Anda di halaman 1dari 17

RESUME

SOSIOLOGI HUKUM
“ TEORI-TEORI PERUBAHAN DALAM KAJIAN SOSIOLOGI
HUKUM ”
BAB  I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Salah satu kajian sosiologi hukum adalah bahasan tentang perubahan
hukum dan perubahan masyarakat.
Untuk mengembangkan pengetahuan tentang perubahan hukum dan
perubahan masyarakat, serta hubungan keduanya, kita harus pertama-tama
mengakui bahwa terdapat cara yang berbeda-beda di mana kita dapat bertanya
dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana perubahan hukum
dan perubahan masyarakat berkaitan satu sama lain.
Dimana ada masyarakat disana pasti ada hukum (ubi Societas ibi ius).
Hukum ada pada setiap masyarakat manusia dimanapun juga dimuka bumi ini.
Bagaimanapun primitifnya manusia dan bagaimanapun modernnya suatu
masyarakat pasti mempunyai hukum. Oleh karena itu keberadaan hukum
sifatnya universal. Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat, tetapi
justru mempunyai hubungan timbal balik antara keduanya.
Hukum mengatur kehidupan manusia sejak berada dalam kandungan
sampai meninggal dunia. Hukum mengatur semua aspek kehidupan
masyarakat baik ekonomi, politik, sosial, budaya dan sebagainya. Tidak ada
satupun aspek kehidupan manusia dalam masyarakat yang luput dari sentuhan
hukum. Dengan demikian hukum itu berada dalam masyarakat, karena
masyarakatlah yang membentuk hukum. Keadaan dan perkembangan hukum
senantiasa dipengaruhi oleh masyarakat, sehingga hukum merupakan
manifestasi dari nilai-nilai kehidupan masyarakat dimana hukum itu berlaku.
Dalam kehidupan modern, hukum memiliki posisi yang cukup sentral. Kita
dapat mencatat bahwa hampir sebagian besar sisi dari kehidupan kita telah
diatur oleh hukum, baik yang berbentuk hukum tertulis maupun hukum yang
tidak tertulis.
Hukum sebagaimana dikemukakan di atas adalah hukum dalam arti luas, ia
tidak hanya sekadar peraturan tertulis yang dibuat oleh penguasa atau badan
khusus pembuat undang-undang atau dengan kata lain hukum bukan hanya
sesuatu yang bersifat normatif. Hukum juga merupakan fenomena sosial yang
tertuang dalam perilaku manusia atau lebih tepatnya perilaku sosial.
Penggunaan hukum sebagai suatu alat untuk mengarahkan per ubahan
sosial merupakan sesuatu yang terbentang lebar di dalam se luruh masyarakat
kontemporer baik masyarakat yang masih belum berkembang maupun
masyarakat industri, baik masyarakat demokratis maupun masyarakat totaliter.
Tetapi, pengetahuan sistematis kita tentang bagaimana untuk menggunakan
hukum secara efektif dan efisien agar dapat mencapai lebih banyak tujuan kita
dan seni untuk mem praktikkannya, dapat dikatakan masih nol.
Seperangkat alasan bagi pernyataan tentang hal di atas mencakupi
berbagai faktor yang menarik perhatian dalam penggunaan hukum sebagai
suatu alat untuk mengarahkan perubahan sosial. Faktor-faktor itu, sebagai
contoh, konsep metafisik dari hukum, konsep yang benar benar formal tentang
hukum, keasyikan di dalam fungsi-fungsi lain dari hukum seperti fungsi hukum
sebagai stabilisator, fungsi hukum untuk meramalkan "reinforcement", fungsi
hukum sebagai kekuatan penghalang, dan kewenangan untuk melakukan
pengendalian. Tetapi, daftar panjang dari para pakar klasik dan modern yang
berbeda-beda yang telah mencurahkan usaha mereka untuk mengkaji hukum
dan perubahan sosial, dan mereka yang telah melakukan sumbangan
sumbangan penting terhadap banyak aspek dari permasalahan ini.
Oleh karena itu, pemusatan perhatian yang sifatnya ekslusif tentang hukum
sebagai suatu alat untuk mengarahkan perubahan sosial merupakan suatu
pandangan yang bersifat terobosan, di mana ke kurangan-kekurangan dalam
perspektif minimum yang dibutuhkan, dapat dimengerti dengan mengamati
fenomena itu. Lebih lanjut, ke rangka-kerangka apresiasi tentang pembuatan
kebijakan dan ilmu sosial (di mana dewasa ini hampir memonopoli kajian
tentang hukum dan perubahan sosial) adalah tidak cukup untuk menghadapi
aspek aspek yang berorientasi perspektif dan kebijakan terhadap hukum
sebagai suatu alat untuk pengarahan sosial.
Hukum dapat juga dikatakan sebagai konsensus yang harus diterima
bersama sebagai aturan yang wajib di taati dan didukung oleh suatu kekuasaan
dalam mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan agar selalu berada pada kondisi
kesusilaan dalam mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan
dalam hidupan.
Menurut Gerald Turkel (1996: 3-5) antara lain mengawali bukunya dengan
mengemukakan tentang gerakan populer dan pergeseran dalam hubungan
kekuasaan politik dan kekuasaan ekonomi yang telah menyapu habis
pembagian dan konflik masa lalu.
Pusat perubahan ini adalah memperbarui usaha-usaha penggunaan hukum
untuk mewujudkan keadilan, demokrasi, dan masyarakat yang bersemangat
ekonomi, di mana di dalamnya terdapat nilai yang berjenis-jenis di antara
individu-individu maupun kelompok-kelom pok; serta pengakuan terhadap
pentingnya kelangsungan hidup dalam perhubungan antara proses-proses
sosial dan proses-proses ekonomi dengan the natural world.
Ketika masyarakat berubah secara drastis dan dinamis, hukum, khususnya
perundang-undangan cenderung lamban dan statis di dalam mengejar
perubahan tersebut. Tidak heran kalau muncul pameo hukum yang
mengatakan “het recht hink achter de feiten aan” (hukum senantiasa tertatih-
tatih mengejar peristiwa yang seyogianya diaturnya).

B.   Rumusan Masalah
1. Bagaimana aturan-aturan hukum sebagai suatu Fenomena Sosial?
2. Bagaimana peranan hukum dalam Mempengaruhi Perilaku Manusia?
3. Apa saja teori-teori perubahan ?
BAB  II
PEMBAHASAN

A. Hukum Sebagai Alat Perubahan Sosial


Pada dasarnya yang mendasari perbedaan-perbedaan dalam mempelajari
dan mendalami penggunaan hukum sebagai suatu alat untuk mengarahkan
perubahan sosial, sebagai akibat dari kenyataan bahwa hukum sendiri hanya
satu komponen dari seperangkat besar alat kebijakan lain yang terdapat di
dalam masyarakat yang sering tidak dapat dan tidak digunakan oleh hukum
sendiri. Oleh karena itu, pemusatan perhatian yang sifatnya ekslusif tentang
hukum sebagai suatu alat untuk mengarahkan perubahan sosial merupakan
suatu pandangan yang bersifat terobosan, di mana ke kurangan-kekurangan
dalam perspektif minimum yang dibutuhkan, dapat dimengerti dengan
mengamati fenomena itu.
Pembuatan kebijakan dan ilmu sosial yang dimana dewasa ini hampir
memonopoli kajian tentang hukum dan perubahan sosial adalah tidak cukup
untuk menghadapi aspek aspek yang berorientasi perspektif dan kebijakan
terhadap hukum se bagai suatu alat untuk pengarahan sosial.
Dengan demikian yang dibutuhkan adalah pendefinisian kembali subjek
"hukum sebagai suatu alat untuk mengarahkan perubahan sosial" di dalam dua
arah utama yaitu:
1. Alat kebijakan sosial
Suatu langkah awal yang dibutuhkan sebagai cara untuk menguji
penggunaan hukum sebagai suatu alat untuk mengarahkan perubahan
sosial di dalam suatu kerangka yang memadai tentang alat kebijakan
sosial, mencakup perhatian terhadap hukum dalam kerangka suatu sistem
hukum.
Komponen-komponen utama dari sistem hukum dapat dibagi dengan
klasifikasi yang sesuai dengan tujuan kita dalam pembahasan ini, sebagai
berikut:
a. Hukum substantif: konstitusional, undang-undang, putusan hakim,
administarif.
b. Hukum prosedural: konsitusional, undang-undang, putusan hakim,
administratif.
c. Personel: para hakim, para pengacara, legislator, polisi, penegak
hukum lain, dan person pejabat administratif.
d. Organisasi: badan legislatif, sistem peradilan, kepolisian, kantor
hukum, agen-agen administratif.
e. Sumber daya: Anggaran, informasi dan kapasitas memrosesan
informasi, fasilitas fisik.
f. "Decision rules and decision habits": formal, informal, implisit.

Meskipun klasifikasi ini belum mencakupi semua aspek misalnya,


perbedaan yang disebabkan karena perbedaan yurisdiksi dan perbedaan
para pelanggannya, tetapi sudah cukup untuk menunjukkan baik kelebihan-
kelebihan yang dimiliki oleh sistem hukum itu, maupun kelemahan akibat
saling tumpang-tindih dan saling ketergantungan yang kompleks yang ada
di dalam sistem hukum itu. Tentu saja, di dalam banyak keadaan,
kemanfaatan dari satu atau sebagian komponen itu sebagai alat untuk
mengarahkan perubahan di dalam keterpisahannya dari komponen lain
menjadi sangat tidak efisien, sering tidak bermanfaat dan sering tidak
produktif, manakala komponen-komponen itu digunakan secara terpisah
satu sama lain.
Oleh karena itu, untuk menggunakan hukum secara lebih baik sebagai
suatu alat untuk mengarahkan perubahan sosial, maka yang merupakan
hal yang esensial adalah menguji secara cermat setiap keadaan saling
ketergantungan antara berbagai komponen dari sistem hukum yang
relevan, menguji secara cermat saling keterkaitan antara komponen-
komponen itu dan fenomena-fenomena yang menjadi sasaran, dan hal
yang mungkin terjadi serta biaya-biaya termasuk kemungkinan yang
bersifat politis dan biaya-biaya dari perubahan komponen sistem hukum
yang lebih mencolok terhadap fenomena yang menjadi sasaran. Atas dasar
suatu pengujian seperti itu, seperangkat butir-butir yang mempunyai
pengaruh lebih baik di dalam sistem hukum akan dapat diidentifikasi, untuk
digunakan secara bersama-sama sebagai suatu alat kebijakan.

2. kebijakan normatif
Analisis kebijakan merupakan suatu perluasan dari analisis system
terhadap persoalan kebijakan yang kompleks yang tidak dapat diukur dan
di wakili oleh model-model yang "exercizeable" yang harus diterapkan
untuk penggunaan hukum sebagai suatu alat untuk mengarahkan
perubahan sosial adalah analisis kebijakan yang di kombinasikan dengan
pengetahuan tentang fenomena substantif dari hukum dan perubahan
sosial, yang harus disediakan melalui studi perilaku yang didesain untuk
menyediakan bantuan "heuristic" yang sistematis dalam menghadapi
persoalan selanjutnya yang saling berhubungan mengenai langkah-langkah
penting dalam arahan pendekatan analisis kebijakan terhadap hukum dan
kebijakan hukum sebagai berikut :
a. Putusan atas strategi utama tentang kebijakan berkaitan dengan
risiko, kadar inovasi, tujuan pokok, bidang yang mungkin untuk
dikerjakan, serta perspektif waktu. Putusan-putusan strategi yang
bersifat eksplisit seperti itu adalah esensial untuk mengubah desain
kebijakan dan tugas-tugas pilihan menjadi dimensi-dimensi yang
penuh makna serta dapat dikendalikan.
b. Desain dari alternatif kebijakan pokok, dengan kombinasi-kombinasi
yang berbeda dari berbagai perubahan di dalam hukum dengan
perubahan di dalam alat kebijakan lain.
c. Prediksi tentang konsekuensi yang mungkin terjadi dari alternatif
kebijakan pokok (with fast elimination of many of them if necessary
so as to make further analysis easier) melalui metode-motode baru
seperti eksperimen "social-legal" dan rangkaian pembuatan putusan
terhadap penggunaan-penggunaan hukum.
d. Pengujian terhadap alternatif kebijakan pokok yang bersifat tetap
yang berkenan dengan kemungkinan konsekuensi-konsekuensi
urutan pertama, kedua, dan ketiga di dalam suatu kerangka kerja
biaya keuntungan (a benefit-cost).
e. Perbandingan dari konsekuensi yang mungkin berkenaan dengan
pilihan-pilihan nilai dengan perhatian khusus untuk mengubah dari
sensitivitas menjadi perbedaan-perbedaan nilai dan untuk
melemahkan fungsi-fungsi lain (including symbolic ones) dari hukum.
f. Penyajian analisis kebijakan ditemukan di dalam suatu bentuk. yang
kondusif bagi pembuatan putusan politik dan eksekutif melalui
putusan yang dapat dijelaskan (explicated judgment).
g. Desain dari "follow-up", evaluasi, dan alat yang mendesain kembali
kebijakan dengan perhatian khusus terhadap akibat alat-alat hu kum
dan bagi kemungkinan-kemungkinan serta biaya-biaya un tuk
mengatur kembali mereka.
Ketujuh persoalan yang telah dikemukakan di atas harus dihadapi di
dalam penggunaan hukum sebagai suatu alat untuk mengarahkan
perubahan sosial, dan merupakan bagian-bagian dari kerangka kerja dasar
untuk melakukan yang demikian itu. Oleh karena itu, analisis kebijakan
harus merupakan salah satu dari fondasi-fondasi pendekatan orientasi
kebijakan terhadap hukum dan perubahan social.

B. Perubahan Sosial, Khusus Urbanisasi Dan Dampak Negatif


Berkaitan dengan prinsip hukum itu tidak otonom, maka lahirnya kejahatan
pun, termasuk kejahatan kekerasan tidak terlepas dari kon disi masyarakatnya;
senantiasa tergantung (tidak mandiri) terhadap berbagai faktor yang ada dalam
masyarakatnya. Perubahan sosial di sektor mana pun mau tidak mau akan
memengaruhi pula sektor hu kum, termasuk berpengaruh terhadap peningkatan
kejahatan di mana di dalamnya terdapat berbagai jenis kejahatan kekerasan
seperti: penganiayaan, tawuran, unjuk rasa yang diwujudkan dengan berbagai
tindakan kekerasan yang telah merupakan kejahatan seperti perusakan barang
milik orang lain ataupun barang-barang milik umum, pencurian dengan
kekerasan (perampokan), pembunuhan, dan sebagainya.
Hukum, termasuk penyimpangannya yang kita kenal sebagai ke jahatan;
sebagai fenomena sosial terpaksa tunduk pada teori-teori per ubahan sosial
yang dikenal di dalam sosiologi.

Salah satu penyebab meningkatnya kriminalitas adalah terjadinya


perubahan sosial, dan salah satu penyebab terjadinya perubahan sosial adalah
pertambahan maupun pengurangan penduduk. Salah satu per wujudan dari
pertambahan penduduk di perkotaan adalah urbanisasi.
Tepatlah apa yang dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo (1979: 3) bahwa
salah satu hal penting adalah:

"Kemampuan yang ada pada hukum untuk menghadapi beban serta


tuntutan yang datang dari perubahan sosial."

Selain itu, faktor-faktor lain sebagai penyebab perubahan antara lain:


penemuan-penemuan baru, revolusi sosial, konflik intern, pepe rangan,
bencana alam, pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Selain yang
dikemukakan di atas, masih terdapat beberapa faktor yang mempercepat
proses perubahan, yaitu:
1. Kontak dengan kebudayaan lain
2. Penduduk yang heterogen.
3. Toleransi terhadap tindakan-tindakan penyimpangan
4. Sistem pendidikan yang modern
5. Sikap menghargai hasil karya orang lain
6. Motivasi untuk maju
7. Ketidak puasan terhadap sektor-sektor tertentu di dalam kehidupan
masyarakatnya.
8. Animo untuk meningkatkan taraf hidup.

C. Pengaru Perubahan Hukum Di Bidang Teknologi


Hukum dalam mempengaruhi kehidupan manusia adalah hukum diartikan
sebagai suatu kontrol sosial. Kontrol social (social kontrol) biasanya diartikan
sebagai suatu proses baik yang direncanakan maupun tidak, yang bersifat
mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi
sistem kaidah dan nilai yang berlaku.
Sosial kontrol yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan
pembentukan dan pemeliharaan aturan-aturan sosial yang berpijak pada
kemampuan hukum untuk mengontrol perilaku-perilaku manusia dan
menciptakan suatu kesesuaian didalam perilaku-perilaku tersebut. Salah satu
dari karakteristik hukum yang membedakannya dari aturan- aturan yang
bersifat normatif ialah adanya mekanisme kontrol yaitu yang disebut sebagai
sanksi. Hukum berfungsi untuk menciptakan aturan-aturan sosial dan sanksi
digunakan sebagai alat untuk mengontrol mereka yang menyimpang dan juga
digunakan untuk menakut-nakuti orang agar tetap patuh kepada aturan-aturan
sosial yang sudah ditentukan.
Talcott Parsons, sebagaimana diuraikan oleh Stjipto Rahardjo (1979: 153)
mengemukakan bahwa:

“Penemuan di bidang teknologi merupakan penggerak perubahan sosial,


sebab penemuan yang demikian menyebabkan terjadinya perubahan-
perubahan yang berantai sifatnya.”

Namun demikian, perubahan yang ditimbulkannya tidak senan tiasa dalam


wujud perubahan positif atau yang bermanfaat, sebab penemuan di bidang
teknologi canggih (seperti televisi, video, laserdisc, fotografi, dan lain-lain) serta
penggunaannya, secara langsung atau pun tidak langsung dapat menimbulkan
dampak negatif, yaitu dapat menjadi faktor yang mendorong terjadinya kejadian
kekerasan atau meningkatkan kualitas suatu kejahatan kekerasan tertentu.
Contoh yang dewasa ini banyak terjadi adalah banyak kejahatan seksual,
termasuk pemerkosaan terjadi karena pelakunya terangsang setelah menonton
iklan erotis atau dan film-film erotis, baik melalui bioskop, televisi, kaset video,
CD-rom, laserdisc, internet, dan sebagainya.
Nurdi (Jurnal Al Bayan Vol. 24. No.1 Januari-Juni 2018, hlm, 39)
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya efek
komunikasi massa dapat beragam, namun wujut efek bisa berbentuk pada tiga
hal:
a. efek kognitif (pengetahuan)
b. afektif (emosional dan perasaan)
c. behavioural (perubahan pada perilaku)
Dalam perkembangan komunikasi kontemporer saat ini, sebenarnya proses
pengaruh (munculnya efek kognitif, afektif dan begavioural) tidak bisa berdiri
sendiri. Jadi pesan itu tidak langsung mengenai individu, tetapi “disaring”,
dipikirkan dan dipertimbangkan apakah ia mau menerima pesan-pesan media
massa atau tidak. Faktor-faktor inilah yang menjadi penentu besar tidaknya
faktor efek yang dilakukan media massa.
Dengan kata lain, ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses
penerimaan pesan. Ada dua faktor utama yang turut andil di dalamnya, yaitu
faktor individual dan faktor sosial. Faktor individu yang ikut berpengaruh pada
proses penerimaan pesan lebih banyak dipengaruhi oleh pemikiran psikologi.
Seorang fsikolog akan melihat bahwa faktor pribadi seseorang ikut menentukan
proses efek yang terjadi. Ada banyak faktor yang ikut mempengaruhi proses
komunikasi antara lain selective attention, selective perception dan selective
retention, motivasi dan pengetahuan, kepercayaan dan pendapat, nilai dan
kebutuhan, pembujukan, kepribadian dan penyesuaian diri.
D. Pengaruh Perubahan Nilai Dalam Keluarga Dan Lingkungan
Perubahan yang terjadi secara drastis dalam era globalisasi ini, juga
menyebabkan terjadinya pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat sehingga
terjadi pergeseran nilai di dalam keluarga maupun lingkungan yang lebih luas.
Oleh karena itu pengaruh keluarga dan lingkungan yang lebih luas, juga
seyogianya mendapat perhatian sosiologi hukum.
Secara umum, faktor penyebab terjadinya kejahatan atau kriminalitas pada
umunya adalah:
1. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri pelakunya (faktor intern),
seperti pelaku yang menderita kelainan jiwa atau sifat khas tertentu
dalam diri pribadinya misalnya emosional dan mu dah tersinggung
akibat rendah diri.
2. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri pelakunya (faktor ekstern)
seperti faktor keluarga, faktor lingkungan kumuh dan kebijakan
perkotaan, kebijakan yang berkaitan dengan penya lahgunaan obat-
obatan dan minuman keras, kebutuhan ekonomi yang mendesak, dan
lain-lain.
Jika faktor penyebab kejahatan, khususnya kejahatan kekerasan ingin
dicari lebih jauh pada akar masalahnya, maka penyebabnya. selain dapat dicari
pada diri beberapa atau sebagian individu yang terlibat dalam kejahatan
tersebut, juga harus dicari dalam masyarakat di mana para individu pelaku
kejahatan itu hidup dan bersosialisasi.
Perubahan sosial dapat diketahui bahwa telah terjadi dalam masyarakat
dengan membandingkan keadaan pada dua atau lebih rentang waktu yang
berbeda. Misalnya struktur masyarakat Indonesia pada masa pra kemerdekaan,
setelah merdeka, orde lama, orde baru, reformasi, dst. Yang harus dipahami
adalah bahwa suatu hal baru yang sekarang ini bersifat radikal, mungkin saja
beberapa tahun mendatang akan menjadi konvensional, dan beberapa tahun
lagi akan menjadi tradisional. Apabila ditelaah dengan lebih mendalam perihal
yang menjadi sebab terjadinya suatu perubahan dalam masyarakat, maka pada
umumnya dapatlah dikatakan bahwa faktor yang dirubah mungkin secara
sadar, mungkin pula tidak merupakan faktor yang dianggap sudah tidak
memuaskan lagi.
Adapun sebabnya masyarakat merasa tidak puas lagi terhadap suatu faktor
tertentu adalah mungkin karena ada faktor baru yang lebih memuaskan,
sebagai pengganti faktor yang lama. Mungkin juga bahwa perubahan diadakan
oleh karena terpaksa diadakan penyesuaian diri terhadap faktor-faktor lain yang
telah mengalami perubahan-perubahan terlebih dahulu. Pada umumnya
dapatlah dikatakan bahwa sebab-sebab terjadinya perubahan-perubahan sosial
dapat bersumber pada masyarakat-masyarakat itu sendiri, dan ada yang
letaknya di luar masyarakat tersebut, yaitu yang datangnya sebagai pengaruh
dari masyarakat lain, atau dari alam sekelilingnya.
Agus Santoso dalam bukunya “Perubahan Sosial Dan Dampaknya”
memukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial dalam
masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Faktor eksternal
a. Difusi (penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari kelompok/golongan
ke kelompok atau golongan lain dalam suatu masyarakat difusi intra
masyarakat, atau dari suatu masyarakat ke masyarakat lain difusi
antarmasyarakat).
b. Kontak kebudayaan (akulturasi), terjadi karena dua kelompok atau
lebih dengan kebudayaan saling berbeda bertemu dan berinteraksi
secara intensif kemudian antara mereka terjadi saling
menyerap/meminjam unsur kebudayaan.
c. Asimilasi (pembaharuan atau perakawinan budaya), terjadi ketika
dua ataulebi kelompok dengan kebudayaan berbeda, saling
berinteraksi secara intensif sehingga terjadi pembauran atau
peleburan diantara dua kelompok atau lebih tersebut membentuk
kelompok baru.
2. Faktor internal
a. Perubahan aspek demografi (bertambah dan berkurangnya
penduduk)
b. Konflik antar kelompok dalam masyarakat
c. Terjadinya gerakan social dan pemberontakan (revolusi)
d. Penemuan-penemuan baru

E. Teori-Teori Perubahan (Achmad Ali,1988.)


1. Teori Perubahan Sosial dari Willian F. Ogburn
Ogburn menekankan perubahan sosial pada faktor kondisi-kon disi
teknologi dan ekonomis. Menurut kacamata Ogburn, kondisi-kondisi
tersebutlah yang dianggapnya sebagai dasar dari organisasi sosial maupun
nilai-nilai. Karena itu nilai-nilai yang merupakan hasil situasi teknologis dan
ekonomis, merupakan pula titik tolak yang harus dipelajari terhadap
terjadinya perubahan sosial.
2. Teori Hukum Perkembangan dari August Comte
Comte mengistimewakan pengaruh pertambahan penduduk secara
alamiah terhadap perubahan sosial. Meskipun Comte juga mengakui
pengaruh faktor-faktor lain, tetapi yang utama menurut Comte adalah
pertambahan penduduk yang dilihatnya selalu merupakan gejala yang
konkret dari meningkatnya perbaikan kondisi manusia.
3. Teori Perubahan Hukum dan Masyarakat dari Emile Durkheim
Meskipun sudah dibahas secara umum dalan bahasan sebelumnya,
tetapi di sini penulis ingin menyarikan pendapat Emile Durkheim ten tang
perubahan hukum dan perubahan masyarakat. Emile Durkheim dalam
karyanya De le Division dan di dalam Les Regles, memberi perhatian besar
pada persoalan pembagian kerja dalam perubahan sosial. Durkheim
melihat bahwa peningkatan jumlah penduduk harus serentak dengan
peningkatan kepadatan materi, derajat konsentrasi penduduk pada wilayah
tertentu dan terutama kepadatan moral atau kepadatan dinamis.
4. Teori Perubahan Sosial dari Ferdinand Tonnies
Tonnies melihat adanya dua tahapan perkembangan masyarakat yang
gemeinschaft menuju pada masyarakat yang gesellschaft.
Masyarakat tipe gemeinschaft adalah prototipe yang sifatnya ala miah
dan disarkan pada hubungan batiniah sedangkan gesellscheft adalah
didasarkan pada hubungan karena kepentingan yang rasional dan sifatnya
artifisial. Gesellschaft didasarkan pada ikatan lahiriah yang bersifat pokok
untuk masa yang pendek.
BAB  III
KESIMPULAN

Masyarakat modern adalah masyarakat yang lebih aktif dalam segala


perubahan dalam fenomena sosial. Dengan demikian hukum adalah salah satu dari
alat masyarakat modern yang sangat tepat digunakan untuk mengarahkan mereka,
asal saja penggunaannya juga tepat, dan sebaliknya akan menjadi sangat berbahaya
jika digunakan secara keliru. Hal ini menjelaskan betapa pentingnya suatu
pendekatan baru untuk menggunakan hukum sebagai suatu alat untuk mengarahkan
perubahan sosial dalam suatu kerangka kerja pembuatan kebijakan yang bersifat
luas.
Hukum dalam mempengaruhi kehidupan manusia adalah hukum diartikan
sebagai suatu kontrol sosial. Kontrol social (social kontrol) biasanya diartikan
sebagai suatu proses baik yang direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik,
mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi sistem kaidah
dan nilai yang berlaku.
Sosial kontrol yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan pembentukan
dan pemeliharaan aturan-aturan sosial yang berpijak pada kemampuan hukum
untuk mengontrol perilaku-perilaku manusia dan menciptakan suatu kesesuaian
didalam perilaku-perilaku tersebut. Salah satu dari karakteristik hukum yang
membedakannya dari aturan- aturan yang bersifat normatif ialah adanya mekanisme
kontrol yaitu yang disebut sebagai sanksi. Hukum berfungsi untuk menciptakan
aturan-aturan sosial dan sanksi digunakan sebagai alat untuk mengontrol mereka
yang menyimpang dan juga digunakan untuk menakut-nakuti orang agar tetap
patuh kepada aturan-aturan sosial yang sudah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ali. 2012. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Jakarta: Kencana,
Bab. VI, hlm. 239-302.

Achmad Ali. 2012. Resep Hukum Sebuah Bunga Rampai. Jakarta: Kencana, Ed. 1, Bab
VII, hlm. 181-190.

Satjipto Rahadjo. 1979. Hukum dan Perubahan Sosial, hlm. 3 dan 153.

Gerald Turkel. 1996. Law and Society:Critical Approaches, Bab I, hlm. 3-5

Jurnal Lex Suplema. ISSN:2656-6141 (online) Vol. III. No. 1, Maret 2021, hlm. 8-9.

Jurnal Al-Bayan Vol. 24. No.1 Januari-Juni 2018, hlm. 39.

Anda mungkin juga menyukai