Anda di halaman 1dari 8

NARASI KELOMPOK 7

1. Pengertian Hukum sebagai Rekayasa Sosial


Law as a tool of social engineering merupakan teori yang
dikemukakan oleh Roscoe Pound, yang berarti hukum
sebagai alat pembaharuan dalam masyarakat, dalam
istilah ini hukum diharapkan dapat berperan merubah
nilai-nilai sosial dalam masyarakat.
2. Fungsi Hukum sebagai Rekayasa Sosial
a) Hukum sebagai penyesuaian hubungan sosial dan
penataan perilaku masyarakat, maksudnya bahwa
keadilan bukanlah hubungan sosial yang ideal atau
beberapa bentuk kebajikan. Ia merupakan suatu hal
dari “penyesuaian-penyesuaian hubungan dan
penataan perilaku sehingga tercipta kebaikan, alat
yang memuaskan keinginan manusia untuk memiliki
dan mengerjakan sesuatu, melampaui berbagai
kemungkinan terjadinya ketegangan. Nah, Pound
mengatakan bahwa sistem hukum mencapai tujuan
ketertiban hukum dengan mengakui kepentingan-
kepentingan itu, dengan menentukan batasan-
batasan pengakuan atas kepentingan-kepentingan
tersebut dan aturan hukum yang dikembangkan
serta diterapkan oleh proses peradilan memiliki
dampak positif serta dilaksanakan melalui prosedur
yang berwibawa, juga berusaha menghormati
berbagai kepentingan sesuai dengan batas-batas
yang diakui dan ditetapkan.
b) Merubah pola-pola tertentu dalam suatu masyarakat,
dalam arti mengokohkan suatu kebiasaan menjadi
suatu yang diyakini dan lebih ditaati, maupun dalam
bentuk perubahan lainnya.
c) Mengatur dan mengelola masyarakat sehingga
tercipta masyarakat yang beradab dan menghasilkan
kemajuan hukum, dalam fungsi ini hukum
diibaratkan sebagai insinyur dalam mengungkapkan
dasar-dasar pembaruan dalam masyarakat baik
dalam bidang ekonomi maupun pembangunan dan
menggerakkan kemana masyarakat akan diarahkan
serta bagaimana masyarakat seyogianya diatur. Jadi,
hukum berfungsi sebagai alat untuk mengatur dan
mengelola masyarakat. Mengatur dan mengelola
masyarakat akan membawa kepada pembaharuan-
pembaharuan, perubahan-perubahan struktur
masyarakat dan penentuan-penentuan pola berpikir
menurut hukum yang menuju ke arah
pembangunan. Hal ini akan menghasilkan kemajuan
hukum, sehingga akan tercapai suatu suasana yang
dapat dikategorikan sebagai masyarakat yang
beradab.

Didalam fungsi-fungsi serta pengertian Hukum


sebagai Rekayasa sosial tadi, dapat kita tangkap
beberapa poin penting yaitu Hukum sebagai
instrumen pengubah masyarakat, Hukum sebagai
Kontrol Sosial, serta Hukum sebagai Pembangunan
Ekonomi

Hukum sebagai Instrumen Pengubah Masyarakat


Hukum memainkan peranan penting dalam masyarakat serta
mempunyai multifungsi untuk kebaikan masyarakat, demi mencapai
keadilan, kepastian hukum, ketertiban dll.
Berbicara tentang hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat
tidak terlepas dari satu tokoh yang bernama Roscoe pound Dengan
istilahnya yang terkenal Law as a toll of sosial enginering. Roscoe
Pound salah satu ahli hukum yang beraliran sociological
jurisprudence yang lebih mengarahkan perhatiannya pada kenyataan
hukum daripada kedudukan fungsi hukum. Kelahiran 27 okt 1870,
Lincoln, Nebraska, Amerika.
Law as a toll of social enginering merupakan teori yang dikemukakan
oleh Rescoe Pound yang berarti hukum sebagai alat pembaharuan/
merekayasa dalam masyarakat. Dalam istilah ini hukum diharapkan
dapat berperan merubah nilai - nilai sosial dalam masyarakat.
Dengan disesuaikan situasi dan kondisi di Indonesia, konsepsi “law as
a tool of social engineering” yang merupakan inti pemikiran dari
aliran pragmatic legal realism itu, oleh Mochtar Kusumaatmadja
kemudian dikembangkan di Indonesia. Menurut pendapat Mochtar
Kusumaatmadja, konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan
masyarakat Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya
daripada di Amerika Serikat, alasannya oleh karena lebih
menonjolnya perundang - undangan dalam proses pembaharuan
hukum di Indonesia walau yurisprudensi memegang peranan dan
ditolaknya aplikasi mekanisme daripada konsepsi tersebut yang
digambarkan akan mengakibatkan hasil yang sama daripada
penerapan paham legisme yang banyak ditentang di Indonesia. Sifat
mekanisme itu terlihat dengan digunakannya istilah “tool” oleh
Roscoe Pound. Itulah sebabnya mengapa Mochtar Kusumaatmadja
cenderung menggunakan istilah “sarana” daripada alat lebih
sederhananya adalah hukum di Indonesia tidak cukup berperan
sebagai alat, melainkan juga sebagai sarana pembaharuan
masyarakat. Hukum yang digunakan sebagai sarana pembaharuan itu
dapat berupa undang-undang atau yurisprudensi atau kombinasi
keduanya, seperti telah dikemukakan di Indonesia yang paling
menonjol adalah perundang-undangan, yurisprudensi juga berperan
namun tidak seberapa. Agar dalam pelaksanaan perundang-
undangan yang bertujuan untuk pembaharuan itu dapat berjalan
sebagaimana mestinya, hendaknya perundang - undangan yang
dibentuk itu sesuai dengan apa yang menjadi inti pemikiran aliran
sociological Jurisprudence yaitu hukum yang baik hendaknya sesuai
dengan hukum yang hidup didalam masyarakat. Sebab jika ternyata
tidak, akibatnya ketentuan tersebut akan tidak dapat dilaksanakan
dan akan mendapat tantangan-tantangan.
Fungsi hukum sebagai instrumen pengubah masyarakat ialah untuk
menjamin keamanan dalam masyarakat dan penjaminan struktur
sosial. Namun demikian, dalam masyarakat yang sudah maju, hukum
menjadi lebih umum, abstrak, dan lebih berjarak dengan konteksnya.
Teori tentang fungsi hukum dalam masyarakat yang sudah maju
dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi pertama dimana kemajuan
masyarakat dalam berbagai bidang membutuhkan aturan hukum
untuk mengaturnya. Dari sisi kedua adalah dimana hukum yang baik
dapat mengembangkan masyarakat atau mengarahkan
perkembangan masyarakat.
Beberapa contoh perundang-undangan yang berfungsi sebagai
sarana pembaharuan dalam arti merubah sikap mental masyarakat
tradisional kearah modern, misalnya larangan penggunaan koteka di
Irian Jaya, keharusan pembuatan sertifikat tanah dan sebagainya.
Hukum sebagai Alat Kontrol Sosial
Roscoe Pound menyatakan bahwa hukum adalah lembaga terpenting
dalam melaksanakan kontrol sosial. Hukum secara bertahap telah
menggantikan fungsi agama dan moralitas sebagai instrumen
penting untuk mencapai ketertiban sosial. Menurutnya, kontrol
sosial diperlukan untuk melestarikan peradaban karena fungsi
utamanya adalah mengendalikan “aspek internal atau sifat manusia”,
yang dianggapnya sangat diperlukan untuk menaklukkan aspek
eksternal atau lingkungan fisikal. Hukum sebagai alat kontrol sosial
bermakna sesuatu yang dapat menetapkan tingkah laku manusia.
Tingkah laku ini dapat diartikan sebagai sesuatu yang menyimpang
terhadap aturan hukum. Penyimpangan aturan hukum akan
mengakibatkan lahirnya sanksi hukum akan tindakan pelanggaran
hukum. Dimana sanksinya akan diterima oleh pelakunya. Sanksi
hukum kepada perilaku yang menyimpang, ternyata memiliki
perbedaan yang signifikan di kalangan suatu masyarakat. Karena hak
tersebut akan dipengaruhi dan berkaitan dengan banyak hal, seperti
keyakinan agama, aliran falsafat yang dianut. Sehingga sanksi hukum
akan selalu berkaitan dengan kontrol sosial. Misalnya sanksi pencuri
berbeda bagi masyarakat penganut Islam secara konsekuen dengan
masyarakat Eropa Barat. Orang Islam memberikan sanksi potong
tangan, sedangkan orang Eropa Barat memberi sanksi penjara.
Hukum bukan saja alat kontrol sosial, tetapi juga bisa sebagai alat
pengendali memainkan peran pasif. Maksudnya bahwa hukum dapat
menyesuaikan diri dengan kenyataan masyarakat yang dipengaruhi
oleh keyakinan dan ajaran falsafat lain yang diperpeganginya.
Pound menyatakan bahwa kontrol sosial diperlukan untuk
menguatkan peradaban masyarakat manusia karena mengendalikan
perilaku antisosial yang bertentangan dengan kaidah-kaidah
ketertiban sosial. Hukum, sebagai mekanisme kontrol sosial,
merupakan fungsi utama dari negara dan bekerja melalui penerapan
kekuatan yang dilaksanakan secara sistematis dan teratur oleh agen
yang ditunjuk untuk melakukan fungsi itu. Akan tetapi, Pound
menambahkan bahwa hukum saja tidak cukup, ia membutuhkan
dukungan dari institusi masyarakat, keluarga, pendidikan, moral, dan
agama. Karena suatu aturan atau hukum yang lahir dan telah sesuai
dengan harapan suatu masyarakat dan telah didukung oleh
masyarakat tersebut belum tentu dapat berjalan dengan baik bila
tidak didukung oleh aparat pelaksana yang komit terhadap
pelaksanaan hukum. Hal yang terakhir inilah yang sering dikeluhkan
oleh masyarakat Indonesia. Aparat sepertinya dapat dipengaruhi
oleh unsur-unsur lain yang sepatutnya tidak menjadi faktor penentu,
seperti kekuasaan, materi dan pamrih serta kolusi. Citra penegak
hukum masih rawan.
Hukum dan Pembangunan Ekonomi
Hukum atas ekonomi merupakan dua hal yang saling berkaitan.
Analisis ekonomi atas hukum ialah untuk melihat efisiensi dalam
upaya meminimalisasi cost terhadap beroperasinya aturan hukum
yang telah disusun agar tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan
tidak efisien.
Gagasan untuk menyusun undang-undang yang mengatur tentang
persaingan terkait dengan terbentuknya organisasi perdagangan
dunia (World Trade Organization) yang telah disetujui oleh Negara
Republik Indonesia pada tanggal 15 April 1994 di Marakesh,
Marokko. Selanjutnya diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing the World Trade Orga-nization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), maka perlu disusun
strategi untuk pembentukan beberapa rancangan undang-undang
sebagai akibat persetujuan tersebut, diantaranya undang-undang
yang mengatur persaingan usaha, yaitu Undang-undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
UU Persaingan Usaha merupakan undang-undang yang mengatur
bidang ekonomi, maka salah satu bidang yang dapat digunakan
untuk menjelaskan kesulitan dalam hukum persaingan adalah ilmu
ekonomi, seperti ditegaskan oleh Cooter dan Ulen bahwa: interaksi
antara para ahli hukum dan ahli ekonomi telah melahirkan kebijakan
pengaturan hukum persaingan (antit-rust) dan pengaturan berbagai
kebijakan ekonomi negara. Selanjutnya, menurut keduanya bahwa
analisis ekonomi terhadap hukum adalah suatu mata pelajaran
interdisipliner yang bukan saja menarik bagi peminat hukum dan
ekonomi, tetapi juga bagi para peminat kebijakan publik (public
policy). Perkara persaingan usaha merupakan salah satu perkara
hukum yang cukup rumit penanganannya dibandingkan perkara
hukum lainnya, dimana analisa dari segi ekonomi untuk beberapa
perkara sangat diperlukan dalam membantu pada saat melakukan
proses pembuktian. Munculnya aliran pemikiran di Amerika Serikat
(American Realism) yang bertumpu pada pengamatan terhadap apa
yang diputuskan hakim di pengadilan antara lain menjelaskan bahwa
banyak faktor non hukum (non legal factor) seperti ilmu ekonomi
yang turut mempengaruhi pertimbangan para hakim dalam
memutuskan perkara.
Analisis ekonomi atas hukum adalah melihat aspek efisiensi dalam
penentuan suatu pilihan dalam kehidupan manusia. Konsep tentang
pilihan dan rasionalitas mengakibatkan orang harus mengeluarkan
biaya karena harus meninggalkan satu pilihan untuk mengejar pilihan
lain yang dianggapnya lebih baik. Dalam kaitan ini Robert Cooter dan
Thomas Ulen mengatakan bahwa: Economics provided a scientific
theory to predict the effects of legal sanctions on behavior. To
economist, sanctions look like prices, and presumably, people
respond to these sanctions much as they respond to prices. People
respond to higher prices by consuming less of the more expensive
good, so presumably people respond to heavier legal sanctions by
doing less of the sanc-tioned activity. Economics has mathematically
precise theories (prices theory and game theory) and empirically
sound methods (statistics and econometrics) of analyzing the effecs
of prices on behavior.
Pendapat Robert Cooter dan Thomas Ulen ini memberikan
pemahaman bahwa antara dampak harga, baik tinggi atau mahal
terhadap perilaku memberikan pengaruh yang sangat signifikan. Hal
ini kemudian dikaitkan dengan hukum, berkenaan dengan penerapan
sanksi dimana sanksi yang berat atau ringan akan berdampak juga
pada perilaku dari orang yang akan menerima saksi tersebut.
Menurut Robert Cooter dan Thomas Ulen pendekatan ekonomi
untuk mengevaluasi hukum dan kebijakan, bahwa hukum hendaknya
tidak hanya dipandang sebagai suatu teknik berar-gumen, hukum
adalah instrumen untuk mendo-rong tujuan kepentingan sosial. Agar
dapat diketahui bahwa hukum mempunyai tujuan ini, hakim dan
para pembentuk hukum lainnya harus mempunyai metode
mengevaluasi hukum yang berdampak pada nilai kepentingan sosial.
Ilmu ekonomi memprediksi dampak kebijakan pada efisiensi.
Efisiensi selalu relevan untuk membuat kebijakan, karena itu selalu
lebih baik mendorong setiap kebijakan yang mempunyai biaya
rendah daripada biaya tinggi
Jadi yang dimaksud dengan pendekatan dari aspek efisiensi
(ekonomi) dalam memandang hukum adalah dalam upaya
meminimalisasi cost terhadap beroperasinya (aturan) hukum yang
telah disusun oleh para ahli hukum agar tidak menimbulkan biaya
ekonomi tinggi, tidak efisien dan tidak rasional dan itu merupakan
tuntutan perkembangan berbagai jenis peraturan (hukum) yang
berkaitan dengan bidang ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai