SOSIOLOGI HUKUM
Critical Legal Studies (Teori Hukum Kritis) yang kemudian akan disingkat
tahun 1977 yang mendapat dukungan dari Critique du Droit di Perancis dan
2) CLS ini mengeritik hukum yang sarat dan dominan dengan ideologi tertentu
emansipasi kemanusiaan.
pengetahuan yang benar-benar objektif. Karena itu, ajaran CLS ini menolak
karakteristik dari paham liberal. Dengan demikan, aliran CLS ini menolak
kemungkinan teori murni (pure theory), tetapi lebih menekankan pada teori
pencetus CLS yakni Roberto M. Unger, Teori Hukum Kritis atau CLS sangat
concern mengeritik hukum yang dilahirkan dari birokrasi (bureaucratic law) atau
dalam bahasa CLS disebut Hukum Pengatur (regulartory law). Hukum birokratis
ada satu negara yang relatif secara efektif menentukan kekuasaan berbagai
kelompok yang boleh dilaksanakan terhadap satu sama lain. Keadaan ini
konsisten dengan pengakuan bahwa dari perspektif yang lebih luas, relasi-
apa pemerintahannya dan apa yang dapat diperbuat pemerintahan itu (Roberto
M. Unger: 2008)
B. Pendekatan Peraturan perundang-undangan dan Peradilan yang
Otonom
preskripsi (peraturan yang mengikat) eksplisit, larangan atau izin yang ditujukan
pada kategori umum orang dan tindakan. Tipe seperti ini merupakan ciri utama
hukum birokratis karena hukum ini menjadi bagian dari wilayah administrasi
birokrasi sering kali mengeluarkan peraturan yang sangat tidak relevan dengan
Selanjutnya apabila kita mengamati apa yang diajarkan oleh aliran CLS,
ternyata premise yang dikembangkan oleh aliran legal realisme juga juga
menjadi inspirasi penganut CLS. Menurut penganut CLS karena hukum bukan
berdasarkan kebenaran yang objektif, melainkan hanya berdasarkan
tradisional atas hukum dalam kenyataannya, baik hukum di negara maju seperti
hukum di tempat lahirnya ajaran ini, yaitu Amerika Serikat, tetapi juga
sebenarnya lebih terasa kritikannya itu untuk hukum yang belum berkembang di
negara-negara dunia ketiga, termasuk hukum yang ada di Indonesia. Karena itu
yang dalam hal ini dikritik oleh CLS jelas berlaku juga di Indonesia. Bahkan
anggapan kaum fundamentalis hukum seperti hukum itu objektif, tertentu dan
bukan merupakan hukum dalam kenyataan di Indonesia. Atau dengan kata lain
hukum di Indonesia jelas tidak objektif, tidak tertentu dan tidak netral (Munir
Fuady 2003).
mempunyai dasar yang objektif dan tidak ada yang namanya kebenaran
sebagai tempat berpijak dari hukum. Dengan kata lain, hukum tidak mempunyai
dasar berpijak, yang ada hanya kekuasaan. Akhir-akhir ini, mereka yang
pikiran tentang teori hukum dan merupakan pembela gerakan Critical Legal
Studies. Yang menjadi ukuran bagi hukum bukanlah benar atau salah, bermoral
atau tidak bermoral melainkan hukum merupakan apa saja yang diputuskan
tahun tujuh puluhan di Amerika Serikat. Gerakan ini merupakan kelanjutan dari
berbeda dalam memahami hukum, tidak hanya seperti pemahaman selama ini
yang bersifat Socratis. Beberapa nama yang menjadi penggerak Critical Legal
Studies adalah Roberto Unger, Duncan Kennedy, Karl Klare, Peter Gabel, Mark
lain yang tradisional adalah bahwa Critical Legal Studies menolak pemisahan
antara rasionalitas hukum dan perdebatan politik. Tidak ada pembedaan model
logika hukum; hukum adalah politik dengan baju yang berbeda. Hukum hanya
Pemikiran ini terinspirasi pemikiran filsafat kritis dari Jurgen Habermas, Emil
hubungan yang oppressive (bersifat menindas) dan tidak egaliter. Teori kritis
bekerja untuk mengembangkan alternatif lain yang radikal, dan untuk menjajagi
peran hukum dalam menciptakan hubungan politik, ekonomi dan sosial yang
Alan Hunt: 1987). Dalam perkembangan lebih lanjut, pendekatan critical legal
Critical Legal Studies ini melahirkan pula Feminist Legal Theory dan
murni (pure teory), tetapi lebih menekankan pada teori yang memiliki
hal itu, namun dalam kalimat yang berbeda, Gary Minda dengan
hukum.
2010) :
1. Hukum mencari legitimasi yang salah; Dalam hal ini, hukum mencari
legitimasi dengan cara yang salah yaitu dengan jalan mistifikasi, dengan
oleh yang punya kuasa cepat percaya bahwa hukum adalah netral.
hakim akan memihak pada salah satu pihak (yang kuat) yang dengan
3. Tidak ada yang namanya prinsip-prinsip dasar dalam hukum; Ahli hukum
hukum tidak netral, dan hakim hanya berpura-pura atau percaya secara
naif bahwa dia mengambil putusan yang netral dan tidak memihak
Rahardjo. Satjipto. Ilmu Hukum. Cet 6. Citra Aditya Abadi, Bandung, 2006.
HS. Salim. Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum. Rajawali Pers, Jakarta,
2009.
Syahrani. H. Riduan. Kata Kata Kunci Mempelajari Ilmu Hukum. Alumni,
Bandung, 2009.
Dansur. Peranan Hakim Dalam Penemuan Hukum. Makalah, 1 Nopember
2006.
H. R. Otje Salman S., & Anton F. Susanto. Teori Hukum, Mengingat,
Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Refika Aditama.
Peter Fitzpatrict dan Alan Hunt. Critical Legal Studies. Basil Blackwell Ltd,
New York, 1987.
Fuady. Munir. Aliran Hukum Kritis (Paradigma Ketidakberdayaan Hukum).
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
Fadjar, A.Mukhtie. Teori-Teori Hukum Kontemporer. Cet. II. Malang, Setara
Press, 2014.
Unger, Roberto M. Teori Hukum Kritis. Cet. II. Bandung, Nusa Media, 2008.