Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HUBUNGAN HUKUM DAN POLITIK SEBAGAI DASAR TERBITNYA


PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

(Disusun Untuk Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Politik Hukum)


Dosen pengampu: Prof. Dr. Eko Sugitario, S.H., CN., M.HUM

Oleh

Daniel Thontjie Julianto Olivier

124219524

Pascasarjana Universitas Surabaya

Program Magister Kenotariatan

2020
PENDAHULUAN

Peraturan perundang-undangan merupakan bagian atau subsistem dari

sistem hukum. Oleh karena itu, membahas mengenai politik peraturan

perundang-undangan pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dari membahas

mengenai politik hukum. Istilah politik hukum atau politik perundang-undangan

didasarkan pada prinsip bahwa hukum dan/atau peraturan perundang-undangan

merupakan bagian dari suatu produk politik karena peraturan perundang-

undangan pada dasarnya merupakan rancangan atau hasil desain lembaga politik

(politic body). Sedangkan pemahaman atau definisi dari politik hukum secara

sederhana dapat diartikan sebagai arah kebijakan hukum yang akan atau telah

dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah. M. Mahfud MD mengemukakan

bahwa politik hukum meliputi:

Pertama; pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaharuan

terhadap materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan;

Kedua; pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan

fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum.

Sebagaimana telah disebutkan, bahwa politik peraturan perundang-

undangan merupakan bagian atau subsistem dari politik hukum, dengan demikian

dapat dikatakan bahwa mempelajari atau memahami politik hukum pada

dasarnya sama dengan memahami atau mempelajari politik perundang-undangan

demikian pula sebaliknya, karena pemahaman dari politik hukum termasuk pula
di dalamnya mencakup proses pembentukan dan pelaksanaan/penerapan hukum

(salah satunya peraturan perundang-undangan) yang dapat menunjukkan sifat

ke arah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan. Politik perundang-undangan

secara sederhana yaitu sebagai kebijaksanaan mengenai penentuan isi atau

obyek pembentukan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan pembentukan peraturan perundang-undangan itu sendiri

diartikan sebagai tindakan melahirkan suatu peraturan perundang-undangan.

Politik peraturan perundang-undangan sebagai kebijakan (beleids/policy) yang

diterjemahkan sebagai tindakan pemerintahan/negara dalam membentuk

peraturan perundang-undangan sejak tahap perencanaannya sampai dengan

penegakannya (implementasinya). Sehingga dapat disimpulkan bahwa politik

perundang-undangan merupakan arah kebijakan pemerintah atau negara

mengenai pengaturan (substansi) hukum yang dituangkan dalam peraturan

perundang-undangan (hukum tertulis) untuk mengatur kehidupan berbangsa

dan bernegara.

Selanjutnya, dimana dapat kita melihat gambaran mengenai politik

perundang-undangan yang sedang dijalankan oleh pemerintah/negara? Untuk

melihat perkembangan politik perundang-undangan yang berlaku pada masa

tertentu secara substansial dan sederhana sebenarnya dapat dilihat dari:

1. Produk peraturan perundang-undangan yang dibentuk pada masa itu yang

secara mudah dan spesifik lagi biasanya tergambar pada konsiderans


menimbang dan penjelasan umum (bila ada) dari suatu peraturan

perundang-undangan yang dibentuk; dan

2. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah/negara pada saat itu yang

merupakan garis pokok arah pembentukan hukum yang berlaku pada saat

ini.

PEMBAHASAN

Arah kebijakan politik hukum nasional dilandaskan pada keinginan untuk

melakukan pembenahan sistem dan politik hukum yang dilandasikan pada 3

(tiga) prinsip dasar yang wajib dijunjung oleh setiap warga negara yaitu:

1. Supremasi hukum;

2. Kesetaraan di hadapan hukum; dan

3. Penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan

hukum.

Ketiga prinsip dasar tersebut merupakan syarat mutlak dalam

mewujudkan cita-cita terwujudnya negara Indonesia yang damai dan sejahtera.

Apabila hukum ditegakkan dan ketertiban diwujudkan, maka diharapkan

kepastian, rasa aman, tenteram, ataupun kehidupan yang rukun akan dapat

terwujud. Untuk itu politik hukum nasional harus senantiasa diarahan pada

upaya mengatasi berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan sistem dan


politik hukum yang meliputi permasalahan yang berkaitan dengan substansi

hukum, struktur hukum, dan budaya hukum.

Tingkat kesadaran masyarakat terhadap hak, kewajibannya, dan hukum

sangat berkaitan dengan (antara lain) tingkat pendidikan dan proses sosialisasi

terhadap hukum itu sendiri. Di lain pihak kualitas, profesionalisme, dan

kesadaran aparat penegak hukum juga merupakan hal mutlak yang harus

dibenahi. Walaupun tingkat pendidikan sebagian masyarakat masih kurang

memadai, namun dengan kemampuan dan profesionalisme dalam melakukan

pendekatan dan penyuluhan hukum oleh para praktisi dan aparatur ke dalam

masyarakat, sehingga pesan yang disampaikan kepada masyarakat dapat

diterima secara baik dan dapat diterapkan apabila masyarakat menghadapi

berbagai persoalan yang terkait dengan hak dan kewajibannya serta bagaimana

menyelesaikan suatu permasalahan sesuai dengan jalur hukum yang benar dan

tidak menyimpang.

Untuk mendukung pembenahan sistem dan politik hukum tersebut, telah

ditetapkan sasaran politik hukum nasional yaitu terciptanya suatu sistem

hukum nasional yang adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif (termasuk bias

gender); terjaminnya konsistensi seluruh peraturan perundang-undangan pada

tingkat pusat dan daerah, serta tidak bertentangan dengan peraturan dan

perundangan yang lebih tinggi, dan kelembagaan peradilan dan penegak hukum
yang berwibawa, bersih, profesional dalam upaya memulihkan kembali

kepercayaan hukum masyarakat secara keseluruhan.

Politik Perundang-undangan

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa politik perundang-

undangan merupakan arah kebijakan pemerintah atau negara mengenai arah

pengaturan (substansi) hukum yang dituangkan dalam peraturan perundang-

undangan (hukum tertulis) untuk mengatur kehidupan berbangsa dan

bernegara. Mengapa hanya menggambarkan keinginan atau kebijakan

pemerintah atau negara? Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa kewenangan atau organ pembentuk

peraturan perundang-undangan adalah hanya negara atau Pemerintah.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembentukan peraturan

perundang-undangan merupakan bentuk monopoli negara yang absolut, tunggal,

dan tidak dapat dialihkan pada badan yang bukan badan negara atau bukan

badan pemerintah. Sehingga pada prinsipnya tidak akan ada deregulasi yang

memungkinkan penswastaan pembentukan peraturan perundang-undangan.

Namun demikian dalam proses pembentukannya sangat mungkin

mengikutsertakan pihak bukan negara atau Pemerintah. Hal tersebut

didasarkan pada kenyataan bahwa peraturan perundang-undangan, baik

langsung maupun tidak langsung akan selalu berkenaan dengan kepentingan


umum, oleh karena itu sangat wajar apabila masyarakat diikutsertakan dalam

penyusunannya.

Keikutsertaan tersebut dapat dalam bentuk memberikan kesempatan

kepada masyarakat untuk melakukan berbagai prakarsa dalam

mengusulkan/memberikan masukan untuk mengatur sesuatu atau memberikan

kesempatan pada masyarakat untuk menilai, memberikan pendapat atas

berbagai kebijaksanaan negara atau Pemerintah di bidang perundang-undangan.

Dalam praktek, pengikutsertaan dilakukan melalui kegiatan seperti pengkajian

ilmiah, penelitian, berpartisipasi dalam forum-forum diskusi atau duduk dalam

kepanitiaan untuk mempersiapkan suatu rancangan peraturan perundang-

undangan.

Pada forum Dewan Perwakilan Rakyat juga dilakukan pemberian sarana

partisipasi yang dilakukan melalui pranata "dengar pendapat" atau "public

hearing". Berbagai sarana untuk berpartisipasi tersebut akan lebih efektif bila

dilakukan dalam lingkup yang lebih luas bukan saja dari kalangan ilmiah atau

kelompok profesi, tetapi dari berbagai golongan kepentingan (interest groups)

atau masyarakat pada umumnya. Untuk mewujudkan hal tersebut biasanya

diperlukan suatu sistem desiminasi rancangan peraturan perundang-undangan

agar masyarakat dapat mengetahui arah kebijakan atau politik hukum dan

perundang-undangan yang dilaksanakan. Sehingga pembangunan dan

pembentukan peraturan perundang-undangan dapat mengarah pada


terbentuknya suatu sistem hukum nasional Indonesia yang dapat mengakomodir

harapan hukum yang hidup di dalam masyarakat Indonesia yang berorientasi

pada terciptanya hukum yang responsive. Berkaitan dengan hal tersebut

Mahfud MD juga menyatakan:

Hukum yang responsive merupakan produk hukum yang lahir dari strategi

pembangunan hukum yang memberikan peranan besar dan mengundang

partisipasi secara penuh kelompok-kelompok masyarakat sehingga isinya

mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat pada umumnya.

Dari yang telah diuraikan tersebut, maka seharusnya peraturan

perundang-undangan dapat diformulasikan sedemikian rupa yaitu sedapat

mungkin menampung berbagai pemikiran dan partisipasi berbagai lapisan

masyarakat, sehingga produk hukum yang dihasilkan dapat diterima oleh

masyarakat. Pemahaman mengenai hal ini sangat penting karena dapat

menghindari benturan pemahaman antara masyarakat dan pemerintah atau

negara yang akan terjebak ke dalam tindakan yang dijalankan diluar jalur atau

landasan hukum. Bila hukum yang dihasilkan adalah hukum yang responsif, maka

tidak akan ada lagi hukum siapa yang kuat (punya kekuasaan) akan menguasai

yang lemah atau anggapan rakyat selalu menjadi korban, karena lahirnya hukum

tersebut sudah melalui proses pendekatan dan formulasi materi muatannya

telah menampung berbagai aspirasi masyarakat. Pada dasarnya penerimaan

(resepsi) dan apresiasi masyarakat terhadap hukum sangat ditentukan pula


oleh nilai, keyakinan, atau sistem sosial politik yang hidup dalam masyarakat itu

sendiri.

Landasan Politik Perundang-undangan

Sebagai bagian dari suatu konsep pembangunan, politik perundang-undangan

sudah pasti bertumpu pada suatu landasan (yuridis), yaitu antara lain:

1. Pancasila.

2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Peraturan atau Kebijakan implementatif dari politik peraturan

perundang-undangan.

Di samping landasan tersebut, dalam melaksanakan politik peraturan

perundang-undangan, seharusnya perlu diperhatikan pula mengenai pola pikir

pembentukan peraturan perundang-undangan (hukum) yang harus disesuaikan

dengan prinsip-prinsip:

1. Segala jenis peraturan perundang-undangan merupakan satu kesatuan

sistem hukum yang bersumbar pada Pancasila dan UUD Tahun 1945. Oleh

sebab itu, tata urutan, kesesuaian isi antara berbagai peraturan

perundang-undangan tidak boleh diabaikan dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan.

2. Tidak semua aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus diatur

dengan peraturan perundang- undangan. Berbagai tatanan yang hidup

dalam masyarakat yang tidak bertentangan dengan cita hukum, asas


hukum umum yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 dapat

dibiarkan dan diakui sebagai subsistem hukum nasional dan karena itu

mempunyai kekuatan hukum seperti peraturan perundang-undangan.

3. Pembentukan peraturan perundang-undangan, selain mempunyai dasar-

dasar yuridis, harus dengan seksama mempertimbangkan dasar-dasar

filosifis dan kemasyarakatan tempat kaidah tersebut akan berlaku.

4. Pembentukan peraturan perundang-undangan selain mengatur keadaan

yang ada harus mempunyai jangkauan masa depan.

5. Pembentukan peraturan perundang-undangan bukan hanya sekedar

menciptakan instrumen kepastian hukum tetapi juga merupakan

instrumen keadilan dan kebenaran.

6. Pembentukan peraturan perundang-undangan harus didasarkan pada

partisipasi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung

(peran serta masyarakat).

7. Pembentukan peraturan perundang-undangan harus didasarkan asas dan

materi muatan peraturan perundang-undangan.

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat dilihat bahwa apa yang dipahami sebagai hukum

dan sumber kekuatan berlakunya hukum sangat dipengaruhi oleh politik dalam

pembentukannya. Politik hukum di Indonesia sudah berubah tetapi perubahan


tersebut hanya terletak pada struktur tetapi dalam pelaksanaan di lapangan

masih dapat dilihat dari produk hukum yang dibuat syarat dengan kepentingan

dan hukum di Indonesia lebih determinan konfigurasi politik yang bersifat

otoriter sehingga produk hukum yang di hasilkan lebih konservatif. Berbagai

masalah kekecewaan pada penegakan hukum serta kekecewaan pada aturan

hokum sebagian besarnya diakibatkan oleh situasi bergesernya pemahaman

terhadap hukum tersebut serta proses pembentukan hukum dan putusan-

putusan hokum yang tidak demokratis.

Upaya perbaikan hukum di Indonesia paling tidak ada beberapa faktor yang

harus di benahi yaitu:

1. struktur hukum yaitu sistem hukum, yang terdiri atas bentuk hukum,

lembaga-lembaga hukum, perangkat hukum. Penataan kembali terhadap

struktur dan lembaga-lembaga hukum yang ada termasuk rekrutmen

sumber daya manusianya yang berkualitas.

2. Substansi hukum yaitu nilai-nilaI atau asas-asas yang terkandung dalam

aturan tersebut yang mengandung usnsur keadilan. Dengan Perumusan

kembali hukum yang berkeadilan.

3. budaya hukum yaitu terkait dengan profesionalisme para penegak hukum

dalam menjalankan tugasnya serta kesadaran masyarakat dalam menaati

hukum. Meningkatkan kembali budaya hukum dengan cara menyelesaikan

kasus-kasus pelanggaran hukum dan mengikut sertakan rakyat dalam


penegakkan hukum. Serta membangun Penerapan konsep Good

Governance dengan memberikan Pendidikan publik untuk meningkatkan

pemahaman masyarakat terhadap hukum.

DAFTAR PUSTAKA

M. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, cet. II(Jakarta: LP3ES, 2001),

Bagir Manan, Politik Perundang-undangan, Makalah, Jakarta, Mei 1994,

Abdul Wahid Masru, Politik Hukum dan Perundang-undangan, Makalah,

Jakarta, 2004.

Anda mungkin juga menyukai