Di masa pandemi ini, angka perkawinan anak tetap meroket. Menurut
Kemen PPN/Bappenas, 400–500 anak perempuan usia 10–18 tahun berisiko menikah dini akibat pandemi Covid. Penyebab meningkatnya angka perkawinan anak pada masa pandemi tidak jauh berbeda dengan penyebab perkawinan anak pada kondisi normal. Kondisi kesejahteraan yang terus menurun ini telah memaksa orang tua membiarkan anaknya menikah. Penutupan sekolah ketika situasi ekonomi memburuk juga membuat banyak anak dianggap sebagai beban keluarga yang sedang menghadapi kesulitan ekonomi. Terbukti dengan adanya 34.000 permohonan dispensasi kawin yang diajukan kepada Pengadilan Agama pada Januari hingga Juni 2020, yang 97%- nya dikabulkan (katadata. co.id, 16 September 2020). Angka ini meningkat dari tahun 2019 yaitu sebanyak 23.126 perkara dispensasi kawin. Kementerian PPPA mencatat hingga Juni 2020 angka perkawinan anak meningkat menjadi 24 ribu saat pandemi (suara.com, 2020).
Perkawinan anak menambah risiko yang harus dihadapi anak selama
pandemi, selain peningkatan kekerasan dan permasalahan mental pada anak. Tulisan ini mengulas penyebab perkawinan anak selama masa pandemi Covid- 19 beserta kebijakan dalam menghadapi fenomena ini.
Dengan demikian, berdasarkan Putusan PA Jambi Nomor 60/ Pdt.P/
2021/ PA.Jmb yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan Pasal 7 disebutkan bahwa Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.
Berdasarkan ketentuan diatas, jika terjadi penyimpangan dari persyaratan
usia perkawinan, maka perkawinan baru dapat dilangsungkan setelah mendapat dispensasi dari pengadilan. Sejauh ini, sering kali orang tua calon mempelai pria dan atau calon mempelai wanita mengajukan permohonan dispensasi ke Pengadilan Agama agar anaknya yang belum mencapai usia perkawinan dapat diberikan dispensasi untuk menikah disebabkan berbagai pertimbangan yang bersifat mendesak.
Di antara alasan yang sering dikemukakan di dalam permohonan dispensasi
kawin adalah hubungan di antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita sudah sangat erat, sehingga tidak dimungkinkan lagi untuk menunda pelaksanaan pernikahan, atau bahkan keduanya telah terlanjur melakukan hubungan suami istri di luar nikah. Sehingga orang tua khawatir jika anak-anak mereka tersebut akan semakin dalam terjerumus ke dalam perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan yang ada.
Pengadilan Agama dalam mengadili perkara permohonan dispensasi kawin
sering kali mempertimbangkan antara dua kemudaratan, kemudaratan yang terjadi akibat perkawinan di usia anak-anak dan kemudaratan yang akan terjadi jika dispensasi perkawinan tersebut ditolak. Majelis Hakim sering kali menerima permohonan dispensasi kawin karena memandang bahwa kemudaratan yang akan terjadi jika dispensasi perkawinan ditolak lebih besar dibandingkan kemudaratan yang terjadi akibat perkawinan dini, dimana besar kemungkinan akan rusak keturunan serta kehormatan kedua calon mempelai tersebut.
Pertimbangan hukum yang dikemukakan oleh Majelis Hakim dalam
penetapan perkara permohonan dispensasi kawin dirumuskan berdasarkan Peraturan Mahkama Agung RI Nomor 05 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin Pasal 2 dan Pasal 3 serta fakta hukum yang terbukti di persidangan.