Makalah
oleh :
Yosef Suryo Wibowo Jenali (8111422125)
Hashifah Ratih Anggraeni (8111422128)
Sharina Anggrabanu (8111422119)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penegakan hukum dalam arti sempit dapat diartikan sebagai upaya aparatur
penegak hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum
berjalan sebagaimana seharunya (Kamal. U: 2020). Dari pengertian terebut, penulis
dapat mengartikan bahwa penegakan hukum memiliki objek untuk ditegakkan, yaitu
hukum. Hukum dalam arti ini adalah norma-norma yang terbentuk dalam tatanan
masyarakat yang ditulis dan disepakati bersama untuk terciptanya kehidupan yang
harmonis dan mengedepankan keadilan bagi masyarakatnya. Dapat penulis ketahui
juga bahwa penegakan hukum dengan hukum sebagai objeknya dijalanakan oleh subjek
hukum yang adalah penegak hukum.
Penulis dalam hal ini merasa bahwa subyek hukum yang adalah penegak hukum
memiliki peranan penting untuk memegang panji keadilan bagi masyarakat. Penegak
hukum juga menjadi citra utama dan paling bertanggung jawab atas interpretasi hukum
yang memiliki cita-cita mulia untuk mewujudkan keadilan di tengah masyarakat. Akan
menjadi pertanyaan dan permenungan masyarakat luas jika penegak hukum yang
memiliki peranan penting untuk menegakkan hukum tidak mampu untuk mewujudkan
harapan dan cita-cita masyarakat untuk dapat hidup dalam keadilan dan perdamaian.
Bukan tidak mungkin, harapan yang runtuh akan berujung pada mosi ketidak
percayaann masyarakat pada aparatur penegak hukum yang tidak mampu
mewujudakan cita-cita mulia itu. Pada akhirnya, hukum hanya akan dipandang sebagai
perarutan formalitas yang esensi di dalamnya telah hilang oleh ketidakmampuan
aparatur penegak hukum nya mewujudkan keadilan dalam tubuh masyarakat. Jika hal
ini sudah terjadi, akan dengan mudah konflik demi konflik timbul dalam tubuh
masyarakat. Konflik yang kemudian menjadi borok dan hanya akan mengotori tubuh
masyarakat, tetapi tidak mampu diatasi atau bahkan disembuhkan oleh hukum yang
telah hilang esensinya.
Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi penulis, yang adalah mahasiswa
Fakultas Hukum untuk mempelajari, membahas, dan mengupas tuntas pertanyaan-
pertanyaan bertumpuk seputar penegakan hukum, semisal seberapa penting peranan
penegakan hukum dan penegak nya untuk mewujudkan keadilan dan perdamaian dalam
tubuh masyarakat? Apa saja faktor-faktor penegakan hukum demi terciptanya keadilan
dan perdamaian? Serta masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang menarik untuk
dikupas secara tutas dengan jawaban yang lugas.
B. Rumusan Masalah
a) Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penegakan Hukum.
b) Fungsi penegakan hukum bagi kehidupan masyarakat.
c) Peran penegak hukum demi terciptanya keadilan dan perdamaian bagi
kehidupan masyarakat.
C. Metode Penulisan
PEMBAHASAN
Tentunya kelima hal terebut memiliki keterkaitan antar satu dengan yang lain,
dan keterkaitan itu akan melahirkan ketergantungan antar satu dengan yang lain.
Ketergantungan dalam arti apa? Ketergantungan yang jika salah satu di
antaranya hilang atau cacat, penegakan hukum tidak akan mencapai tujuan nya.
Sebagai contoh saja, jika faktor penegak hukum hilang atau cacat, penegakan
hukum akan sulit dipertahankan esensi nya untuk mengatur masyarakat.
Masyarakat akan melihat hukum sebagai bentuk peraturan yang mengekang
namun lemah dalam pelaksanaan konkretnya. Hukum hanya akan dipandang
sebagi norma tertulis dan bersifat formalitas belaka yang tidak mampu
mewujudkan tujuan utama nya. Jika hal ini sudah terjadi, apakah faktor-faktor
lainnya akan mampu membuat penegekan hukum bertahan dan bercitra baik di
mata masyarakat luas? Rasa-rasanya, hanya pesemis lah yang akan timbul jika
hal itu benar-benar terjadi. Maka dari itu, kelima faktor itu harus mampu
berjalan beriringan dan terus dijaga keharmonisannya.
Merujuk pada ketiga unsur tersebut, penulis melihat bahwa ketiga unsur
ini memiliki peranan vital dalam menegakan hukum demi mewujudkan
keadilan dalam tubuh masyarakat. Ketiga unsur tersebut juga memiliki
keterkaitan antar satu dengan yang lain. Penulis akan mencoba membedah satu-
persatu ketiga unsur yang dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo. Pertama,
Lembaga legislatif. Lembaga legislatif menjadi Lembaga pertama dalam proses
penegakan hukum. Lembaga legislatif memiliki peranan untuk membuat
undang-undang yang berlaku dan akan dilaksakan dalam tubuh masyarakat.
Lembaga legislatif harus mampu menjadi Lembaga pertama yang mewujudkan
keadilan, legislatif harus mampu membuat undang-undang yang tidak hanya
akan ditaati melainkan juga menjadi undang-undang yang memang dibutuhkan
oleh masyarakat. Semakin undang-undang itu dibutuhkan oleh masyarakat,
semakin baiklah undang-undang dan citra lembaga legislatif di mata
masyarakat. Tetapi sebaliknya, jika lembaga legislatif membuat undang-undang
hanya untuk memenuhi keinginan dan kepuasan satu dua pihak tertentu, maka
Lembaga legislatif harus menjadi lembaga pertama yang bertanggung jawab
atas kecacatan keadilan yang tidak mampu diwujudkan. Hal ini juga akan
sejalan dengan menurun nya citra lembaga legislatif di mata masyarakat. Kalau
citra lembaga pembuat undang-undang sudah turun, mampukah keadilan
diwujudkan? Meskipun hanya pengandaian, bukan tidak mungkin hal ini bisa
terjadi. Maka dari itu, pentingnya loyalitas dan kejujuran penuh anggota
lembaga legisatif bukan hanya lembaga yang bersangkutan tetapi juga tentunya
pada negara.
Kemudian yang kedua, unsur penegak hukum. Unsur penegak hukum
adalah mereka yang memiliki kewenangan untuk menjatuhkan hukuman pada
para pelanggar undang-undang atau hukum yang berlaku. Penegak hukum juga
menjadi pihak yang merealisasikan keadilan setelah lembaga legislatif membuat
undang-undang yang berlaku dalam tubuh masyarakat. Pemberian hukuman
oleh penegak hukum harus mewujudkan keadilan tanpa melihat atau
memandang latar belakang pelanggar undang-undang atau hukum yang berlaku.
Jika penegak hukum mampu menegakkan hukum mewujudkan keadilan tanpa
memandang latar belakang para pelanggar undang-undang, undang-undang dan
hukum akan dipandang sebagai gerbang keselamatan yang menyelamatkan
masyarakat dari setiap tindak keadilan. Namun hal ini berlaku juga sebaliknya
jika penegak hukum memberikan hukuman pada para pelanggar undang-undang
dengan memandang latar belakang, masyarakat hanya akan melihat hukum
sebagai formalitas belakang untuk syarat berdirinya suatu negara. Jika hal ini
sudah terjadi, bukan tidka mungkin keadilan menjadi satu kemustahilan yang
tidak akan mampu diwujudkan dalam tubuh masyarakat. Unsur terakhir yang
menjadi proses penegakan hukum adalah unsur lingkungan. Unsur lingkungan
dalam hal ini adalah masyarakat sebagai objek hukum. Masyarakat akan
menjadi pihak yang dipertimbangkan oleh lembaga legislatif dalam membuat
undang-undang dan akan menjadi pihak yang dihukum nantinya jika
pelanggaran dilakukan oleh satu dua pihak tertentu. Masyarakat diwajibkan
untuk mentaati setiap peraturan perundang-undangan yang telah dibuat serta
diwajibkan untuk menanggung akibat jika melakukan pelanggaran terhadap
undang-undang yang telah ditetapkan. Namun hal ini tidak berarti masyarakat
adalah budak dari lembaga pembuat undang-undang dan penegak hukum yang
memiliki wewenang. Justru masyarakat adalah pihak yang harus dilayani oleh
lembaga legislatif dan para penegak hukum. Karena mau bagaimanapun, setiap
undang-undang yang dibuat bergerak dari kebutuhan dan keluh kesah
masyarakat atas fenomena sosial yang ada. Oleh karena itu, seperti di awal
penulis berkesimpulan bahwa unsur-unsur yang dikemukan oleh Satjipto
Rahardjo saling berkaitan satu dengan yang lain. Singkatnya adalah lembaga
legislatif membuat undang-undang yang bergerak dari kebutuhan serta
fenomena social yang terjadi dalam tubuh masyarakat, masyarakat yang
melanggar undang-undang yang telah ditetapkan akan diadili oleh penegak
hukum dan penegak hukum bergerak untuk menindak pelanggar hukum dengan
berlandaskan pada undang-undang yang telah ditetapkan oleh lembaga
legislatif. Jika salah satu dari ketiga unsur ini hilang dan tidak mampu
mewujudkan tugas nya, maka cita-cita hukum untuk mewujudkan keadilan
hanya akan menjadi angan-angan yang mustahil untuk diwujudkan.
Mari kita beranjak pada fungsi kedua menurut Kamal dari penegakan
hukum bagi kehidupan masyarakat. Fungsi kedua menurut Kamal dalam
bukunya adalah sebagai sarana mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin. Hal
ini tentunya dapat kita tangkap dengan mudah. Bahwasanya keadilan yang
hendak diwujudkan adalah keadilan yang bukan hanya teori belaka melainkan
juga kenyataan yang benar-benar nyata dan terbukti adanya. Penegaka hukum
dalam hal ini hadir dengan tujuan untuk menentukan siapa pelanggar dan siapa
yang dilanggar atau dalam suatu kasus dikatakan siapa yang menjadi pelaku dan
siapa yang menjadi korban. Dengan fungsi itu, penegakan keadilan tentunya
memiliki peranan penting. Jika penegakan hukum mangambil langkah yang
kurang tepat bahkan salah dalam menentukan keadilan di satu kasus saja, tentu
akan memiliki efek berkepanjangan yang tentunya berpengaruh pada
pandangan masyarakat tentang penegakan hukum yang berlaku. Dapat
disimpulkan bahwa penegakan hukum haruslah mampu memainakan fungsinya
sebagai sarana mewujudkan keadilan dengan sempurna tanpa kesalahan sedikit
pun.
2.4 Peran Penegak Hukum demi Terciptanya Keadilan dalam Tubuh Masyarakat.
Penegak hukum kedua yang perannya akan penulis bahas adalah hakim.
Dalam portal kabar online milik Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,
dijelaskan secara singkat mengenai defenisi hakim berdasar pada Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2004. Defenisi hakim seperti yang tercantum di dalam
Undang-Undang No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman Pasal 31
menyebutkan bahwa “Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan
kehakiman yang diatur oleh Undang-Undang” Hal ini berarti bahwa hakim
memiliki wewenang untuk menjatuhkan hukuman kepada pelaku pelanggar
hukum. Pelaku pelanggar hukum akan dijatuhkan hukuman karena hakim akan
memberikan penyelesaian definitif yang hasilnya dirumuskan dalam suatu
putusan yang disebut vonis guna mewujudkan keadilan. Dalam menjatuhkan
vonis hukuman bagi para pelaku, hakim secara khusu dituntut untuk mengetahui
secara mendalam mengenai tugas dan weweang yang diembangnya, juga
termasuk mendalami ruang lingkup profesinya sebagai seorang hakim.
Seperti yang dilansir juga dalam portal berita online milik Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Aharon Barak berpendapat bahwa hakim
memiliki peran untuk menciptakan hukum yang baru, melakukan terobosan
hukum, dan juga mengisi kekosongan hukum melalu berbagai putusan yang
progresif. Dalam ketiga peran tersebut peran pertama hakim adalah peran yang
mungkin terdengar asing bagi masyarakat awam. Tetapi tidak dapat dipungkiri
bahwa peran hakim dalam menciptakan hukum baru adalah sesuatu yang
dibutuhkan agar keadilan dapat tercapai dalam satu persidangan. Pembuatan
hukum yang baru bukan berarti hakim membuat dan mengesahkan hukum
seperti yang dilakukan oleh lembaga legislatif. Hemat penulis, membuat hukum
yang dimaksud dalam hal ini adalah hakim haruslah mampu menjadi pilar
hukum yang menyelenggarakan hukum sejalan dengan kebutuhan masyarakat
yang terus berjalan. Sebagai contoh saja, jika dasar hukum yang digunakan oleh
hakim untuk menjatuhkan vonis adalah dasar hukum lama, semisal hukum 1970
sebagai dasar hukum kasus kejahatan seksual di tahun 2022 tentu tidak akan
sesuai dan hanya akan menjadi kecacatan dalam pemberian vonis bagi pelaku
maupun korban. Maka benar bahwa hakim haruslah mampu membuat hukum
baru sejalan dengan kehidupan masyarakat.
Peran penegak hukum yang terakhir adalah peran Jaksa. Seperti dikutip
dalam Jurnal Ilmiah Maksitek megenai Peran Kejaksaan dan Peran Jaksa
Penuntut Umum Dalam Penegakan Hukum dijelaskan bahwa berdasarkan
Undang-Undang No 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
dijelaskan bahwa Jaksa adalah “Pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain
berdasarkan Undang-Undang”.
Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Putri, Wiki dan Arifin, Ridwan. Penegakan Hukum Terhadap Anggota Legislatif
Dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Jurnal Al-Daulah 8(1).
Rahman, gazali dan Tomayahu, Sahlan. Penegakan Hukum di Indonesia. Jurnal Al-
Himayah 4(1): 142-159.
Riyanto, Agus. Penegakan Hukum, Masalahnya Apa? Binus University Business Law.
Sitinjak, Imman. Peran Kejaksaan dan peran Jaksa Penuntut Umum dalam Penegakan
Hukum. Jurnal Ilmiah Maksitek 3(3): 2548-429X.