Anda di halaman 1dari 18

“ RESUME TENTANG PERINTIS TRADISI SOSIOLOGI HUKUM DI

INDONESIA DAN ALIRAN PARA TOKOH SOSIOLOGI HUKUM


INDONESIA “
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sosiologi Hukum

TUGAS INDIVIDU KE- 3

DOSEN:
SUBELO WIYONO, SH., MPD.

OLEH :
NAMA : GITA JUNITASARI
NPM : 171000340

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
BANDUNG
2019 / 2020
Deskripsi Tugas

1. Menyebutkan nama-nama tokoh perintis tradisi sosiologi hukum di Indonesia,


aliran-aliran Pemikiran Para Tokoh Sosiologi Hukum di Indonesia.
2. Menjelaskan dan mendeskripsikan tradisi sosiologi Hukum Di Indonesia,
pemikiran para tokoh sosiologi hukum di indonesia.
3. Mengemukakan kritik terhadap pemikiran para tokoh sosiologi hukum di
Indonesia.

1. TOKOH SOSIOLOG INDONESIA

1) Selo Soemardjan (1994),


Selo Soemardjan dikenal sebagai bapak sosiologi Indonesia. Pengaruh sosiologi
Amerika yang Parsonian pada saat itu, dibawa oleh Selo Soemardjan ke
Indonesia melalui publikasi hasil risetnya berjudul ”Perubahan Sosial di
Yogyakarta”. Perspektif fungsionalisme struktural dalam melihat perubahan
sosial mendominasi sosiologi pada awal masuknya disiplin tersebut ke Indonesia.
Selo Soemardjan banyak melakukan studi tentang perubahan sosial, integrasi
sosial, dan sistem pemerintahan di Indonesia.

Adopsi teori fungsionalisme Parsonian dalam analisisnya membantu pemerintah


dalam agenda pembangunan. Menurut Selo Sumardjan, Sosiologi adalah ilmu
kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial
termasuk perubahan sosial.
2) Pudjiwati sayogjo,

Sayogjo dikenal sebagai Bapak Sosiologi Pedesaan ,kontribusi utama Sayogjo


pada perkembangan sosiologi Indonesia adalah pengenalan subdisiplin sosiologi
pedesaan di berbagai institusi perguruan tinggi. Sajogyo memberikan kontribusi
cukup besar dalam menjelaskan konsep ilmu ekonomi dan sosial, yang meliputi
garis kemiskinan, kemiskinan relatif, kemiskinan absolut, indeks
ukur kemiskinan, elastisitas kemiskinan, dan berbagai ukuran distribusi. Ia juga
menguji serta menerapkan konsep-konsep tersebut langsung dalam studi di
lapangan. Termasuk tulisannya yang berkontribusi besar kepada perkembangan
ilmu sosial maupun perumusan kebijakan di Indonesia.
Sayogjo banyak mengkritik perubahan sosial yang disebabkan oleh modernisasi
di banyak pedesaan Jawa. Menurutnya, proses modernisasi yang terjadi tidak
sejalan dengan agenda pembangunan yang berorientasi pada peningkatan
kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat desa. Modernisasi yang terjadi di
pedesaan di Jawa tidak disertai pembangunan kualitas masyarakat desa itu
sendiri.

3) Soerjono Soekanto

Dikenal sebagai ahli sosiologi hukum. Latar belakang pendidikannya adalah


sarjana hukum. Soekanto melanjutkan studi tingkat master bidang sosiologi di
Universitas California, Berkeley, Amerika. Pendidikan doktoralnya diselesaikan
di Fakultas Hukum, Universitas Indonesia. Kariernya sebagai akademisi
berkembang di Univesitas Indonesia dengan gelar guru besar sosiologi hukum
yang diperoleh pada 1983. Kontribusi Soerjono Soekanto pada perkembangan
sosiologi di Indonesia adalah pengenalan sosiologi hukum sebagai subdisiplin
sosiologi. Buku yang ditulisnya berjudul ”Sosiologi Suatu Pengantar” juga
menjadi rujukan utama kuliah pengantar sosiologi di banyak unversitas di
Indonesia. Soerjono Soekanto banyak menulis masalah-masalah hukum dengan
pendekatan sosiologis. Sebagai tokoh sosiologi Indonesia, Soerjono Soekanto
dikenal sebagai sosiolog hukum.

Menuru Soejono Soekanto, Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian


pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk
mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat

TOKOH PERINTIS TRADISI SOSIOLOGI HUKUM DI INDONESIA

A. Tokoh Eropa barat


1) Karl Mark (1818-1883),
Hukum dan kekuasaan politik itu merupakan sarana kapitalis yang berkuasa
dibidang ekonomi, untuk melanggengkan kegunaan harta kekyaan sebagai sarana
produksi dan sarana eksploitasi. Dari kajian mark, dapat kita simpulkan bahw
hukum bukan sekali-kali model idelisasi moral masyarakat, atau setidak-tidaknya
bahwa masyarakat adalah manifestasi normative apa yang telah dihukumkan,
melainkan pengemban amanat kepentingan ekonomi para kapitalis yang tak
segan memarakkan kehidupannya lewat ekploitasi-ekploitasi yang lugas. Pada
intinya, menurut Mark, hukum bukan berfungsi sebagai fungsi politik saja,
melainkan sebagai fungsi ekonomi.(Yesmil Anwar & Adang, pengantar
Sosiologi Hukum, PT. Grasindo, Jakarta, 2008, Hlm 132-133)

Pokok-pokok pemikiran Mark dalam Sosiologi Hukum Adalah sebagai berikut :


1. Hukum adalah alat yang menyebabkan timbulny konflik dan perpecahan. Hukum
tidak berfungsi untuk melindungi. Hukum hanya melindungi kelompok-
kelompok yang dominan.
2. Hukum bukan merupakan alat integrasi tetapi merupakan pendukung
ketidaksamaan dan ketidakseimbangan yang dapat membentuk perpecahan kelas.
3. Hukum dan kekuasaan merupakan sarana dari kaum kapitalis yang berkuasa
dibidang ekonomi, unytuk melanggengkan kekuasaannya.
4. Hukum bukanlah model idealis dari moral masyarakat atau setidak-tidakn ya
masyarakat bukanlah manifestasi normative dari apa yang tel;ah dihukumkan.

Mark mengatakan bahwa hukum adalah tatanan perturan yang memenuhi


kepentingan kelas ‘’orang yang punya’’ dalam masyarakat. Selanjutnya Mark
merumuskan ideology dlm hukum. Menurut pengamatan Mark, hukum
merupakan suatu bangunan yang ditopang oleh interaksi antara kekuatan-
kekuatan sektor ekonomi.

Mark memandang masyarakat sebagai sutu keseluruhan yang antagonistis.


Dalam pandangannya, watak dasar seperti ini ditentukan oleh hubungn konflik
antar kelas-kelas sosial, yang kepentingan-kepentingannya saling bertentangn
dan tak dapat didamaikan Karena perbedaan kedudukan mereka dalam tatanan
ekonomi. Dalam masyarakat kapitalis konflik utama terjadi antara kaum Borjuis
(Kelas Kapitalis yang memiliki sarana-sarana produksi) dengan kaum proletar
(kelas pekerja yang tidak memiliki apapun kecuali tenaga kerja mereka).

2) Henry S Maine (1882-1888)


Pemikiran Maine dalam bidang sosiologi hukum adalah sebagai berikut :

1. Masyarakat bukanlah masyarakat yang serba laten melainkan yang bersifat


Contingent. Dari sinilah ia dicetuskan sebagai bapak teori evolusi klasik. Teori
ini mengatakan bahwa masyarakat yang progresif adalah masyarakat yang
bergerak dari status ke kontrak.
2. Dalam masyarakat terdapat askripsi-askripsi tertentu, yang sesungguhnya
merupakan penganugerahan atribut dan kapasitas kepada warga masyarakat yang
bersangkutan, dengan posisi masing-masing didalam tatanan status yang telah
ditradisikan dalam masyarakat. Hubungan antara status dihubungkan atas dasar
askripsi tersebut.
3. Kenyataan dalam masyarakat akan berubah tatkala masyarakat melakukan
transisi kesituasi-situasi baru, yang berhubungan dengan membesarnya agredasi
dalam kehidupan. Juga kian meningkatnya interdepedensi antara segmen-segmen
sosial dalam kehidupan ekonomi.

Pemikiran Henry S Maine tersebut didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat


bukan sebagai suatu tipe ideal yang permenen, melainkan dengan suatu sistem
variable yang tak pernah bisa terbebas dari berlakunya dinamika proses. Oleh
karena itu, ia mengatakan bahwa masyarakat bukanlah yang serba laten. (Yesmil
Anwar & Adang, pengantar Sosiologi Hukum, PT. Grasindo, Jakarta, 2008, Hlm
134)

3) Emile Durkheim (1858-1917)


Emile adalah seorang ahli sosiologi yang sejak semula mempunyai perhatian
yang sangat tinggi terhadap hukum. Sebagai seorang sosiolog, ia amat terikat
pada penggunaan metedologi empiris.

Dalam konsep Durkheim, hukum sebagai moral sosial, pada hakikatnya adalah
suatu ekspresi solidarits sosial yang berkembang didalam suatu masyarakat.
Hukum menurutnya adalah cerminan solidaritas. Tak ada masyarakat yang dapat
tegak dan eksis tanpa adanya solidaritas.
Menurut Durkheim, hukum dirumuskan sebagai suatu kaidah yang bersanksi.
Berat ringannya suatu sanksi tergantung kepada suatu pelanggaran dan anggapan
masyarakat sendiri tentang sanksi tersebut.
Hukum menindak, seperti yang dikatakan oleh Durkheim bisa disamakan dengan
hukum pidana sekarang. Dasar dari solidaritas ini adalah solidaritas sosial, yang
disebutkan dengan sebutan solidaritas mekanik. Solidritas seperti ini dapat timbul
dari kesamaan yang mengaitkan antar individu dengan masyarakat. Dlam
masyarakat yang demikian ini, terdapat kesamaan para anggotanya akan
kebutuhan-kebutuhan, perlakuan, serta sikapnya. Perasaan ini tidak saja menarik
para anggota masyarakat menajdi satu, melainkan juga melandaskan masyarakat
menjadi berdiri. Dengan demikian, serangan terhadap masyarakat akan dihadapi
pula dengan kesadaran bersama. Tentang tipe solidaritas ini, Durkheim
mengajukan tipologi yang membedakan secara dikotomis dua (2) tipe solidaritas
:
1. Hukum Solidaritas Mekanis
Dikatakan oleh Durkheim, ketika masyarakat masih berada pada tahap
diferensiasi segmental, masyarakat tampak sebagai himpunan sekian banyak
satuan pilihan, yang masing-masing berformat kecil dan antara satu dengan
yang lain seragam. Dalam solidaritas ini, seorang warga masyarakat secara
langsung terikat kepada masyarakat. Hal ini dapat terjadi dengan indikasi cita
cita bersama dari masyarakat yang bersangkutan secara kolektif lebih kuat serta
lebih intensif daripada cita-cita masing-masing warga secara individual.
2. Hukum Solidaritas Organis
Hukum yang tidak mencerminkan masyarakat yang berifat kolektif, sedangkan
hukum yang mengganti merupakan cerminan masyarakat yang telah
terdiferensasi dan terspesialisasi kedalam fungsi-fungsi. Masyarakat
berkembang dari tipe mekanis ketipe organis. Perkembangan ini sejalan dengan
kian terdiferensinya pembagian kerja dalam masyarakat, dari yang segmental ke
yang fungsional. (Yesmil Anwar & Adang, Pengantar Sosiologi Hukum, PT.
Grasindo, jakarta, 2008, hlm 134-135)
4) Max Weber (1864-1920)
Weber memandang hukum sebagai suatu kumpulan norma-norma atau aturan
aturan yang dikelompokkan dan dikombinasikan dengan Konsensus,
menggunakan alat kekerasan sebagai daya paksaan. Ia menganggap, hukum
adalah kesepakatan yang valid dalam suatu kelompok tertentu (consensually
Valid in a group) dan merupakan jaminan (Guaranteed) melalui suatu
paksaan (Coercive Apparatus). Menurut Weber, 2 hal tersebut adalah 2 unsur
mutlak yang harus ada dalam hukum.
Jika kita simpulkan, rumusan hukum adalah kombinasi dari , yaitu :
3. Bebarpa langkah dari adanya kesepakatan warga masyarakat
4. Suatu persetujuan yang dipertahankan secara mendalam tentang prosedur-
prosedur dan proses-proses
5. Pelaksanaan organisasi melalui kekuasaan negara.

Weber disebut sebagai bapak sosiologi hukum modern, yang menganggap


hukum secara komperehensif dengan metode sosiologis. Hukum, merupakan
segi yang sangat penting dalam studinya mengenai Herrscaft (Dominasi)
dalam masyarakat. Usaha weber untuk menyingkpa ciri yang menonjol dari
masyarakat barat, membawanya kepada rasionalitas sebagai kuncinya. Hal
ini menjadoi landasan baginya untuk menyusun tipologi mengenai hukum.

Tipologinya disusun melalui sumbu formal/substantif dan sumbu


irasional/rasional , yaitu sebagai berikut :

1. menyangkut perbedaan bagaimana suatu sistem hukum itu disusun,


sehingga merupakan suatu sisitem yang mampu menentukan sendiri
peraturan dan prosedur yang dipakai untuk mengambil suatu keputusan.
Sistem yang formal melakukannya atas dasar ketentuan-ketentuan yang
dibuat sendiri oleh sistemnya sehingga bersifat internal.
2. (substantif) bersifat eksternal dan merujuk kepada ukuran diluarnya,
terutama kepada nilai-nilai agama, ketika, serta politik. (Yesmil Anwar
& Adang, Pengantar Sosiologi Hukum, PT. Grasindo, jakarta, 2008, hlm
137-140)

Weber berpendapat, hukum memiliki rasionalitasnya yang substantif ketika


substansi hukum itu memang terdiri dari aturan aturan umum in abstarcto,
yang siap di deduksikan guna menangani berbegai kasus konkrit.

Setiap perkara diselesaikan atas dasar kebijaksanaan-kebijaksanaan politik


atau etika yang unik, bahkan juga emosional, tanpa bisa merujuk sedikitpun
pada peraturan-peraturan umum yang ada. Hukum dikaitkan memiliki
rasional yang formal apabila aturan aturannya disistematisasikan dan
prosedur pendayagunaannya telah dipolakan sedemikian rupa, demi
terciptanya kepastian hukum dalam penggunaannya. Hukum yang memiliki
rasionalitas formal akan memungkinkan optimalisasi penggunaan dan
kontrolnya oleh para praktisinya. Itulah hukum menurut weber.

B. Tokoh Amerika Serikat


1) Oliver Wendell Holmes (1841-1935)
Holmes dikenal dengan revolusi sosiologi dalam ilmu hukum di Amerika
Serikat. Holmes menolak dengan tegas mazhab analistis maupun mazhab
historis. Pikiran utama Holmes dalam sosiologi hukum ini adalah bahwa
setiap hakim bertanggung jawab memformulasi hukum lewat keputusan-
keputusannya. Hakim harus selalu sadar dan yakin bahwa hukum itu adalah
bukan suatu hal yang omnipressent in the sky, melainkan sesuatu yang
senantiasa hadir dalam situasi-situasi konkrit To Meet the social need. Lebih
lanjut ia menuliskan the life of law is not logic : it has been experience, bahwa
kehidupan hukum tidak pernah berdasarkan logika, melainkan merupakan
pengalaman yang isinya harus dilukiskan oleh sosiologi hukum.
Menurut holmes, hukum bukan saja di lihat dari definisi yurisprudensi tetapi
ramalan-ramalan yang akan diputuskan oleh pengadilan. Pendekatan yang
digunakan oleh Holmes adalah Pragmatis. Hakim harus benar benar
memperhatikan pembuatan keputusan hukum dan bagi Holmes hukum
merupakan hal yang aktual bagi hakim. (Yesmil Anwar & Adang, Pengantar
sosiologi hukum, PT. Grasindo, Jakarta, 2008, hlm 141-142).

2) Benjamin Nathan Cardozo (1870 - 1938)


Perhatian utama Bejamin ditujukan pada aktivitas-aktivitas dalam pengadilan.
Ia adalah seorang hakim yang bertolak dari perenungan tentang perlunya
memperbaharui teknik hukum yang aktual. Menurutnya, dalam setiap praktik
peradilan terdapat sesuatu ketidakpastian yang semakin besar yang
diakibatkan oleh keputusan pengadilan. Adalah suatu manifestasi yang tidak
dapat dicegah dari kenyataanbahwa proses peradilan bukanlah penemuan
hukum, melainkan penciptaan hukum. Ide pemikiran Benjamin ini dapat kita
temukan dalam bukunya, the nature of Judicial Process.
Situasi dalam pengadilan terdiri atas kenyataan bahwa untuk setiap tendensi,
orang harus mencari tendendi lawan dan bagi setiap peraturan harus dicarikan
lawannya pula. Dengan demikian, hukum adalah kegiatan hakim-hakim
dipengadilan yang terkait dengan kepentingan. (Yesmil Anwar & Adang,
pengantar Sosiologi Hukum, PT. Grasindo, Jakarta, 2008, Hlm 134)

Pemikiran Benjamin nathan Cardozo adalah sebagai berikut :


1. hakim memiliki kebebasan untuk memutuskan suatu perkara, tetapi
batasannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan hukum.
2. Berbagai kehidupan sosial seperti logika, rakyat, sejarah, dan standar
moralitas yang disepakati bersama-sama dalam kehidupan merupakan
instrumen kearah terciptanya hukum.
3. Hukum harus tetap sejalan dengankebutuhan kebutuhan sosial.

3) Roscoe pound (1870 - 1964)


Pandangan Roscoe pound adalah hukum diselenggarakan untuk
memaksimalkan pemuasan kebutuhan dan kepentingan (interest). Ia lebih
cenderung melihat kepentingan 9dan bukan etika atau moral) dalam
kehidupan hukum. Lebih jauh dikatakan, bahwa hukum ini diperlukan karena
adanya berbagai kepentingan dalam setiap bidang kehidupan. Dalam buku
alvin S johnson, Sciology of Law, dituliskan bahwa yang menjadi pokok
pikiran dari Pound adalah sebagai berikut :
1. Ia lebih menelaah akibat-akibat sosial yang aktual dari adanya lembaga-
lembaga hukum dan doktrin-doktrin hukum (lebih pada fungsi hukum
daripada isi abstraknya)
2. Mengajukan studi sosiologis untuk mempersiapkan perundang-undangan
dan menganggap hukum sebagai suatu lembaga sosial yang dapat
diperbaiki oleh usaha-usaha yang bijaksana dalam menemukan cara-cara
terbaik untuk melanjutkan dan membbimbing usaha-usaha yang seperti
itu.
3. Untuk menciptakan efektifitas cara dalam membuat peraturan perundang-
undangan dan memberi tekanan kepada hukum untuk mencapai tujuan-
tujuuan sosial (tidak diitekankan kepada sanksi).

Dengan demikian, Pound lebih memandang hukum sebagai proses rekayasa


sosial. Hukumadalah sarana untuk dapat mengontrol masyarakat. (Yesmil
Anwar & Adang, pengantar Sosiologi Hukum, PT. Grasindo, Jakarta, 2008,
Hlm 143)
2. SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIOLOGI HUKUM DI INDONESIA

Seorang pakar bernama ( Anzilotti ), pada tahun 1882 dari Itali yang permata kali
memperkenalkan istilah Sosiologi hukum , yang lahir dari pemikiran di bidang
filsafat hukum , ilmu hukum maupun sosiologi , sehingga sosiologi hukum
merupakan refleksi inti dari pemikiran disiplin-disiplin tersebut.

Sejarah perkembangan sosiologi hukum antara lain di pengauruhi oleh :

1) Pengaruh Dari Filsafat Hukum, Pengaruhnya yang khas adalah dari istilah ‘Law
In Action’, yaitu beraksinya atau berprosesnya hukum . Menurut Pound, bahwa
hukum adalah suatu proses yang mendapatkan bentuk dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim atau pengadilan. Dengan
maksud yaitu kegiatan untuk menetralisasikan atau merelatifkan dogmatif hukum
. Juga hukum sebagai sarana untuk mengarahkan dan membina masyarakat.
2) Ilmu Hukum (Hans Kelsen) Ajaran Kelsen “The Pure Theory of Law” (Ajaran
Murni Tentang Hukum ), mengakui bahwa hukum dipengaruhi oleh faktor-faktor
politisi sosiologis, filosofis dan seterusnya. Kelsen juga mengemukakan bahwa
setiap data hukum merupakan susunan daripada kaedah-kaedah (stufenbau).

Aliran-Aliran Pemikiran Yang Mempengaruhi Terbentuknya Sosiologi Hukum

A. Mazhab Formalitas,
1) Jhon Austin (1790-1859), ia mengatakan bahwa mengatakan bahwa hukum
merupakan perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau
dari mereka yang memegang kedaulatan, hukum merupakan suatu sistem yang
logis, tetap dan bersifat tertutup, dan oleh karena itum ajarannya
dinamakan analytical jurisprudence.
2) Hans Kelsen (1881), dikenal dengan teori Hukum Murni (Pure Theory of
Law) menurutnya teori Hukum Murni adalah sebuah kaidah hukum tertentu
akan dapat dicari sumbernya pada kaidah hukum yang lebih tinggi derajatnya,
dinamakan teori hukum murni karena di maksudkan untuk menyatakan bahwa
hukum berdisi sendiri terlepas dari aspek-aspek kemasyarakatan yang lain.

B. Mazhab Sejarah Dan Kebudayaan


Teori ini dikemukakan oleh Friedrich Karl Von Savigny dan Sir Hendy
Maine. Konsep dasar dari teori mereka adalah Hukum hanya dapat di
mengerti dengan menelaah kerangka sejarah dan kebudayaan.
1) Menurut Friedrich Karl Von Savigny hukum merupakan perwujudan dari
kesadaran hukum masyarakat karena semua hukum berasal dari adat istiadat
dan kepercayaan dan berasal dari pembentuk Undang-Undang.
2) Menurut Sir Hendy Maine mengatakan bahwa hubungan-hubungan hukum
yang didasarkan pada status warga masyarakat yang masih sederhana ,
berangsur-angsur akan hilang apabila masyarakat tadi berkembang menjadi
masyarakat yang modern dan kompleks.

C. Aliran Utilitarianism
1) Menurut Jeremy Bentham, manusia bertindak untuk memperbanyak
kebahagiaan dan mengurangi penderitaan , ukuran baik burunknya suatu
perbuatan manusia tergantung pada apakag perbuatan tersebut dapat
mendatangkan kebahagiaan atau tidak, menurut saya sendiri aliran ini cukup
relevan dengan tindakan kita pada sehari-hari yaitu seperti memperbanyak
tersenyum daripada menangis. ia juga mengatakan bahwa setiap kejahatan
harus disertai dengan hukuman-hukumn yang sesuai dengan kejahatan
tersebut, dan hendaknya penderitaan yang dijatuhkan tidak lebih daripada apa
yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kejahatan
2) Menurut Rudolph von Ihering mengemukakan bahwa hukum merupakan
suatu aat bagi masyarakat untuk mencapai tujuannya, hukum sebagai sarana
untuk mengendalikan masyarakat dan juga sebagai akar yang dapat
dipergunakan untuk melakukan perubahan sosial.

D. Aliran Sociological Jurisprudence


1) Menurut Eugen Ehrlich menurutnya pusat perkembangan hukum bukanlah
terletak pada bagian-bagian legislatif, keputusan yudikatif ataupun ilmu
hukum, akan tetapi justru terletak didalam masyarakat itu sendiri, tata tertib
dalam masyarakat di dasarkan pada peraturan-peraturan yang dipaksakan oleh
negara.
2) Menurut Roscoe Pound menurutnya hukum harus dilihat atau dipandang
sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan sosial , dan adalah tugas dari ilmu hukum untuk
mengembangkan suatu kerangka dengan mana kebutuhan-kebutuhan sosiak
dapat dipenuhi secara maksimal.

E. Aliran Realisme Hukum


Aliran ini adalah studi tentang hukum sebagai sesuatu yang benar-benar
nyata dan dilaksanakan, ketimbang sekadar hukum sebagai serentetan aturan
yang hanya termuat dalam perundang-undangan tetapi tidak pernah
dilaksanakan.(Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum, Perkembangan Metode
dan Pilihan Masalah, Genta, 2010)
3. HASIL PEMIKIRAN SOSIOLOG TENTANG HUKUM

A. Emil Durkheim, Durkheim membagi 2 macam hukum, yaitu :


1) Hukum Represif,
yaitu hukum yang sanksi-sanksinya mendatangkan penderitaan bagi
mereka yang melanggar kaidah hukum yang bersangkutan. Sanksi kaidah
hukum tersebut menyangkut hari depan kehormatan seseorang warga
masyarakat, atau bahkan merampas kemerdekaan dan kenikmatan
hidupnya .

2) Hukum Restitutif,
yaitu hukum yang tujuan utamnya bukan mendatangkan penderitaan,
melainkan tujuan utamnya adalah untuk mengembalikan kaidah pada
situasi semula (pemulihan keadaan), sebelum terjadinya kegoncangan
sebagai akibat dilanggarnya suatu kaidah hukum .

B. MaxWeber, Teori Max Weber tentang hukum dikemukakan empat tipe ideal
dari hukum, yaitu :
1) Hukum irrasional dan material,
yaitu di mana pembentuk undang-undang dan hakim mendasarkan
keputusan-keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional tanpa
menunjuk pada suatu kaidah pun.

2) Hukum irrasional dan formal,


yaitu di mana pembentuk undang-undang dan hakim berpedoman pada
kaidah-kaidah di luar akal, oleh karena didasarkan pada wahyu atau
ramalan.
3) Hukum rasional dan material,
di mana keputusan-keputusan para pembentuk undang-undang, dan hakim
menunjuk pada suatu kitab suci, kebijakasanaan-kebijaksanaan penguasa
atau ideologi.

4) Hukum rasional dan formal,


yaitu di mana hukum dibentuk semata-mata atas dasar konsep-konsep
abstrak dari ilmu hukum.

C. Philippe Nonet dan Philip Selznick. Mengemukakan suatu teori mengenai tiga
keadaan dasar hukum dalam masyarakat yakni :
1) Hukum Represif,
yakni hukum yang mengabdi kepada kekuasaan dan tertib sosial yang
represif. Perhatian paling utama hukum represif adalah dengan
dipeliharanya atau diterapkannya tertib sosial, ketertiban umum,
pertahanan otoritas, dan penyelesaian pertikaian.

2) Hukum Otonom,
yakni hukum yang berorientasai pada pengawasan kekuasaan represif. Sifat-
sifat yang terpenting adalah ; Pertama, penekanan pada aturan-aturan hukum
sebagai upaya untuk mengawasi kekuasaan resmi; Kedua, Adanya pengadilan
yang dapat didatangi secara bebas, yang tidak dapat dimanipulasi oleh
kekausaan politik dan ekonomi, serta memiliki otoritas eksklusif untuk
mengadili. Ketiga, penegakan atas kepatuhan hukum terhadap hukum akan
melahirkan pandangan tentang hukum sebagai sarana kontrol sosial.

3) Hukum Responsif,
yakni hukum yang bertujuan melayani kebutuhan dan kepentingan sosial yang
dialami dan ditemukan, bukan oleh pejabat melainkan oleh rakyat.
Karakteristik yang menonjol adalah; pertama, pergeseran penekanan dari
aturan-aturan ke prinsip-prinsip dan tujuan ; Kedua, pentingnya kerakyatan
baik sebagai tujuan hukum maupun cara untuk mencapainya.

4. TANGGAPAN TERHADAP PEMIKIRAN PARA TOKOH

Setelah mengetahui berbagai pemikiran para ahli sosiologi hukum , seperti teori yang
dikemukakan Max Webber bahwa hukum adalah suatu kesepakatan yang valid dari
suatu masyarakat yang dipertahankan oleh prosedur-prosedur melalui
kekuasaan.Sehingga hukum itu timbul dari masyarakat bukan seperti apa yang
dikatakan oleh teori Jhon Austin yang menyatakan bahwa hukum merupakan perintah
dari mereka yang memegang kekuasaan ,karena menurut saya kekuasaan hanyalah
sebagai suatu sarana dalam proses penegakan hukum.Bukan juga seperti apa yang
dikatakan oleh Hans Kelsen yang menyatakan bahwa hukum itu berdiri sendiri dan
lepas dari aspek-aspek kemasyarakatan yang lain. Melainkan hukum merupakan
suatu alat bagi masyarakat untuk mencapai tujuan ,hukum adalah sarana untuk
mengendalikan masyarakat yang dapat dipergunakan untuk melakukan perubahan
sosial sperti apa yang dikemukakan oleh Rudolp Von Ihering.

Sehingga menurut pendapat saya idealnya hukum diselenggarakan untuk


memaksimalkan pemenuhan kebutuhan dan kepentingan dalam setiap bidang
kehidupan masyarakat , seperti teori yang dikemukaan oleh Roscoe Pound bahwa
hukum adalah proses rekayasa sosial yang berfungsi sebagai sarana untuk dapat
mengontrol masyarakat ,agar berbagai perbedaan kepentingan-kepentingan yang
timbul dari masyarakat akibat dari perlunya pemenuhan kebutuhan tidak
menimbulkan kegonjangan sosial di dalam masyarakat, seperti yang dikemukakan
oleh Emil Durkheim dalam teori Hukum Restitutif bahwa tujuan hukum adalah
mengembalikan keadaan atau situasi kepada keadaan semua sebelum terjadinya
kegonjangan bukan untuk mendatangkan penderitaan,hukum di tunjukan untuk
mencapai tujuan-tujuan sosial tidak ditekankan kepada sanksi. Jangan sampai justru
hukum terjadi seperti apa yang menjadi teori pemikiran Karl Mark yang menyatakan
bahwa :

1. Hukum adalah alat yang menyebabkan timbulny konflik dan perpecahan. Hukum
tidak berfungsi untuk melindungi. Hukum hanya melindungi kelompok-
kelompok yang dominan.
2. Hukum bukan merupakan alat integrasi tetapi merupakan pendukung
ketidaksamaan dan ketidakseimbangan yang dapat membentuk perpecahan kelas.
3. Hukum dan kekuasaan merupakan sarana dari kaum kapitalis yang berkuasa
dibidang ekonomi, unytuk melanggengkan kekuasaannya.

Anda mungkin juga menyukai