Anda di halaman 1dari 15

PERUBAHAN HUKUM KARENA KEPENTINGAN POLITIK

Oleh :

ISWAHYUDI TRIASBIRONOTO
NO STAMBUK : G2R121016

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
1

A. Latar Belakang

Hukum adalah sebuah entitas yang sangat kompleks, meliputi

kenyataan kemasyarakatan yang majemuk, mempunyai banyak aspek,

dimensi, dan fase. Bila diibaratkan benda ia bagaikan permata, yang tiap

irisan dan sudutnya akan memberikan kesan berbeda bagi setiap orang yang

melihat atau memandangnya. Bernard Arief Sidharta menyebutkan bahwa,

hukum berakar dan terbentuk dalam proses interaksi berbagai aspek

kemasyarakatan (politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, keagamaan, dan

sebagainya) dibentuk dan ikut membentuk tatanan masyarakat, bentuknya

ditentukan oleh masyarakat dengan berbagai sifatnya, namun sekaligus ikut

menentukan sifat masyarakat itu sendiri.1

Negara Indonesia ini menganut sistem pemerintahan presidensial, di

mana para menteri bertanggungjawab langsung terhadap Presiden yang

sebelumnya pernah menganut sistem parlementer, di mana para mentri

bertanggungjawab kepada parlemen, dan Triaspoitica yang digagas oleh

Montesquieu yaitu ada tiga kekuasaan: Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, di

mana ketiga lembaga Negara tersebut mempunyai kewenangan masing-

masing yang diatur oleh perundang-undangan.

Hukum atau undang-undang merupakan hasil kesepakatan antara

penguasa dan masyarakat untuk mewujudkan kepastian, keadilan dan juga

distribusi manfaat. Hukum juga merupakan sarana yang dipakai untuk tercapai

tujuan tertentu. Dalam politik hukum yaitu proses dari pembuatan undang-

1
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari. 2010. Dasar-Dasar Politik Hukum. Jakarta: RajaGrafindo
Persada, hlm 2.
2

undang, hukum dijadikan motor dalam meraih tujuan politik tertentu. Dalam

politik hukum, penciptaan hukum ini memang sudah dilakukan berulang-ulang

sejak adanya politik menjadi satu dengan kepentingan Negara. Politik hukum

merupakan penentu dapat terciptanya undang- undang yang disepakati demi

kepentingan masyarakat yang berkepastian, berkeadilan serta mendistribusikan

manfaat.

Cita-cita dari politik hukum merupakan tujuan demi kepentingan untuk

masyarakat banyak. Politik hukum selalu merupakan suatu agenda

kepentingan bersama. Politik hukum selalu memiliki misi utama untuk

meletakkan fondasi bagi pengabdian pada kepentingan bersama. Politik hukum

berpegang pada idealisme yakni melayani public. Melihat gejala yang ada,

yaitu muatan kepentingan-kepentingan politik dalam politik hukum yang

menentukan kualitas undang-undang, hal inilah yang menjadi problematika

permasalahan yang ada di negara kita yang nantinya membuat undang-undang

yang ada tidak berkualitas dan jauh menyimpang dari dasar negara kita karena

ada permasalahan politik di dalamnya.

Permasalahan muatan kepentingan inilah yang menjadi beban bagi

terciptanya perundang-undangan yang pro rakyat. Jelas antara keinginan

rakyat dengan kehendak penguasa selalu kontra dalam pandangan serta dalam

implementasi pelaksanaan di lapangan. Dalam tulisan ini penulis

menitikberatkan tentang pemahaman akan undang-undang yang selalu dimuati

oleh kepentingan politik sehingga tidak sesuai dengan kehendak dan keinginan

masyarakat banyak. Jelas jika sudah terjadi demikian, maka munculah


3

permasalahan hukum yang nantinya bukannya mensejahterakan masyarakat

tetapi malah dapat menambah beban berat masyarakat dalam rangka

menciptakan kehidupan yang aman, tertib dan kondusif.

Ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam proses penegakan

hukum terutama di sebabkan karena, secara konsepsionil di anut pendapat

yang sempit mengenai hal itu. Hukum tidak hanya terdiri dari “law

enforcement” (yang dewasa ini tidak begitu gencar terdengar dalam

pembicaraan sehari-hari; berbeda dengan beberapa yang lampau, di mana

hapir setiap hari hal itu di degung-dengungkan); penegkan hukum juga

mencakup pencipta kedamaian.2

Peraturan atau hukum ialah sebuah sistem aturan yang begitu

kompleks, yang meliputi kenyataan kemasyarakatan yang heterogen, memiliki

banyak bidang, aspek, dimensi dan periode. Ibarat benda dia seperti intan

berlian, yang memberikan kesan yang berbeda-beda bagi orang yang

melihatnya.3 Bernard Arief Sidharta mengatakan bahwa, hukum bersumber

serta terbentuk dalam proses komunikasi adanya hubungan dari berbagai

dimensi kemasyarakatan (poleksobud) dan teknologi, serta keagamaan,

dibentuk serta ikut membentuk dalam tatanan kehidupan masyarakat,

modelnya ditetapkan oleh masyarakat dengan bermacam-macam sifatnya, tapi

sekaligus ikut serta menentukan karakter atau ciri masyarakat tersebut.4


2
Soerjono Soekanto, dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, Cetakan ketiga
(Jakarta: Rajawali,1987), hlm 30.
3
Mia Kusuma Fitriana, Peranan Politik Hukum Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan Di Indonesia, Sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Negara, Jurnal Online Internasional
& Nasional Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta 7, no. 1 (2019): 1–23,
www.journal.uta45jakarta.ac.i
4
Imam Syaukani, dan A. Amin Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Hukum Islam, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, Tahun 2010), hlm 07
4

Jadi, perkara hukum begitu kompleks, karana itu metodologinyaa bisa

dari inter disiplin ilmu baik agama, filsafat, sejarah, sosiologi, antropoligi,

psikologi, politik dan sebagainya. Ketika berbicara tentang hukum, tidak bisa

diabaikan begitu saja dari aspek filsafat, sejarah metodologi hukum melalui

inter disiplin tersebut telah memunculkan begitu banyak disiplin ilmu hukum.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki tiga fungsi yaitu fungsi

legislasi, pengawasan, dan anggaran. Ketentuan ini menjadikan DPR

berfungsi secara optimal sebagai lembaga perwakilan rakyat sekaligus

memperkokoh pelaksanaan checks and balances oleh DPR. Keseteraan

kedudukan antar lembaga negara agar lembaga-lembaga negara yang diatur

oleh konstitusi dapat saling mengontrol dan mengawasi. Sehingga tidak ada

lagi lembaga negara dengan mudah menjatuhkan lembaga negara yang lain.5

Perkembangan hukum di Indonesia ditentukan oleh konfigurasi politik

yang Terjadi antara legislatif dan eksekutif yang ada, di mana ada

kecenderungan Dewan Perwakilan Rakyat hampir 85 persen merapat atau

berkualisi dengan eksekutif, sehingga ketika eksekutif mengajukan draf

perundang-undangan langsung disetujui DPR RI, itu terbukti dengan begitu

cepatnya disetujui dan disahkannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020,

yang mana draf undang-undang tersebut terjadi pro dan kontra di tengah-

tengah masyarakat.

Anggapan dasar dari pemikiran di atas adalah bahwa hukum

merupakan hasil dari kegiatan politik sehingga kepribadian tiap-tiap produk


5
M. Saoki Oktava dan Riska Ari Amalia, Paradoks Pemakzulan Presiden / Wakil,
Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum 10, no. 2 (2019): 205,
http://journal.ummat.ac.id/index.php/JMK/article/view/2249.
5

hukum akan sangat begitu dipengaruhi atau diwarnai oleh konfigurasi atau

percaturan politik yang menghasilkannya. Perihal tersebut bersumberkan pada

fakta bahwa tiap produk hukum itu merupakan bentuk manifestasi dari

putusan politik sehingga hukum bisa dipandang sebagai jerih payah pemikiran

atau kegiatan politik yang saling berhubungan di internal para politisi.

Walaupun ketika dilihat dari sudut pandang “das sollen” ada anggapan bahwa

politik wajib patuh dengan ketetapan peraturan atau hukum, dan ketika di lihat

dari sudut pandang “das sein” jelas bahwa dalam kenyataannya hukumlah

yang terpengaruhi atau yang menjadi variabel yang terpengaruhi oleh

konfigurasi atau kegiatan politik yang melahirkannya tersebut.6

Pada zaman pemerintahan persiden Soekarno atau disebut dengan

Orde Lama, politik ialah raja atau panglima, lalu moto tersebut diganti dengan

moto ekonomi dan pembangunan tersebut pada zaman pemerintahan presiden

Soeharto. Pembangunan telah merubah masyarakat untuk menjadi sasaran.

Seluruh perbuatan yang dilakukan pemerintah selalu mengatasnamakan rakyat

Indonesia. Yang sangat menyedihkan adalah, hukum selalu menjadi instrumen

oleh pemerintah sebagai alat atau instrumen pembenar setiap perbuatan dari

pemerintahan saat itu.

Di samping itu, hukum dibuat untuk memfasilitasi politik.

Konsekuensinya, seluruh peraturan dan produk hukum atau regulasi yang

dirasa tidak atau kurang mampu melaksanakan kondusifitas politik dan

pertumbuhan ekonomi harus diganti atau di omni bus law kan. Dikalangan

6
Moh. Mahfud MD, “Politik Hukum Di Indonesia,” Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim
(2014).
6

para pakar hukum, sekurang-kurangnya ada dua (2) pendapat berkaitan

hubungan sebab akibat di antara hukum dan politik.7

B. Pembahasan

Statemen-statemen di atas memberikan penegasan, bahwa di dalam

realitas empirisnya politik sangat menentukan bekerjanya hukum, mulai

sejak proses pembentukan sampai dengan tahap implementasinya. Pengaruh

politik akan berpengaruh pada karakteristik produk-produk dan proses

pembuatannya. Hubungan kausalitas antara hukum dan politik, khususnya

dalam bidang hukum publik tampak dengan jelas bahwa sistem politik yang

demokratis senantiasa melahirkan produk hukum yang berkarakter responsif

atau populistik sedangkan sistem politik yang otoriter senantiasa

melahirkan hukum yang berkarakter ortodoks atau koservatif.

Menurut Soerjono Soekanto, ada lima faktor yang memberikan

kontribusi pengaruh pada mekanisme penegakan hukum, yaitu pertama, faktor

hukum (subtance) atau peraturan perundang-undangan. Kedua, faktor aparat

penegak hukumnya, yakni pihak-pihak yang terlibat dalam proses

pembuatan dan penerapan hukumnya, yang berkaitan dengan masalah

mentalitas. Ketiga, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung proses

penegakan hukum. Keempat, faktor masyarakat, yakni lingkungan sosial di

mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan, yang merefleksi dalam perilaku

masyarakat. Kelima, faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.8


7
8
Soerjono Soekanto. 1983.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta:
Rajawali, hlm 4-5.
7

1. Pengaruh Politik Terhadap Pembentukan Hukum

Sehubungan dengan hubungan antara hukum dengan masyarakat

tersebut, H. Abdul Manan mengemukakan sebagai berikut:9 Hukum

merupakan sarana untuk mengatur kehidupan sosial, namun satu hal yang

menarik adalah justru hukum tertinggal di belakang objek yang diaturnya.

Dengan demikian selalu terdapat gejala bahwa antara hukum dan perilaku

sosial terdapat suatu jarak perbedaan yang sangat mencolok. Apabila hal ini

terjadi, maka akan timbul ketegangan yang semestinya harus segera

disesuaikan supaya tidak menimbulkan ketegangan yang berkelanjutan,

tetapi usaha ke arah ini selalu terlambat dilakukan.

Menurut Bagir Manan, ada 3 (tiga) landasan dalam menyusun

peraturan perundang- undangan, yaitu: landasan yuridis, landasan sosiologis

dan landasan sosiologis.10 Disamping itu menurut Jimly Asshiddiqie ada 5

(lima) landasan pembentukan peraturan perundang- undangan, yakni:

a. Landasan filosofis. Undang-undang selalu mengandung norma-norma

hukum yang diidealkan (ideal norms) oleh suatu masyarakat kearah mana

cita-cita luhur kehidupan bermasyarakat bernegara hendak diarahkan

b. Landasan Sosiologis. Setiap norma hukum yang dituangkan dalam

undang-undang haruslah mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat

sendiri akan norma hukum yang sesuai dengan realitas kesadaran hukum

masyarakat.
9
Abdul Manan, H. 2006. Aspek-aspek Pengubah Hukum. Kencana Prenada Media.
Jakarta. Hlm. 72.
10
Bagir Manan. 1992. Dasar-Dasar Perundang-undangan di Indonesia. Jakarta:
hlm 14
8

c. Landasan Politis. Dalam konsiderans harus pula tergambar adanya

sistem rujukan konstitusional menurut cita-cita dan norma dasar yang

terkandung dalam UUD 1945 sebagai sumber kebijakan pokok atau

sumber politik hukum yang melandasi pembentukan undang-undang

yang bersangkutan.

d. Landasan Yuridis. Dalam perumusan setiap undang-undang, landasan

yuridis haruslah ditempatkan dalam konsiderans atau mengingat.

Landasan Administratif. Dasar ini bersifat fakultatif sesuai dengan

kebutuhan, terdapat dalam konsiderans dengan kata memperhatikan.

Landasan ini berisi pencantuman rujukan dalam hal adanya perintah untuk

mengatur secara administratif.

Menurut Daniel S. Lev, yang paling menentukan dalam proses

hukum adalah konsepsi dan struktur kekuasaan politik. Yaitu bahwa hukum

sedikit banyak selalu merupakan alat politik, dan bahwa tempat hukum

dalam negara, tergantung pada keseimbangan politik, defenisi kekuasaan,

evolusi idiologi politik, ekonomi dan sosial, dan seterusnya.11 Dalam

penerapan di masyarakat, tidaklah lepas dengan apa yang disebut dengan

keadilan. Keadilan inilah yang sangat ditung-tunggu kehadirannya oleh

masyarakat agar dapat melakukan suatu perubahan di dalam masyarakat

yang berkeadilan. Berbicara mengenai suatu teori hukum yang relevan

dengan keadilan, teori-teori Hukum Alam sejak Socrates hingga Francois

. Daniel S. Lev. 1990. Hukum Dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, Cet I.
11

Jakarta: LP3S hlm xii


9

Geny, tetap juga mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori

Hukum Alam mengutamakan the search for justice.

Membahas tentang kolerasi antara hukum dan politik ialah

merupakan perkara yang sangat menarik dikalangan para ahli hukum dan

politik di Indonesia. Kajian ini menarik karena dua topik ini mempunyai

jalur yang berbeda. Hukum merupakan ranah riil yang melihat sesuatu itu

bersumberkan norma hukum yang mempunyai karakter memaksa dan

mengikat. Hukum ialah wilayah “hitam putih” yang salah harus dihukum,

yang benar wajib dibela bahkan mendapat apresiasi (rewards). Sedangkan

politik ialah ranah “kepentingan” sebagai corestone nya, “politic is a goal

attainment” politik ialah instrumen untuk menggapai tujuan, tidak

memperhatikan legal atau illegal selagi cara tersebut mampu dicapai

tujuannya maka cara tersebut yang dilakukan.

Miriam Budiarjo berpendapat bahwa kekuasaan politik diartikan

sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum

(pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat- akibatnya, sesuai dengan

pemegang kekuasaan.12 Dalam proses pembentukan peraturan hukum

oleh institusi politik peranan kekuatan politik yang duduk dalam institusi

politik itu adalah sangat menentukan. Institusi politik secara resmi

diberikan otoritas untuk membentuk hukum hanyalah sebuah institusi yang

vacum tanpa diisi oleh mereka diberikan kewenangan untuk itu. karena itu

12
Miriam Budiardjo. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Cet. ke 27. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, hlm 182
10

institusi politik hanya alat belaka dari kelompok pemegang kekuasaan

politik.

Bilamana melihat penciptaan undang-undang di dominasi

kepentingan-kepentingan maka secara tidak langsung undang-undang yang

sudah ada menjadi pertanyaan akan kredibilitasnya dalam mengatur

masyarakat. Masalah seperti inilah yang dihadapi oleh negara kita saat ini

mengingat penciptaan undang- undang masih didasari oleh kepentingan-

kepentingan partai atau politik bukan mengutamakan kepentingan

masyarakat banyak yang mana mencapai kepastian, keadilan dan manfaat.

Yang sangat menarik dalam hal ini adalah karena antara kedua

topik yang berbeda tersebut ternyata memiliki karakter yang saling

mempengaruhi. Pada kenyataannya kedua topik itu kadang-kadang

menunjukkan bahwa hukum dapat mempengaruhi politik dan sebaliknya

politik dapat mempengaruhi hukum. Moh. Mahfud MD berpendapat

tentang hal itu bahwa ada tiga macam jawaban untuk melihat hubungan

antara hukum dan politik tersebut yaitu:

a. Hukum merupakan determinan politik, kegiatan politik harus patuh

pada hukum, dengan kata lain hukum wajib menjadi kiblat pengontrol

selaluruh aktifitas kegiatan perpolitikan.

b. Determinan politik atas regulasi atau hukum sebab sesungguhnya

hukum ialah produk politik yang penuh dengan kepentingan serta

konfigurasi politik, maksudnya adalah dalam realitas baik produk

normative maupun pelaksanaan penegakan hukum tersebut sangat


11

mempengaruhi dan menjadi hukum yang netral atau independen

terhadap politik.

c. Hukum serta politik sebagai bagian sistem tentang kemasyarakatan ada

pada tempat dengan derajat determinasi yang sama dengan yang

lainnya, karena walaupun hukum merupakan atau hasil produk dari

politik, namun ketika hukum ada maka seluruh aktifitas politik harus

taat kepada aturan-hukum dan politik, yang bisa mengerti dari adagium

tersebut, bahwa “ politik tanpa hukum menimbulkan kesewenang-

wenangan atau anarkis, hukum tanpa politik akan menjadi lumpuh”.13

2. Konfigurasi Politik dan Karakter Produk Hukum di Indonesia

Konfigurasi politik dima’nai sebagai kekuatan politik yang nyata dan

eksis dalam suatu sistem politik. Konfigurasi politik mempunyai susunan atau

konstelasi kekuatan politik secara dikotomis dibagi atas dua konsep yang yang

tidak sama, ialah:

a. Konfigurasi Politik Demokratis

Hirarki atau tingkatan sistem politik yang memberi peluang bagi

keikutsertaan masyarakat dengan cara maksimal untuk berpartisipasi untuk

menetapkan kebijakan publik. Keikutsertaan tersebut ditetapkan

berdasarkan sebagaian besar oleh para Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

coblosan-coblosan bertahap yang diletakkan di atas asas politik yang sama

dan dilaksanakan dalam situasi terjadinya politik yang bebas. Dilihat dari

segi hubungan antara pemerintah dan para wakil rahyat, dalam konfigurasi

politik demokratis ini terdapat kebebasan bagi rakyat melalui para


13
Ibid, hlm 16
12

wakilnya untuk memberikann kritik terhadap pemerintah. Karakter dari

konfigurasi politik demokratis adalah populist, progressive, dan limited

interpretation.

2. Konfigurasi Politik Otoriter

Hirarki atau tahapan serta tingkatan sistem politik yang lebih

memberikan peluang pemerintah untuk berpartisipasi aktif dan mengambil

alih hampir seluruh inisiatif dalam menentukan kebijakan pemerintah.

Konfigurasi tersebut didasari oleh desakkan para elite kekuasaan untuk

menjalin terjadinya persatuan, pembubaran oposisi transparan, perbanyak

peran pimpinan Negara atau pemerintah dalam rangka untuk menetapkan

kebijakan Negara atau pemerintah serta menonjolnya kekuatan politik oleh

elite politik yang langgengl, dan dibalik semua itu terjadi satu doktrin yang

yang mengakomodir konsentrasi kekuasaan.

Karakter dari konfigurasi politik otoriter adalah elitist,

conservative, dan open interpretation. Konfigurasi politik otoriter

melahirkan produk hukum yang sifatnya ortodoks atau konservatif, ialah

produk regulasi atau hukum yang subtansinya lebih condong ke masalah

social kemanusiaan para politikus, lebih menuruti kemauan pemerintah,

bersifat baik atau positif- instrumental, ialah menjadi instrument

pelaksanaan idiologi dan program pemerintah.14

C. Kesimpulan

14
Http://badruttamamsite.blogspot.com/2011/03/politik-hukum-Islam-di-Indonesia.html
13

Berdasarkan uraian yang yang dipaparkan di atas selanjutnya penulis

berkesimpulan bahwa yang terjadi di Indonesia ialah politik determinan

atau sangat mempengaruhi hukum, itu terbukti dengan lahirnya Undang-

Undang Cipta Kerja yaitu Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 yang

disebut dengan omni bus law. Di mana konfigurasi politik yang tidak

seimbang antara para anggota dewan yang pro dengan pemerintah dan yang

kontra dengan pemerintah, walaupun secara subtansi undang-undang tersebut

sangat merugikan pihak pekerja.


14

DAFTAR BACAAN

Abdul Manan, H. 2006. Aspek-aspek Pengubah Hukum. Kencana Prenada


Media. Jakarta.

Bagir Manan. 1992. Dasar-Dasar Perundang-undangan di Indonesia. Jakarta


Daniel S. Lev. 1990. Hukum Dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan
Perubahan, Cet I. Jakarta

Imam Syaukani, dan A. Amin Ahsin Thohari, 2010, Dasar-Dasar Politik Hukum
Islam, Jakarta, RajaGrafindo Persada
www.journal.uta45jakarta.ac.id

Miriam Budiardjo. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Cet. ke 27. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama

Moh. Mahfud MD, 2014, Politik Hukum Di Indonesia, Jurnal Pendidikan Agama
Islam-Ta’lim

Satjipto Rahardjo. 1983. Masalah Penegakan Hukum. Jakarta, Sinar Baru

Soerjono Soekanto, dan Mustafa Abdullah,1987, Sosiologi Hukum dalam


Masyarakat, Cetakan ketiga, Jakarta Rajawali

Http://badruttamamsite.blogspot.com/2011/03/politik-hukum-Islam-di-
Indonesia.html
M. Saoki Oktava dan Riska Ari Amalia, 2019, Paradoks Pemakzulan Presiden /
Wakil, Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum 10, no. 2
http://journal.ummat.ac.id/index.php/JMK/article/view/2249.
Mia Kusuma Fitriana, 2019, Peranan Politik Hukum Dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia, Sebagai Sarana
Mewujudkan Tujuan Negara, Jurnal Online Internasional & Nasional
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta 7, no. 1,

Anda mungkin juga menyukai