Dalam konteks yang demikian, hukum merupakan suatu kebutuhan yang mendekat pada
kehidupan sosial itu sendiri. Perkembangan hukum yang semakin tangguh dan menonjol
menunjukan bahwa hukum sebagai suatu konsep yang modern, yang hendaknya tidak hanya
dilihat sebagai sarana untuk pengendalian sosial, melainkan lebih dari itu sebagai sarana
untuk melakukan perubahan – perubahan.
Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa cita hukum yang berisi patokan nilai
memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam proses penyusunan peraturan
perundang – undangan (RUU) yang demokratis.
Tulisan ini pun hendak menjelaskan bahw cita hukum hendaknya mewarnai seluruh
bangunan hukum yang ada. Dengan kata lain, makna yang terkandung di dalam cita hukum
harus dpat terwujud dalam tatanan hukum yang demokratis.
Hukum merupakan elemen penting bagi perkembangan politik, dan dengan demikian
menjadikan hubungannya dengan kebijaksanaan pemerinta semakin jelas. Keberadaan
institusi hukum merupakan indicator atau kunci pengimplementasian dari suatu
kebijaksanaan. Dengan demikian, hukum merupakan suatu bagian yang integral dari
kebijaksanaan.
Hukum adalah dasar dan pemberi petunjuk bagi semua aspek kegiatan kemasyrakatan,
keangsaan dan kenegaraan. Rakyat Indonesia, baik dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan dan kemanan maupun dalam kehidupan hukum (dalam arti sempit) harus
selalu berpedoman oleh institusi yang namanya hukum.
Kehadiran hukum diharapkan dapat menimbulkan suatu kemantapan dan keteraturan dalam
menyelenggarakan kebutuhan – kebutuhan seluruh anggota masyarakat.
Untuk melakukan proses perencangan perundangan secara lebih baik, maka pembentukan
peraturan perundang – undangan hendaknya menyadari dan memahami secara sungguh –
sungguh dua hal pokok, yaitu konsep dan bahasa, terutama bagaimana mencari kata – kata
dan konsep yang tepat.
Hal – hal yang sifatnya mendasar dan konseptual dari suatu produk hukum itu hendaknya
ditelaah dan dikaji dari sudut pandang, baik sudut pandang filsafat hukum, teori hukum,
sosiologi hukum, sejarah hukum maupun dogmatik hukum.
Pengertian sistem sebagaimana didefinisikan oleh beberapa ahli, antara lain Bertalanffy,
Kenneth Building, ternyata mengundang implikasi yang sangat berarti terhadap hukum,
terutama berkaitan dengan aspek : (1) keintegrasian, (2) keteraturan, (3) keutuhan, (4)
keterorganisasian, (5) berhubungan komponen satu sama lain, dan (6) ketergantungan
komponen satu sama lain.
Oleh karena hukum juga dipandang sebagai suatu sistem, maka untuk dapat memahaminya
perlu penggunaan pendekatan sistem. Berbagai pengertian hukum sebagai sistem hukum
dikemukakan anatara lain oleh Lawrence M. Friedman, bahwa hukum itu terdiri dari
komponen struktur, substansi dan kultur. [14]
1. Komponen struktur yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan
berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem tersebut..
2. Suatu sistem berinteraksi dengan sistem yang lebih besar, yaitu lingkunan (Openness
the system intercts with a larger system, namely its environment).
3. Bekerjanya bagian – bagian dari sistem itu menciptakan sesuatu yang
berharga (Transformation the working of the parts creates something of value).
4. Masing – masing bagian harus cocok satu sama lain (Interrelatedness the various
parts must fit together).
5. Ada kekuatan pemersatu yang mengikat sistem itu (Control mechanis – there is a
unifying fore that holds the system together).
Menurut Stufenbau theory dari Kelsen, norma hukum yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan norma hukum yang lebih tinggi. Proses pembentukan norma – norma itu
dimulai dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah itu disebut sebagai proses
konkrititasi.
Cita hukum dapat dipahami sebagai konstrksi pikiran yang merupakan keharusan untuk
mengerahkan hukum pada cita – cita yang diinginkan masyrakat. Tanpa cita hukum yang
dihasilkan itu akan kehilangan maknana.
Dengan demikian, setiap proses pembentukan dan penegakan serta perubahan – perubahan
yang hendak dilakukan terhadap hukum tidak boeh bertentangan dengan cita hukum yang
telah disepakati.
Cita hukum haruslah dipahami sebagai dasar sekaligus pengikat dalam pebentukan peraturan
perudang – undangan. Disini, aspek nilai yang terkandung dalam cita hukum semakin penting
artinya, dan secara instrumental berfungsi, bagi pembuat kebijaksanaan.
Dalam pembuatan peraturan perundang – undangan, dan dalam proses perwujudan nilai –
nilai yang terkandung dalam cita hukum kedalam norma – norma hukum, sangat tergantung
pada tingkat kesadaran dan penghayatan dari para pembentuk peraturan perundang –
undangan. Memahami huum melalui pendekatan sistem sebagaimana di uraikan, sekaligus
mengisyaratkan bahwa hukum itu merupakan instrumen yang sarat akan nilai. Oleh karena
itu, kita berkeinginan untuk mencari model penyusunan peraturan perundang – undangan
yang demokratis, dengan demikian kita tidak hanya berkuat pada segi teknik yang ditopang,
oleh ilmu hukum yang bersifat dogmatic saja.Model
Kita perlu perlu menempatkan masalah yang sedang dihadapi bangsa ini dalam konteks
pemahaman secara sosiologis maupun politis sekaligus. Dalam pengertian bahwa sebelum
memasuki tahapan yuridis, proses pembentukan suatu peraturan harus sudah melalui tahapan
sosio – politis secara final.
Dengan masukan tahapan sosiologis dan politis sebagai bagian dari kegiata penysunan
produk hukum yang demokratis, sesungguhnya dapat memberikan pelajaran kepada kita
bahwa ternyata penyusunan produk hukum bukan sekedar suatu proses yuridis.
Pertama, secara makro proses penyusunan suatu produk hukum dalam tahapan sosiologis
berlangsung dalam masyarakat dan ditentukan oleh tersedianya bahan – bahan di dalamnya.
Apabila problem yang timbul terebut dapat dimasukan dalam agenda pemerintah atau sebagai
policy problem, maka perbincangan itu akan memasuki tahapan kedua yang disebut tahapan
politis.
Tahapan politis inilah yang sangat menentukan, apakah ide atau gagsan itu perlu dilanjutkan
atau diubah untuk selanjutnya memasuki tahapan yuridis.
Proses Transformasi Sosial dalam Hukum
Proses – proses transformasi dari keinginan – keinginan sosial menjadi peraturan – peraturan
perundang – undangan baik dalam konteks politis dan sosiologis, tidak hanya terjadi pada
saat pembentukan suatu peraturan.
Pihak – pihak yang terlibat dalam proses tersebut sehingga tergantung pada sistem politik
Negara yang bersangkutan. Proses yang cukup panjang itu merupakan proses transformasi
dan beberapa tuntutan kedalam suatu keputusan otoritatif, dan hal ini membutuhkan
dukungan seluruh masyrakat.[15]
Simpulan
Keadaaan hukum tidak dapat dipahami terlepas dari konteks sosial dan konteks politis.
Mencari model penyusunan peraturan perundang – undangan yang demokratis, diharapkan
dapat menghasilkan kondisi hukum yang responsif sehingga dapat menjawab berbagai
tuntutan di masyarakat. Hal ini dapat tercapai bila legal and political aspirations integrated,
acsess enlarged by integration of legal and social advocacy. Disamping itu, penyusunan
peraturn perundang – undangan yang demokratis membutuhkan partisipasi,
problem centered dan pendelegasian yang lebih luas.