BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah
Diskursus mengenai perubahan hukum dan perubahan sosial dimulai dari sebuah
pertanyaan klasik: apakah perubahan hukum yang mempengaruhi perubahan sosial
atau sebaliknya, perubahan sosial yang mempengaruhi perubahan hukum? Pertanyaan
sederhana ini, paling tidak, akan menjadi guide dalam mempercakapkan tema
“hukum dan perubahan sosial”.
Perubahan hukum dalam konteks sebagai dimaksud di atas adalah perubahan pada
wilayah hukum tertulis atau perundang-undangan (law in books). Perubahan
demikian dikarenakan perundang-undangan bersifat statis dan kaku. Eksistensi
hukum positif di masyarakat yang direpresentasikan dalam konstruk perundang-
undangan dimaksudkan untuk menjaga harmonitas antara sistem-sistem dan dinamika
sosial dengan harapan-harapan masyarakat akan suatu tatanan kehidupan yang
berkeadilan. Eksistensi ini juga akan mengukuhkan anasir-anasir non yuridis lain
dalam suatu sistem hukum yang legitimatif. Karenanya, hukum harus senantiasa peka
dan akomodatif dengan setiap perubahan sosial yang terjadi. Ini pulalah yang oleh
Philip Nonet dan Philip Selznick diistiahkannya dengan hukum responsif; suatu
sistem hukum yang tanggap dengan setiap gerak perubahan yang terjadi di
masyarakat sekaligus tanggap dengan harapan-harapan dan kesadaran hukum
masyarakat.
Asumsi kedua adalah bahwa hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat (law
as a tool of social engineering). Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa hukum,
sebagai dianggap perekayasa sosial, merupakan sesuatu yang lumrah, terutama karena
aksentuasi kajian saat ini sudah pada wilayah hukum modern yang memang
menganggap hukum, secara ideal, sebagai perekayasa sosial. Hukum sebagai
perekayasa sosial (law as a tool of social engineering) pada dasarnya merupakan
upaya penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai suatu tertib atau keadaan
masyarakat sebagaimana dicita-citakan atau untuk melakukan perubahan-perubahan
yang diinginkan. Kemampuan demikian identik dilekatkan pada hukum modern,
pasalnya hukum modern-lah yang mencoba melihat realitas, baik yuridis maupun non
yuridis, sebagai sebuah kesatuan dan saling berinteraksi secara resiprokal dalam
sistem hukum.
b. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, antara lain:
Studi tentang perubahan hukum sangat lekat dengan cara mengarahkan peran
manusia sebagimana yang diharapkan. Di sini posisi hukum menjadi multi dimensi
dalam kehidupan manusia, oleh karena itu dalam perubahan hukum juga menyangkut
secara langsung terhadap keperluan ketertiban sosial yang meliputi nilai dan norma
sosial, sistem kemasyaarakatan, kebiasaan dan relasi sosial yang belum maupun yang
sudah mapan, dan sistem kelembagaan sehingga meskipun ada pergeseran tetapi
pranata hukum diharapkan tetap terjaga.
Perubahan hukum dalam kehdupan sosial merupakan suatu kenyataan yang terjadi
dalam usaha manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Perubahan hukum itu bisa
berbentuk evolusi, transformasi ataupun revolusi, tergantung dari dinamikanya.
Perubahan hukum juga bisa terjadi secara sepotong-sepotong (graduil) atau serempak
(radical). Perubahan hukum dan akibatnya terhadap kondisi masyarakat telah
menjadi fakta dalam kehidupan manusia, sebagai reaksi atas rangsangan dari luar
maupun dari dalam masyarakat sendiri. Akibat dari perubahan itu terhadap kehidupan
manusia menimbulkan efek positif ataupun negatif.
a) Kerangka Konseptual
b) Kerangka Teori
1
Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hal. 368
yang memperngaruhinya; dan (4) reaksi terhadap pelanggaran hukum melalui proses
peradilan dan reaksi masyarakat.
Sementara itu dalam kaitan kohesi sosia di lingkungan masyarakat yang luas
dibatasi dalam hal : (1) Struktural berarti dalam pergaulan hidup ada kohesi sosial
(saling keterkaitan) jika pergaulan hidup itu mempunyai struktur sosial dan kultural;
(2) Fungsionalisme berarti dalam pergaulan hidup ada pengelompokan intermedier
lembaga kemasyarakatan, seperti gereja, sekolah, tentara, polisi, dan lain lain yang
mempertahankan dan menegakkan struktur serta menjalankan fungsi-fungsi tertentu.
BAB II
PEMBAHASAN
Hubungan antara hukum dan perubahan sosial bersifat timbal balik, dan
hukum dapat dilihat sebagai pengaruh dan yang menyebabkan perubahan social,
dalam bagian ini, hukum akan dianggap hanya sebagai alat atau instrument aktif
untuk membimbing dan membentuk perilaku masa depan dan bentuk-bentuk sosial-
yaitu, sebagai strategi perubahan sosial. Meskipun ide-ide Marx, Engels, dan Lenin
atau runtuh dengan munculnya revolusi, UNI Soviet berhasil membuat perubahan
Namun, sejauh mana dampak hukum itu dapat terasa dan sejauh mana hukum
itu relevan dengan suatu keadaan atau hanya berlaku dalam suatu keadaan tertentu.
Ketentuan berikut dapat dijadikan garis besar pada efektifitas hukum sebagai strategi
perubahan sosial. Pertama, hukum harus berasal dari sumber otoritatif dan
prestise.Kedua, hukum harus memperkenalkan pemikiran dalam istilah yang
dimengerti dan kompatibel dengan nilai-nilai yang ada. Ketiga, para pendukung
perubahan harus membuat referensi bagi masyarakat lain atau negara-negara lain, di
mana masyarakat itu ada dan hukum itu berlaku. Keempat, supremasi hukum harus
menunjukkan ke arah pembuatan perubahan dalam waktu yang relatif
singkat. Kelima, mereka (para penegak hukum) harus sangat berkomitmen terhadap
perubahan undang-undang atau hukum yang di maksud. Keenam, pelaksanaan hukum
harus mencakup sanksi-sanksi positif dan negatif. Ketujuh, supremasi hukum harus
masuk akal, tidak hanya dalam hal sanksi-sanksi yang diberikan tetapi juga dalam
perlindungan hak-hak orang-orang yang melanggar hukum2.
2
http://riefq168.blogspot.com/2012/10/hukum-dan-perubahan-sosial_21.html diakses pada
tanggal 1 Oktober 2014
yuridis apabila penentuannya didasarkan atas kaedah yang lebih tinggi
tingkatannya Kedua kaedah hukum tersebut efektif, artinya dapat dipaksakan
berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh masyarakat (teori
kekuasaan). Ketiga kaedah hukum tersebut berlaku secara filosofis, artinya
sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.
b) Hukum Sebagai Pengendali Sosial
Masih banyak sarjana hukum indonesia yang berpendapat bahwa
hukum adalah suatu kaedah yang ekslusif dan autonom. Sebagai konsekuensi
dari pendangan tersebut banyak sarjana hukum indonesia hanya berfungsi
sebagai a tool of social control (alat pengawasan/control masyarakat) yang
secara pasif mengikuti perubahan masyarakat; manakala masyarakat berubah,
maka hukumpun berubah pula. Jadi hukum disini hanya merupakan
stabilisator yang bertugas menjaga keseimbangan hidup masyarakat. Namun
sebaliknya, konsepsi yang memandang hukum sebagai sistem yang memiliki
komponen substantif (kaedah-kaedah) dan komponen struktural dan kultural
memberikan fungsi hukum secara langsung dan aktif sebagai a tool off social
engenering yang dapat memaksakan perubahan masyarakat.
Masih banyak sarjana yang menganggap bahwa hukum selalu ketinggalan dari
perubahan sehingga hukum tidak dapat melakukan perubahan terhadap masyarakat,
namun apakah keadaannya memang demikian dalam arti bahwa hukum tidak dapat
digunakan sebagai sarana untuk mengubah masyarakat?
Disamping itu hukum sebagai tata kaedah dapat berfungsi sebagai sarana
untuk menyalurkan arah kegiatan warga masyarakat ke dalam tujuan yang
dikehendaki oleh perubahan terencana tersebut. Sudah tentu fungsi tersebut
seharusnya dilakukan disamping fungsi hukum sebagai sarana sistem pengendalian
sosial.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Hukum dan perubahan sosial dewasa ini menjadi kajian yang sering
dipercakapkan oleh intelektual hukum, tidak terkecuali di Indonesia. Kesadaran
bahwa perubahan sosial sebagai determinan utama dalam menentukan bentuk dan
karakter hukum yang seharusnya diterapkan berkembang seiring dengan keprihatinan
sebagian pihak bahwa hukum cenderung tidak mampu mengawal perubahan-
perubahan yang terjadi di masyarakat. Hukum, sementara sebagian pihak masih
menilai cukup baik, menunjukkan kecenderungan massif ke arah positivisme hukum
yang telah jauh meninggalkan akar historisnya, yaitu masyarakat.
Tidak perlu jauh mencari contoh, karena dalam konteks Indonesia sekalipun,
contoh demikian sangat banyak. Satu contoh misalnya, hukum pidana Indonesia yang
masih menjadikan KUHP Belanda (Wetoboek van Strafrecht) sebagai patron sudah
sangat tidak up to date dengan kondisi sosiologis masyarakat Indonesia. KUHP sudah
jauh tertinggal oleh rasa keadilan masyarakat dan tidak lagi dapat mengakomodir
aspirasi hukum masyarakat bertajuk “kesadaran hukum”.
b. Saran
1. Bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, yang perlu difahami
adalah fungsi hukum menurut filsafat kita. Yakni hukum berfungsi untuk
melindungi masyarakat kita, bukan memerintahkan begitu saja.Hukum juga
seharusnya dari rakyat dan bersifat kerakyatan serta menempatkan hukum
dalam konteks sosialnya yang lebih besar. Untuk itu seharusnya ada
keterlibatan dari elemen masyarakat dalam pengambilan keputusan hukum.
2. Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu mengharapkan adanya masukkan untuk penyempurnaan
makalah ini.
Daftar Bacaan
Buku-buku
Ali, A. 1996. Menguak Tabir Hukum: Suatu Tinjauan Filosofis dan Sosiologis.
Jakarta: Chandra Pratama.
-------. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence).
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Pasamai, S. 2009. Sosiologi dan Sosiologi Hukum: Suatu Pengetahuan Praktis dan
Terapan. Makassar: Umitoha Ukhuwah Grafika.
Rahardjo, S. 2009. Hukum dan Perubahan Sosial: Suatu Tinjauan Teoretis dan
Pengalaman-pengalaman di Indonesia. Yogyakarta: Genta Publishing.
Perundang-undangan
Website
http://lembagapengkajianhukum.wordpress.com/2010/01/26/hukum-dan-perubahan-
sosial/ diakses pada tanggal 1 Oktober 2014