Anda di halaman 1dari 6

HUKUM PROGRESIF SEBAGAI SOLUSI PENEGAKAN HUKUM RESPONSIF

oleh: Aenul Ikhsan (LKBHMI CABANG GOWA RAYA)

Merosotnya moral karena kekayaan dan kemakmuran sebagian besar manusia sehingga berakibat
pada berbagai kejahatan dan kekerasan telah membawa kita untuk membutuhkan hukum yang
responsif selain memelihara moral anak bangsa. Hal ini tentunya membutuhkan kerja keras
semua pihak untuk menjadikan hukum sebagai norma sosial yang mampu menjaga
keseimbangan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Hukum dan masyarakat tentunya tak dapat dipisahkan satu sama lain. Oleh karena itu hukum
harus ditempatkan sebagai kerangka proses yang terus mengalami perkembangan (law In The
Making). perkembangan ini berarti hukum bukanlah dogma yang bersifat final. Bagi Prof.
Satcipto Rahardjo Perkembangan ini tentunya membutuhkan penyamaan persepsi terkait
perbuatan melawan hukum itu tidak hanya bertentangan dengan undang-undang namun juga
bertentangan dengan tata susila dan kepatutan menurut masyarakat.1

Dengan mengikuti jejak perkembangan sejarah sesuai dengan tuntunan perubahan sosial
masyarakat telah memberikan makna bahwa hukum bukanlah sebuah sistem yang stagnan dan
mengikut kepada status quois.inilah salah satu makna dasar dari hukum progresif yang digagas
oleh prof. Satjcipto Rahardjo.

Secara realita penegakan hukum seringkali fokus pada kepastian hukum, dan abai dengan rasa
keadilan masyarakat. Mengingat secara tekstual substansi hukum pastilah bermuara pada
kepastian hukum. Namun yang menjadi dasar dari masalah ialah pemaknaan yang sering
disamakan antara normatif dan positivis. Akibat dari kesalahan persepsi itu juga akan berakibat
terhadap penegakan hukum. hal tersebut menjadi tantangan bagi aparat penegak hukum
diindonesia.

Dewasa ini kita sering berdialektika terkait wacana reformasi penegakan hukum. Bahkan,
wacana pembaharuan hukum nasional telah membuahkan pembaharuan terkait isi KUHP. Tentu
saja misi yang di agungkan setidaknyaada lima poin diantaranya dekolonialisasi,
demokratisasi,konsolidasi, harmonisasi dan modernisasi. Misi ini tentunya bukan hanya sekedar

1
Satjcipto Rahardjo, Hukum Progresif, sebuah sintesa hukum Indonesia hal. 61
mengubah isi dari Hukum yang berlaku, namun setidaknya mampu berpengaruh terhadap
persepsi masyarakat terhadap wajah penegakan hukum di Indonesia.

Potret masalah penegakan hukum yang sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat meliputi
problem pembuatan perundang-undangan, masyarakat mencari kemenangan bukan kadilan, uang
mewarnai penegakan hukum, lemahnya sumber daya manusia, advokat tahu hukum vs advokat
tahu koneksi, keterbatasan anggaran, serta penegakan hukum yang dipicu oleh media massa. Hal
ini telah lama di bahas oleh hikmahanto juwono.

Negara sebenarnya telah membuat kebijakan untuk memperbaiki kinerja institusi hukum, aparat
penegak hukum dengan anggaran yang cukup memadai dengan harapan memiliki output
terhadap perlindungan, dan kepuasan sedapat mungkin mampu menjamin ketentraman dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat.

Dalam konteks tersebut sangatlah tepat jika reformasi penegakan hukum itu kita agung-
agungkan. Dengan harapan reformasi penegakan hukum sebagai jawaban bagaimana hukum
diindonesia diselenggarakan dalam kerangka pembentukan Negara hukum yang dicita-citakan.

Hukum juga dijadikan landasan sebagai gejala sosial. hukum tanpa realitas sosial seperti berjalan
di ruang hampa tanpa arah dan tujuan. Hal senada dikatakan oleh Lawrence Friedman yang
memberikan gambaran bahwa sistem hukum tidak mengambang dalam kehampaan budaya,
bebas ruang, waktu dan konteks sosial, niscaya mencerminkan apa yang terjadi dalam
masyarakat. Dalam jangka panjang, Friedman mengasumsikan bentuk dari masyarakat, seperti
sarung tangan yang cetakannya sama dengan bentuk tangan seseorang2. hal senada prof satcjipto
rahardjo juga beranggapan bahwa adagium Ubi Sociates Ubi Ius yang berarti dimana ada
masyarakat di situ ada hukum. sudah barang tentu hubungan hukum dan masyarakat tidak bisa di
pisahkan karena masyarakat tanpa hukum juga akan terjadi kekacauan. Membicarakan masalah
hukum tentu akan selalu terpaut dengan proses penegakannya. Hukum terutama dapat dilihat
bentuknya mela lui kaidah-kaidah yang dirumuskan secara eksplisit. Di dalam kaidah-kaidah
atau peraturan-peraturan hukum terkandung tindakan yang harus dilaksanakan, seperti
penegakan hukum3.

2
Suparman Marzuki, “Sosiologi Hukum”, Bahan Perkuliahan pada Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta, 7/11/2015.
3
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis (Yogyakarta: Genta Publishing, 2009), hlm. 1
Reformasi penegakan hukum bukanlah suatu hal yang mudah, mengingat yang harus di benahi
bukan hanya sistemnya namun juga orang yang menjalanan kelembagaan. Penegakan hukum
yang stagnan dan diskriminatif adalah kinerja oknum penegak hukum. Sejalan dengan hal
tersebut, Lawrence M. Friedmen dengan pendekatan sistem hukum yang meliputi substansi
hukum (Legal Substance), sub sistem struktur hukum (legal structure), dan sub sistem budaya
hukum (legal culture) bisa dijadikan landasan dari pemecahan masalah sebagai jalan reformasi
penegakan hukum di Indonesia.

Ketiga sistem hukum tersebut harus menjadi fokus pembenahan, melihat realitas hukum hanya
mampu di lihat dari aspek kelembagaan. Menelaah hukum sampai pada muatan produk hukum
tidaklah cukup, karena wajah penegakan hukum dari kinerja institusinya telah menjadi wajah
yang buruk dalam pandangan masyarakat. Hal ini terbukti dari hasil survey ……yang
menyatakan tingkat kepuasan masyarakat mengenai penegakan hukum ini….

Sejalan dengan hal tersebut, penulis mencoba memberikan gambaran pada konteks penegakan
hukum pidana yang pelaksanaanya ada pada empat komponen yaitu Kepolisian, kejaksaan,
pengadilan , dan kemasyarakatan. Terkadang mereka salah tafsir mengenai suatu teori dan akan
berdampak pada penegakannya. sedangkan kita harus memaknai bahwa hukum yang baik adalah
hukum yang mampu mengakomodasi dan membagi keadilan pada orang-orang yang akan
diaturnya. Kaitan yang erat antara hukum dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat ternyata
bahwa hukum yang baik adalah hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat.4

bagi penulis, penegakan hukum itu ibarat pisau yang memgang kendali adalah manusia. hukum
dari kegunaannya itu berpotensi baik dan buruk. maka yang mampu mengendalikannya adalah
manusia itu sendiri. sebagai pengantar dalam topik yang penulis angkat ini, penulis lebih
menekankan pada pemahaman tentang kata kemanusiaan. titik sentral hukum adalah hak, dan
hak tentunyua dimiliki oleh manusia. permasalahan hukum yang terjadi meskipun selalu
dibedakan antara peristiwa hukum dan peristiwa sosial namun bagi penulis keduanya adalah
suatu problem yang ada pada manusia dan hubungannya dengan manusia yang lainnya.
4
Kusnu Goesniadhie, “Perspektif Moral Penegakan Hukum yang Baik”, Jurnal Hukum Ius Quia
Iustum, 17 2 (2010), hlm. 198-199
seharusnya para individu manusia yang pada ujungnya telah melbur dalam masyarakat dan telah
terjadi pembagian kerja. ada yang telah menjadi masyarakat biasa dan ada yang menjadi aparat
penegak hukum, dan ada yang berhasil menjadi bagian dari birokrasi. namun point yang ingin
penulis tekankan adalah bahwa partikel terkecil dalam masyarakat adalah individu meskipun
pada realitasnya adalah realitas sosial. maka dari itu apapun yang menyangkut kehidupan
manusia baik kegiatan ekonomi, keagamaan, sosial dan budaya pada faktanya kita jangan
melepaskan untuk menjadikan manusia sebagai objek pengkajian.

penulis telah menjelaskan di atas bagaimana penjelasan lawrence M. Friedman tentang


pendekatan sistem hukum yang meliputi substansi hukum (Legal Substance), sub sistem struktur
hukum (legal structure), dan sub sistem budaya hukum (legal culture). Subtansi hukum
menyangkut aturan dan norma  berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi
pedoman bagi aparat penegak hukum. Subtansi sebagai suatu acuan pelaksanaan agar terukur
dan terarah dalam mencapai tujuan. Budaya hukum  menyangkut sikap masyarakat terhadap
hukum dan sistem hukum. Sikap masyarakat terhadap hukum mencakup kepercayaan, nilai-nilai,
gagasan dan harapan . struktur hukum menyangkut lembaga termasuk juga dalam aspek
organisasi, aspek ketatalaksanaan, aspek sumber daya manusia aparatur yang ada dalam sistem
itu. 

sejalan dengan hal tersebut, jika kita memahami maksud dari penulis berbicara manusia itu
tentunya sudah menjurus terhadap pendekatan struktur hukum itu sendiri. walaupun nanti tetap
akan di bahas mengenai sub sistem yang lainnya. jika kita memahami bahwa Struktur organisasi
dipengaruhi oleh bentuk  dan ukuran dari suatu organisasi. Bentuk  dan ukuran organisasi akan
berdampak pada proses administrasi ataupun pengambilan keputusan karena setiap proses
administrasi atau pengambilan keputusan akan melalui bagian-bagian yang ada dalam struktur
organisasi. selanjutnya Tata laksana  adalah merupakan sistem kerja yang diterapkan dalam
lembaga dalam menjalankan sistem. Tata laksana dapat dikatakan sebagai standar prosedur
operasional (SOP) yang menjadi acuan dalam menjalankan proses administrasi atau pengambilan
keputusan.  Sumber daya manusia aparatur adalah orang yang terlibat dalam menjalankan sistem
baik yang terdapat dalam struktur maupun yang diluar struktur. Sumber daya manusia aparatur
dipengaruhi oleh nilai (value) hukum bagi aparatur dan sikap (attitude) aparatur terhadap hukum
mempengaruhi kinerja dalam memproses administrasi ataupun pengambilan keputusan. 
telah tenggambarkan mengapa institusi memang harus lebih dibenahi karena kinerja buruk aparat
penegak hukum itulah sebenarnya yang menjadi ukuran kepuasan masyarakat terhadap hukum.
maka dari itu penulis menyarankan agar seluruh aparat penegak hukum bahkan pembuat hukum
yang harus menyentuh budaya hukum dan substansi hukum untuk tidak memandang sepele
pemikiran hukum progresif kareana menyangkut kritik dan solusi bukan seperti aliran study
hukum kritis yang menolak keberadaan hukum positif. hukum progresif tidak ,menolak tapi
mampu menemukan titik kajian dan penyadaran bagi akademisi dan praktisi hukum dalam
berhukum. hukum yang senantiasa berproses (law as process, law in the making).

penegak hukum idealnya bertipe berpikir secara sempurna karena menggunakan hati nuraninya
atau kecerdasan spiritual. Logika yang dibangun tidak hanya menggunakan “logika peraturan”
tetapi telah menggunakan “logika kepatutan sosial” (social reasonableness) dan “logika
keadilan”. Tipe penegak hukum seperti inilah yang disebut penegak hukum progresif.

bagi penulis ililah yang disebut reformasi paradigma karena hukum sudah bergeser dari social
engineering ke dark engineering karena digunakan untuk mempertahankan kekuasaan pada orde
baru. Pada era reformasi dunia hukum makin mengalami komersialisasi. jika dalam keadaan
terpuruk seperti ini kita harus berbenah mulai dari paradigma. karena tidak bisa di punbbgkiri
semua yang nampak buruk adalah perilaku, dari perilaku mencerminkan ideologi, dan yang
menghasilkan ideologi adalah cara pandang, dan cara pandang itu tergantung prinsip-prinsip
berfikir.

Aparat penegak hukum seharusnya bukan hanya cerdas secara intelektual namun juga cerdas
secara spiritual. agar fikiran itu bisa di imbangi dengan hati nurani. karena hati nuranilah yang
mampu mengontrol nafsu, dan akal manusia agar selalu berpotensi baik. 5 namun yang tidak
begitu penting kecerdasan intelektual seorang penegak hukum adalah dari isi kepalanya yang
selalu di bumbui dengan literatur yang membangun.

Berbenah dari institusi, tidak hanya mampu mengubah kebiasaan buruk penegak hukum seperti
yang dijelaskan sebelumnya. maka ketika hukum progresif itu di kedepankan maka rasa
pancasila yang selama ini adalah hal yang sangat abstrak yang sulit ditemukan direalitas
setidaknya bisa eksis melalui rasa keadilan masyarakat. bagi penulis yang terpenting dalam
5
Lihat Bab II NDP HMI
reformasi penegakan hukum adalah memulai dari strukturnya, agar orang yang menjalankan
struktur mampu mengetahui bagaimana menjalankan hukum yang berkemanusiaan.

DAFTAR PUSTAKA

Satjcipto Rahardjo, Hukum Progresif, sebuah sintesa hukum Indonesia hal. 61


Suparman Marzuki, “Sosiologi Hukum”, Bahan Perkuliahan pada Program
Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 7/11/2015.
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis (Yogyakarta: Genta
Publishing, 2009), hlm. 1
Kusnu Goesniadhie, “Perspektif Moral Penegakan Hukum yang Baik”, Jurnal Hukum
Ius Quia Iustum, 17 2 (2010), hlm. 198-199
Solihin, Candradimuka HMI

Anda mungkin juga menyukai