Anda di halaman 1dari 13

BAGIAN PERTAMA

CITA HUKUM
A. Hukum Sebagai Sistem Norma dan Fungsi-Fungsinya
Hukum dalam perkembangannya tidak hanya dipergunakan untuk mengatur tingkah
laku yang sudah ada dalam masyarakat dan mempertahankan pola-pola kebiasaan yang telah
ada. Lebih jauh dari pada itu, hukum telah mengarah kepada meggunakannya sebagai sarana
untuk melakukan perubahan-perubahan dalam masyarakat .
Apabila membicarakan hukum sebagai sarana, maka sebanarnya hukum telah memasuki
pembicaraan mengenai hukum sebagai konsep yang modern. Hal ini dikarenakan bahwa
hukum merupakan suatu kebutuhan masyarakat sehingga ia bekerja dengan cara memberikan
petunjuk tingkah laku kepada manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
1. Pengertian hukum
Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan peraturan atau kaedah dalam
kehidupan bersama; keseluruhan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan
bersama, yang dapat dipakasakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. (sudikno
mortokusumo). Hukum memiliki banyak segi dan bentuk, meliputi segala lapangan
kehidupan manusia menyebabkan orang tidak mungkin membuat suatu defenisi hukum yang
memadai dan konfrehensif (van aveldroom).
Pengelompokan pengertian hukum :
Hukum dipandang sebagi kumpulan ide dan nilai abstrak. Konsekuensi metodologi
adalah bersifat filosofis.
Hukum sebagai suatu sistem peraturan-peraturan yang abstrak, maka pusat perhatian
pada hukum sebagai suatu lembaga yang benar-benar otonom, yang bisa kita
bicarakan sebagai subyek tersendiri terlepas dari kalimatnya dengan hal-hal diluar
peraturan-peraturan tersebut. Konsekuensi metodelogisnya adalah bersifat normatifanalitis.
Hukum dipahami sebagai sarana atau alat untuk mengatur masyarakat, maka metode
yang digunakan adalah metoda sosiologis. Pengertian ini mengaitkan hukum untuk
mencapai tujuan-tujuan serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan konkrit dalam
masyarakat.

Hukum pada dasarnya merupakan hasil karya manusia atau sebuah komunitas yang
berjalan secara terus-menerus dan selalu mengalami proses untuk mengkristal
menjadi norma hukum yang tampak dalam bentuk simbol-simbol.(Prof.Esmi)
2. Tujuan Hukum
Garis-garis besar tujuan hukum meliputi pencapaian suatu masyarakat yang tertib dan
damai, mewujudkan keadilan, serta untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan atau
kesejahteraan.
3. Fungsi-Fungsi Hukum
Manusia di dalam kehidupannya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau
kepentingan-kepentingan yang hendak dipenuhinya. Namun, tidak semua manusia
mempunyai kebutuhan atau kepentingan yang sama, melainkan kadang berbeda, dan bahkan
tidak jarang pula bertentangan satu sama lain. Dilain pihak disadari pula bahwa terpenuhinya
suatu kebutuhan manusia amat tergantung pada manusia lainnya, bahkan pemenuhan
kebutuhan manusia dapat diselenggarakan di dalam masyarakat yang tertib dan aman.
Hukum menghendaki agar warga masyarakat bertingkah laku sesuai dengan harapan
masyarakat atau berfungsi sebagi kontrol sosial. Demikian pula hukum berfungsi sebagai
sarana untuk memperlancar proses interaksi sosial, yaitu dengan memandang hukum sebagai
suatu mekanisme kontrol sosial yang bersifat umum dan beroperasi secar merata dihampir
seluruh sektor kehidupan masyarakat.
4. Hukum Sebagai Suatu Sistem Norma.
Apapun namanya maupun fungsi apa saja yang hendak dilakukan oleh hukum tetap
tidak terlepas dari pengertian hukum sebagai suatu sistem, sebagai sistem norma. Pemahaman
yang demikian itu menjadi penting, karena dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai
suatu tujuan yang dikehendaki secara efektif, hukum harus dilihat sebagai sub/sistem dari
suatu sistem yang besar yaitu masyarakat atau lingkungannya.
5. Simpulan
Pada dasrnya hukum mempunyai banyak fungsi dalam usahanya mencapai tujuantujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, dalam perumusanya sebagai hukum positif
harus dipahami suatu sistem norma. Pemahaman ini penting artinya untuk menghindari
terjadinya kontradiksi atau pertentangan antara norma hukum yang lebih tinggi dengan norma
hukum yang lebih rendah kedudukannya. Pemahaman ini semakin penting artinya apabila
kita tetap berkeinginan agar eksistensi hukum sebagai suatu sistem norma mempunyai daya
guna dalam menjalankan tugasnya di masyarakat.

B. Funsi Cita Hukum dalam Pembangunan Hukum Yang Demokratis


Hukum merupakan suatu kebutuhan yang melekat pada kehidupan sosial itu sendiri.
Hukum

melayani

anggota-anggota

masyarakat

dalam

mengalokasikan

kekuasaan,

mendistribusikan sumber daya, melindungi kepentingan anggota masyarakat, dan menjamin


tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dalam masyarakat.
Perkembangan hukum yang semakin tangguh dan menonjol menujukan bahwa hukum
sebagai suatu konsep yang moderen, yang hendaknya tidak hanya dilihat sebagai sarana
untuk pengendalian sosial melainkan lebih dari itu sebagai sarana untuk melakukan
peubahan-perubahan. hal ini menjelaskan bahwa cita hukum yang berisi patokan nilai
memiliki peran dan fungsi yang penting dalam proses penyusunan RUU yang demokratif.
dalam konteks demikian hukum dirancang sedemikian rupa agar merupakan bangunan
hukum yang tertib dan teratur.
1. Elemen- Elemen Pembentukan Hukum
Setiap aktifias pembentukan peraturan perundang-undangan memerlukan bantuan
ilmu-ilmu agar produk hukum yang dihasilkan dapat diterima dan mendapat pengakuan dari
masyarakat diantaranya yaitu sosiologi hukum, ilmu-ilmu sosial lainnya dan ilmu tentang
perencanaan.
2. Peran Produk Hukum
Instutusi hukum merupakan suatu kebutuhan fungsional bagi masyarakat. Hukum
merupakan elemen penting bagi perkembangan politik, dan dengan demikian menjadikan
hubungannya dengan kebijaksanaan pemerintah semakin jelas. Hukum adalah dasar dan
pemberi petunjuk bagi smua aspek kegiatan masyarakat , kebangsaan, dan kenegaraan.
3. Kejelasan Konsep dan Bahasa Hukum
Untuk melakukan proses peranacangan perundang-undangan secara lebih baik, maka
pembentuk peraturan perundang-undangan hendaknya menyadari dan memahami secara
sungguh-sungguh dua hal pokok, yaitu Konsep dan Bahasa, terutama bagaimana mencari
kata-kata dan konsep yang tepat. Kejelasan konsep diperlukan untuk membantu dan
menuntun proses perancangan suatu produk hukum, baik dalam hal pengembangan
subtantive policy maupun dalam mengkomunikasikannya.

4. Memahami Hukum Sebagai Sistem


Jika institusi hukum dipahami sebagai suatu sistem, maka seluruh tata aturan yang
berada didalamnya tidak boleh saling bertentangan. bahkan lebih dari itu, dalam
pembentukan dan penegakan hukum sebagai suatu sistem, ia selalu menerima masukan dari
bidang-bidang yang lain. yang selanjutnya menghasilkan keluaran yang disalurkan kedalam
masyarakat. Jika dipahami sebagai suatu sistem norma, maka setiap peraturan perundangundangan haruslah merupakan suatu jalinan sistem yang tidak boleh saling bertentangan satu
sama lain.
5. Cita Hukum: Kunci Pembentukan Hukum
Istilah cita hukum perlu dibedakan dari konsep hukum, karena di dalam cita bangsa
indonesia, baik berupa gagasan, rasa, cipta, pikiran. sedangkan hukum merupakan penyataan
dalam kehidupan yang berkaitan dengan nilai yang diinginkan dan bertujuan mengabdi
kepada nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu, dalam negara republik indonesia yang memiliki
cita hukum pancasila dan sekaligus sebagai norma fundamental negara, setiap peraturan yang
hendak dibuat hendaknya diwarnai dan dialiri oleh nilai-nilai yang terkandung didalam cita
hukum tersebut.
6. Model Pembentukan Hukum Yang Demokratis
Dalam pengertian bahwa sebelum memasuki tahapan yuridis, proses pembentukan
suatu peraturan harus sudah melalui tahapan sosio/politis secara final. Disanalah kita akan
dapat memahami bahwa suatu peraturan itu sesungguhnya lahir melalui suatu proses yang
membutuhkan waktu yang cukup panjang. Dari proses ini pula akhirnya dapat diprediksikan,
seperti norma yang akan lahir ketika peraturan itu dibuat, terutama mengenai substansi dari
norma-norma hukum terebut.
7. Proses Transformasi Sosial Dalam Hukum
Didalam proses mengidentifikasi dan merumuskan problem kebijaksanaan sangat
ditentukan oleh para pelaku yag terlibat, baik secara individu maupun kelompok di dalam
masyarakat. Proses trasformasi dari keinginan-keinginan sosial menjadi peraturan perundangundangan baik dalam konteks politis dan sosiologis tidak hanya terjadi pada saat
pembentukan suatu peraturan dalam tahap bekerjanyapun proses-proses tersebut berlangsung
terus dan mengoreksi secara terus-menerus produk hukum yang telah dihasilkan terebut.

C. Pergeseran Paradigma Hukum: Dari Paradigma Kekuasaan Menuju Paradigma


Moral
Hal ini menggambarkan tentang kehidupan di Indonesia yang cendenrung berkiblat
pada paradigma kekuasaan. Kehidupan hukum yang demikian itu, menuntut suatu
perombakan mendasar dengan menggantikan paradigma kekuasaan dengan paradigma moral
agar hukum tampil lebih demokratis dan dapat merespon kebutuhan dan harapan bangsa
Indonesia. Maka yang harus dibahas adalah masalah transportasi hukum dalam era global.
Daklam hal ini, menggambarkan kehidupan hukum di Indonesia dan menjelaskan hubungan
sistem

hukum

dengan

sistem

politik

di

samping

itu,

menjelaskan

pentignya

paradigma pembangunan hukum agar lebih demokrtis dan dapat merespons suatu
perubahan-perubahan yang terjadi dalam agenda globalisasi.
1. Dinamika Pembangunan Indonesia
Pembangunan yang menekankan pada bidang ekonomi dan paradigma pertumbuhan
dapat berhasil bila didukung oleh stabilitas politik pengusaan sumber daya politik yang begitu
besar, menyebabkan struktur politik di Indonesia sangat ditetukan oleh kemauan politik
presiden. Kunci penentu setiap keputusan politik di indonesia dalah Presiden, meskipun
prosedur formalnya tampak ditetapkan oleh DPR dan MPR. Kondisi itu pulalah yang
memungkinkan pemerintah menempatkan dirinya pada posisi stratgis untuk menentukan
semua kebijaksanaan negara. Sementara rakyat dengan terpaksa menerimanya tanpa diberi
kesempatan untuk bersuara. Model pembentukan kebijaksanaan seperti ini jelas sangat elitis,
karena hanya merekalah yang tau akan kebutuhan rakyat dan berusaha memenuhinya, tanpa
harus mengikiutsertakan rakyat karena dianggap pasif, apatis, dan miskin informasi.
2. Tipologi Kekuasaan Dan Hukum Zaman Orde Baru
Dinamika pembangunan dengan karakteristik bahwa produk hukum selalu dipandang
sebagai prodak politik. Hal ini menyebabkan ia hanyalah sebagai alat untuk mewujudkan
tujuan-tujuan politik. Tatanan hukum yang dikembangkan sangat elitis dan konserfatif karna
proses pembentukannya sangat sentralistik dan tidak partisisptif. Otonomi politik lebih
mendominasi bila dibandingkan dengan yang dimiliki oleh hukum. Akibatnya hukum sering
dikesampingkan demi kepentingan politik, terutama bila negara disibukkan oleh pembenahan
politik secara mendasar seperti menjaga astatus quo dan stabilitas.

3. Tatanan Hukum Pasca Soeharto


Paradigma dan cara- cara lama tetap melekat hampir diseluruh kelembagaan yang ada,
karna pada kenyataanya aspirasi rakyat untuk menulis suatu perubahan secara total sulit
diwujudkan. Penanganan secara represif terus berlanjut seperti menangani demonstrasi,
masyarakat yang tergusur dan masih banyak lagi. Pembentukan perundang-undangan tidak
dapat dilakukan secara cepat, lebih disebabkan pola pikir pada aktor yang sulit untuk
melakukan perubahan terhadap cara lama yang mereka pakai selama ini. Akibatnya tingkat
kepercayaan terhadap pemerintah semakin lemah dan luntur.
4. Paradigma Kekuasaan dan Tatanan Hukum
Hukum yang dilandasi oleh paradigma kekuasaan menghadirkan hukum yang tidak
demokratis, yaitu suatui sistem hukum yang totaliter. padahal, Hukum itu bukanlah institusi
yang dapat dilepaskan dari konteks sosialnya, artinya, ketentuan secara normatif masih
memerlukan penanganan yang panjang untuk mewujudkan tujuannya di dalam masyarakat.
Negara hukum di Indonesia akan terwujud pada bangsa ini sendiri dan penyebab kemerosotan
adalah hegemoni kekuasaan yag terdiri dari militer, Golkar, dan birokrasi. Saat ini tampa
disadari negara telah berubah dari negara hukum menjadi negara kekuasaan.
5. Reformasi dan Pergeseran Paradigma Hukum
Agenda utama yang terpenting adalah memulihkan dan mengembalikan otentisitas
hukum, reformasi haruslah merupakan usaha untuk menjadikan hukum sebagai instistusi
yang mampu menjalankan pekerjaannya sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman.
Reformasi hukum merupakan ON GOING PROCESS dan bukan sekedar perubahan hukum
biasa. Reformasi sesungguhnya merupakan suatu perubahan seperangkat tata nilai untuk
dijadikan dasar bagi suatu sistem hukum. Perubahan mendasar dimulai dari perangkat nilai
dan berlanjut sampai pada tataran subtansi, struktur dan kultur hukumnya.
6. Transformasi Hukum Dalam Era Global
Masyarakat indonesia di dalam rangka membangun hukum nasional dihadapkan pada
tekanan globalisasi perdagangan bebas. Globalisasi telah merambah hampir semuah ranah
kehidupan masyarakat, sehingga diperkirakan bakal muncul suatu global society dengan
klasifikasi global seperti : Global economi, global education, global human condition, global
humanity, global order, and global global village.
Indonesia harus melakukan penataan terhadap tatanan hukumnya agar tidak menghambat
proses global tersebut. Dalam penataan hukum itu, indonesia tidak hanya memperhatikan cita
hukum dan politik hukum nasional serta karakteristik lokal. Akan tetapi, hendaknya juga

memperhatikan kecenderungan yang telah diakui oleh negara yang telah mengikuti global
trend, yang tampak dalam instrumen-instrumen internasional, seperti deklarasi, konvensi,
code of condact, dan sebagainya.
7. Simpulan
Akhirnya

untuk

mengaktualisikan

tujuan

masyarakat

menuju

pembentukan

masyarakat atau masyarakat madani berdasarkan cita hukum pancasila, maka perubahan
paradigma dalam tatanan hukum perlu diwujudkan dalam setiap tahap pekerjaan hukum.
Namun, tugas berat tersebut perlu didukung oleh sumber daya manusia yang dididik dengan
kurikulum yang diorentasikan kepada terwujudnya cita-cita bangsa. Tanpa melibatkan unsur
pendidikan, khususnya pendidikan hukum, mustahil reformasi hukum berparadigma moral
dapat berhasil.
Demikian pula perlu penataan kembali secara simultan bidang ekonomi, politik, dan
membangun budaya hukum yang dilandasi oleh nilai-nilai dasar bangsa yang terumus secara
normatif. Selain itu, dalam mengimplementasikan nilai-nilai dasar itupun tidak boleh
mengabaikan aspek realien der Gesetzgebung atau modal sosial yang telah dimiliki bangsa
Indonesia baik ditingkat domestik maupun internasional. Langkah ini penting dilakukan,
karena masing-masing sub sistem tersebut saling merasuki secara intensif. Oleh karena itu,
hukum hendaknya benar-benar memiliki fungsi sebagai pengintegrasi yang menerima,
mengolah, dan menghasilkan berbagai masukan dari subsistem-subsistem tersebut.
BAGIAN KEDUA
BUDAYA HUKUM
A. Peranan Kultur Hukum Dalam Penegakan Hukum
Hukum mengandung ide dan konsep yang abstrak. Sekalipun abstrak, tapi ia dibuat
untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, perlu adanya suatu
kegiatan untuk mewujudkan ide-ide tersebut kedalam masyarakat. Rangkaian kegiatan ini
untuk menjadi kegiatan merupakan suatu proses hukum. Jika menyangkut persoalan hukum
maka banyak aspek yang saling bersinggungan/melingkupinya. Oleh karena itu, penegakan
hukum tidak dilihat sebagi suatu yang berdiri sendiri (baca: banyak faktor). Hukum
hendaknya dilihat sebagai suatu gejala yang dapat diamati di dalam masyarakat antara lain
melalui tingkah laku. Artinya bahwa, perhatian harus ditujukan kepada hubungan antara
hukum dengan faktor-faktor non-hukum lainnya, terutama faktor nilai dan sikap serta
pandangan masyarakat, yang selanjutnya disebut dengan kultur hukum.

1. Hukum sebagai suatu sistem


Persoalan yang dihadapi sangatlah kompleks, disatu sisi hukum dipandang sebagai
suatu sistem nilai yang secara keseluruhan dipayungi oleh sebuah norma dasar yang
disebut ground norm atau basic norm sebagai suatu sistem nilai, maka ground norm itu
merupakan sumber nilai dan juga sebagai pembatas dalam penerapan hukum. Dalam
prospektif yang lain, hukum merupakan bagian dari lingkungan sosialnya dengan demikian,
hukum merupakan salah satu sub sistem diantara sub sistem sosial lain seperti sosial, budaya,
politik, dan ekonomi. Itu berarti hukum tidak dapat dilepaspisahkan dengan masyarakat
sebagai basis kerjanya.
2. Komponen-Komponen Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Hukum bukan hanya dipakai untuk mempertandingkan pola-pola hubungan serta
kaidah-kaidah yang ada. hukum yang diterima sebagai konsep yang moderen memiliki fungsi
untuk melakukan suatu perubahan sosial. Hukum senantiasa berhadapan dengan nilai-nilai
maupun pola-pola perilaku yang telah mapan dalam masyarakat. Penegakan hukum sebagai
suatu proses akan melibatkan berbagai macam komponen yang saling berhubungan, dan
bahkan ada yang memiliki tingkat ketergantungan yang cukup erat. Akibatnya, ketiadaan
salah satu komponendapat menyebabkan inevisien maupun useles sehingga tujuan hukum
yang di cita-citakan sulit terwujud. Komponen yang dimaksud seperti Personel,
Information,Budget,Facilityes ,Subtantief Law, Procedural Law, Decitoin Rules, and Decition
Habits (YeheskielDror) .
3. Hukum dan Struktur Masyarakat
Struktur masyarakat dapat menjadi penghambat sekaligus dapat memberikan saranaarana sosial, sehingga memungkinkan hukum dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya.
Semestinya hukum yang dianut di Indonesia harus sarat dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia. Peranan nilai dan sikap merupakan gejala universal sehingga di negaranegara yang sedang berkembang mudah terjadi ketidak cocokan antara nilai-nilai yang telah
dipilih untuk diwujudkan dalam masyarakat dengan nilai-nilai yang sudah mapan dan telah
dihayati oleh anggota masyarakat.
4. Simpulan
Berdasarkan uraian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa faktor kultur hukum
memegang peranan yang sangat penting didalam penegakan hukum. Kultur hukum berfungsi
untuk menjembatani sistem hukum dengan tingkah laku masyarakatnya. Seseorang

menggunakan atau tidak menggunakan, dan patuh antara tidak patuh terhadap hukum sangat
ditentukan oleh nilai-nilai yang dihayati oleh masyarakatnya.
B. Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Fungsi Hukum
Bagi suatu masyarakat yang sedang membangun hukum selalu dikaitkan dengan
usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat kearah yang lebih baik. Hukum
tidak cukup hanya sebagai kontrol sosial, fungsi hukum diharapkan melakukan usaha untuk
menggerakkan rakyat agar bertingkah laku sesuai dengan cara-cara baru untuk mencapai
suatu tujuan yang di cita-citakan. Semestinya segala keputusan melalui hukum itu tidak dapat
dilaksanakan dengan baik dalam masyarakat karena tidak sejalan dengan nila-nilai, sikapsikap, serta pandangan-pandangan yang telah dihayati oleh anggota masyarakat.
1. Hukum moderen dan Budaya Hukum
Perkembngan struktur sosial Indonesia tidak atau kurang sesuai dengan hukum
moderen yang dikembangkan oleh elit penguasa. Dengan kata lain, Struktur sosial bangsa
Indonesia belum seluruhnya diserap oleh hukum moderen sebagai basis sosialnya. Akibatnya,
banyak contoh yang menggambarkan tentang kepincangan pelaksanaan hukum moderen
buatan elit pengusa. Kegagalan untuk mewujudkan salah satu dari nilai-nilai dapat
menimbulkan hasil-hasil yang tidak sesuai dengan apa yang menjadi harapan dari isi
peraturan. Namun demikian, sebaik apapun hukum yag dibuat pada akhirnya sangat
ditentukan oleh budaya hukum masyarakat yang bersangkutan. Budaya hukum adalah
berbicara mengenai bagaimana sikap-sikap, pandangan-pandangan serta nilai-nilai yang
dimilikimoleh masyarakat.
2. Kegagalan Hukum Modern
Timbulnya ketidakcocokan antara tuntutan Undang-Undang dengan praktek yang
dijalankan oleh masyarakat merupakan suatu penyimpangan, penyimpangan dari normanorma yang telah ditentukan itu terungkap 92,2% bagi hasil. Penyimpangan-penyimpangan
dalam perjanjian itu antara lain tidak membutuhkan saksi, tidak dilakukan secra tertulis, dan
tidak mengindahkan batas waktu perjanjian.
3. Kegagalan Hukum: Kasus Perkawinan
Suatu ilustrasi tentang pelaksanaan Undang-Undang no 1 tahun1974 tentang
perkawinan oleh PSHP Fakultas Hukum Airlangga tentang efektifitas ketentuan umur untuk
kawin (19 Tahun untuk Pria, 16 Tahun untuk wanita) di Bangkalan Madura. Bagaimana
mungkin rakyat di desa itu mengetahui dan mematuhi isi Undang-Undang perkawinan,

sedang pengetahuan kepala desa yang dapat menyebut batasan umur kawin dengan tepat
hanya mencapai 25,38 %. Penelitian ini menemukan bahwa kebiasaan mengawinkan anak
dibawah umur 16 Tahun tetap saja dilakukan oleh masyarakat desa. Sekitar 64,62 perkawinan
dibawah umur ditemukan di Kabupaten Bangkalan.
4. Hukum Sebagai Karya Kebudayaan
Hukum merupakan kongkretisasi nilai-nilai yang terbentuk dari kebudayaan suatu
masyarakat. Oleh karena setiap masyarakat selalu menghasilkan kebudayaan, maka
hukumpun selalu ada disetiap masyarakat dan tampil dengan kekhasan masing-masing.
5. Komponen Budaya Hukum
Nilai-nilai

hukum

prosedural

mempersoalkan

tentang

cara-cara

pengaturan

masyarakat dan manajemen konflik. sedangkan komponen substantif dari budaya hukum itu
terdiri dari asumsi- asumsi fundamental mengenai distribusi `maupun menggunakan sumbersumber di dalam masyarakat, terutama mengenai apa yang adil dan sebagainya.
6. Menuju Efektifitas Hukum
Suatu sistem hukum yang tidak efektif tentunya akan menghambat terealisasinya
tujuan yang ingin dicapai itu. Sistem hukum dapat dikatakan efektif bila perilaku-perilaku
manusia di dalam masyarakat sesuai dengan apa yang telah ditentukan dalam peraturan yang
berlaku. Komunikasi hukum merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi agar hukum
berlaku efektif.
7. Melembagakan Nilai Hukum Baru
Untuk dapat menanamkan nilai-nilai baru sehingga dapat melembaga sebagai pola
tingkah laku yag baru di masyarakat, maka perlu adanya proses pelembagaan dan
internalisasi dalam rangka pembentukan kesadaran hukum masyarakat.
C. Pembinaan Kesadaran Hukum
Membina kesadaran hukum adalah suatu tuntutan pembaharuan sosial yang dewasa
ini

menjadi

perhatian

pemerintah

dan

mulai

digalakkan

dalam

berbagai

usaha pembangunan. Masalah pembinaan kesadaran hukum sangat berkaitan dengan berbagai
faktor, khususnya sikap para pelaksana hukum. Untuk memupuk dan membina pertumbuhan
kesadaran masyarakat, para penegak hukum mempunyai peranan yang amat besar. Hal ini
penting dilakukan, mengingat institusi hukum itu sendiri dipandang sebagai sarana penting
untuk memelihara ketertiban dan perdaamaian dengan masyarakat. Jadi tegaknya suatu
peraturan hukum baru akan menjadi kenyataan bilamana didukung oleh adanya kesandaran

hukum dari segenap warga masyarakat. semaski marata kesadaran terhadap berlakunya
hukum, semakin kecil pula kemungkinan meunculnya tingkah laku yang tidak sesuai dengan
hukum.
1. Terminologi Kesadaran Hukum
Kesadaran hukum dalam konteks terminologi berarti kesadaran untuk bertindak sesuai
dengan kesadaran hukum. Kesadaran hukum masyarakat merupakan jembatan yang
menghubungkan antara peraturan-peraturan hukum dengan tingkah laku hukum anggota
masyarakatnya.
2. Sikap Moral : Kunci Kesadarn Hukum
Masalah kesadaraan hukum ini timbul apabila nilai-nilai yang akan diwujudkan dalam
peraturan hukum itu merupakan nilai-nilai yang baru, Hal ini sebagai konsekwensi logis dari
meluasnya fungsi hukum yang tidak sekedar merekam kembali pola-pola tingkah laku yang
sudah ada dalam masyarakat.
3. Motifasi Bertingkah Laku
Adanya ketidakcocokan antara peranan yang diharapkan oleh norma dengan tingkah
laku yang nyata, disebabkan karena fungsi hukum tidak lagi sekedar merekam kembali polapola tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat. Melainkan hukum pun ingin membentuk
pola-pola tingkah laku yang baru. Hukum diharapkan untuk dapat membentuk, mengarhkan,
dan pada saat tertentu juga merubah masyarakat menuju sesuatu yang dicita-citakan.
4. Faktor Penentu Kesadaran Hukum
Salah satu sumber bagi tidak ditaatinya suatu peraturan adalah faktor inkonsistensi
dalam pelaksanaan hukum disamping faktor komunikasi hukumnya juga. Dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa tindakan yang akan dilakukan oleh masyarakat sebagai responnya terhadap
peraturan-peraturan hukum sangat bergantung dari isi norma hukum itu sindiri, saksisaksinya aktifitas para pelaksana hukum serta semua faktor- faktor yang yuridis yang bekerja
atas dirinya.
5. Pertimbangan Pembuatan Hukum dan Pembinaan Kesadaran Hukum
Pembuatan hukum itu merupakan suatu rencana bertindak (Plan of Action) artinya apa
yang disebut sebagai Undang-Undang itu hanyalah sekedar kerangka atau pedoman
bertindak. Dan oleh karena itu masih harus dilengkapi dengan segala macam sarana yang
dibutuhkan agar dapat dijalankan dengan semestinya. Terhadap pembuatan hukum tersebut
diperlukan sebagai pembinaan yang berorientasi kepada usaha-usaha untuk menanamkan,

memasyarakatkan, dan melembagakan nilai-nilai, yang mendasari peraturan hukum tersebut.


melalui komunikasidan konsistensi.

TUGAS INDIVIDU
Sinopsis Buku Bagian Pertama dan Bagian Kedua
PRANATA HUKUM SEBAGAI TELAAH SOSIOLOGIS
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Sosiologi Hukum
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hj. Esmi Warassih Pujirahayu S.H., M.S.

oleh :
REZKY TAMELAH (11010115410040)

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU HUKUM

UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016

Anda mungkin juga menyukai