Abstract
Law structure can expand in a condition any political configuraton marked by efficacy
of making of unification and codification punish as seeing in Program Legislation
National. This Matter happened ketidak synchronize between structure punish with
function punish as referred above because of because trouble or intervention of
political actions. Law sometime do not upheld caused by intervention power of politics.
Law product show his it with the happening of pattern refuse to draw between law
product which responsive with character and law product which with character
Conservative. In this time indicate that certain political situation will be able to bear
product punish with certain character also. This matter theoretically, political system
dikotomis of democracy will yield responsive law product. While autoritary political
system configuraton will yield conservative law product / orthodox. Conclusion of the
public can directly hooked;correlated under study arrangement of law about
governance of area in Indonesia.
Pengaruh Konfigurasi Politik Hukum Terhadap Karakter Produk Hukum (Lintje Anna Marpaung) 1
konsentrasi energi yang lebih besar perubahan seiring dengan perubahan UUD
sehingga hukum selalu berada pada posisi dan/atau perubahan sistem politik. Tulisan
yang lemah (Satjipto Rahardjo, 1985:71). ini bermaksud untuk mengidentifikasi
Mencerna pernyataan ini maka akan korelasi causalitas antara subsistem politik
ditangkap suatu perspektif bahwa dalam dan subsistem hukum. Yaitu bagaimana
kenyataan empirik, politik sangat konfigurasi politik mempengaruhi karakter
menentukan bekerjanya hukum. produk hukum pemerintahan daerah di
Pengaruh politik dalam berhukum, Indonesia, dikaitkan dengan pandangan
berarti berlaku juga pada penegakan teori hukum responsif yang dikemukakan
hukumnya, karakteristik produk-produk oleh Phillip Nonet dan Philip Selznick.
hukum, serta proses pembuatannya. Hal di Berdasarkan latar belakang masalah diatas,
atas dapat dilihat dalam fakta berhukum maka permasalahan dalam makalah ini
sepanjang sejarah Indonesia, pelaksanaan dapat dirumuskan : apakah konfigurasi
fungsi dan penegakkan hukum tidak selalu politik mempengaruhi karakter produk
berjalan seiring dengan perkembangan hukum pemerintahan daerah di Indonesia ?
strukturnya. Hal ini akan tampak jelas jika
ukuran pembangunan hukum di Indonesia
adalah unifikasi dan kodifikasi hukum, II. PEMBAHASAN
maka pembangunan struktur hukum telah
berjalan dengan baik dan stabil. Karena dari Landasan Teori
waktu kewaktu produktifitas perundang- Tulisan ini didasarkan pada asumsi
undangan mengalami peningkatan. Namun bahwa ”hukum adalah produk politik”.
dari sisi yang lain, dari segi fungsi hukum Konfigurasi politik tertentu akan
telah terjadi kemerosotan (Artidjo Alkostar melahirkan karakter produk hukum tertentu.
dan M. Sholeh Amin, 1986: 39-85). Variabel ”konfigurasi politik” ditempatkan
Struktur hukum dapat berkembang sebagai variabel bebas (independent), dan
dalam kondisi konfigurasi politik apapun variabel ”karakter produk hukum” sebagai
dengan ditandai keberhasilan pembuatan variabel terpengaruh (dependent). Variabel
kodifikasi dan unifikasi hukum konfigurasi politik menunjuk pada bentuk
sebagaimana tampak dalam Program konfigurasi sistem politik yang demokratis
Legislasi Nasional. Tetapi pelaksanaan dan/atau konfigurasi sistem politik yang
fungsi atau penegakan fungsi hukum tidak demokratis (otoriter).
cenderung menjadi lemah. Sekalipun Sedangkan variabel karakter produk
produk hukum yang dihasilkan jumlahnya hukum, mengacu pada konsepsi Nonet dan
secara kuantitatif meningkat, tetapi Selznick yang merujuk pada produk hukum
substansi dan fungsi hukumnyapun tidak yang berkarakter responsif atau otonom,
selalu meningkat atau sesuai dengan dan karakter produk hukum yang represif,
aspirasi masyarakat. Hal ini terjadi ketidak ortodoks, konservatif atau menindas.
sinkronan antara struktur hukum dengan Secara operasioal, pendikotomian
fungsi hukum sebagaimana disebut di atas hipotesis tersebut dimaksudkan untuk
disebabkan oleh karena intervensi atau menyatakan bahwa ”konfigurasi politik
gangguan dari tindakan-tindakan politik. yang demokratis akan menghasilkan produk
Hukum kadang tidak (dapat) ditegakkan hukum yang berkarakter responsif atau
karena adanya intervensi kekuasaan politik. otonom. Sedangkan konfigurasi politik
Pengaturan tata pemerintahan daerah yang otoriter akan menghasilkan produk
di Indonesia, ada seiring dengan berdirinya hukum yang berkarakter ortodoks atau
Negara Kesatuan R.I. Bahkan jika ditarik ke konservatif atau menindas”.
belakang, sejak pemerintahan Hindia Konsep konfigurasi politik demokratis
Belandapun sudah ada. Dalam rentang dan/atau konsep otoriter ditentukan
waktu demikian, telah terjadi beberapa kali berdasarkan tiga indikator, yaitu sistem
Pengaruh Konfigurasi Politik Hukum Terhadap Karakter Produk Hukum (Lintje Anna Marpaung) 3
Selama itu, hukum hanya dipahami selanjutnya menyebut tahapan-tahapan
sebagai aturan-aturan yang bersifat kaku dan evolusi tersebut sebagai model perkembangan
terlalu menekankan pada aspek the legal (developmental model). Untuk menjelaskan
system tanpa melihat kaitan antara ilmu perkembangan evolutif tersebut, menurut
hukum tersebut dengan persoalan-persoalan pandangan penulis tahapan ini dapat
yang harus ditangani, seperti dalam hal ini disandarkan pada momentum-momentum
adalah masalah-masalah sosial. Hukum sosial politik yang penting dalam perjalanan
identik dengan ketertiban sebagai cermin sejarah suatu negara, yang membingkai
pengaturan dari penguasa, disisi lain ada juga secara kontekstual terhadap muncul dan
pemahaman mengenai hukum yang lebih berlakunya suatu peraturan hukum dalam
menekankan pada aspek legitimasi dari masyarakat.
peraturan-peraturan itu sendiri. Padahal Di antara ketiga tipe hukum tersebut,
semestinya teori hukum hendaknya tidak buta Nonet dan Selznick berargumen bahwa hanya
terhadap konsekuensi sosial dan tidak kebal tahapan III (hukum responsif) yang
terhadap pengaruh sosial. Hukum tidak menjanjikan tertib kelembagaan yang
berada di ruang hampa, tetapi ada bersama- langgeng dan stabil. Model perkembangan
sama dengan ilmu yang lain, sehingga dapat disusun ulang dengan fokus pada
bermanfaat bagi kehidupan manusia. hukum otonom, dengan menunjuk pada
Memahami kenyataan itu, Nonet dan konflik-konflik pada tahapan tersebut yang
Selznick kemudian mencoba memasukkan menimbulkan tidak hanya resiko kembalinya
unsur-unsur dan pengaruh ilmu sosial ke pola-pola represif namun juga kemungkinan
dalam ilmu hukum dengan menggunakan terjadinya responsivitas yang lebih maju.
strategi ilmu sosial. Ada perspektif ilmu Hukum responsif berorientasi pada
sosial yang harus diperhatikan untuk hasil, yaitu pada tujuan-tujuan yang akan
bekerjanya hukum secara keseluruhan dicapai di luar hukum. Dalam hukum
sehingga hukum tidak hanya mengandung responsif, tatanan hukum dinegosiasikan,
unsur pemaksaan dan penindasan semata. bukan dimenangkan melalui subordinasi
Pendekatan ilmu sosial atau dipaksakan. Ciri khas hukum responsif
memperlakukan pengalaman hukum adalah mencari nilai-nilai tersirat yang
sebagai sesuatu yang berubah-ubah dan terdapat dalam peraturan dan kebijakan.
kontekstual, sesuai dengan kondisi sosial Dalam model hukum responsif ini, mereka
masyarakat yang melingkupinya. Sebelum menyatakan ketidaksetujuan terhadap
melangkah ke pemikiran hukum responsif, doktrin yang dianggap mereka sebagai
Nonet dan Selznick membedakan tiga interpretasi yang baku dan tidak fleksibel.
klasifikasi dasar dari hukum dalam Apa yang dipikirkan oleh Nonet dan
masyarakat, yaitu: hukum sebagai pelayan Selznick, menurut Prof. Satjipto Rahardjo,
kekuasaan represif (hukum represif), sebetulnya bisa dikembalikan kepada
hukum sebagai institusi tersendiri yang pertentangan antara analytical jurisprudence
mampu menjinakkan represi dan disatu pihak dan sociological jurisprudence
melindungi integritas dirinya (hukum dilain pihak. Analytical jurisprudence
otonom), dan hukum sebagai fasilitator dari berkutat di dalam sistem hukum positif dan
berbagai respon terhadap kebutuhan dan ini dekat dengan tipe hukum otonom
aspirasi sosial (hukum responsif). sebagaimana diungkapkan Nonet. Baik aliran
Nonet dan Selznick beranggapan, analitis maupun Nonet melalui tipe hukum
bahwa hukum represif, otonom, dan responsif responsifnya menolak otonomi hukum yang
bukan saja merupakan tipe-tipe hukum yang bersifat final dan tak dapat diganggu gugat.
berbeda, tetapi dalam beberapa hal juga Teori hukum responsif adalah teori hukum
merupakan tahapan-tahapan evolusi dalam yang memuat pandangan kritis. Teori ini
hubungan hukum dengan tertib sosial dan berpandangan bahwa hukum merupakan cara
tertib politik masyarakat. Keduanya mencapai tujuan.
Pengaruh Konfigurasi Politik Hukum Terhadap Karakter Produk Hukum (Lintje Anna Marpaung) 5
a. Periode 1945 - 1959 Sekalipun mengalami kesurutan pada masa
1). Konfigurasi politik RIS, karena kekuasaannegara terbagi antara
Pada masa ini dikenal sebagai masa pusat dan negara bagian, namun pada masa
liberal. Ditandai dengan praktik sistem berlakunya UUDS 1950 peranan partai
politik yang demokrasi dengan sistem poloitik sangat kuat.
pemerintahan parlementer, dinamika politik Begitu kuatnya peranan partai politik
pemerintahan negara Indonesia mengalami membuat pemerintahan dikenal dengan
keberlakuan tiga kostitusi yang berbeda. pemerintahan partai politik. Pemerintahan
Ketiga konstitusi tersebut adalah UUD jatuh bangun karena dinamika politik partai
1945, Konstitusi Republik Indonesia yang sangat kuat, namun tidak ada satu
Serikat (RIS), dan UUD Sementara 1950. partai yang dominan. Seiring dengan hal itu
Pada periode ini, konfigurasi politik lembaga eksekutif berada pada posisi yang
yang muncul adalah konfigurasi politik yang kalah kuat dibandingkan dengan partai-
demokratis. Melalui Maklumat Pemerintah partai politik sehingga pemerintahan
tanggal 3 November 1945, pemerintah seringkali jatuh bangun dan keadaan politik
mengumumkan: a). Pemerintah menyukai berjalan secara tidak stabil (Moeljarto, 7).
timbulnya partai-partai politik, karena dengan Masa ini ditandai dengan jatuh
adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke bangunnya pemerintahan, sehingga disebut
jalan yang teratur segala aliran paham yang masa jatuh bangunya kabinet. Beberapa hari
ada dalam masyarakat; b). Pemerintah setelah teks proklamasi dibacakan Bung
berharap supaya partai-partai itu telah Karno, dari kota sampai ke pelosok telah
tersusun sebelum dilangsungkan pemilihan terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai
anggota Badan-badan Perwakilan Rakyat bidang, termasuk pers. Yang direbut
(Bintan Regen saragih, 2006: 56-57). terutama adalah peralatan percetakan.
Hal itu mendorong semangat para Perebutan kekuasan semacam ini telah
pejuang untuk berpolitik dengan munculnya terjadi di perusahaan koran milik Jepang
beberapa partai politik, selain partai politik yakni Soeara Asia (Surabaya), Tjahaja
yang sebelum kemerdekaan juga sudah ada. (Bandung) dan Sinar Baroe (Semarang).
Kehidupan politik yang sangat dinamis dan Dan pada tanggal 19 Agustus 1945 koran-
penuh semangat demokrasi waktu itu koran tersebut telah terbit dengan
dikenal dengan demokrasi liberal (T. mengutamakan berita sekitar Indonesia
Moeljarto 1968: 7). Sejak itu maka Merdeka. Dalam koran-koran Siaran
berdirilah sejumlah partai politik, antara Istimewa itu telah dimuat secara mencolok
lain Partai Komunis Indonesia (PKI), teks proklamasi. Kemudian beberapa berita
Majelis Syuro Muslimin Indonesia penting seperti "Maklumat Kepada Seluruh
(Masyumi), Partai Buruh Indonesia (PBI), Rakyat Indonesia", "Republik Indonesia
Partai Jelata, Partai Kristen Indonesia Sudah Berdiri", "Pernyataan Indonesia
(PARKINDO), Partai Sosialis Indonesia Merdeka", "Kata Pembukaan Undang-
(PSI), Partai Sarekat Islam Indonesia Undang Dasar", dan lagu "Indonesia Raya".
(PSII), Partai Indoensia Raya (PIR), Pada tahun 1946, pihak pemerintah
Nahdatul Ulama (NU), dll. mulai merintis hubungan dengan pers. Di
Konfigurasi politik demokrasi liberal masa itu telah disusun peraturan yang
ini ditandai dengan eksistensi partai-partai tercantum dalam Dewan Pertahanan Negara
politik yang berperan sangat dominan Nomor 11 Tahun 1946 yang mengatur soal
dalam proses perumusan kebijakan negara percetakan, pengumuman, dan penerbitan.
melalui wadah konstitusionalnya Kemudian diadakan juga beberapa
(parlemen) (Yahya Muhaimin, 1990: 43), perubahan aturan yang tercantum dalam
partai-partai tersebut berperan penting Wetboek van Strafrecht, seperti drukpers-
dalam KNIP, DPR RIS, DPR Sementara reglement tahun 1856, persbreidel
sebagai lembaga parlemen pada waktu itu. ordonnantie 1931 yang mengatur tentang
Pengaruh Konfigurasi Politik Hukum Terhadap Karakter Produk Hukum (Lintje Anna Marpaung) 7
desentralisasi pertama di Indonesia. Karena Meskipun demikian pertarungan
kebijakan dan kelembagaan penyelenggara dikuasai atau terpolar pada tiga partai, yaitu
pemerintah dan politik lokal dalam UU PNI, PKI, dan Masyumi. Banyaknya partai
tersebut pertama kali diatur kedudukan politik dan polarisasi tersebut mengakibatkan
(Komite Nasional Daerah) KND dan BPRD kabinet sering mengalami jatuh bangun dan
yang menjalankan tugas legislatif sebagai banyak masalah yang tidak dapat diselesaikan
aparatur pemerintahan aderah dan badan dengan baik dan membuat kondisi sosial
eksekutif yang menjalankan tugas politik porak poranda.
pemerintahan sehari-hari. Konfigurasi politik yang demokratis
Tujuan desentralisasi pada masa pasca berakhir pada tahun 1959, ketika pada
kemerdekaan adalah untuk mencapai tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno
demokrasi. Hampir dapat dikatakan bahwa mengeluarkan dekrit (Dekrit Presiden 5 Juli
pada masa berlakunya tiga UU, yaitu UU 1959) yang kemudian dianggap sebagai
Nomor 1 Tahun 1945, UU Nomor 22 Tahun jalan bagi tampilnya sosok demokrasi
1948, dan UU Nomor 1 Tahun 1957, terpimpin. Sebagai konstitusi negara
diwarnai dengan upaya merealisasikan kembali diberlakukan UUD 1945.
prinsip demokrasi dalam praktek otonomi Perubahan ini membawa imbas yang luas di
daerah yang seluas-luasnya. Selaras dengan bidang ketatanegaraan. Produk hukum yang
tujuan desentralisasi yang dicanangkan bernafaskan demokrasi liberal yang
secara hukum pengisian anggota DPRD berlandaskan UUDS 1950 harus
yang dikehendaki adalah atas dasar disesuaikan degan UUD 1945. Pada periode
pemilihan. Dalam kedua UU tersebut ini konfigurasi politik ditampilkan dalam
dinyatakan bahwa Pemerintah Daerah bentuknya yang otoriter. Soekarno Menjadi
terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat sosok sentral dalam agenda politik nasional
Daerah dan Dewan Pemerintahan Daerah. sehingga pemerintahan Soekarno pada masa
Selanjutnya Solly Lubis mensinyalir bahwa itu dicirikan sebagai rejim yang otoriter dan
sisi politik dan perjuangan nasional, totaliter. Partai politik tidak mempunyai
program penyusunan pemerintahan pusat ruang untuk partisipasi yang signifikan.
dan pemerintah daerah yang demokratis Dominasi Soekarno yang mengatasi
berdasarkan UU No. 1 Tahun 1945 lembaga-lembaga konstitusional juga
memberikan KND kedudukan sebagai BPD ditunjukkan dengan produk perundang-
adalah tindakan politik yangbertujuan undangan yang dibuat olehnya, yaitu
menciptakan sistem otonomi yang bersifat Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden.
lebih luas daripada otonomi waktu Awal tahun 1960an, jumlah
pemerintahan Hindia Belanda. penerbitan surat kabar mengalami
peningkatan, khususnya dari tahun 1963
b. Periode 1959 – 1966 sampai dengan tahun 1966 (David T.
1). Konfigurasi politik Hill1994: 164), kendatipun hal ini lebih
Konfigurasi politik pada periode ini mencerminkan keadaan politik yang
ditandai dengan proses terbentuknya semakin memanas. Pada waktu itu, industri
demokrasi tertimpin, yang kontek pers mengalami dua pembredelan, yang
kemunculannya didasarkan pada kondisi pertama pada tahun 1957 kemudian diikuti
ekonomi, sosial, politik pada saat itu yang pada tahun 1966.
tidak sehat, karena berjalannya demokrasi Tahun 1965, Menteri Penerangan
liberal. Satu momentum politik yang mengeluarkan Surat Keputusan yang
sangat penting adalah diselenggarakannya mewajibkan penerbit untuk bergabung
pemilu pertama pada tahun 1955. Pada dengan partai politik, organisasi massa atau
pemilu tersebut terdapat 28 partai politik golongan. Hal ini didasarkan pertimbangan
besar yang saling bertarung memperebutkan keperluan pers untuk mencari dana. Akibat
kursi lembaga perwakilan. Surat Keputusan tersebut, pers menjadi
Pengaruh Konfigurasi Politik Hukum Terhadap Karakter Produk Hukum (Lintje Anna Marpaung) 9
Pada masa pemerintahan rejim Orde oleh pemerintah melalui jalur pembinaan
baru melakukan berbagai bentuk tindakan politik oleh pemerintah.
yang mengarah pada depolitisasi masyarakat. d) Kontrol dan sentralisasi kehidupan
Masyarakat dikon-disikan sedemikian rupa politik Logika yang dibangun untuk
agar apatis dan terisah dari politik. ”Politik itu mengefektifkan kontrol dan pengawasan
kotor”, sehingga harus dijauhi. Beberapa hal terhadap kehidupan politik yang sangat
dilakukan untuk mendepolitisasi masyarakat, ketat demi pembangunan ekonomi
diantaranya adalah : nasional. Oleh karena itu dibentuk
a) Kebijakan massa mengambang (floating lembaga Kopkamtib, Opsusu, Bakin, dan
mass) Kebijakan ini adalah usaha rejim lain-lain.
Orde Baru untuk menekan partisipasi e) Dominasi militer dalam birokrasi (Dwi
politik masyarakat dalam pembangunan Fungsi ABRI) Sejarah pajang Orde Baru
politik di tingkat lokal dengan melarang ditandai dengan pola distribusi posisi dan
pembentukan kepengurusan partai politik kebijakan strategis yang didominasim
sampai pada tingkat bawah. Kebijakan ini oleh anggota ABRI khususnya Angkatan
bertujuan untuk menciptakan kondisi agar Darat. Birokrasi menjadi instrumen
masyarakat tidak menjadi a-politis dan pelaksana kekuasaan sekaligus mesin
tidak usah terlalu perduli dengan politik. politik yang sangat efektif melindungi
b) Pemilu untuk memperoleh legitimasi dan melanggengkan kekuasaan Soeharto.
formal Rejim Orde Baru sangat Di bidang pers, setelah peristiwa G 30
menyadari bahwa untuk membangun S/PKI, 43 dari 163 surat kabar yang ada
citra demokratis, harus dilaksanakan ditutup oleh pemerintah. Pada tahun 1967,
pemilu secara periodik dan diikuti oleh jumlah terbitan menurun sebanyak 132
sebanyak mungin warga negara yang terbitan dari tahun sebelumnya. Kekuasaan
berhak memilih. Untuk itu dalam setiap pemerintah atas pers muncul lagi melalui
pelaksanaan pemilu pemerintah perlu pembentukan Undang-Undang No. 11 Tahun
memobilisasi rakyat, agar tingkat 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
partisipasi rakyat tinggi. Pemilu lebih Pers. Menurut Pasal 20, selama „masa
dimaknai sebagai manuver politik rejim peralihan‟, penerbit surat kabar wajib
Orde Baru untuk melanggengkan memperoleh baik Surat Izin Terbit (SIT) dari
kekuasaan negara. Departemen Penerangan maupun Surat Izin
c) Pengebirian/pengkerdilan peran partai Cetak (SIC) dari Komando Pemulihan
politik Pengkerdilan peran partai politik Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib).
dibangun dengan hegemoni anti partai Tanpa kedua surat izin tersebut, sebuah
politik, karena dengan independensi terbitan dianggap tidak „sah‟ dan kalau
partai politik berarti instabilitas dan satupun surat izinnya dicabut, terbitan itu
disharmoni politik. Oleh karena itu perlu dilarang terbit. „Masa Peralihan‟ itu berlaku
diadakan penyederhanaan sistem lebih dari 15 tahun, sampai tahun 1982.
kepartaian dengan menggunakan palu Pada tahun 1973, Pemerintah Orde
godam, yaitu hanya Partai Persatuan Baru mengeluarkan peraturan yang
Pembangunan untuk mengidentifikasi memaksa penggabungan partai-partai
partai idiologi Islam, dan Partai politik menjadi tiga partai, yaitu Golongan
Demokrasi Indonesia untuk Karya (Golkar), Partai Demokrasi
mengidentifikasi idiologi nasionalis, dan Indonesia (PDI) dan Partai Persatuan
Golongan Karya (tidak mau disebut Pembangunan (PPP). Peraturan tersebut
partai politik). Ketiganya harus tunduk menghentikan hubungan partai-partai
dengan pola penyeragaman, yaitu asas politik dan organsisasi terhadap pers
tunggal. Demikian juga rekruitmen sehingga tidak lagi mendapat dana dari
fungsionaris partai harus diintervensi partai politik. Oleh karena itu, pemimpin
terbitan harus mencari dana dari periklanan.
Pengaruh Konfigurasi Politik Hukum Terhadap Karakter Produk Hukum (Lintje Anna Marpaung) 11
partai politik harus memenuhi persyaratan Sebelum tahun 1998 proses perolehan
tertentu yang tidak mudah. Tetapi harus SIUPP melibatkan 16 tahap, tetapi dengan
diingat bahwa partisipan pemilu pasca instalasi Kabinet BJ Habibie, dikurangi
reformasi selalu diikuti oleh lebih dari 20 menjadi tiga tahap. Di samping itu pada bulan
partai politik. Bahkan pada pemilu legislatif September 1999, pemerintahan BJ Habibie
2009 yang baru lalu diikuti oleh 40 partai mensahkan Undang-Undang Republik
politik. Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang
Pemilu menjadi sarana yang sangat Pers, menggantikan UU RI No. 11 1966, UU
penting dalam sistem politik demokrasi untuk RI No. 4 1967 dan UU No. 21 1982, yang
menyalurkan aspirasi dan agregasi sekaligus diakui “sudah tidak sesuai dengan
rekruitmen politik rakyat. Pemilu sekaligus perkembangan zaman”.
menjadi ajang untuk melakukan seleksi Tahun ketiga yang sejak jatuhnya
kebijakan nasional bagi penyusunan program Suharto dan pergantian rezimnya, muncul
negara R.I. Oleh karena itu pemilu harus kencendurangan baru dalam pers di
dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Indonesia, yaitu „lokalisasi‟. Proses itu
sebagai lembaga yang independen namun melibatkan banyak terbitan yang muncul di
dengan kedudukan yang kuat. Materi penting daerah-daerah untuk melayani informasi
yang lain dalam perubahan UUD 1945 adalah warga di daerah itu. Fenomena lokalisasi pers
bahwa Presiden R.I. dipilih langsung oleh dan permunculan pers daerah akan dibahas
rakyat, dengan masa jabatan yang dibatasi lebih terinci dalam bab berikutnya.
untuk dua kali lima tahun. Selebihnya tidak Konfigurasi politik pasca reformasi
dapat dipilih lagi. Dengan pemilihan presiden menunjukkan pola keterbukaan yang
secara langsung, maka aspirasi rakyat akan membuka peluang bagi berperannya seluruh
menjadi lebih terjamin. Rakyat sendirilah potensi rakyat secara maksimal untuk turut
yang memilih presidennya, sehingga setiap aktif menentukan kebijakan negara. Di dalam
suara rakyat menjadi semakin berarti. konfigurasi politik yang demikian maka
Pers sebagai pilar keempat demokrasi pemerintah lebih berperan sebagai pelayan
berperan semakin maksimal ketika ruang yang harus melaksanakan kehendak-
ekspresi dan informasi dibuka lebar. Media kehendak masyarakatnya, yang dirumuskan
massa tidak takut lagi dengan ancaman secara demokratis oleh badan perwakilan
breidel oleh pemerintah. Bahkan rakyat dan partai politik berfungsi secara
independensi media dilindungi dengan UU proporsional.
Pers dan negara telah memasukkan pers
sebagai rejim HAM, sehingga urgensi b). Karakter produk hukum
pemeruhannya menjadi semakin pokok. Pada Salah satu buah manis reformasi adalah
periode ini kekuatan pers untuk menjadi pilar pelaksanaan otonomi daerah yang
keempat demokrasi benar-benar mendapatkan memberikan kewenangan yang sangat besar
ruang yang sangat besar. kepada daerah dalam pengambilan keputusan
Gerakan reformasi yang menyebabkan publik dan penyelenggaraan pemerintahan.
jatuhnya Presiden Suharto dan rezim Orde Konsep pengaturan otonomi daerah
Barunya, juga memberikan semangat sebagaimana diatur dalam UU No. 22 tahun
kebangkitan kepada pers di Indonesia. Seperti 1999 tentang Pemerintahan daerah,
ungkapan salah satu wartawan di Malang, memberikan otonomi yang seluas-luasnya
reformasi dan kebebasan pers digambarkan kepada daerah dengan menyerahkan sebagian
seperti “sebuah pesta”. Era reformasi ditandai besar urusan penyelenggaraan pemerintahan
dengan terbukanya kran kebebasan informasi. kepada daerah, kecuali hanya untuk urusan
Di dunia pers, kebebasan itu ditunjukkan yang secara materiil memang tidak mungkin
dengan dipermudahnya pengurusan SIUPP diserahkan kepada daerah, yaitu kewenangan
(Suroso, 2001: 3). moneter, hubungan luar negeri, pertahan,
keamanan, pengadilan, dan agama.
Pengaruh Konfigurasi Politik Hukum Terhadap Karakter Produk Hukum (Lintje Anna Marpaung) 13
III.PENUTUP Perspektif Nasional. LBH Yogyakarta
dan Rajawali : Jakarta.
Uraian di atas menunjukkan bahwa Ateng Syafrudin, 1985. Pasang Surut
situasi politik tertentu akan dapat Otonomi Daerah. Binacipta : Jakarta.
melahirkan produk hukum dengan karakter Bagir Manan, 1990. Hubungan Antara
tertentu pula. Hal ini secara teoritis, Pusat dan Daerah Berdasarkan Asas
dikotomis sistem politik demokrasi akan Desentralisasi Menurut UUD 1945,
menghasilkan produk hukum yang disertasi doktor dalam Hukum Tata
responsif. Sedangkan konfigurasi sistem Negara Fak. Pascasarjana Universitas
politik yang otoriter akan menghasilkan Padjajaran, Bandung.
produk hukum yang konservatif/ortodoks. Bintan Regen saragih, 2006. Politik
Kesimpulan umum tersebut dapat secara Hukum. CV Utomo : Bandung.
langsung dikaitkan dalam telaah pengaturan Mahfud M. D., 1999. Pergulatan Politik dan
hukum tentang pemerintahan daerah di Hukum di Indonesia. Gama Media :
Indonesia. Dalam periodesasi yang Yogyakarta.
ditentukan menurut momentum kesejarahan Martin Jimung, 2005. Politik Lokal dan
perkembangan politik nasional Indonesia, PemerintahanDaerah Dalam
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai Perspektif Otonomi Daerah. Yayasan
berikut : Pustaka Nusatama : Yogyakarta.
a. Periode 1945 – 1959, karena keadaan Samodra Wibawa. 2005. Good Governance
politik di Indonesia pasca kemerdekaan dan Otonomi Daerah dalam
adalah sangat demokratis (demokrasi Mewujudkan Good Governance
liberal), dan telah melahirkan produk Melalui Pelayanan Publik. Gadjah
hukum yang berkarakter responsif. Mada University Press : Jogjakarta.
b. Periode 1959 – 1965, keadaan politik di Satjipto Rahardjo, 1985, Beberapa
Indonesia adalah otoriter, dibawah panji Pemikiran tentang Ancangan antar
politik totalitarianisme Soekarno dan Disiplin dalam Pembinaan Hukum
demokrasi terpimpin, maka telah Nasional. Sinar Baru : Bandung.
melahirkan produk hukum yang Soerjono Soekanto, 1985, Perspektif
berkarakter ortodoks. Teoritis Studi Hukum dalam
c. Periode 1966 – 1998, keadaan politik Masyarakat. Rajawali : Jakarta.
adalah otoriter dengan ditandai Solly Lubis, 1983. Perkembangan Garis
otoritarianisme rejim Orde baru yang Politik dan Perundang-undangan
terpusat di tangan Soeharto. Pada periode Pemerintahan Daerah. Alumni :
ini telah melahirkan produk hukum yang Bandung.
ortodoks dan konservatif. Suroso, 2001. Menuju Pers Demokratis:
d. Periode 1998 – sekarang, konfigurasi Kritik Atas Profesionalisme
politik demokratis, dengan ditandai Wartawan. Jakarta.
munculnya rejim reformasi yang secara T. Moeljarto, 1968. Beberapa Pokok
fundamental telah merobah sistem Pikiran tentang Sistem Kepartaian di
ketatanegaraan menjadi demokratis. Indonesia. Seksi Penerbitan Fakultas
Produk hukum yang dihasilkan adalah
Sospol UGM : Yogyakarta.
berkarakter responsif. -----------------, 1987. Politik Pembangunan
Sebuah Analisis Konsep, Arah, dan
Strategi. Tiara Wacana: Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA Yahya Muhaimin, 1990. Bisnis dan Politik :
Kebijaksanaan Ekonomi Ekonomi
Artidjo Alkostar dan M. Sholeh Amin (ed.), Indonesia 1950 – 1980, terj. Hasan
1986. Pembangunan Hukum dalam Basari dan Muladi Sugiono. LP3ES :
Jakarta.