Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH KONFIGURASI POLITIK HUKUM TERHADAP

KARAKTER PRODUK HUKUM


(Suatu Telaah dalam Perkembangan Hukum Pemerintahan Daerah di
Indonesia)

LINTJE ANNA MARPAUNG


Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung, Jl. ZA Pagar Alam No. 26, Labuhan Ratu, Bandar Lampung

Abstract

Law structure can expand in a condition any political configuraton marked by efficacy
of making of unification and codification punish as seeing in Program Legislation
National. This Matter happened ketidak synchronize between structure punish with
function punish as referred above because of because trouble or intervention of
political actions. Law sometime do not upheld caused by intervention power of politics.
Law product show his it with the happening of pattern refuse to draw between law
product which responsive with character and law product which with character
Conservative. In this time indicate that certain political situation will be able to bear
product punish with certain character also. This matter theoretically, political system
dikotomis of democracy will yield responsive law product. While autoritary political
system configuraton will yield conservative law product / orthodox. Conclusion of the
public can directly hooked;correlated under study arrangement of law about
governance of area in Indonesia.

Keyword : Configuration, Legal Policy, Area Autonomy

hukum difungsikan untuk menjamin


A. PENDAHULUAN ketertiban dan melindungi kepentingan
masyarakatnya. Pandangan yang kedua
Di kalangan ahli hukum dewasa ini mengacu pada pandangan Von Savigny.
berkembang dua pendapat tentang Yang menyatakan bahwa hukum selalu
hubungan sebab akibat antara politik dan berkembang sesuai dengan perkembangan
hukum. Pandangan yang pertama adalah masyarakatnya, hukum tumbuh dan mati
Kaum Idialis, yang cenderung bersama masyarakatnya (Soerjono
berpandangan dari sudut das sollen. Soekanto, 1985: 9).
Pandangan ini mengacu pada pendapat Hal ini didasarkan keyakinan bahwa
Roscue Pound yang menyatakan bahwa pada dasarnya hukum merupakan
”law as a tool of social enginering” perwujudan dari kesadaran hukum
(Soerjono Soekanto, 1985: 30). masyarakat. Artinya adalah bahwa hukum
Pendapatnya menyatakan bahwa harus menjadi dependent variable atas
hukum harus mampu mengendalikan dan keadaan luarnya, salah satunya adalah
merekayasa perkembangan masyarakat, politik. Dalam bahasa lain dapat dinyatakan
termasuk di dalamnya adalah kehidupan bahwa hukum adalah produk politik.
politiknya. Wajar jika secara idologis Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa
mereka meletakkan hukum sebagai kalau kita melihat hubungan antara
pemandu dan penentu arah perjalanan subsistem politik dengan subsistem hukum,
masyarakat, karena memang pada dasarnya akan tampak bahwa politik memiliki

Pengaruh Konfigurasi Politik Hukum Terhadap Karakter Produk Hukum (Lintje Anna Marpaung) 1
konsentrasi energi yang lebih besar perubahan seiring dengan perubahan UUD
sehingga hukum selalu berada pada posisi dan/atau perubahan sistem politik. Tulisan
yang lemah (Satjipto Rahardjo, 1985:71). ini bermaksud untuk mengidentifikasi
Mencerna pernyataan ini maka akan korelasi causalitas antara subsistem politik
ditangkap suatu perspektif bahwa dalam dan subsistem hukum. Yaitu bagaimana
kenyataan empirik, politik sangat konfigurasi politik mempengaruhi karakter
menentukan bekerjanya hukum. produk hukum pemerintahan daerah di
Pengaruh politik dalam berhukum, Indonesia, dikaitkan dengan pandangan
berarti berlaku juga pada penegakan teori hukum responsif yang dikemukakan
hukumnya, karakteristik produk-produk oleh Phillip Nonet dan Philip Selznick.
hukum, serta proses pembuatannya. Hal di Berdasarkan latar belakang masalah diatas,
atas dapat dilihat dalam fakta berhukum maka permasalahan dalam makalah ini
sepanjang sejarah Indonesia, pelaksanaan dapat dirumuskan : apakah konfigurasi
fungsi dan penegakkan hukum tidak selalu politik mempengaruhi karakter produk
berjalan seiring dengan perkembangan hukum pemerintahan daerah di Indonesia ?
strukturnya. Hal ini akan tampak jelas jika
ukuran pembangunan hukum di Indonesia
adalah unifikasi dan kodifikasi hukum, II. PEMBAHASAN
maka pembangunan struktur hukum telah
berjalan dengan baik dan stabil. Karena dari Landasan Teori
waktu kewaktu produktifitas perundang- Tulisan ini didasarkan pada asumsi
undangan mengalami peningkatan. Namun bahwa ”hukum adalah produk politik”.
dari sisi yang lain, dari segi fungsi hukum Konfigurasi politik tertentu akan
telah terjadi kemerosotan (Artidjo Alkostar melahirkan karakter produk hukum tertentu.
dan M. Sholeh Amin, 1986: 39-85). Variabel ”konfigurasi politik” ditempatkan
Struktur hukum dapat berkembang sebagai variabel bebas (independent), dan
dalam kondisi konfigurasi politik apapun variabel ”karakter produk hukum” sebagai
dengan ditandai keberhasilan pembuatan variabel terpengaruh (dependent). Variabel
kodifikasi dan unifikasi hukum konfigurasi politik menunjuk pada bentuk
sebagaimana tampak dalam Program konfigurasi sistem politik yang demokratis
Legislasi Nasional. Tetapi pelaksanaan dan/atau konfigurasi sistem politik yang
fungsi atau penegakan fungsi hukum tidak demokratis (otoriter).
cenderung menjadi lemah. Sekalipun Sedangkan variabel karakter produk
produk hukum yang dihasilkan jumlahnya hukum, mengacu pada konsepsi Nonet dan
secara kuantitatif meningkat, tetapi Selznick yang merujuk pada produk hukum
substansi dan fungsi hukumnyapun tidak yang berkarakter responsif atau otonom,
selalu meningkat atau sesuai dengan dan karakter produk hukum yang represif,
aspirasi masyarakat. Hal ini terjadi ketidak ortodoks, konservatif atau menindas.
sinkronan antara struktur hukum dengan Secara operasioal, pendikotomian
fungsi hukum sebagaimana disebut di atas hipotesis tersebut dimaksudkan untuk
disebabkan oleh karena intervensi atau menyatakan bahwa ”konfigurasi politik
gangguan dari tindakan-tindakan politik. yang demokratis akan menghasilkan produk
Hukum kadang tidak (dapat) ditegakkan hukum yang berkarakter responsif atau
karena adanya intervensi kekuasaan politik. otonom. Sedangkan konfigurasi politik
Pengaturan tata pemerintahan daerah yang otoriter akan menghasilkan produk
di Indonesia, ada seiring dengan berdirinya hukum yang berkarakter ortodoks atau
Negara Kesatuan R.I. Bahkan jika ditarik ke konservatif atau menindas”.
belakang, sejak pemerintahan Hindia Konsep konfigurasi politik demokratis
Belandapun sudah ada. Dalam rentang dan/atau konsep otoriter ditentukan
waktu demikian, telah terjadi beberapa kali berdasarkan tiga indikator, yaitu sistem

2 PRANATA HUKUM Volume 7 Nomor 1 Januari 2012


kepartaian dan peranan lembaga perwakilan normatifikasinya mengundang secara
rakyat atau parlemen, dominasi peranan terbuka partisipasi dan aspirasi
eksekutif, dan kebebasan pers. Sedangkan masyarakat. Lembaga peradilan dan
konsep hukum responsive / otonom peraturan hukum berfungsi sebagai
diidentifikasi berdasarkan proses pembuatan instrumen pelaksana bagi kehendak
hukum, pemberian fungsi hukum, dan masyarakat, sedangkan rumusannya
kewenangan menafsirkan hukum. Untuk biasanya cukup diperinci sehingga tidak
selanjutnya pengertian secara konseptual terlalu terbuka untuk ditafsirkan dan
dirumuskan sebagai berikut : diinterpretasikan berdasarkan kehendak
a. Konfigurasi politik demokratis adalah dan visi penguasa/pemerintah secara
konfigurasi yang membuka ruang bagi sewenang-wenang.
partisipasi masyarakat untuk terlibat secara d. Produk hukum konservatif atau ortodoks
maksimal dalam menentukan kebijakan adalah karakter produk hukum yang
negara. Konfigurasi politik demikian mencerminkan visi politik pemegang
menempatkan pemerintah lebih berperan kekuasaan negara yang sangat dominan,
sebagai organisasi yang harus sehingga dalam proses pembuatannya
melaksanakan kehendak masyarakatnya, tidak akomodatif terhadap partisipasi dan
yang dirumuskan secara demokratis. Oleh aspiasi masyarakat secara sungguh-
karena itu badan perwakilan rakyat dan sungguh. Prosedur pembuatan yang
partai politik berfungsi secara proporsional dilakukan biasanya hanya bersifat
dan lebih menentukan dalam pembuatan formalitas. Di dalam produk hukum yang
kebijakan negara. Pers terlibat dalam demikian, biasanya hukum berjalan
menjalankan fungsinya dengan bebas dengan sifat positivis instrumentalis atau
tanpa ancaman pembreidelan atau tindakan sekedar menjadi alat justifikasi bagi
kriminalisasi lainnya. pelaksanaan ideologi dan program
b. Konfigurasi politik otoriter adalah pemerintah. Rumusan materi hukumnya
konfigurasi politik yang menempatkan biasanya bersifat pokok-pokok saja
pemerintah pada posisi yang sangat sehingga dapat penguasa negara dapat
dominan dengan sifat yang menginterpretasikan menurut visi dan
intervensionis dalam penentuan dan kehendaknya sendiri dengan berbagai
pelaksanaan kebijakan negara, sehingga peraturan pelaksanaan.
potensi dan aspirasi masyarakat tidak
teragregasi dan terartikulasi secara Tinjauan Teori Hukum Responsif Phillip
proporsional. Bahkan, dengan peran Nonet dan Philip Selznick
pemerintah yang sangat dominan, badan Kontek lahirnya teori ini
perwakilan rakyat dan partai politik tidak dilatarbelakangi dengan munculnya masalah-
berfungsi dengan baik dan lebih masalah sosial seperti protes sosial,
merupakan alat untuk justifikasi (rubber kemiskinan, kejahatan, pencemaran
stamp) atas kehendak pemerintah, lingkungan, kerusuhan kaum urban, dan
sedangkan pers tidak memiliki penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah
kebebasan dan senantiasa berada di yang melanda Amerika Serikat pada tahun
bawah kontrol pemerintah dalam 1950-an. Hukum yang ada dan digunakan
bayang-banyang pembreidelan. pada saat itu ternyata tidak cukup mengatasi
c. Produk hukum responsif atau otonom keadaan tersebut. Padahal, hukum dituntut
adalah karakter produk hukum yang untuk bisa memecahkan dan memberikan
mencerminkan pemenuhan atas aspirasi solusi atas persoalan-persoalan tersebut. Nonet
masyarakat, baik individu maupun dan Selznick berpikir dan berupaya untuk
berbagai kelompok sosial, sehingga secara menemukan jalan menuju perubahan supaya
relatif lebih mampu mencerminkan rasa hukum bisa mengatasi persoalan-persoalan itu.
keadilan di dalam masyarakat. Proses

Pengaruh Konfigurasi Politik Hukum Terhadap Karakter Produk Hukum (Lintje Anna Marpaung) 3
Selama itu, hukum hanya dipahami selanjutnya menyebut tahapan-tahapan
sebagai aturan-aturan yang bersifat kaku dan evolusi tersebut sebagai model perkembangan
terlalu menekankan pada aspek the legal (developmental model). Untuk menjelaskan
system tanpa melihat kaitan antara ilmu perkembangan evolutif tersebut, menurut
hukum tersebut dengan persoalan-persoalan pandangan penulis tahapan ini dapat
yang harus ditangani, seperti dalam hal ini disandarkan pada momentum-momentum
adalah masalah-masalah sosial. Hukum sosial politik yang penting dalam perjalanan
identik dengan ketertiban sebagai cermin sejarah suatu negara, yang membingkai
pengaturan dari penguasa, disisi lain ada juga secara kontekstual terhadap muncul dan
pemahaman mengenai hukum yang lebih berlakunya suatu peraturan hukum dalam
menekankan pada aspek legitimasi dari masyarakat.
peraturan-peraturan itu sendiri. Padahal Di antara ketiga tipe hukum tersebut,
semestinya teori hukum hendaknya tidak buta Nonet dan Selznick berargumen bahwa hanya
terhadap konsekuensi sosial dan tidak kebal tahapan III (hukum responsif) yang
terhadap pengaruh sosial. Hukum tidak menjanjikan tertib kelembagaan yang
berada di ruang hampa, tetapi ada bersama- langgeng dan stabil. Model perkembangan
sama dengan ilmu yang lain, sehingga dapat disusun ulang dengan fokus pada
bermanfaat bagi kehidupan manusia. hukum otonom, dengan menunjuk pada
Memahami kenyataan itu, Nonet dan konflik-konflik pada tahapan tersebut yang
Selznick kemudian mencoba memasukkan menimbulkan tidak hanya resiko kembalinya
unsur-unsur dan pengaruh ilmu sosial ke pola-pola represif namun juga kemungkinan
dalam ilmu hukum dengan menggunakan terjadinya responsivitas yang lebih maju.
strategi ilmu sosial. Ada perspektif ilmu Hukum responsif berorientasi pada
sosial yang harus diperhatikan untuk hasil, yaitu pada tujuan-tujuan yang akan
bekerjanya hukum secara keseluruhan dicapai di luar hukum. Dalam hukum
sehingga hukum tidak hanya mengandung responsif, tatanan hukum dinegosiasikan,
unsur pemaksaan dan penindasan semata. bukan dimenangkan melalui subordinasi
Pendekatan ilmu sosial atau dipaksakan. Ciri khas hukum responsif
memperlakukan pengalaman hukum adalah mencari nilai-nilai tersirat yang
sebagai sesuatu yang berubah-ubah dan terdapat dalam peraturan dan kebijakan.
kontekstual, sesuai dengan kondisi sosial Dalam model hukum responsif ini, mereka
masyarakat yang melingkupinya. Sebelum menyatakan ketidaksetujuan terhadap
melangkah ke pemikiran hukum responsif, doktrin yang dianggap mereka sebagai
Nonet dan Selznick membedakan tiga interpretasi yang baku dan tidak fleksibel.
klasifikasi dasar dari hukum dalam Apa yang dipikirkan oleh Nonet dan
masyarakat, yaitu: hukum sebagai pelayan Selznick, menurut Prof. Satjipto Rahardjo,
kekuasaan represif (hukum represif), sebetulnya bisa dikembalikan kepada
hukum sebagai institusi tersendiri yang pertentangan antara analytical jurisprudence
mampu menjinakkan represi dan disatu pihak dan sociological jurisprudence
melindungi integritas dirinya (hukum dilain pihak. Analytical jurisprudence
otonom), dan hukum sebagai fasilitator dari berkutat di dalam sistem hukum positif dan
berbagai respon terhadap kebutuhan dan ini dekat dengan tipe hukum otonom
aspirasi sosial (hukum responsif). sebagaimana diungkapkan Nonet. Baik aliran
Nonet dan Selznick beranggapan, analitis maupun Nonet melalui tipe hukum
bahwa hukum represif, otonom, dan responsif responsifnya menolak otonomi hukum yang
bukan saja merupakan tipe-tipe hukum yang bersifat final dan tak dapat diganggu gugat.
berbeda, tetapi dalam beberapa hal juga Teori hukum responsif adalah teori hukum
merupakan tahapan-tahapan evolusi dalam yang memuat pandangan kritis. Teori ini
hubungan hukum dengan tertib sosial dan berpandangan bahwa hukum merupakan cara
tertib politik masyarakat. Keduanya mencapai tujuan.

4 PRANATA HUKUM Volume 7 Nomor 1 Januari 2012


Hukum tidak hanya rules (logic & politik besar yang secara mendasar
rules), tetapi juga ada logika-logika yang lain. berpengaruh pada sistem politik negara.
Bahwa memberlakukan jurisprudence saja Secara rinci pembagian tahapan dinyatakan
tidak cukup, tetapi penegakan hukum harus sebagai berikut :
diperkaya dengan ilmu-ilmu sosial. Dan ini a. Periode I adalah antara tahun 1945 –
merupakan tantangan bagi seluruh pihak yang 1959 yang di dalamnya berlaku tiga
terlibat dalam proses penegakan hukum untuk konstitusi, yaitu UUD 1945, Konstitusi
bisa membebaskan diri dari kungkungan RIS 1949, dan UUD Sementara 1950
hukum murni yang kaku dan analitis. yang dikenal sebagai masa Revolusi atau
Produk hukum yang berkarakter Demokrasi Liberal.
responsif proses pembuatannya bersifat b. Periode II adalah antara tahun 1959 –
partisipasif, yakni mengundang sebanyak- 1966, yaitu berlakunya kembali UUD
banyaknya partisipasi semua elemen 1945 pada masa Orde Lama yang juga
masyarakat, baik dari segi individu, ataupun dikenal dengan masa Demokrasi
kelompok masyarakat dan juga harus Terpimpin.
bersifat aspiratif yang bersumber dari c. Periode III adalah antara tahun 1966 –
keinginan atau kehendak dari masyarakat. 1998, yaitu berlakunya UUD 1945 pada
Artinya produk hukum tersebut bukan masa Orde Baru.
kehendak dari penguasa untuk sekedar d. Periode IV adalah pada tahun 1998 –
melegitimasikan kekuasaannya. sekarang, yaitu dengan ditandai dengan
berlakunya UUD 1945 setelah
Pengaruh Konfigurasi Politik terhadap amandemen, atau selanjutnya dikenal
Karakter Produk Hukum, Telaah dalam dengan Orde Reformasi.
Perkembangan Hukum Pemerintahan Sekalipun bahwa dalam semua
Daerah di Indonesia. konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia
Dinamika pengaruh konfigurasi menjadikan demokrasi sebagai sistem
politik yang demokratis dan/atau otoriter politik yang dianut secara formil, tetapi
telah terjadi sepanjang sejarah Republik tidak semua konstitusi tersebut dalam
Indonesia. Dinamika tarik menarik antara keberlakuan pada masanya tidak mampu
sistem politik yang demokratis dan otoriter melahirkan konfigurasi politik yang secara
secara bergantian muncul dan tenggelam empirik demokratis. Artinya sekalipun
dengan kecenderungan yang tampak dalam sebuah konstitusi yang dengan jelas
periodesasi sejarah. Seiring dengan menganut paham demokrasi, tetapi dalam
dinamika tersebut, perkembangan karakter prakteknya dapat melahirkan konfigurasi
produk hukum menunjukkan politik yang otoriter. Bahkan dapat terjadi
keterpengaruhannya dengan terjadinya pola dalam satu konstitusi yang sama dapat lahir
tolak tarik antara produk hukum yang konfigurasi politik yang berbeda. Hal ini
berkarakter responsif dan produk hukum sebagaimana terjadi dalam masa
yang berkarakter konservatif. pelaksanaan UUD 1945 pada tahun 1945 –
Sesuai dengan gagasan akan tahapan 1949, tahun 1959 – 1966, dan tahun 1966 –
evolusi dalam teori hukum responsif 1998 telah melahirkan konfigurasi politik
sebagai model perkembangan yang berbeda-beda.
(developmental model), maka untuk Berikut ini kita lihat bagaimana
membuktikan hipotesa di atas, tulisan ini konfigurasi politik berdasarkan periodesasi
menganalisis data secara kualitatif dan di atas berpengaruh terhadap karakter
normatif dengan membuat klasifikasi produk hukum atau perundang-undangan di
sejarah perkembangan politik dan konstitusi bidang pemerintahan daerah di Indonesia.
di Indonesia dalam periodesasi
keberlakukan konstitusi di Indonesia, yang
dikaitkan dengan momentum-momentum

Pengaruh Konfigurasi Politik Hukum Terhadap Karakter Produk Hukum (Lintje Anna Marpaung) 5
a. Periode 1945 - 1959 Sekalipun mengalami kesurutan pada masa
1). Konfigurasi politik RIS, karena kekuasaannegara terbagi antara
Pada masa ini dikenal sebagai masa pusat dan negara bagian, namun pada masa
liberal. Ditandai dengan praktik sistem berlakunya UUDS 1950 peranan partai
politik yang demokrasi dengan sistem poloitik sangat kuat.
pemerintahan parlementer, dinamika politik Begitu kuatnya peranan partai politik
pemerintahan negara Indonesia mengalami membuat pemerintahan dikenal dengan
keberlakuan tiga kostitusi yang berbeda. pemerintahan partai politik. Pemerintahan
Ketiga konstitusi tersebut adalah UUD jatuh bangun karena dinamika politik partai
1945, Konstitusi Republik Indonesia yang sangat kuat, namun tidak ada satu
Serikat (RIS), dan UUD Sementara 1950. partai yang dominan. Seiring dengan hal itu
Pada periode ini, konfigurasi politik lembaga eksekutif berada pada posisi yang
yang muncul adalah konfigurasi politik yang kalah kuat dibandingkan dengan partai-
demokratis. Melalui Maklumat Pemerintah partai politik sehingga pemerintahan
tanggal 3 November 1945, pemerintah seringkali jatuh bangun dan keadaan politik
mengumumkan: a). Pemerintah menyukai berjalan secara tidak stabil (Moeljarto, 7).
timbulnya partai-partai politik, karena dengan Masa ini ditandai dengan jatuh
adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke bangunnya pemerintahan, sehingga disebut
jalan yang teratur segala aliran paham yang masa jatuh bangunya kabinet. Beberapa hari
ada dalam masyarakat; b). Pemerintah setelah teks proklamasi dibacakan Bung
berharap supaya partai-partai itu telah Karno, dari kota sampai ke pelosok telah
tersusun sebelum dilangsungkan pemilihan terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai
anggota Badan-badan Perwakilan Rakyat bidang, termasuk pers. Yang direbut
(Bintan Regen saragih, 2006: 56-57). terutama adalah peralatan percetakan.
Hal itu mendorong semangat para Perebutan kekuasan semacam ini telah
pejuang untuk berpolitik dengan munculnya terjadi di perusahaan koran milik Jepang
beberapa partai politik, selain partai politik yakni Soeara Asia (Surabaya), Tjahaja
yang sebelum kemerdekaan juga sudah ada. (Bandung) dan Sinar Baroe (Semarang).
Kehidupan politik yang sangat dinamis dan Dan pada tanggal 19 Agustus 1945 koran-
penuh semangat demokrasi waktu itu koran tersebut telah terbit dengan
dikenal dengan demokrasi liberal (T. mengutamakan berita sekitar Indonesia
Moeljarto 1968: 7). Sejak itu maka Merdeka. Dalam koran-koran Siaran
berdirilah sejumlah partai politik, antara Istimewa itu telah dimuat secara mencolok
lain Partai Komunis Indonesia (PKI), teks proklamasi. Kemudian beberapa berita
Majelis Syuro Muslimin Indonesia penting seperti "Maklumat Kepada Seluruh
(Masyumi), Partai Buruh Indonesia (PBI), Rakyat Indonesia", "Republik Indonesia
Partai Jelata, Partai Kristen Indonesia Sudah Berdiri", "Pernyataan Indonesia
(PARKINDO), Partai Sosialis Indonesia Merdeka", "Kata Pembukaan Undang-
(PSI), Partai Sarekat Islam Indonesia Undang Dasar", dan lagu "Indonesia Raya".
(PSII), Partai Indoensia Raya (PIR), Pada tahun 1946, pihak pemerintah
Nahdatul Ulama (NU), dll. mulai merintis hubungan dengan pers. Di
Konfigurasi politik demokrasi liberal masa itu telah disusun peraturan yang
ini ditandai dengan eksistensi partai-partai tercantum dalam Dewan Pertahanan Negara
politik yang berperan sangat dominan Nomor 11 Tahun 1946 yang mengatur soal
dalam proses perumusan kebijakan negara percetakan, pengumuman, dan penerbitan.
melalui wadah konstitusionalnya Kemudian diadakan juga beberapa
(parlemen) (Yahya Muhaimin, 1990: 43), perubahan aturan yang tercantum dalam
partai-partai tersebut berperan penting Wetboek van Strafrecht, seperti drukpers-
dalam KNIP, DPR RIS, DPR Sementara reglement tahun 1856, persbreidel
sebagai lembaga parlemen pada waktu itu. ordonnantie 1931 yang mengatur tentang

6 PRANATA HUKUM Volume 7 Nomor 1 Januari 2012


kejahatan dari pers, penghinaan, hasutan, Pemerintahan Daerah yang pertama dibuat
pemberitaan bohong dan sebagainya. dalam situasi pergolakan kemerdekaan
Dalam UUD Pasal 19, telah transisional, sehingga tampak sebagai produk
dicantumkan kalimat, setiap orang berhak hukum eksperimental (Mahfud M. D, 1999:
atas kebebasan mempunyai dan 21). desentralisasi sebagai sarana untuk
mengeluarkan pendapat. Pelaksanaan UUD mencapai demokrasi pada waktu itu
pasal 19 tersebut telah diusulkan dalam tampaknya bersifat formalistik belaka. Secara
sidang Komite Nasional Pusat Pleno VI empiris pemilihan umuj untuk menisi jabatan
Yogya tanggal 7 Desember 1949 yang Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan
intinya, Pemerintah RI agar Rakyat Daerah sebagaimana yang diinginkan
memperjuangkan pelaksanaan kebebasan oleh UU tidak dapat berjalan sebagaiman
pers yang mencakup memberi perlindungan mestinya. Pengaruh dari pemerintahan Hindia
kepada pers nasional, memberi fasilitas Belanda masih kuat, sehingga dominasi
yang dibutuhkan perusahaan surat kabar, pamong praja masih kuat. Sekalipun beberapa
dan mengakui kantor berita Antara sebagai daerah telah mempunyai DPRD tetapi mereka
kantor berita nasional yang patut tidak optomal melaksa-nakan tugas, secara
memperoleh fasilitas dan perlindungan. perlahan hilang.
Menurut The Liang Gie, pengaturan
2). Karakter produk hukum format desentralisasi dalam UU No. 1 tahun
Pada waktu itu ketetuan hukum tentang 1945 adalah sebagai berikut :
pemerintahan daerah masih mengacu pada a) Daerah yang ditetapkan sebagai daerah
Pasal 18 UUD 1945, yang dinyatakan sebagai otonom adalah Karesidenan, Kota, dan
berikut : ”Pembagian daerah Indonesia atas Kabupaten;
dasar daerah besar dan kecil, dengan bentuk b) Bentuk susunan pemerintah daerah
dan susunan pemerintahanya ditetapkan terdiri dari Badan Perwakilan Rakyat
dengan undang-undang, dengan memandang Daerah (BPRD) dan badan legislatif
dan mengingati dasar permusyawaratan yang dipimpin oleh daerah baik sebagai
dalam sistem pemerintahan negara, dan hak- organ daerah, dan juga merupakan
hak asal-usul dalam daerah yang bersifat pejabat pemerintah pusat di daerah;
istimewa”. c) Wewenag DPRD sebagai lembaga
Selanjutnya dalam penjelasan angka I legislatif meliputi otonomi (mengatur
dari Pasal 18 menyatakan bahwa : ”Oleh rumah tangga daerah) dan medebewind
karena Indonesia itu suatu ”eenheids staat”, (menjalankan aturan-atauran atasan).
maka Indonesia tak akan mempuyai daerah di Sedangkan badan eksekutif menjalankan
dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. pemerintahan sehari-hari (bertuur);
Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah d) Daerah memiliki otonomi Indonesia
provinsi, dan daerah provinsi akan dibagi berdasarkan kedaulatan rakyat;
pula dalam daerah yang lebih kecil. Di e). Daerah memiliki sumber keuangan
daerah-daerah yang bersifat otonom (streek sendiri dengan kemungkinan
dan locale rechtsge-meenschappen) atau mendapatkan bantuan dari pemerintah
bersifat administrasi belaka, semua menurut pusat (The Liang Gie, 2005: 156).
aturan yang akan ditetapkan dengan undang- Menurut Solly Lubis (Solly Lubis,
undang. Di daerah-daerah yang bersifat 1983: 24). dikatakan bahwa kebijakan
otonom akan diadakan badan perwakilan penyelenggaraan pemerintahan dan politik
daerah, oleh karena itu di daerahpun lokal yang dikeluarkan oleh UU No. 1
pemerintah akan bersendi atas dasar Tahun 1945, merupakan momentum
permusyawaratan”. Setelah proklamasi penting dalam pengaturan masalah
kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, pemerintah daerah sehingga banyak ahli
pemerintah mengeluarkan UU No. 1 Tahun hukum dan politik mengatakan bahwa UU
1945. UU ini adalah UU tentang No. 1 Tahun 1945 merupakan aturan

Pengaruh Konfigurasi Politik Hukum Terhadap Karakter Produk Hukum (Lintje Anna Marpaung) 7
desentralisasi pertama di Indonesia. Karena Meskipun demikian pertarungan
kebijakan dan kelembagaan penyelenggara dikuasai atau terpolar pada tiga partai, yaitu
pemerintah dan politik lokal dalam UU PNI, PKI, dan Masyumi. Banyaknya partai
tersebut pertama kali diatur kedudukan politik dan polarisasi tersebut mengakibatkan
(Komite Nasional Daerah) KND dan BPRD kabinet sering mengalami jatuh bangun dan
yang menjalankan tugas legislatif sebagai banyak masalah yang tidak dapat diselesaikan
aparatur pemerintahan aderah dan badan dengan baik dan membuat kondisi sosial
eksekutif yang menjalankan tugas politik porak poranda.
pemerintahan sehari-hari. Konfigurasi politik yang demokratis
Tujuan desentralisasi pada masa pasca berakhir pada tahun 1959, ketika pada
kemerdekaan adalah untuk mencapai tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno
demokrasi. Hampir dapat dikatakan bahwa mengeluarkan dekrit (Dekrit Presiden 5 Juli
pada masa berlakunya tiga UU, yaitu UU 1959) yang kemudian dianggap sebagai
Nomor 1 Tahun 1945, UU Nomor 22 Tahun jalan bagi tampilnya sosok demokrasi
1948, dan UU Nomor 1 Tahun 1957, terpimpin. Sebagai konstitusi negara
diwarnai dengan upaya merealisasikan kembali diberlakukan UUD 1945.
prinsip demokrasi dalam praktek otonomi Perubahan ini membawa imbas yang luas di
daerah yang seluas-luasnya. Selaras dengan bidang ketatanegaraan. Produk hukum yang
tujuan desentralisasi yang dicanangkan bernafaskan demokrasi liberal yang
secara hukum pengisian anggota DPRD berlandaskan UUDS 1950 harus
yang dikehendaki adalah atas dasar disesuaikan degan UUD 1945. Pada periode
pemilihan. Dalam kedua UU tersebut ini konfigurasi politik ditampilkan dalam
dinyatakan bahwa Pemerintah Daerah bentuknya yang otoriter. Soekarno Menjadi
terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat sosok sentral dalam agenda politik nasional
Daerah dan Dewan Pemerintahan Daerah. sehingga pemerintahan Soekarno pada masa
Selanjutnya Solly Lubis mensinyalir bahwa itu dicirikan sebagai rejim yang otoriter dan
sisi politik dan perjuangan nasional, totaliter. Partai politik tidak mempunyai
program penyusunan pemerintahan pusat ruang untuk partisipasi yang signifikan.
dan pemerintah daerah yang demokratis Dominasi Soekarno yang mengatasi
berdasarkan UU No. 1 Tahun 1945 lembaga-lembaga konstitusional juga
memberikan KND kedudukan sebagai BPD ditunjukkan dengan produk perundang-
adalah tindakan politik yangbertujuan undangan yang dibuat olehnya, yaitu
menciptakan sistem otonomi yang bersifat Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden.
lebih luas daripada otonomi waktu Awal tahun 1960an, jumlah
pemerintahan Hindia Belanda. penerbitan surat kabar mengalami
peningkatan, khususnya dari tahun 1963
b. Periode 1959 – 1966 sampai dengan tahun 1966 (David T.
1). Konfigurasi politik Hill1994: 164), kendatipun hal ini lebih
Konfigurasi politik pada periode ini mencerminkan keadaan politik yang
ditandai dengan proses terbentuknya semakin memanas. Pada waktu itu, industri
demokrasi tertimpin, yang kontek pers mengalami dua pembredelan, yang
kemunculannya didasarkan pada kondisi pertama pada tahun 1957 kemudian diikuti
ekonomi, sosial, politik pada saat itu yang pada tahun 1966.
tidak sehat, karena berjalannya demokrasi Tahun 1965, Menteri Penerangan
liberal. Satu momentum politik yang mengeluarkan Surat Keputusan yang
sangat penting adalah diselenggarakannya mewajibkan penerbit untuk bergabung
pemilu pertama pada tahun 1955. Pada dengan partai politik, organisasi massa atau
pemilu tersebut terdapat 28 partai politik golongan. Hal ini didasarkan pertimbangan
besar yang saling bertarung memperebutkan keperluan pers untuk mencari dana. Akibat
kursi lembaga perwakilan. Surat Keputusan tersebut, pers menjadi

8 PRANATA HUKUM Volume 7 Nomor 1 Januari 2012


lebih bersifat partisan, dan cenderung c. Periode 1966 - 1998
menjadi corong yang memberitakan 1). Konfigurasi politik
kepentingan-kepentingan partai politik yang Pada periode ini, dengan dalih
mendukungnya. pembangunan nasional dan paradigma
Sejak tahun 1945 dan selama tahun pertumbuhan ekonomi (T. Moeljarto 1987:
1950an serta tahun 1960an, pers di Indonesia 24), konfigurasi politik didesain untuk
merupakan sebuah medium wacana politik. memba-ngun negara yang kuat yang mampu
Dengan dana dari partai-partai politik dan menjamin dan membentuk negara kuat,
golongan kepentingan lainnya, pers pada kehidupan politik yang stabil sengaja
zaman tersebut bersifat sangat partisan dan diciptakan karena pemba-ngunan ekonomi
berpihak. Akibatnya, landasan pers merupakan hanya akan berhasil jika didukung oleh
ideologi dengan ketergantungnya pada partai- stabilitas nasional yang mantap.
partai politik. Masa tersebut juga Pembangunan politik Orde Baru secara
mencerminkan kekuasaan pemerintah yang perlahan membentuk konfigurasi politik yang
sangat tinggi terhadap pers maupun unsur- otoriter dan totaliter. Eksekutif menjadi
unsur kehidupan lain di negara Indonesia. Hal sangat dominan, kehidupan pers
ini dapat dilihat dengan pembredelan pada dikendalikan dan dibawah ancaman
tahun 1957 maupun tahun 1966, dan syarat pembreidelan. Lembaga legislatif dicirikan
SIT dan SIC untuk mendirikan surat kabar. sebagai lembaga yang lemah karena di
Pers Perjuangan yang ada pada tahun 1945, dalamnya telah ditanamkan tangan-tangan
yang menjadi Pers Partisan pada tahun ekskutif melalui Golongan Karya, Fraksi
1950an, tidak bebas lagi hingga tahun 1960an. ABRI, Utusan Daerah dan Utusan Golongan.
Partai politik dikebiri dengan menggunakan
2). Karakter produk hukum berbagai cara. Dikembang kan paradigma
Karakter produk hukum bahwa jumlah partai politik yang banyak
pemerintahan daerah yang otoriter muncul berarti instabilitas bagi politik nasional. Oleh
sebagai reaksi dari UU No. 1 Tahun 1957 karena itu harus ada penyederhanaan sistem
yang dipandang terlalu liberal. Dengan kepartaian, dengan memaksakan jumlah
menggunakan Penpres No. 6 Tahun 1959, partai politik dua buah, yaitu Partai Persatuan
struktur pemerintahan daerah di Indonesia Pembangunan dan Partai Demokrasi
digeser ke sisi yang sangat sentralistik, yaitu Indonesia, dan satu Golongan Karya. Lebih
mekanisme pengendalian yang ketat dan dari itu rekruitmen elit partai dilakukan
sentralistik pemerintah Pusat terhadap dibawah kontrol sedemikian rupa oleh
pemerintah Daerah. Meskipun istilah otonomi presiden, agar setiap potensi oposisi dan
yang seluas-luasnya secara formal masih tokoh yang kritis tidak bisa tampil.
dimuat, tetapi asas ini tidak dijabarkan dan Pelaksanaan pemilu tidak lebih
dijelaskan secara operatif dalam pasal-pasal digunakan sekedar sebagai alat untuk
Penpres No. 6 tahun 1959 (Bagir Manan, memperoleh legitimasi formal. Sekalipun
1990: 219 – 220), Kepala Daerah dalam berhasil melaksanakan pemilu secara
menjalankan tugasnya dibantu oleh Badan periodik, tetapi pemilu bukan dimaknai
Pemerintah Harian (BPH). Kepala Daerah sebagai media untuk mewujudkan
Tingkat I diangkat dan ditentu-kan kehidupan politik yang demokratis,
sepenuhnya oleh Presiden, dan Kepala mlainkan suatu manuver politik untuk
Daerah Tingkat II diangkat dan diberhentikan melanggengkan kekuasaan Soeharto beserta
oleh Menteri Dalam Negeri. Pusat sekaligus kroni-kroninya. Praktik otoritarianisme
bertugas mengawasi jalannya pemerintahan Orde Baru diidentifikasi secara teoritis
di daerah serta diberi wewenang untuk sebagai Patrimonialisme, Bureaucratic
menangguhkan keputusan-keputusan DPRD. Polity, yang pada dasarnya menjelaskan
bahwa realitas politik yang dibangun oleh
Orde Baru adalah tidak demokratis.

Pengaruh Konfigurasi Politik Hukum Terhadap Karakter Produk Hukum (Lintje Anna Marpaung) 9
Pada masa pemerintahan rejim Orde oleh pemerintah melalui jalur pembinaan
baru melakukan berbagai bentuk tindakan politik oleh pemerintah.
yang mengarah pada depolitisasi masyarakat. d) Kontrol dan sentralisasi kehidupan
Masyarakat dikon-disikan sedemikian rupa politik Logika yang dibangun untuk
agar apatis dan terisah dari politik. ”Politik itu mengefektifkan kontrol dan pengawasan
kotor”, sehingga harus dijauhi. Beberapa hal terhadap kehidupan politik yang sangat
dilakukan untuk mendepolitisasi masyarakat, ketat demi pembangunan ekonomi
diantaranya adalah : nasional. Oleh karena itu dibentuk
a) Kebijakan massa mengambang (floating lembaga Kopkamtib, Opsusu, Bakin, dan
mass) Kebijakan ini adalah usaha rejim lain-lain.
Orde Baru untuk menekan partisipasi e) Dominasi militer dalam birokrasi (Dwi
politik masyarakat dalam pembangunan Fungsi ABRI) Sejarah pajang Orde Baru
politik di tingkat lokal dengan melarang ditandai dengan pola distribusi posisi dan
pembentukan kepengurusan partai politik kebijakan strategis yang didominasim
sampai pada tingkat bawah. Kebijakan ini oleh anggota ABRI khususnya Angkatan
bertujuan untuk menciptakan kondisi agar Darat. Birokrasi menjadi instrumen
masyarakat tidak menjadi a-politis dan pelaksana kekuasaan sekaligus mesin
tidak usah terlalu perduli dengan politik. politik yang sangat efektif melindungi
b) Pemilu untuk memperoleh legitimasi dan melanggengkan kekuasaan Soeharto.
formal Rejim Orde Baru sangat Di bidang pers, setelah peristiwa G 30
menyadari bahwa untuk membangun S/PKI, 43 dari 163 surat kabar yang ada
citra demokratis, harus dilaksanakan ditutup oleh pemerintah. Pada tahun 1967,
pemilu secara periodik dan diikuti oleh jumlah terbitan menurun sebanyak 132
sebanyak mungin warga negara yang terbitan dari tahun sebelumnya. Kekuasaan
berhak memilih. Untuk itu dalam setiap pemerintah atas pers muncul lagi melalui
pelaksanaan pemilu pemerintah perlu pembentukan Undang-Undang No. 11 Tahun
memobilisasi rakyat, agar tingkat 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
partisipasi rakyat tinggi. Pemilu lebih Pers. Menurut Pasal 20, selama „masa
dimaknai sebagai manuver politik rejim peralihan‟, penerbit surat kabar wajib
Orde Baru untuk melanggengkan memperoleh baik Surat Izin Terbit (SIT) dari
kekuasaan negara. Departemen Penerangan maupun Surat Izin
c) Pengebirian/pengkerdilan peran partai Cetak (SIC) dari Komando Pemulihan
politik Pengkerdilan peran partai politik Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib).
dibangun dengan hegemoni anti partai Tanpa kedua surat izin tersebut, sebuah
politik, karena dengan independensi terbitan dianggap tidak „sah‟ dan kalau
partai politik berarti instabilitas dan satupun surat izinnya dicabut, terbitan itu
disharmoni politik. Oleh karena itu perlu dilarang terbit. „Masa Peralihan‟ itu berlaku
diadakan penyederhanaan sistem lebih dari 15 tahun, sampai tahun 1982.
kepartaian dengan menggunakan palu Pada tahun 1973, Pemerintah Orde
godam, yaitu hanya Partai Persatuan Baru mengeluarkan peraturan yang
Pembangunan untuk mengidentifikasi memaksa penggabungan partai-partai
partai idiologi Islam, dan Partai politik menjadi tiga partai, yaitu Golongan
Demokrasi Indonesia untuk Karya (Golkar), Partai Demokrasi
mengidentifikasi idiologi nasionalis, dan Indonesia (PDI) dan Partai Persatuan
Golongan Karya (tidak mau disebut Pembangunan (PPP). Peraturan tersebut
partai politik). Ketiganya harus tunduk menghentikan hubungan partai-partai
dengan pola penyeragaman, yaitu asas politik dan organsisasi terhadap pers
tunggal. Demikian juga rekruitmen sehingga tidak lagi mendapat dana dari
fungsionaris partai harus diintervensi partai politik. Oleh karena itu, pemimpin
terbitan harus mencari dana dari periklanan.

10 PRANATA HUKUM Volume 7 Nomor 1 Januari 2012


b). Karakter produk hukum kedudukannya sebagai alat Pusat tersebut,
Karakter produk hukum pemerintahan Kepala Wilayah merupakan penguasa tunggal
daerah pada masa Orde Baru ditandai dengan di daerah. Kontrol Pusat atas Daerah
realitas UU No. 18 tahun 1965 yang dilakukan melalui mekanisme pengewasan
ditetapkan pada tanggal 1 September 1965 preventif, pengawasan represif, dan
tidak dapat berjalan dengan efektif karena pengawasan umum.
adanya peristiwa G 30 S PKI yang segera
diikuti dengan pergeseran kekuasaan politik 4. Periode 1998 - Sekarang
ke Orde Baru. Pada awalnya pengaturan a). Konfigurasi politik
tentang pemerintahan daerah didasarkan pada Momentum peruhan politik tahun 1998,
Tap MPRS No. XXI/MPRS/1969 yang isinya yang dikenal dengan reformasi, ditandai
menyatakan kepada Pemerintah Daerah dan dengan turunnya Soeharto dari tampuk kursi
DPRGR agar dalam waktu dekat memberikan kepresidenan Indonesia yang telah
otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah- dikuasainya selama lebih dari tigapuluh
Daerah sesuai dengan jiwa dan isi UUD 1945 tahun. Jatuhnya rejim otoritarian Orde Baru
tanpa mengurangi tanggungjawab Pemerintah diikuti dengan perubahan konstitusi negara,
Pusat di Bidang perencanaan, koordinasi dan yaitu amandemen UUD 1945 hingga empat
pengawasan terhadap Daerah-Daerah tersebut tahapan. Hasil dari perubahan konstitusi
(Pasal 1). tersebut adalah perubahan secara signifikan
Pelaksanaan amanat MPRS oleh sistem ketatanegaraan R.I. Struktur lembaga
pemerintah dan DPRGR ditetapkan dengan negara yang tidak diperlukan dibubarkan,
UU No. 6 tahun 1969 yang isinya kemudian atas tuntutan perkembangan politik
menyatakan bahwa tidak berlakunya berbagai dan masyarakat dibentuk lembaga negara
UU dan Perpu. Alasannya karena kondisi baru. DPA dibubarkan, dibentuk MK dan
politik pada saat itu tidak memungkinkan DPD sebagai lembaga tinggi negara.
menghasilkan UU penggantinya. Sehingga Lembaga perwakilan rakyat direformasi
dalam prakteknya secara de facto UU No. 18 sedemikian rupa dengan menghilangkan
tahun 1965 tetap berlaku. Berikutnya unsur-unsur keterwakilan yang pada masa
pemerintah mengeluar kan UU No. 5 tahun lalu digunakan sebagai alat kekuasaan
1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di eksekutif. Unsur ABRI, Utusan Golongan
Daerah sebagai pengganti UU No. 18 tahun dan Utusan Daerah yang selama Orde Baru
1965. Seiring dengan konfigurasi politik Orde digunakan untuk membangun legitimasi
baru yang semakin otoriter, produk hukum formal dihilangkan dari DPR. Semua anggota
pemerintahan daerah inipun cenderung DPR dipilih oleh rakyat melalui partai politik.
berkarakter semakin konservatif/ortodoks. Untuk memenuhi dan mewadahi aspirasi dan
Dalam UU ini istilah otonomi yang nyata dan kepentingan daerah, maka dibentuklah DPD,
seluas-luasnya tidak lagi dipergunakan dan yang susunannya dipilih langsung oleh rakyat
diganti degan otonomi yang nyata dan dari daerah yang diwakilinya (Propinsi).
bertanggungjawab (Bagir Manan, 253 – 256). Sedangkan MPR berjalan seolah joint
Dominasi Pemerintah Pusat terhadap Daerah session antara DPR dan DPD, dengan tugas
sangat menonjol. Hal ini dapat dilihat pada dan wewenang yang lebih terbatas (bukan
cara pengangkatan Kepala Daerah yang lagi menjadi lembaga tertinggi negara).
memberikan kekuasaan kepada Pemerintah Reformasi juga menjangkau hingga
Pusat untuk menentukannya tanpa terikat pada pengaturan tentang sistem kepartaian di
pada hasil pemilihan yang dilakukan oleh Indonesia. Masyarakat diberikan kebebasan
DPRD (Ateng Syafrudin, 1985: 36 – 37). yang sangat luas untuk membentuk partai
Selain berperan sebagai organ daerah politik, dan bagaikan jamur di musim hujan
otonom, Kepala Daerah berkedudukan juga sejak itu lebih dari seratus partai politik yang
sebagai alat Pusat yang diletakkan di Daerah terdaftar di Departemen Hukum dan HAM.
dengan sebut Kepala Wilayah. Dalam Sekalipun demikian untuk mengikuti pemilu

Pengaruh Konfigurasi Politik Hukum Terhadap Karakter Produk Hukum (Lintje Anna Marpaung) 11
partai politik harus memenuhi persyaratan Sebelum tahun 1998 proses perolehan
tertentu yang tidak mudah. Tetapi harus SIUPP melibatkan 16 tahap, tetapi dengan
diingat bahwa partisipan pemilu pasca instalasi Kabinet BJ Habibie, dikurangi
reformasi selalu diikuti oleh lebih dari 20 menjadi tiga tahap. Di samping itu pada bulan
partai politik. Bahkan pada pemilu legislatif September 1999, pemerintahan BJ Habibie
2009 yang baru lalu diikuti oleh 40 partai mensahkan Undang-Undang Republik
politik. Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang
Pemilu menjadi sarana yang sangat Pers, menggantikan UU RI No. 11 1966, UU
penting dalam sistem politik demokrasi untuk RI No. 4 1967 dan UU No. 21 1982, yang
menyalurkan aspirasi dan agregasi sekaligus diakui “sudah tidak sesuai dengan
rekruitmen politik rakyat. Pemilu sekaligus perkembangan zaman”.
menjadi ajang untuk melakukan seleksi Tahun ketiga yang sejak jatuhnya
kebijakan nasional bagi penyusunan program Suharto dan pergantian rezimnya, muncul
negara R.I. Oleh karena itu pemilu harus kencendurangan baru dalam pers di
dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Indonesia, yaitu „lokalisasi‟. Proses itu
sebagai lembaga yang independen namun melibatkan banyak terbitan yang muncul di
dengan kedudukan yang kuat. Materi penting daerah-daerah untuk melayani informasi
yang lain dalam perubahan UUD 1945 adalah warga di daerah itu. Fenomena lokalisasi pers
bahwa Presiden R.I. dipilih langsung oleh dan permunculan pers daerah akan dibahas
rakyat, dengan masa jabatan yang dibatasi lebih terinci dalam bab berikutnya.
untuk dua kali lima tahun. Selebihnya tidak Konfigurasi politik pasca reformasi
dapat dipilih lagi. Dengan pemilihan presiden menunjukkan pola keterbukaan yang
secara langsung, maka aspirasi rakyat akan membuka peluang bagi berperannya seluruh
menjadi lebih terjamin. Rakyat sendirilah potensi rakyat secara maksimal untuk turut
yang memilih presidennya, sehingga setiap aktif menentukan kebijakan negara. Di dalam
suara rakyat menjadi semakin berarti. konfigurasi politik yang demikian maka
Pers sebagai pilar keempat demokrasi pemerintah lebih berperan sebagai pelayan
berperan semakin maksimal ketika ruang yang harus melaksanakan kehendak-
ekspresi dan informasi dibuka lebar. Media kehendak masyarakatnya, yang dirumuskan
massa tidak takut lagi dengan ancaman secara demokratis oleh badan perwakilan
breidel oleh pemerintah. Bahkan rakyat dan partai politik berfungsi secara
independensi media dilindungi dengan UU proporsional.
Pers dan negara telah memasukkan pers
sebagai rejim HAM, sehingga urgensi b). Karakter produk hukum
pemeruhannya menjadi semakin pokok. Pada Salah satu buah manis reformasi adalah
periode ini kekuatan pers untuk menjadi pilar pelaksanaan otonomi daerah yang
keempat demokrasi benar-benar mendapatkan memberikan kewenangan yang sangat besar
ruang yang sangat besar. kepada daerah dalam pengambilan keputusan
Gerakan reformasi yang menyebabkan publik dan penyelenggaraan pemerintahan.
jatuhnya Presiden Suharto dan rezim Orde Konsep pengaturan otonomi daerah
Barunya, juga memberikan semangat sebagaimana diatur dalam UU No. 22 tahun
kebangkitan kepada pers di Indonesia. Seperti 1999 tentang Pemerintahan daerah,
ungkapan salah satu wartawan di Malang, memberikan otonomi yang seluas-luasnya
reformasi dan kebebasan pers digambarkan kepada daerah dengan menyerahkan sebagian
seperti “sebuah pesta”. Era reformasi ditandai besar urusan penyelenggaraan pemerintahan
dengan terbukanya kran kebebasan informasi. kepada daerah, kecuali hanya untuk urusan
Di dunia pers, kebebasan itu ditunjukkan yang secara materiil memang tidak mungkin
dengan dipermudahnya pengurusan SIUPP diserahkan kepada daerah, yaitu kewenangan
(Suroso, 2001: 3). moneter, hubungan luar negeri, pertahan,
keamanan, pengadilan, dan agama.

12 PRANATA HUKUM Volume 7 Nomor 1 Januari 2012


UU No. 22 tahun 1999 ternyata pemerintah pusat dalam mengawasi
dirasakan terlalu terbuka. Oleh karena itu program-programnya.
untk menata agar pelaksanaan otonomi segi percepatan pembangunan, de sentralisasi
daerah tidak menyimpang dan dapat meningkatkan persaingan positif antar
membahayakan Negara kesatuan R.I. maka daerah dalam memberikan pelayanan kepada
dibuat UU No. 32 tahun 2004 tentang masyarakat sehingga mendorong pemerintah
Pemerintahan Daerah. Menurut UU No. 32 daerah untuk melakukan inovasi dalam
Tahun 2004, pemerintahan daerah adalah rangka meningkatkan kualitas pelayanan
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh kepada masyarakat (Samodra Wibawa, 2005:
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas 49 – 50).
otonomi dan tugas pembantuan dengan Kebijakan pembangunan nasional,
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem sebagaimana diungkap oleh UU Nomor 32
dan prinsip Negara Kesatuan Republik tahun 2004 telah memberikan petunjuk yang
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam jelas bahwa sebagian besar urusan dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik tanggung jawab pengelolaan dan pelaksanaan
Indonesia Tahun 1945. pembangunan diserahkan kepada pemerintah
Pemerintah daerah adalah Gubernur, daerah. Penyelenggaraan pemerintahan
Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah didasarkan pada prinsip-prinsip otonomi
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, dimana daerah diberikan kewenangan
daerah. Kepala daerah dipilih langsung oleh untuk mengantur dan mengurus rumah
rakyat melalui pilkada langsung. Daerah tangganya sendiri. Pelaksanaan kebijakan
(kepala daerah dan DPRD) memiliki otonomi daerah tersebut didasarkan pada asas
kewenangan untuk membuat kebijakan desentralisasi, dengan menyerahkan semua
daerah untuk memberikan pelayanan, kewenangan pemerintahan kepada daerah
peningkatan peran serta masyarakat, prakarsa, selain kewenangan pusat sebagaimana diatur
dan pemberdayaan masyarakat yang pada pada Pasal 10 ayat (3) UU Nomor 32 Tahun
dasarnya bertujuan untuk meningkatkan 2004, yaitu : bidang politik luar negeri;
kesejahteraan rakyat. pertahan; keamanan; yustisi; moneter dan
Ada beberapa alasan perlunya fiskal nasional; dan agama.
pemerintah pusat mendesentralisasikan Pada hakekatnya kebijakan otonomi
kekuasaan kepada pemerintah daerah, yaitu : daerah didasarkan pada keyakinan bahwa
1) segi politik, desentralisasi dimaksudkan pemerintah daerah masing-masing memiliki
untuk mengikutsertakan warga dalam kemampuan dan kapasitas untuk
proses kebijakan, baik untuk kepentingan merencanakan dan mengelola pembangunan
daerah sendiri maupun untuk mendukung secara mandiri. Daerah dianggap lebih tahu
politik dan kebijakan nasional melalui dan mengenal daerahnya, dengan segala
pembangunan proses demokrasi di lapisan potensi dan keunggulannya.
bawah. Dalam pelaksanaannya UU No. 32
2) segi manajemen pemerintahan, Tahun 2004 yang dikaitkan dengan UU No.
desentralisasi dapat meningkatkan 33 Tahun 2004 tentang perimbangan
efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas keuangan pusat dan daerah, memberikan
publik terutama dalam penyediaan ruang yang cukup luas bagi pemerintah
pelayanan publik. daerah dalam penanganan urusan pemerintah
3) segi kultural, desentralisasi untuk di tingkat lokal, penyelesaian permasalahan
memperhatikan kekhususan, keistimewaan daerah dan dapat lebih kreatif menggali dan
suatu daerah, seperti geografis, kondisi mengembangkan potensi daerah untuk
penduduk, perekonomian, kebudayaan, mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya.
atau latar belakang sejarahnya. Oleh karena itu karakter produk hukum yang
4) segi kepentingan pemerintah pusat, dihasilkan dalam periode ini dapat dikatakan
desentralisasi dapat mengatasi kelemahan responsif.

Pengaruh Konfigurasi Politik Hukum Terhadap Karakter Produk Hukum (Lintje Anna Marpaung) 13
III.PENUTUP Perspektif Nasional. LBH Yogyakarta
dan Rajawali : Jakarta.
Uraian di atas menunjukkan bahwa Ateng Syafrudin, 1985. Pasang Surut
situasi politik tertentu akan dapat Otonomi Daerah. Binacipta : Jakarta.
melahirkan produk hukum dengan karakter Bagir Manan, 1990. Hubungan Antara
tertentu pula. Hal ini secara teoritis, Pusat dan Daerah Berdasarkan Asas
dikotomis sistem politik demokrasi akan Desentralisasi Menurut UUD 1945,
menghasilkan produk hukum yang disertasi doktor dalam Hukum Tata
responsif. Sedangkan konfigurasi sistem Negara Fak. Pascasarjana Universitas
politik yang otoriter akan menghasilkan Padjajaran, Bandung.
produk hukum yang konservatif/ortodoks. Bintan Regen saragih, 2006. Politik
Kesimpulan umum tersebut dapat secara Hukum. CV Utomo : Bandung.
langsung dikaitkan dalam telaah pengaturan Mahfud M. D., 1999. Pergulatan Politik dan
hukum tentang pemerintahan daerah di Hukum di Indonesia. Gama Media :
Indonesia. Dalam periodesasi yang Yogyakarta.
ditentukan menurut momentum kesejarahan Martin Jimung, 2005. Politik Lokal dan
perkembangan politik nasional Indonesia, PemerintahanDaerah Dalam
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai Perspektif Otonomi Daerah. Yayasan
berikut : Pustaka Nusatama : Yogyakarta.
a. Periode 1945 – 1959, karena keadaan Samodra Wibawa. 2005. Good Governance
politik di Indonesia pasca kemerdekaan dan Otonomi Daerah dalam
adalah sangat demokratis (demokrasi Mewujudkan Good Governance
liberal), dan telah melahirkan produk Melalui Pelayanan Publik. Gadjah
hukum yang berkarakter responsif. Mada University Press : Jogjakarta.
b. Periode 1959 – 1965, keadaan politik di Satjipto Rahardjo, 1985, Beberapa
Indonesia adalah otoriter, dibawah panji Pemikiran tentang Ancangan antar
politik totalitarianisme Soekarno dan Disiplin dalam Pembinaan Hukum
demokrasi terpimpin, maka telah Nasional. Sinar Baru : Bandung.
melahirkan produk hukum yang Soerjono Soekanto, 1985, Perspektif
berkarakter ortodoks. Teoritis Studi Hukum dalam
c. Periode 1966 – 1998, keadaan politik Masyarakat. Rajawali : Jakarta.
adalah otoriter dengan ditandai Solly Lubis, 1983. Perkembangan Garis
otoritarianisme rejim Orde baru yang Politik dan Perundang-undangan
terpusat di tangan Soeharto. Pada periode Pemerintahan Daerah. Alumni :
ini telah melahirkan produk hukum yang Bandung.
ortodoks dan konservatif. Suroso, 2001. Menuju Pers Demokratis:
d. Periode 1998 – sekarang, konfigurasi Kritik Atas Profesionalisme
politik demokratis, dengan ditandai Wartawan. Jakarta.
munculnya rejim reformasi yang secara T. Moeljarto, 1968. Beberapa Pokok
fundamental telah merobah sistem Pikiran tentang Sistem Kepartaian di
ketatanegaraan menjadi demokratis. Indonesia. Seksi Penerbitan Fakultas
Produk hukum yang dihasilkan adalah
Sospol UGM : Yogyakarta.
berkarakter responsif. -----------------, 1987. Politik Pembangunan
Sebuah Analisis Konsep, Arah, dan
Strategi. Tiara Wacana: Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA Yahya Muhaimin, 1990. Bisnis dan Politik :
Kebijaksanaan Ekonomi Ekonomi
Artidjo Alkostar dan M. Sholeh Amin (ed.), Indonesia 1950 – 1980, terj. Hasan
1986. Pembangunan Hukum dalam Basari dan Muladi Sugiono. LP3ES :
Jakarta.

14 PRANATA HUKUM Volume 7 Nomor 1 Januari 2012

Anda mungkin juga menyukai