018


yang membahas tentang peran polisi dalam pelaksanaan penegakan hukum
dengan dasar undang-undang nomor 2 tahun 2022 yang menjelaskan bahwa
fungsi Kepolisian “salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”. Peran
Kepolisan untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, yang jika
dimaknai kata “memilihara” dalam kalimat tersebut dapat dimaknai sebagai
upaya untuk menjaga atau mempertahankan keamanan dan ketertiban yang ada
dalam tubuh masyarakat. Polisi dalam hal ini hadir dan berada dekat dengan
masyarakat guna mengawasi segala bentuk perilaku yang sekiranya melanggar
peraturan yang sudah ditetapkan oleh lembaga legislatif. Perwujudan nyata dari
peran tersebut adalah keberadaan kantor kepolisan yang lokasinya pasti berada
dekat dalam masyarakat, yaitu Polsek atau Polisi Sektor. Peran untuk
memelihara ini tentunya menjadi sangat berat jika banyak pelanggaran yang
terjadi dalam tubuh masyarakat. Lalu bagaimana jika masyarakat melanggar
peraturan dalam undang-undang yang ditetapkan? Peran polisi berikutnya lah
yang mengambil bagian dalam hal ini. Peran tersebut adalah penegak
hukum.tentu sudah jelas, bahwa polisi akan langsung menindak segala maca
jenis pelanggaran. Pelaku pelanggaran akan ditangkap untuk diproses lebih
lanjut. Proses lebih lanjut dalam hal ini adalah proses persidangan dan vonis
terhadap pelaku, sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan. Semakin
besar pelanggaran yang dilakukan, akan semakin berat vonis yang akan
dijatuhkan. Tetapi dalam prosespersidangan ini, polisi hanya akan mengawal,
selebihnya merupakan hak dan wewenang dari hakim yang perannya akan
penulis bahas setelah ini. Peran untuk menegakan hukum yang polisi emban
terkadang melahirkan pandangan bahwa polisi adalah lembaga negara yang
kejam dan kerap menindas masyarakat. Padahal sudah jelas tertuang dalam
Undang-Undang pasal 2 nomor 2 tahun 2002 tentang polri bahwa polisi
memiliki peran juga untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat.
Seperti yang penulis tuliskan di atas, hal ini terjadi karena polisi adalah lembaga
negara yang kantor nya berada paling dekat dengan masyarakat. Selain akan
menindak pelaku pelanggaran, polisi juga pastinya akan memberikan
perlindungan kepada korban atas pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku.
Bantuan perlindungan itu bisa dalam bentuk apa saja, termasuk dukungan moral
dan pengamanan ketat jika memang diperlukan. Dengan begitu, masyarakat
yang memiliki akal sehat seharusnya menyingkirkan jauh-jauh pandangan
bahwa polisi adalah lembaga negara yang kejam dan hanya menindas
masyarakat, karena pada dasarnya polisi hanya akan menindak mereka yang
melakukan tindak kejahatan, kalau tidak melakukan tindak kejahatan dan
pelanggran tidak perlu risau dan cemas. Tetapi jika hal sebaliknya yang terjadi,
polisi menindak mereka yang tidak bersalah, rasa-rasanya polisi lah yang
akalnya tidak sehat.

Penegak hukum kedua yang perannya akan penulis bahas adalah hakim.
Dalam portal kabar online milik Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,
dijelaskan secara singkat mengenai defenisi hakim berdasar pada Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2004. Defenisi hakim seperti yang tercantum di dalam
Undang-Undang No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman Pasal 31
menyebutkan bahwa “Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan
kehakiman yang diatur oleh Undang-Undang” Hal ini berarti bahwa hakim
memiliki wewenang untuk menjatuhkan hukuman kepada pelaku pelanggar
hukum. Pelaku pelanggar hukum akan dijatuhkan hukuman karena hakim akan
memberikan penyelesaian definitif yang hasilnya dirumuskan dalam suatu
putusan yang disebut vonis guna mewujudkan keadilan. Dalam menjatuhkan
vonis hukuman bagi para pelaku, hakim secara khusu dituntut untuk mengetahui
secara mendalam mengenai tugas dan weweang yang diembangnya, juga
termasuk mendalami ruang lingkup profesinya sebagai seorang hakim.

Seperti yang dilansir juga dalam portal berita online milik Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Aharon Barak berpendapat bahwa hakim
memiliki peran untuk menciptakan hukum yang baru, melakukan terobosan
hukum, dan juga mengisi kekosongan hukum melalu berbagai putusan yang
progresif. Dalam ketiga peran tersebut peran pertama hakim adalah peran yang
mungkin terdengar asing bagi masyarakat awam. Tetapi tidak dapat dipungkiri
bahwa peran hakim dalam menciptakan hukum baru adalah sesuatu yang
dibutuhkan agar keadilan dapat tercapai dalam satu persidangan. Pembuatan
hukum yang baru bukan berarti hakim membuat dan mengesahkan hukum
seperti yang dilakukan oleh lembaga legislatif. Hemat penulis, membuat hukum
yang dimaksud dalam hal ini adalah hakim haruslah mampu menjadi pilar
hukum yang menyelenggarakan hukum sejalan dengan kebutuhan masyarakat
yang terus berjalan. Sebagai contoh saja, jika dasar hukum yang digunakan oleh
hakim untuk menjatuhkan vonis adalah dasar hukum lama, semisal hukum 1970
sebagai dasar hukum kasus kejahatan seksual di tahun 2022 tentu tidak akan
sesuai dan hanya akan menjadi kecacatan dalam pemberian vonis bagi pelaku
maupun korban. Maka benar bahwa hakim haruslah mampu membuat hukum
baru sejalan dengan kehidupan masyarakat.

Peran penegak hukum yang terakhir adalah peran Jaksa. Seperti dikutip
dalam Jurnal Ilmiah Maksitek megenai Peran Kejaksaan dan Peran Jaksa
Penuntut Umum Dalam Penegakan Hukum dijelaskan bahwa berdasarkan
Undang-Undang No 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
dijelaskan bahwa Jaksa adalah “Pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain
berdasarkan Undang-Undang”.

Melalui pengertian tersebut dapat penulis pahami bawha jaksa adalah


penuntut atas setiap kasus yang terjadi dan disidangkan dlaam persidangan.
Peranan jaksa tentu menjadi sangat penting oleh karena tuntutan jaksa akan
menjadi bahan pertimbangan hakim untuk menjatuhkan vonis pada pelaku
kejahatan. Dengan adanya tuntutan jaksa, hakim akan menjadi lebih mudah
untuk memberikan putusan dalam satu kasus. Jaksa dalam hal ini pastinya juga
harus mempertimbangan satu dua aspek sesuai dengan ruang lingkup cakupan
jaksa. Tuntutan yang diberikan guna menjadi bahan pertimbangan hakim tidak
bisa disampaikan secara sembarang tanpa dasar hukum yang jelas. Jaksa
pastinya akan menggunakan dasar hukum yang jelas ketika memberikan
tuntutan pada pelaku kejahatan guna memberikan keadilan yang seadil-adilnya
kepada semua pihak.

Namun dalam pembahasan ini, penulis juga akan menyertakan sumber


Undang-Undang mengenai peran jaksa dalam penegakan hukum. Dalam
Undang-Undang Kejakasaan pasal 1 butir 1 disebutkan : “Jaksa adalah pejabat
fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai
penuntut umum dan pelaksanan putusan pengadilan yang telah memperolah
kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang”.
Senada dengan itu juga, dalam pasal 1 butir 2 disebutkan : “Penuntut umum
adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan
penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim” Melalui undang-undang
tersebut, uraian yang penulis tulisakan di atas adalah benar bahwa jaksa dalam
peranan penegakan hukum berada dalam koridor tindakan penuntutan.
Penuntutan atas segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggar
hukum. Tuntutan yang diberikan oleh Jaksa juga setidaknya harus melalui dua
proses yaitu mempelajari dan meneliti berkas perkara tersebut. Jaksa harus
mempelajari apakah pelanggaran yang dilakukan dan disangkakan kepada
tersangka telah memenuhi unsur-unusr dan syarat-syarat yang dapat dibuktikan.
Sehingga yang jaksa periksa adalah materi dalam perkara yang sedang
dipalajari. Tentu hal itu tidak cukup dalam proses pengajuan tuntuan oleh Jaksa
melainkan harus melalui proses penelitian. Jaksa harus meneliti apakah semua
persyaratan formal telah dipenuhi oleh penyidik dalam membuat berkas
perkara. Dengan melewati setidaknya dua proses tersebut, Jaksa kemudian bisa
memberikan tuntutan kepada terduga tersangka yang melakukan pelanggaran
atas undang-undang.

2.5 Contoh Kasus dalam Penegakan Hukum di Indonesia

1. Penegakan hukum terhadap anggota legislatif dalam kasus tindak pidana


korupsi di Indonesia

Hukum merupakan suatu yang penting dalam suatu negara dan


Indonesia merupakan salah satu negara yang masuk dalam negara hukum. Di
Indonesia terdapat beberapa hukum,misalnya Hukum Pidana, dan Hukum Tata
Negara. Hukum Pidana merupakan suatu hukum yang mengatur tentang
pelanggaran atau kejahatan terhadap kepentingan umum sedangkan Hukum
Tata Negara merupakan suatu aturan yang berkaitan erat dengan keorganisasian
dalam negara. Pada saat ini di Indonesia telah banyak kasus pelanggaran Hukum
Pidana,dan juga Hukum Tata Negara,salah satunya yaitu korupsi.

Korupsi merupakan sebuah masalah besar bagi berbagai negara di dunia,


khusus nya bagi negara berkembang. Korupsi merupakan Tindakan
penyalahgunaan uang yang biasa dilakukan oleh pihak tertentu dan untuk
kepentingan pribadi. Korupsi merupakan suatu tindak pidana atau suatu
tindakan kriminal, ia tercatat dala Undang-Undang dan apabila ada pelaku
korupsi maka akan ada sanksi yang setara dengan apa yang sudah dilakukannya.
Namun pada saat ini para penegak hukum kurang tegas dalam menghadapi
masalah korupsi, mereka kurang dalam penanganannya salah satu faktornya
karena sangat banyaknya para korupsi dan karena malasnya para penegak dalam
menanganinya. Kasus Korupsi merupkan tindak pidana yang sering dilakukan
oleh para pejabat negara misalnya anggota legislatif yaitu MPR, DPR, DPRD
dan lainnya.

Kasus korupsi tentunya merupakan kasus yang merugikan banyak pihak


warga negara yang memang membutuhkan dana tersebut.Padahal pembangunan
di Indonesia bertujuan untuk mensejahterakan bangsa, namun tidakseperti itu
prakteknya. Dalam kasus ini masih saja para penegak hukum tidak memberikan
hukuman yang sesuai. Banyak para penyandang kasus korupsi dipenjara namun
dengan fasilitas yang bahkan jauh lebih baik dari warga negara nya di luar sana.
Pada saat ini Indonesia telah menduduki peringkat atas dalam kasus tindak
pidana korupsi.Korupsi sudah menjadi hobby tersendiri bagi rakyat Indonesia
baik itu bagi petinngi negara maupun kalangan bawah seperti desa.

Di Indonesia telah menetapkan Ketetapan MPR RI No. XI/MPR/1998


tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme. Dari ketetapan tersebut terbentuklah suatu Undang-Undang yaitu
Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang menjadikan terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Komisi Pemberantas Korupsi memiliki beberapa tugas, misalnya yang
mengkoordinasi terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi,
pihak berwenang yang dapat melakukan pengawasan terhadap terpidana
korupsi, lembaga yang berwenang untuk menyelidiki tindak pidana korpsi,
lembaga yang dapat melakukan pencegahan terhadap terjadinya tindak pidana
korupsi, dan yang dapat memonitori penyelenggaraan pemerintahan pada
negara.

Selain dari Undang-undang masih banyak peraturan yang mengatur


tentang korupsi misalnya ada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
perubaan atas undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang selanjutnya ada Peraturan
Pemerintrah Nomor 19 Tahun 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, kemudian ada Undang-Undang nomor 30 tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pembentukan undang-undang dan
peraturan ini diharapkan mampu mengurangi kasus korupsi.

Diharapkan semua warga negara mampu untuk bekerja sama dalam


menangani kasus korupsi karena jika hanya satu lembaga saja maka kasus
korupsi ini tidak akan terpecahkan dan terselesaikan begitu saja. Banyak sekali
kesulitan yang akan muncul ketika dilakukan penyelidikan misalnya masih ada
saja aparat yang mau menerima uang suapan dari pelaku tindak pidana korupsi
padahal hal itu pun sama buruknya dengan korupsi tersebut. Berdasarkan
sumber artikel dengan judul yang sama tulisan Putri, Wiki dan Arifin, Ridwan:
2019.

2. Penegakan Hukum terhadap Kasus Penyalahgunaan Narkotika dan Obat-


Obatan Terlarang.

Indonesia memiliki berbagai macam peraturan perundang-undangan.


Diantara peraturan perundang-undangan tersebut adalah Undang-Undang
Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika. Peraturan yang ada kemudian
diterapkan di tengah kehidupan masyarakat. Artinya, ketika terjadi kekacauan
dan segala macam bentuk kejahatan maka peraturan memiliki peran untuk
memberikan sanksi hukum. Sanksi hukum itu diberikan dan dijalankan oleh
para aparat hukum yang ada, di antaranya adalah hakim. Ini adalah fakta dan
kenyataan yang tidak bisa diabaikan. Meskipun fakta penerapan sanksi hukum
dengan keputusan yang adil tidak selalu sesuai dengan ketentuan Undang-
undang yang ada. Dalam penegakan hukum pidana, keputusan adil menjadi
suatu keharusan. Keputusan yang adil menjadi dambaan masyarakat di dalam
kehidupannya. Dengan keputusan yang adil wibawa peradilan dapat ditegakkan.
Keputusan tersebut hanya di dapat dalam proses penegakan hukum baik di luar
pengadilan maupun dalam pengadilan khususnya peradilan pidana yang sesuai
dengan tahapan dan prosedur yang ada.
Penegakan hukum pidana merupakan kebijakan yang dilakukan melalui
beberapa tahap di antaranya yaitu tahap aplikasi dan eksekusi. Tahap aplikasi
adalah penerapan hukum pidana yang dilakukan oleh aparat penegak hukum,
yaitu aparat kepolisian, kejaksaan dan hakim. Tahap ini biasa disebut tahap
yudikatif. Tahap eksekusi adalah tahapan pelaksanaan putusan hakim yang
disebut kebijakan eksekutif atau administratif. Pada tahap pelaksanaan putusan,
dalam hal ini yang berperan adalah hakim. Hakim setelah melakukan
pemeriksaan dalam persidangan perkara pidana dimana terlebih dahulu
mendengarkan dakwaan jaksa penuntut umum, mendengarkan saksi-saksi dan
mendengarkan pembelaan dari penuntut umum dan berdasarkan keyakinannya
mengeluarkan putusan. Dalam banyak kasus, terkadang putusan hakim
mencederai rasa keadilan masyarakat. Lihat saja putusan hakim yang
meringankan terpidana bahkan juga membebaskan terdakwa dari segala apa
yang dituduhkan jaksa penuntut umum. Dalam menjalankan tugas dan dalam
memutuskan perkara, hakim tidak dapat diintervensi oleh kekuatan manapun,
termasuk jabatan/kekuasaan dan uang. Akan tetapi dalam praktek, terdapat
hakim yang tertangkap tangan karena diduga jual beli dalam perkara yang
sedang ditanganinya. Disinilah sebenarnya etika profesi hakim dipertaruhkan
dari segala godaan yang menghadang.
Lagi pula kenyataan yang tersodor, acap kali bukanlah kenyataan hitam
putih. Tidak jarang dalam dunia riil, harus menghadapi kenyataan dan keadaan
dimana pertimbangan-pertimbangan benar salah berdasarkan aturan hukum
tidak selalu menolong. Hakim dalam menangani perkara tidak boleh
terpengaruh oleh kekuatan manapun tentu saja menjadi cita-cita masyarakat
demi penegakan hukum. Hakim dalam menangani perkara tidak boleh
mengabaikan etika, nilai-nilai dan norma-norma tentu saja menjadi harapan
masyarakat untuk menciptakan wibawa pengadilan. Kemudian yang lebih
penting hakim harus independen dalam menjalankan tanggung jawab profesi
sesuai norma, aturan dan kode etik profesi. Hakim harus membangun
kepercayaan masyarakat, bahwa hukum benar-benar dilaksanakan seadil-
adilnya oleh hakim.
Dari situlah, menegakkan nilai dan membangun kepercayaan
masyarakat yang dilayani menjadikan posisi dan peran hakim menjadi posisi
terhormat dalam sistem hukum kita. Hakim harus dapat memberikan keadilan.
Hakim diibaratkan dengan kepanjangan tangan Tuhan di dunia. Oleh sebab itu
hakim ketika memutus perkara hendaknya dapat menyampingkan kepentingan
pribadi, kelompok maupun golongan. Ketika hakim mengabaikan itu semua,
sudah pasti akan terjadi yang namanya malapetaka dan kehancuran hukum, dan
kehormatan hakim menjadi sesuatu demoralisasi dalam konteks hakim
menggadaikan kehormatan dan kedudukannya. Moral adalah ajaran tentang
baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan
sebagainya. Dari segi kata moral sama artinya dengan akhlak atau budi pekerti
atau susila. Dengan demikian moral dapat dilihat sebagai bidang kehidupan
manusia dari segi kebaikannya sebagai manusia, bukan sebagai pelaku dari
suatu peranan tertentu. Moral kemudian mendasari norma yang selanjutnya
menjadi hukum. Namun hukum, sebagaimana diketahui, tidak dipakai untuk
mengukur baik buruknya sebagai manusia, melainkan untuk menjamin ada
ketertiban umum di tengah-tengah masyarakat.
Kita semua percaya bahwa sebagai manusia hakim juga memiliki
kelemahan. Akan tetapi baik buruknya hakim dalam menjalankan profesi
mulianya akan ditentukan sejauh mana hakim yang bersangkutan mampu
memilah-milah mengenai ajaran baik dan buruk. Semua itu akan terlihat dalam
sikap, perbuatan dan tanggung jawab hakim dalam menjalankan profesi dalam
sistem peradilan di Indonesia dalam menciptakan keadilan. Dalam kaitannya
dengan penyalahgunaan narkoba yang begitu luas dan maraknya, peranan
hakim untuk memutus seberat-beratnya pelaku pengedar atau para
sindikat/bandar narkoba dengan hukuman tertinggi sudah menjadi suatu
keharusan di tengah bahaya narkoba di dalam masyarakat, terutama para
generasi muda bangsa ini. Seandainya hukuman hakim masih bermain-main
dengan intrik-intrik yang melegalkan segala cara dengan pendekatan uang dan
kekuasaan dan mengabaikan norma-norma hukum yang ada, masyarakat hanya
akan menunggu waktu akan kehancuran anak bangsa karena dirusak oleh
narkoba.
Kualitas seorang hakim dalam memutus suatu perkara memiliki
pengaruh yang dominan dalam tegaknya supremasi hukum dan mewujudkan
wibawa pengadilan di Indonesia, di samping dukungan dari aparat penegak
hukum yang lain. Dengan berpegang teguh terhadap Kode Etik Profesi Hakim
maka diharapkan hakim dapat mengangkat citra, wibawa, dan perilakunya
dalam memberikan keadilan dan kepastian serta perlindungan hukum yang
dibutuhkan, sehingga masyarakat dapat menyandarkan harapan yang sangat
besar kepada hakim yang memiliki integritas dan profesionalisme, karena
tindakan dan tingkah lakunya menunjukkan ketidakberpihakan, memiliki
integritas moral, serta pada kemampuannya untuk memberikan putusan yang
baik. Kemandirian seorang hakim dalam mengambil keputusan haruslah dengan
menjunjung tinggi hati nuraninya.
Mari kita akhiri penyalahgunaan dan peredaran narkoba dengan
menghukum para bandar atau sindikat yang merajalela di Indonesia. Hakim
harus peka dengan semua kondisi bangsa ini yang sudah gawat penyalahgunaan
narkoba. Kepekaan hakim hanya dapat ditunjukkan dengan menjatuhkan
hukuman seberat-beratnya kepada pelaku pengedaran atau sindikat
perdagangan narkoba. Hanya dengan cara begitulah keadilan hukum dapat
diujudkan dalam rangka membebaskan masyarakat dari penyalahgunaan
narkoba. Dilansir dalam Jurnal Hukum dan Peradilan tahun 2017 (Peran Hakim
dalam Pemberantasan Tindak Pidana Narkoba Melalui Putusan yang
Berkeadilan).
Daftar Pustaka

Kamal, Ubaidillah. 2020. Dasar-Dasar Filsafat Hukum. Semarang: BPFH UNNES.

Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Online at


https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=18316&menu=2
[diakses 08/09/2022].

Pandelaki, A. 2018. Peran Polisi dalam Pengendalian Massa Berdasarka Undang-


undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Skripsi Universitas Sam Ratulangi.

Putri, Wiki dan Arifin, Ridwan. Penegakan Hukum Terhadap Anggota Legislatif
Dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Jurnal Al-Daulah 8(1).

Rahardjo, Satjipto. 1985. Masalah Penegakan Hukum: suatu Tinjauan Sosiologis.


Bandung: Sinar Baru.

Rahman, gazali dan Tomayahu, Sahlan. Penegakan Hukum di Indonesia. Jurnal Al-
Himayah 4(1): 142-159.

Riyanto, Agus. Penegakan Hukum, Masalahnya Apa? Binus University Business Law.

Sitinjak, Imman. Peran Kejaksaan dan peran Jaksa Penuntut Umum dalam Penegakan
Hukum. Jurnal Ilmiah Maksitek 3(3): 2548-429X.

Yanto, Oksidelfa. Peran Hakim dalam Pemberantasan Tindak Pidana Narkoba


Melalui Putusan yang Berkeadilan. Jurnal Hukum dan Peradilan 6(2).

Anda mungkin juga menyukai