18 Juni 2015 02:10:07 Dibaca : 3,939 Komentar : 0 Nilai : 0 Perbandingan Politik Hukum
dengan Hukum dan Politik Oleh : Yusuf L. Henuk*) TULISAN ini merupakan bagian tak
terpisahkan dari mata kuliah : “Perbandingan Hukum” yang pernah penulis ikuti ketika masih
terdaftar sebagai mahasiswa Magister (S2) Ilmu Hukum di Program Pascasarjana – Universitas
Nusa Cendana (Undana)dan mengikuti kuliah iniyang diasuh oleh Dr. Saryono Yohanes, SH,
MH (Staf Pengajar di Fakultas Hukum – Undana) dan berhasil lulus dengan nilai baik. Ketika
mengikuti mata kuliah wajib ini sang dosen pengasuh memberikan tugas kepada kami semua
peserta mata kuliah ini guna bisa: (1) memahami politik hukum dan hukum dan politik, (2)
mengetahui persamaan dan perbedaan serta hubungan keduanya berdasarkan pustaka penunjang.
Setelah menyerahkan tugas ke beliau, penulis berupaya untuk menerbitkan tulisan ini sesuai
judul yang ada di Media Komunikasi Sivitas Akademika Undana (Henuk, 2011). I. Pemahaman
istilahPolitik Hukum dan Hukum dan Politik Sudah menjadi patokan umum dalam memahami
istilah apa pun selalu dicari pemahamannya dari asal usul kata (etimologi). Oleh karena itu,
tulisan ini diawali dengan memahami terlebih dahulu asal usul kata kedua istilah tersebut
masing-masing. 1. Politik Hukum Penggunaan istilah politik hukum dikenal dalam bahasa
Belanda dari istilah Rechtpolitiek, sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal beberapa istilah
terkait politik hukum, yaitu: Politics of Law (politik hukum), Legal Policy (kebijakan hukum),
Politic of Legislation (politik perundang-undangan), Politic of Legal Product (politik yang
tercermin dalam berbagai produk hukum) dan Law Development (politik pembangunan hukum).
Berdasarkan asal katanya, politik hukum merupakan gabungan dari dua kata, yaitu politik dan
hukum. Akibatnya, perlu dipahami juga kedua kata ini secara terpisah. Secara umum, kata politik
dapat dipahami dari dua pengertian, yaitu: (a) politics – politik sebagai ilmu (science) adalah
suatu rangkaian asas, prinsip, cara/alat yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu; dan
(b) policy – politik sebagai seni (arts) adalah penggunaan pertimbangan tertentu yang diangggap
lebih menjamin terlaksananya kegiatan usaha, cita-cita atau keinginan/keadaan yang
dikehendaki. Policy secara gramatikal – leksikal adalah “a guide for action” (petunjuk untuk
melakukan aksi/kegiatan). Sedangkan, pengertian hukum secara umum adalah aturan tentang
tingkah laku bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Pemahaman kedua bentuk hukum ini dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) hukum tertulis adalah
sekumpulan peraturan yang tersusun dalam suatu sistem yang berisikan petunjuk tentang apa
yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, perintah dan larangan bagi masyarakat, disertai
sanksi pemaksa yang tegas; dan (b) hukum tidak tertulis adalah kebiasaan yang hidup dalam
masyarakat, dipertahankan dan dipatuhi serta mengikat masyarakat, memiliki sanksi sosial dan
moral. Berdasarkan pemahaman terhadap asal usul kata dari politik dan hukum tersebut di atas,
maka politik hukum dapat dipahami sebagai suatu rangkaian asas, prinsip, cara/alat yang
digunakan untuk mencapai tujuan hukum; atau perbandingan tertentu yang dianggap lebih
menjamin terlaksananya kegiatan, cita-cita atau tujuan hukum. Pada prinsipnya, pemahaman
terhadap pengertian politik hukum berbeda-beda dari setiap orang, khususnya perbedaan
pemahaman pakar hukum terhadap politik hukum disajikan pada Tabel 1 (Henuk, 2011).
Perbedaan politik hukum dan studi politik hukum adalah yang pertama lebih bersifat formal pada
kebijakan resmi, sedangkan yang kedua mencakup kebijakan resmi dan hal-hal lain yang terkait
dengannya. Menurut sejarahnya,Politik Hukum digunakan untuk pertama kali dalam SK Dirjen
Dikti No. 165/Dikti/Kep/1994 tertanggal 24 Juni 1994, sebagai mata kuliah wajib yang harus
ditempuh oleh mahasiswa Program Magister Hukum Program Pascasarjana. Pada tanggal 4
Agustus 1998, Dirjen Dikti mengeluarkan SK No. 278/Dikti/Kep/1998 yang menetapkan mata
kuliah Politik Hukum sebagai salah satu mata ujian negara wajib. 2. Hukum dan Politik Hukum
dan politik dapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang dibalik-balik pun akan memiliki
nilai sama meski dalam perwajahan yang berbeda antara kedua sisinya. Secara teoritis hubungan
hukum dengan politik/kekuasaan harusnya bersifat fungsional, artinya hubungan ini dilihat dari
fungsi-fungsi tertentu yang dijalankan di antara keduanya. Pada umumnya, terdapat fungsi
timbal-balik (simbiotik) antara hukum dan politik/kekuasaan, yaitu politik/kekuasaan memiliki
fungsi terhadap hukum, sebaliknya hukum juga memiliki fungsi terhadap politik/kekuasaan.
Henuk (2011) telahmenjabarkan lebih lanjut keduanya sebagai berikut: A. Fungsi
politik/kekuasaan terhadap hukum: (1)Kekuasaan sebagai sarana membentuk hukum (law
making), khususnya pembentukan peraturan perundang-undangan, baik di pusat maupun di
daerah. Sudah tidak tidak dibantah bahwa hukum merupakan produk politik di parlemen,
sehingga materi muatan hukum merupakan kepentingan-kepentingan politik yang ada.
(2)Kekuasaan sebagai alat menegakkan hukum. Penegakan hukummerupakan suatu proses
mewujudkan “keinginan hukum” (‘pikiran badan legislator yang dirumuskan dalam peraturan
perundangan’) menjadi kenyataan. Perlu dingat bahwa“hukum tanpa kekuasaan akan lumpuh,
dan sebaliknya kekuasaan tanpa hukum akan terjadi tirani/anarki”. (3)Kekuasaan sebagai media
mengeksekusi putusan hukum. Contohnya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,
tidak akan memiliki arti bagi pengorganisasian kehidupan masyarakat tanpa adanya pelaksanaan
(execution) secara konsekuen dan konsisten, sehingga jelas dipahami bahwa hukum
membutuhkan kekuasaan untuk menegakkannya. B. Fungsi terhadap politil/kekuasaan:
(1)Hukum sebagai media penglegalisasian kekuasaan dalam menetapkan keabsahan (validity)
kekuasaan dari aspek yuridisnya. Artinya meskipun sebuah kekuasaan telah mendapat legalisasi
secara yuridis formal, akan tetapi jika masyarakat berpandangan bahwa kekuasaan tersebut
bersifat sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan rasa keadilan, maka kekuasaan yang
demikian tetap tidak akan mendapatkan legitimasi/pengakuan dari masyarakat. (2)Hukum
sebagai pengatur dan pembatas kekuasaan yang bertujuan untuk menghindari terjadinya
penumpukan atau sentralisasi kekuasaan pada suatu lembaga dan tidak mendorong terjadinya
otoritarianisme dalam penyelenggaraan negara (abuse of power). (3)Hukum sebagai peminta
pertanggung-jawaban kekuasaan, agar penggunaan kekuasaan sesuai dengan mekanisme dan
tujuan pemberian kekuasaan tersebut. Penyalahgunaan kekuasaan yang berkaitan: (a)hukum
administrasi dapat digugat melalui proses Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), (b)kerugian
kepentingan masyarakat dapat digugat melalui peradilan umum (perdata), dan (c) tindak pidana
dapat dituntut secara pidana. II. Persamaan dan Perbedaan serta Hubungan Politik Hukum dan
Hukum dan Politik Dalam upaya memahami persamaan dan perbedaan serta hubungan antara
politik hukum dan hukum dan politik, maka disamping telah dipahami pengertian politik hukum
(Tabel 1) dan fungsi-fungsi timbal-balik antara hukum dan politik sesuai yang telah dijabarkan
diatas,perlu juga dipahami manfaat mempelajari studi Politik Hukum dan fungsi dari Hukum dan
Politik dalam menggerakkan sistem kemasyarakan secara keseluruhan. Pada umumnya,
kemanfaatan dari studi Politik Hukum adalah memberikan kekayaan pemahaman atas dinamika
hubungan antara hukum dan politik secara kritis dan komprehensif, baik meliputi aspek latar-
belakang, motif-motif politik, suasana pergulatan berbagai kepentingan yang bertarung, dibalik
lahirnya hukum. Dengan perkataan lain, dengan mempelajari politik hukum, maka dapat
dipahami suasana kebatinan (geistlichen hintergrund) saat produk hukum dibuat, sehingga tentu
dapat diketahui dan dipahami secara pasti jiwa, roh atau kehendak dari lahirnya suatu hukum.
Khusus Indonesia, sesuai dengan pesan dari pendiri bangsa (founding fathers) bahwa UUD ’45
tidak dapat dipahami hanya dari membaca bunyi teksnya saja tetapi harus mampu dipahami juga
latar belakang kejiwaansewaktu UUD ’45 tersebut dibuat. Sedangkan, hukum dan politik
merupakan suatu subsistem dalam kemasyarakatan. Berdasarkan fungsi timbal-balik antara
hukum dan politik/kekuasaan, yaitu politik/kekuasaan memiliki fungsi terhadap hukum,
sebaliknya hukum juga memiliki fungsi terhadap politik/kekuasaan sesuai yang telah dijabarkan
diatas, maka dapat dipahami bahwa hukum berfungsi melakukan pengontrol masyarakat (social
control), penyelesaian pertikaian (dispute settlement) dan perekayasa sosial (social engineering)
atau inovasi (innovation), sedangkan fungsi politik meliputi pemeliharaan sistem dan adaptasi
(socialization and recruitment), konversi aturan (rule making, rule application, rule adjudication,
interest-articulation and aggregation) dan fungsi kapabilitas (regulative extractive, distributive
and responsive). Walaupun hukum dan politik memiliki fungsi dan dasar pembenar yang
berbeda, akan tetapi ditinjau dari segi tujuannya, keduanya saling melengkapi dan mendukung
terwujudnya tujuan negara yaitu keadilan sosial. Hukum dan politik harus memberikan
kontribusi sesuai dengan fungsi masing-masing untuk menggerakkan sistem kemasyarakatan
secara keseluruhan terutama dalam komitmen mendukung terlaksananya pembangunan suatu
bangsa. Khusus Indonesia, pemerintah yang bertanggung-jawab berarti pemerintah yang mampu
mewujudkan fungsi ekonomi publik yang sesungguhnya, yaitu fungsi alokasi, distribusi dan
stabilisasi sumber daya yang dimiliki oleh negara. Efektifitas proses penggunaan kekuasan yang
tunduk pada hukum pada akhirnya akan menjadi penilaian keberhasilan kerja bagi aparat dan
instansi pemerintah. III. Penutup Politik hukum dapat dipahami sebagai kebijakan hukum (legal
policy) yang akan dan telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah; mencakup pula
pengertian tentang bagaimana politik mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi
kekuatan yang ada dibelakang pembuatan hukum dan penegakan hukum itu, sehingga hukum
tidak hanya dipandang sebagai pasal-pasal yang bersifat imperatif atau keharusan-keharusan
yang bersifat das sollen, tetapi harus dipandang sebagai subsistem yang dalam kenyataan (das
sein) bukan tidak mungkin sangat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan materi dan
pasal-pasalnya maupun dalam implementasi dan penegakannya. Sedangkan, tiga jawaban yang
dapat menjelaskan hubungan kausalitas antara hukum dan politik atau pertanyaan tentang apakah
hukum yang mempengaruhi politik ataukah politik yang mempengaruhi hukum: (a) hukum
determinan atas politik dalam arti bahwa kegiatan-kegiatan politik diatur oleh dan harus tunduk
pada aturan-aturan hukum, (b) politik deteminan atas hukum, karena hukum merupakan hasil
atau kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan bahkan saling
bersaingan; dan (c) politik dan hukum sebagai subsistem kemasyarakatan berada pada posisi
yang derajat determinasinya seimbang antara satu dengan yang lain, karena meskipun hukum
merupakan produk keputusan politik, tetapi begitu hukum ada, maka semua kegiatan politik
harus tunduk pada aturan-aturan hukum. Sumber asli: Henuk, Y.L. 2011. Perbandingan Politik
Hukum dengan Hukum dan Politik. Media Undana, No. 155/Oktober: 5 & 9. *) Guru Besar
Fakultas Peternakan – Universitas Nusa Cendana (Undana); Mantan Mahasiswa Magister (S2)
Ilmu Hukum di Program Pascasarjana – Undana; Pendiri/Pemimpin Redaksi “YLH NEWS
ONLINE” (http://ylhnews.com).
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/prof_yusufhenuk/perbandingan-politik-hukum-
dengan-hukum-dan-politik_54f5e5eda3331110738b464d
POLITIK HUKUM
Dibawah ini ada beberapa definisi yang akan disampaikan oleh beberapa ahli :
1. Satjipto Rahardjo
Politik Hukum adalah aktivitas untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan dan cara – cara
yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum dalam masyarakat.
Politik Hukum adalah kebijaksanaan penyelenggara Negara tentang apa yang dijadikan criteria
untuk menghukumkan sesuatu ( menjadikan sesuatu sebagai Hukum ). Kebijaksanaan tersebut
dapat berkaitan dengan pembentukan hukum
dan penerapannya.
1. L. J. Van Apeldorn
Politik Hukum berarti menetapkan tujuan dan isi peraturan perundang – undangan . ( pengertian
politik hukum terbatas hanya pada hukum tertulis saja.
Politik Hukum sebagai kegiatan – kegiatan memilih nilai- nilai dan menerapkan nilai – nilai.
a) Bahwa definisi atau pengertian hukum juga bervariasi namun dengan meyakini adanya
persamaan substansif antara berbagai pengertian yang ada atau tidak sesuai dengan kebutuhan
penciptaan hukum yang diperlukan.
b) Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada , termasuk penegasan Bellefroid dalam
bukunya Inleinding Tot de Fechts Weten Schap in Nederland
Mengutarakan posisi politik hukum dalam pohon ilmu hukum sebagai ilmu. Politik hukum
merupakan salah satu cabang atau bagian dari ilmu hukum, menurutnya ilmu hukum terbagi atas
:
1. Dogmatika Hukum
2. Sejarah Hukum
3. Perbandingan Hukum
4. Politik Hukum
5. IlmU Hukum Umum
1. Dogmatika Hukum
Memberikan penjelasan mengenai isi ( in houd ) hukum , makna ketentuan – ketentuan hukum ,
dan menyusunnya sesuai dengan asas – asas dalam suatu sistem hukum.
1. Sejarah Hukum
Mempelajari susunan hukum yang lama yang mempunyai pengaruh dan peranan terhadap
pembentukan hukum sekarang. Sejarah Hukum mempunyai arti penting apabila kita ingin
memperoleh pemahaman yang baik tentang hukum yang berlaku sekarang .
Mengadkan perbandingan hukum yang berlaku diberbagai negara , meneliti kesamaan, dan
perbedaanya.
1. Politik Hukum
Politik Hukum bertugas untuk meneliti perubahan – perubahan mana yang perlu diadakan
terhadap hukum yang ada agar memenuhi kebutuhan – kebutuhan baru didalam kehidupan
masyarakat.
Tidak mempelajari suatu tertib hukum tertentu , tetapi melihat hukum itu sebagai suatu hal
sendiri, lepas dari kekhususan yang berkaitan dengan waktu dan tempat. Ilmu Hukum umum
berusaha untuk menentukan dasar- dasar pengertian perihal hukum , kewajiban hukum , person
atau orang yang mampu bertindak dalam hukum, objek hukum dan hubungan hukum. Tanpa
pengertian dasar ini tidak mungkin ada hukum dan ilmu hukum.
Berdasarkan atas posisi ilmu politik hukum dalam dunia ilmu pengetahuan seperti yang telah
diuraikan , maka objek ilmu politik hukum adalah “ HUKUM “.
Hukum yang berlaku sekarang , yang berlaku diwaktu yang lalu, maupun yang seharusnya
berlaku diwaktu yang akan datang.
Yang dipakai untuk mendekati / mempelajari objek politik hukum adalah praktis ilmiah bukan
teoritis ilmiah.
)Penggolongan lap Hukum yang klasik/tradisional dianut dalam tata hukum di Eropa dan tata
hukum Hindia Belanda :
3. Hukum Perdata
4. Hukum Dagang
5. Hukum Pidana
6. Hukum Acara
1. Hukum Perburuhan
2. Hukum Agraria
3. Hukum Ekonoimi
4. Hukum Fiskal
Pembagian Hukum secara tradisional antara lain : Hukum Nasional terbagi mejadi 6 bagian
diantaranya :
Hukum Nasional tradisional Mengandung “ Ide ”, “ asas ”, “ nilai “, sumber hukum ketika
semua itu dijadikan satu maka disebut kegiatan POLITIK HUKUM NASIONAL.
Adanya Politik Hukum menunjukkan eksistensi hukum negara tertentu , bergitu pula sebaliknya,
eksistensi hukum menunjukkan eksistensi Politik Hukum dari negara tertentu.
Montesquieu mengutarakan TRIAS POLITICA tentang kkuasaan negara yang terdiri atas 3
( tiga ) pusat kekuasaan dalam lembaga negara, antara lain :
a) Eksekutif
b) Legislatif
c) Yudikatif
Yang berfungsi sebagai centra – centra kekuasaaan negara yang masing – masing harus
dipisahkan. Dalam kaitanya dengan Poliik Hukum yang tidak lain tidak bukan adalah
penyusunan tertib hukum negara . Maka ketiga lembaga tersebut yang berwenang
melakukannya.
REGIONALISME
Berasal dari kata “ Region” yang berarti “ daerah bagian dari suatu wilayah tertentu “. Dewasa
ini regionalisme diartikan bagian dari dunia , yang meliputi beberapa negara yang berdekatan
letaknya , yang mempunyai kepentingan bersama. Dengan kata lain Regionalisme adalah Suatu
kerjasama secara kontinue antara negara – negara di dunia. Pada dasarnya Regionalisme sudah
ada sejak dahulu kala seperti Regionalisme antara negara – negara SKANDINAVIA yang terdiri
dari Swedia, Norwegia , dan Denmark. Begitu pula dengan BENELUX yang terdiri dari Belgia ,
Nederland dan Luxsemburg. Mereka bekerjasam dalam satu ikatan , namun perlu diketahui
bahwa contoh – contoh diatas kurang mempunyai pengaruh terhadap Politik Hukum dunia.
Keduanya tidak dianggap terlalu penting , lain halnya dengan NATO yang terdiri dari batasan
negara Eropa Barat masih ditambah lagi dengan Turki dan Canada. Mereka punya pengaruh
besar terhadap Politik Hukum negara – negara didunia dibandingkan dengan BENELUX.
Ada pemahaman yang baru mengenai ruang gerak bahwa Politik Hukum itu sendiri itu dinamis.
Bersama dengan laju perkembangan jaman , maka ruang gerak Politik Hukum tidak hanya
sebatas negara sendiri saja melainkan meluas sampai keluar batas negara hingga ke tingkat
Internasional.
Menrut pendapatnya Sunaryati Hartono , Politik Hukum tidak terlepas dari realita sosial dan
tradisional yang terdapat di negara kita dan di lain pihk. Sebagai salah satu anggota masyarakat
dunia ,maka Politik Hukum Indonesia tidak terlepas pula dari Realita dan politik Hukum
Internasional.
Kalau kita kaji antara POLITIK HUKUM dan ASAS-ASAS HUKUM maka akan terlihat konsep
sebagai berikut :
Politik Hukum di negara manapun juga termasuk di Indonesia tidak bisa lepas dari asas
Hukum.
diantara asas”itu terhadap asas yang dijadikan sumber tertib hukum bagi suatu negara.
Asas hukum yang dijadikan sumber tertib Huykum/dasar Negara di sebut : GRUND
NORM
Di Indonesia yang dijadikan dasar negara adalah PANCASILA
Asas hukum yang dijadikan dasar negara ini merupakan hasil proses pemikiran yang
digali dari pengalaman Bangsa Indonesia sendiri; bukan diambil dari hasil perenungan
belaka; bukan hal yang sekonyongkonyong masuk kedalam pemikiran masyarakat
Indonesia tetapi :
Muncul pada tanggal 17 Agustus 1945 ,yaitu saat dikumandangkannya Proklamasi, bukan
tanggal 18 Agustus 1945 saat mulai berlakunya konstitusi / hukum dasar negara RI.
Menurut Bagi Manan , seperti yang dikutip oleh Kotan Y. Stefanus dalam bukunya yang
berjudul “ Perkembangan Kekuasaan Pemerintahan Negara ” bahwa Politik Hukum terdiri dari
Berkaitan dengan sikap hukum yang akan selalu menjadi dasar kebijaksanaan pembentukan dan
penegakkan hukum.
1. iii. Tidak ada hukum yang memberi hak istimewa pada warga negara tertentu
berdasarkan pada suku , ras , dan agama. Kalaupun ada perbedaan , semata – mata
didasarkan pada kepentingan nasional dalam rangka keasatuan dan persatuan bangsa.
2. iv. Pembentukan hukum memperhatikan kemajemukan masyarakat
Masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan hukum , sehingga
masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam pembentukan hukum .
1. v. Hukum adat dan hukum yang tidak tertulis lainnya diakui sebagai subsistem hukum
nasional sepanjang nyata-nyata hidup dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat.
2. vi. Pembentukan hukum sepenuhnya didasarkan pada partisipasi masyarakat.
3. vii. Hukum dibentuk dan ditegakkan demi kesejahteraan umum ( keadilan sosial bagi
seluruh rakyat ) terwujudnya masyarakat yang demokratis dan mandiri serta
terlaksananya negara berdasarkan hukum dan konstitusi.
4. Politik Hukum yang bersifat temporer.
Dimaksudkan sebagai kebijaksanaan yang ditetapkan dari waktu ke waktu sesuai dengan
kebutuhan .
Di Indonesia cara – cara yang digunakan untuk membentuk politik hukumnya tidak sama dengan
cara – cara yang digunakan oleh:
Negara Kapitalis
Negara Komunis
Negara yang fanatik religius
Tetapi menghindari perbedaan – perbedaan yang mencolok dan cara – cara yang ekstrim untuk
mencapai keadilan dan kemakmuran , menolak cara – cara yang dianggap tepat oleh paham:
Negara Kapitalis
Negara Komunis
Negara yang fanatik religius
Menganggap bahwa manusia perorangan yang individualis adalah yanhg paling penting.
Komunisme
Fanatik religius
Merupakan realita bahwa manusia hidup di dunia ini harus bergulat untuk mempertahankan
hidupnya ( survive ) , maka Politik Hukum kita pasti tidak akan menggunakan cara – cara
kapitalis, komunis, dan fanatik religius.
Hukum nasional suatu negara merupakan gambaran dasar mengenai tatanan hukum nasional
yang dianggap sesuai dengan kondisi masyarakat yang bersangkutan. Bagi Indonesia , tatanan
hukum nasional yang sesuai dengan masyarakat Indonesia adalah yang berdasarkan Pancasila
dengan pokok – pokoknya sebagai berikut :
Adalah kesadaran atau perasaan hukum masyarakat yang menentukan isi suatu kaedah hukum.
Dengan demikian sumber dasar tatanan hukum Indonesia adalah perasaan hukum masyarakat
Indonesia yang terjelma dalam pandangan hidup Pancasila. Oleh karena itu dalam kerangka
sistem hukum Indonesia , Pancasila menjadi sumber hukum ( Tap MPRS No. XX/ MPRS /
1966 ).
Dalam penjelasan UUD 1945 , dinyatakan bahwa pembukaan UUD 1945 memuat pokok –
pokok pikiran sebagai berikut :
1) Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan
berdasar atas persatuan.
2) Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3) Negara yang berkedaulatan rakyat , berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan
perwakilan.
4) Negara berdasar atas KeTuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab.
Dalam TAP MPR dibawah ini terdapat politik hukum Indonesia yang menyangkut GBHN,
antara lain:
Tentang Pokok – pokok reformasi pembangunan dalam rangka penyelamatan dan normalisasi
kehidupan nasional sebagai haluan negara “.
Sesungguhnya ada banyak definisi yang diberikan oleh para ahli. Pada definisi-definisi yang
diberfikan tersebut ternyata ada perbedaann batasan tentangf politik hukum.
2. Tidak tertulis adalah Kebijakan Publik (bisa berubah “setiap saat sesuai dengan kebutuhan dan
keadaan”)
Sehingga keadaan dan kebutuhan yang berubah-ubah inilah yang menyebabkan pembicaraan
Politik Hukum menjadi sangat kompleks, sebab antara kebutuhan dan keadaan suatu negara
dengan negara lain bisa berbeda, waktu lalu bisa berbeda dengan waktu sekarang.
Obyek yang dipelajari dalam Politik Hukum adalah Hukum-hukum yang bagaimana itu bisa
berbeda-beda atau Hukum ini dihubung atau dilawankan dengan Politik.
Yang dimaksud Ilmu bantu disini adalah Ilmu yang dipakai dalam mendekati/mempelajari
Politik Hukum baik berupa konsep, “teori” dan penelitian. Sosiologi hukum dan Sejarah Hukum
dalam hal ini sangat membantu dalam mempelajari Politik Hukum.
Metode adalah cara dalam mempelajari Politik Hukum Empirik adalah kenyataan (secara
praktis untuk mendekati Politik Hukum adalah dengan melihat Konstitusi Negara)
Politik Hukum Lama, di jalankan pada masa pemerintahan Hindia, Belanda, diawali sejak
kedatangan atau zaman pemerintahan Hindia Belanda yang menerapkan asas Konkosedansi
yaitu: menerapakn hubungan yang berlaku di Belanda berlaku juga di Hindia Belanda.
Sejak pendudukan penjajahan Belanda sampai dengan Indonesia merdeka tidak ada asvikasi
hukum. Kalau menang Belanda berupaya untuk melakukan asifikasi (memberlakukan satu
hukum untuk seluruh Rakyat di seluruh wilayah negara) tidak berhasil jug.
Asas Konkordansi
Unifikasi Hukum adalah berlakunya suatu hukum di suatu wilayah negara untuk seluruh
paalnya.
Kenapa hukum Islam masih berlaku ? karena sebagian besar pelakunya adalah beragama Islam.
Tetapi masuk terdapat orang-orang Indonesia yang tidak bulat “membela pemikiran barat”. A.c.
Hamengku Buwono IX yang tetap mempertahankan Budaya Timur dengan menyatakan: jiwa
barat dan timur dapat dilakukan dan bekerja sama secara ekonomomis tanpa harus kehilangan
kepadiannya masing-masing. Selama tidak menghambat kemajuan, adat akan tetap menduduki
tempat yang utama dalam mator yang kay7a dalam tradisi.
Pandangan politik hukum penjajah Belanda di Hiondia Belanda;
1. secara keseluruhan politik hukum Belanda sama isinya dengan politik hwed untuk tanah
atau aja hanya di Hindia Belanda.
2. panangan politik Hukum Belanda sama dengan politik umum dan politik hukum dari
hampir smua orang Eropa dan orang negara baratt trhadap daerah timur yang mereka
jajah.
3. umumnya daerah yang dapat mereka kuasai; Daerah di Afrika dan Asia.
4. dikatakan oleh mereka, kebudayaan barat, tinggi, baik, mul;ia,sedangkan kebudayaan
timur rendah terbelakang, primitif, sangat bergantung pada alam.
5. orang yang berpegang pada kebudayaan barat maju sedangkan yang berpegang pada
timur ketinggalan zaman.
6. pendidikan mereka memandang pendidikan asli rendah, pendidikan Islam rendah dapat
dilihat pada daerah jajahan Inggris, perancis, Belanda.
7. Usaha penjajah Belanda memaksakan sistem kebudayaan ke Hindia Belanda berhasil
sehingga pemikiran sebagian bangsa Indonesia berpihak pada penjajah Belanda atau
Barat.
8. Jadi terjadi dikotomi timur dan Barat.
Terlihat adanya usaha unifikasi melalui tahap tersebut pada masa penjajahan di Hindia Belanda
antara lain; dalam bidang hukum dagang dan lalu lintas ekonomi, dengan tujuan utamanya
adalah keinginan pemberlakuan hukum Belanda bagi seluruh orang di Hindia Belanda caranya
ialah:
1. dizaman Indonesia merdeka maka tahap tertentu seperti diatas tak diperlukan
memberlakukan suatu hukum gak tetap untuk yang lain atau menundukkan diri kepada
kepada hukum tertentu tidak diperlukan lagi dalam hukum pemerintahan hukum di
Indonesia merdeka, teutama dalam tindak hukum lalu lintas ekonomi dan keuangan baik
untuk semua bangsa Indonesia sediri apalagi dalam hubungan dengan bangsa lain.
2. Khusus untuk sesama bangsa Indonesia terhadap kemungkinan memberlakukan
pertahanan hukum bagi kekhususan orang Indonesia.
Menyangkut bidang yang disebut untuk dewa sesuai dengan bidang yang netral, tidak sulit
mengunifikasikannya misal; KUHAP, tidak sulit dalam hak ;
1. Perasaan dan pemikiran anggota masyarakat untuk menyatukan peraturan-peraturannya.
2. sedangkan mengenai isinya tetap menghadapi kesulitan yang tak terhingga, misal bidang
perdagangan dalam perdata yang berhubungan dengan perjanjian, bidang ini sudut isinya
tetap tidak sangat sulit perasaan anggota masyarakat untuk menyatukannya.
3. mungkin di mintakan masukan yang diperlukan oleh pihak yang merasa bersangkutan
dengan masalahnya, hal yang diangkat tersulit dalam dalam bidang hukum yang
berhubungan dengan rasa kepercayaan keagamaan. Misalnya; bidang kekeluargaan,
namun untuk bidang ini ini telah di rumus dengan suatu idang hukum yang berat.
KODIFIKASI
1. Kodifikasi terbuka
Kodifikasi terbuka adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan –
tambahan diluar induk kondifikasi. Pertama atau semula maksudnya induk permasalahannya
sejauh yang dapat dimasukkan ke dalam suatu buku kumpulan peraturan yang sistematis,tetapi
diluar kumpulan peraturan itu isinya menyangkut permasalahan di luar kumpulan peraturan itu
isinya menyangkut permasalahan – permasalahan dalam kumpulan peraturan pertama tersebut.
Hal ini dilakukan berdasarkan atas kehendak perkembangan hukum itu sendiri sistem ini
mempunyai kebaikan ialah;
“ Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut
sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai peraturan “.
2. Kodifikasi tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku
kumpulan peraturan.
Cacatan;
Dulu kodifikasi tertutup masih bisa dilaksanakan bahkan tentang bidang suatu hukum lengkap
dan perkasanya perubahan kehendak masyarakat mengenai suatu bidang hukum agak lambat.
Sekarang nyatanya kepeningan hukum mendesak agar dimana-mana yang dilakukan adalah
Kodifikasi Terbuka.
Isinya;
Politik hukum baru di Indonesia muali pada tanggal 17 Agustus 1945 (versi Indonesia).
Kemerdekaan Indonesia Belanda adalah; 19 desember 1949 yaitu sewaktu adanya KMB di
Denhaag (Belanda).
Apa syarat untuk membuat atau membentuk Politik Hukum sendiri bagi suatu negara;
1. Konstitusi
2. Kebajiakan (tertulis atau undang-undang)
3. Kebijakan tidak tertulis atau tidak.
Antara lain :
@ Persektor
– ex : di sektor ekonomi, ketenaga kerjaan, Accantung, management, sosial politik, politik
bisnis.
Apa bahan baku dari politik Hukum (Indonesia hukum nasional yang baru)
1. Hukum Islam
2. hukum Adat
3. Hukum Barat
Ada :
1. Negara ~ pemerintah
Parpol ~ partai.
Para Pakar ~ ahli hukum dengan tulisan dan doktren dan pendapat.
Warga Negara ~ Kesadaran Hukumnya ~ bila warga negara kesadraan hukum tinggi maka
politik hukumnya tinggi begitu sebaliknya.
Sedangkan dari sisi produk Perundang-undangan. Terjadi perubahan Politik Hukum, yakni:
dengan dikeluarkannya beberapa UU yang semula belum ada, yakni :
1.
1. UU No 14 tahun 1970 Tentang ketentuan kekeuasaan kehakiman.
2. UU No 5 Tahun 1960 Tentang ketentuan pokok Agraria.
3. UU lingkungan Hiduop.
4. UU Perburuhan.
5. UU Perbankan, Dsb.
diPakainya Hukum Adsat sebagai sumber Hukum Nasional telah disebakan Hukum Adat
sudah Eksis dalam budaya dan perasaan Bangsa Indonesia.
Di pakainya Hukum Islam sebagai sumber Hukum Nasional karena mayoritas Penduduk
Indonesia beragama Islam ~ Iman.
Terhadap Hukum Adat dan Hukum Islam tersebut hanya diambil asas-asasnya saja.
Hukum Barat dijadikan sumber Hukum Nasional juga berkaitan dengan urusan-urusan
Internasional atau berkaitan dengan Hukum atau perdagangan Internasional.
Tahun 1979, PURNADI dan SURYONO SUKAMTO menyatakan : Hukum Negara (Tata
Negara) adalah Struktur dan proses perangkaat kaedah-kaedah Hukum yang berlaku pada suatu
waktu dan tempat tertentu serta bwerbentuk tertulis.
Tahun 1986, JOHN BALL menyatakan : Persoalan Hukum di Indonesia adalah persoalan dalam
rangka mewujudkan Hukum Nasional di Indonesia, yaitu persoalan yang terutama bertumpu
pada realita alam Indonesia.
Tahun 1966, UTRECHT membuat buku dengan judul “Pengantar Dalam Hukum Indonesia”.
Tahun 1977, AHMAD SANUSI menyatakan PTHI hendaknya dipahami sebagai penguraian
Deskritif-Analistis yang tekanannya lebih dikhususkan bagi Ilmu Hukum Indonesia, menjelaskan
sifat-sifat spesifik dari Hukum Indonesia dengan memeberikan contoh-contohnya sendiri.
b.Persoalan Hukum di Indonesia dan Negara-negara baru lainnya tidak hanya sekedar penciptaan
Hukum baru yang dapat ditujukan pada hubungan Perdata dan Publik dengan karekteristiknya
yang telah cukup diketahui.
c. Harus diusahakan pendobrakan cara berpikir Hukum kolonial dan penggantinya dengan cara
berpikir yang didorong oleh kebutuhan menumbuhkan Hukum setempat bagi Negara yang telah
merdeka.
Tahun 1978 , DANIEL S. LEV menlis aspek Politiknya dengan menyatakan dan kedudukan
Hukum di Negara republik indonesia sebaian besar merupakn perjuangan yang hanya dapat
dimengerti secara lebih baik dengan memahami Sosial Poltik daripada kultural.
a. Hukum Indonesia harus memberi tempat kepada Rasa Hukum, Pengertian Hukum,Paham
Hukum yang khas (Indonesia).
1.
1. menulis buku “Pengantar Ilmu Hukum” (buku PIH karangannya ini adalah buku
PIH pertama dalam Bahasa Indonesia).
2. Menukis bentuk-bentuk khusus Hukum yang berlaku di Indonesia.
1. hukum masa Kolonial, terutama tergantung dari pembentukan Ide-ide baru, yang akan
mendorong ke arah bentuk Hukum yang sama sekali berbeda dengan Hukum Kolonial.
2. Sejak sebelum kemerdekaan sesudah kemerdekaan Republik Indonesia sudah
banyak usulan agar Negara Republik indonesia memiliki Hukum Politik dsendiri, bukan
Politik Hukum yang sama dengan Politik Hukum Belanda. Usulan-usulan tersebut.
1. pokok-pokok Hukun Tentang Negara dan Hukum Antar Negara yang berlaku di Hindia
Belanda.
2. Beberapa aspek pranata Hukum yang dijumpai di Hindia Belanda.
Tahun 1932, VAN VOLLEN HOVEN dalam pidatonya yang brjudul “Romantika Dalam Hukum
indonesia” menyatakan :
1. Hukum Indonesia harusnya menuju “Hukum Yang Mandiri” dan jangan hanya menjadi
tambahan saja bagi Hukum Belanda di Hindia Belanda.
2. Ideaalnya, sejak Tahun 1945 Indonesia sudah memiliki Politik Hukumnya sendiri yang
sesuai dengan situasi dan kondisi Bangsa indonesia.
HUBUNGAN ANTARA POLITIK DAN HUKUM
Dalam kehidupan ini kita tidak bisa dilepaskan dengan keterikatan hukum dan politik.
Bahkan dalam sistem pemerintahan hal tersebut telah menjadi dasar. Dapat dikatakan
bahwa struktur hukum dapat berkembang dalam segala konfigurasi politik. Kerapkali
hukum itu tidak ditegakkan seperti sebagaimana mestinya karena adanya intervensi
politik.
Hukum itu diciptakan bukan semata-mata untuk mengatur, akan tetapi lebih
dari itu untuk menciptakan adanya kesejahteraan dan keadilan dalam masyarakat.
Maka hukum itu terus mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat.
Secara empiris hukum dipandang sebagai bagian dari fenomena sosial. Pada
awalnya tidak ada keragu-raguan mengenai kemampuan negara untuk secara otonom
dan mutlak mengatur serta menata kehidupan masyarakat. Hukum menjadi semacam
alat di tangan kekuasaan untuk mewujudkan apa yang dikehendaki. 1[1]
1[1] Satya Arinanto dan Ninuk Triyanti, Memahami Hukum : Dari Konstruksi Sampai
Implementasi, Jakarta : Rajawali Press, 2009. Hlm. 8
Negara hukum yang dikembangkan bukanlah absolute rechtsstaat, melainkan
democratic rechtsstaat (negara hukum yang demokratis). Konsekuensi negara hukum
yang demokratis adalah adanya supremasi konstitusi sebagai bentuk pelaksanaan
demokrasi.2[2] Demokrasi yang workable dapat berfungsi dan mampu memelihara
stabilitas politik nasional serta menciptakan pemerintahan yang efektif, kuat,
acountable yang dibangun dalam sebuah masyarakat yang tingkat pemilahan sosialnya
sangat tinggi.3[3]
Socrates menyatakan bahwa hakikat hukum adalah keadilan. Hukum berfungsi
melayani kebutuhan keadilan dalam masyarakat. Hukum menunjuk pada suatu aturan
hidup yang sesuai dengan cita-cita hidup bersama, yaitu keadilan. Plato
mencanangkan suatu tatanan di mana hanya kepentingan umum yang diutamakan,
yakni partisipasi semua orang dalam gagasan keadilan. Lebih tepatnya ia
mencanangkan suatu negara dimana keadilan akan dicapai secara sempurna. 4[4]
Keadilan akan dapat terwujud apabila aktifitas politik yang melahirkan produk-
produk hukum memang berpihak pada nilai-nilai keadilan itu sendiri. Terlepas bahwa
dalam proses kerjanya lembaga-lembaga hukum harus bekerja secara independen
untuk dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum. Dasar dari pembentukan
hukum itu sendiri yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik juga harus
mengandung prinsip-prinsip membangun hukum yang berkeadilan.
Sistem hukum Indonesia sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor masa lalu
(pengaruh penjajahan), faktor-faktor adat istiadat serta budaya bangsa serta faktor
agama yang berpengaruh kuat di Indonesia. Kesemua faktor itulah yang melahirkan
sistem hukum Indonesia melalui proses legislasi maupun praktik hukum.
Pembangunan sering diartikan sebagai penyelenggaraan perubahan tertentu
terhadap suatu masyarakat. Sering pula ditegaskan bahwa hakikat pembangunan
adalah pembangunan terhadap manusianya. Kenyataannya, pembangunan bukan
3[3] Affan Ghafar, Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2006. Hlm. 354
4[4] Op.cit. Satya Arinanto dan Ninuk Triyanti, Memahami Hukum : Dari Konstruksi Sampai
Implementasi,Hlm.10
sekedar perubahan terhadap suatu masyarakat, melainkan juga perubahan terhadap
lingkungannya.5[5] Pembangunan hukum ditujukan pada masyarakat dan lingkungan
untuk membangun hukum yang berkeadilan.
Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat, dalam arti bahwa mungkin
dipergunakan sebagai suatu alat oleh agent of change. Agent of change atau pelopor
perubahan adalah seseorang atau kelompok orang ang mendapatkan kepercayaan dari
masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. 6[6]
B. Hukum sebagai produk politik
Dalam studi tentang hukum banyak identitifikasi yang diberikan sebagai suatu
sifat atau karakter hukum seperti memaksa, tidak berlaku surut, dan umum. Dalam
berbagai studi hukum dikemukakan bahwasanya hukum mempunyai sifat umum
sehingga peraturan hukum tidak ditujukan kepada seseorang dan tidak akn kehilangan
kekuasaannya jika telah berlaku terhadap suatu peristiwa konkret. Peraturan hukum
juga mempunyai sifat abstrak, yakni mengatur hal-hal yang belum terkait dengan
kasus-kasus konkret. Selain itu juga ada yang mengidentifikasikan hukum bersifat
imperatif dan fakultatif. Dengan sifat imperatif yaitu peraturan hukum bersifat apriori
harus ditaati, mengikat, dan memaksa. Sedangkan hukum bersifat fakultatif yaitu
peraturan hukum tidak secara apriori mengikat, melainkan sekedar melengkapi,
subsidair, dan dispositif.7[7]
Budaya politik merupakan produk dari proses pendidikan atau sosialisasi politik
dalam sebuah masyarakat. Dengan sosialisasi politik, individu dalam negara akan
menerima norma, sistem keyakinan dan nilai-nilai generasi sebelumnya, yang
dilakukan melalui berbagai tahap dan dilakukan oleh berbagai macam agent.8[8]
5[5] Lili Rasjidi dan Wyasa Putra, Hukum Sebgai Suatu Sistem, Bandung : Mandar Maju, 2003.
Hlm. 172
6[6] Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta : Rajawali Press, 2013. Hlm.
122
7[7] Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta : Pustaka LP3ES. 1998. Hlm. 19
8[8] Op.cit. Affan Ghafar, Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2006. Hlm.118
Dalam berpolitik kita juga dihadapkan dengan hukum. Hukum merupakan refleksi dari
budaya hukum pada suatu tatanan masyarakat.
Hukum merupakan produk politik sehingga setiap produk hukum akan sangat
ditentukan oleh imbangan kekuatan atau konfigurasi politik yang melahirkannya.
Setiap produk hukum merupakan produk keputusan politik sehingga hukum dapat
dilihat sebagai kristalisasi dari pemikiran politik yang saling berinteraksi di kalangan
para politisi.9[9]
Jika melihat fenomena yang telah terjadi, hukum tidak selalu dapat dilihat
sebagai penjamin kepastian hukum, penegak hak-hak rakyat, atau penjamin keadilan.
Banyak sekali peraturan hukum yang tumpul, tidak mempan memotong keseweang-
wenangan, tidak mampu menegakkan keadilan dan tidak dapat menampilkan dirinya
sebagai pedoman yang harus diikuti dalam menyelesaikan berbagai kasus yang
harusnya bisa dijawab oleh hukum. Banyak produk hukum yang lebih diwarnai oleh
kepentingan-kepentingan politik pemegang kekuasaan dominan. 10[10]
Ternyata hukum itu tidak steril dari subsistem kemasyarakatan lainnya. Politik
kerapkali melakukan intervensi atas pembuatan dan pelaksanaan hukum sehingga
muncul pertanyaan tentang subsistem mana antara hukum dan politik yang dalam
kenyataannya lebih suprematif. Disini hukum tidak bisa hanya dipandang sebagai
pasal-pasal yang bersifat imperatif atau keharusan-keharusan yang bersifat das sollen,
melainkan harus dipandang sebagai subsistem yang dalam kenyataan das sein bukan
tidak mungkin sangat di tentukan oleh politik, baik dalam perumusan materi dan
pasal-pasalnya, maupun dalam implementasi penegakkannya.11[11]
Politik itu selalu berbicara mengenai kepentingan. Semua pemain politik selalu
membawa kepentingan yang kadang-kadang dan bahkan selalu bertubrukan atau
saling bertentangan. Karena muara kepentingan politik adalah kekuasaan dan
pengaruh, maka konflik kepentingan politik menjadi lebih keras dari konflik lainnya.
9[9] Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Yogyakarta : Gama Media,
1999. Hlm. 4
11[11] Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta : Rajawali Pres. 2010. Hlm. 9
Karena itulah politik harus diikat dengan norma-norma hukum dan tata cara yang
disepakati bersama diantara para pemain politik.
Fenomena politik berlangsung dalam berbagai jenis masyarakat, manusia,
bangsa-bangsa, provinsi-provinsi, dan kelompok lainnya. Struktur politik adalah
pengelompokan sosial yang berbeda-beda.12[12]
Elite politik memainkan sejumlah skenario yang mengarah kepada kepentingan
diri, partai, atau golongannya sendiri. Politics for itself menjadi sesuatu yang lazim
dan mengobsesi pikiran banyak politikus. Politikus yang di parlemen, yang tengah
menjalankan fungsi legislasi, dalam menjalankan tugasnya tidak berorientasi kepada
upaya memecahkan problema konstitusional, melainkan didasarkan pada upaya
menutup kepentingan dan kelemahan pribadi masing-masing elite politik. 13[13]
Melihat logika berpikir para politikus, maka nyata benar bahwa aroma politics
for itself sangat kental. Praktik politik demikian tentu tidak dapat terlalu diharapkan
untuk bisa membangun pemerintahan yang memiliki komitmen terhadap kepentingan
bangsa. Akan sulit membangun sebuah pemerintahan yang memiliki state capacity
yang jelas dalam menyelesaikan krisis, karena elite politik yang tengah memegang
kekuasaan itu sendiri ternyata menjadi sumber dan biang krisis. 14[14]
Politik memiliki unsur dominan dan mengintimidasi hukum. Para pembuat
hukum adalah orang-orang politik yang memegang kekuasaan dan berwenang untuk
menentukan hukum. Maka hukum yang ada adalah cerminan dari politik. Hukum
berkembang sesuai dengan perkembangan politik. Sudah dibenarkan bahwa hukum
merupakan produk politik.
Pengaruh politik terhadap hukum dapat berlaku terhadap penegakan hukumnya
dan karateristik produk-produk serta proses pembuatannya. Philipe None dan Philip
Selznick pernah mengatakan bahwa tingkat perkembangan masyarakat tertentu dapat
12[12] Daniel Dhakidae, Sosiologi Politik, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003. Hlm. 31
13[13] Zainuddin Maliki, Politikus Busuk : Fenomena Insensibilitas Moral Elite Politik,
Yogyakarta : Galang Press, 2004. Hlm. 8
15[15] Op.cit.Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia. Hlm. 72
20[20] http://zakaaditya.blogspot.com/2013/03/hubungan-hukum-dan-politik.html
Dari kedua pendapat diatas, dapat dilihat bahwa hukum dan politik
berhubungan sangat erat dikarenakan:21[21]
1. Hukum merupakan produk politik.
2. Hukum merupakan salah satu alat politik, dimana penguasa dapat mewujudkan
kebijakannya.
3. Jika sudah menjadi hukum, maka politik harus tunduk pada hukum.
Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa kalau kita melihat hubungan antara
subsistem politik dan subsistem hukum, tampak bahwa politik memiliki konsentrasi
energi yang lebih besar sehingga hukum selalu berada pada posisi yang lemah. Politik
sangat menentukan bekerjanya hukum.22[22]
Dikalangan ahli hukum minimal ada dua pendapat mengenai hubungan kausalitas
antara politik dan hukum. Kaum idealis yang lebih berdiri pada sudut das sollen
mengatakan bahwa hukum harus mampu mengendalikan dan merekayasa
perkembangan masyarakat, termasuk kehidupan politiknya. Meletakkan hukum
sebagai penentu arah perjalanan masyarakat karena dengan itu fungsi hukum untuk
menjamin ketertiban dan melindungi kepentingan masyarakatnya akan menjadi
relevan. Tetapi kaum realis pada sudut pandang das sein mengatakan bahwa “hukum
selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakatnya”. Ini berarti hukum,
mau tidak mau menjadi independent variabel atas keadilan di luarnya, terutama
keadaan politiknya.23[23]
Untuk kasus Indonesia, kita dapat melihat contoh pada UU No. 1/1974 (tentang
Perkawinan) dan UU No. 7/1989 (tentang Peradilan Agama). Meskipun kedua Undang-
undang itu lahir pada era Orde Baru, tetapi hubungan politik antara pemerintah dan
umat Islam atau hubungan antara Negara dan Agama yang melatarbelakangi keduanya
berada dalam suasana yang berbeda. UU No. 1/1974 lahir dalam keadaan politik
21[21] Ibid.
22[22] Op.cit.Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Hlm. 71
23[23] Ibid.
konflik dan saling curiga, sedangkan UU No. 7/1989 lahir ketika hubungan pemerintah
dan umat Islam sedang melakukan akomodasi.24[24]
Mahfud MD mengatakan hubungan antara politik dan hukum terdapat tiga asumsi
yang mendasarinya, yaitu:25[25]
1. Hukum determinan (menentukan) atas politik, dalam arti hukum harus menjadi
arah dan pengendali semua kegiatan politik.
2. Politik determinan atas hukum, dalam arti bahwa dalam kenyataannya, baik
produk normatif maupun implementasi penegakan hukum itu, sangat dipengaruhi dan
menjadi dipendent variable atas politik.
3. Politik dan hukum terjalin dalam hubungan yang saling bergantung, seperti
bunyi bahwa, “politik tanpa hukum menimbulkan kesewenang-wenangan (anarkis),
hukum tanpa politik akan jadi lumpuh.
Di indonesia jika dilihat secara realitanya maka akan cenderung bahwa politik
determinan atas hukum. Seperti yang telah diasumsikan penulis bahwasanya politiklah
yang berperan aktif dalam mengendalikan hukum. Dimana pada keadaan politik
tertentu hukum yang dihasilkan juga berjalan sesuai keadaan politik tersebut.
Maka hukum di pandang sebagai dependent variabel (variabel terpengaruh),
sedangkan politik diletakkan sebagai independent variabel (variabel berpengaruh).
Peletakan hukum sebagai variabel yang tergantung atas politik atau politik yang
determinan atas hukum itu mudah dipahami dengan melihat realitas, bahwa pada
kenyataannnya hukum dalam artian sebagai peraturan yang abstrak (pasal-pasal
imperatif) merupakan kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling
berinteraksi dan bersaingan. Sidang parlemen bersama pemerintah untuk membuat
undang-undang sebagai produk hukum pada hakikatnya merupakan adegan kontesasi
agar kepentingan dan aspirasi semua kekuatan politik dapat terakomodasi di dalam
keputusan politik dan menjadi UU. UU yang lahir dari kontesasi tersebut dengan
mudah dapat dipandang sebagai produk dari adegan politik. 26[26]
24[24] http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/hubungan-kausalitas-antara-politik-dan-
hukum-di-indonesia/
25[25] http://syahrialnaman.wordpress.com/2012/06/20/12/
27[27] http://syahrialnaman.wordpress.com/2012/06/20/12
28[28] Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum, Jalarta : PT Grafindo
Persada, 2007. Hlm.5-6
29[29] Op.cit.Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia.. Hlm. 74-75
rakyat secara praktis yang dominasi oleh
menonjol ; ada pada kondisi partisipatif, lembaga-
berada pada kalah kuat dari menyerap lembaga negara
posisi tidak di pengaruh politik aspirasi dan isinya lebih
bawah kekuatan pemerintahan kelompok- bersifat
politik sehingga penentu kelompok sosial “positivis
pemerintah dan agenda dan arah dan individu- instrumentalis”
dapat politik nasional individu di artinya
menentukan lebih di dominasi dalam menggambarkan
garis politik oleh pemerintah. masyarakat serta visi dan kemauan
nasional. Kehidupan pers melibatkan politik
Kebebasan pers berada di bawah lembaga- pemerintah.
relatif terjamin bayang-bayang lembaga Materi
dan partai-partai kontrol ketat kenegaraan. muatannya
dapat aktif pemerintah. Hal Oleh karenanya banyak
berperan melalui yang sama ia memberikan
lembaga terjadi pada menggambarkan space kepada
perwakilan. partai-partai muatan yang pemerintah
yang lebih aspiratif dan untuk membuat
menjadi asesoris hanya interpretasi
daripada memberikan melalui delegasi
demokrasi space yang perundang-
formal. sempit bagi undangan dan
pemerintah droit function.
untuk membuat
interpretasi.
Mengacu hal tersebut, maka sejarah politik dan hukum di Indonesia di bagi
dalam tiga periode yaitu periode 1945-1959, periode 1959-1966, dan periode 1966-
sampai sekarang; sedangkan produk-produk hukum diarahkan pada hukum-hukum
publik. Hasil studi tersebut memperlihatkan secara signifikan bahwa sistem politik
yang demokrasi dapat melahirkan hukum-hukum yang responsif, sedangkan sistem
politik yang otoriter dan non demokratis melahirkan hukum-hukum yang memiliki
karater konservatif/ortodoks. Jadi, ada hubungan kausalitas antara politik dan
hukum, dimana hukum itu begitu dependent terhadap politik yang melahirkannya. 30
[30]
Harus dipisahkan antara demokrasi sebagai sistem politik dengan way of life
masyarakat. Oleh karena demokrasi adalah sistem tang memberi kebebasan dan
partisipasi masyarakat, apa yang tampil di publik sangat tergantung dari
kecenderungan populasi. Demokrasi adalah cara yang efektif untuk mengontrol
operasi kekuasaan agar tidak menghasilkan penyalahgunaan wewenang. Hal yang
lazim jika pembela demokrasi adalah lapisan masyarakat yang terdidik, sedangkan
penentangnya adalah mereka yang sedang mengendalikan pemerintahan. 31[31]
Hukum sebagai salah satu kaidah yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa
negara adalah sebuah produk dari kegiatan politik, yang dapat terbaca dari konteks
dan kepentingan yang melahirkan hukum itu dan bagaimana hukum tersebut
dijalankan. Berbeda dengan kaidah agama yang didasarkan pada ketaatan individu
pada Tuhan atau kaidah kesusilaan dan kesopanan yang didasarkan pada suara hati
atau dasar-dasar kepatutan dan kebiasaan, kaidah hukum dibuat untuk memberikan
sangsi secara langsung yang didasarkan pada tindakan nyata atas apa yang
disepakati/ditetapkan sebagai bentuk-bentuk pelanggaran berdasarkan keputusan
politik.
Memahami hukum Indonesia harus dilihat dari akar falsafah pemikiran yang
dominan dalam kenyataanya tentang pengertian apa yang dipahami sebagai hukum
serta apa yang diyakini sebagai sumber kekuatan berlakunya hukum.
Perubahan karakter produk hukum juga terjadi secara tolak-tarik dengan
senantiasa mengikuti konfigurasi politik yang melatar belakanginya. Oleh karena itu,
jika masyarakat mendambakan lahirnya hukum-hukum yang berkarakter responsif, 32
31[31] Denny J.A, Demokrasi Indonesia : Visi dan Praktek, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,
2006. Hlm. 74-75
DEFINISI POLITIK
1. Istilah politik berasal dari bahasa Yunani Polis yang artinya negara (city state) yang terdiri atas
adanya rakyat, wilayah dan pemerintah yang berdaulat. Warga negara disebut poletis, politikos
untuk menyebut kewarganegaraan, politike techne berarti kemahiran publik, dan ars politica
berarti kemahiran tentang soal kenegaraan, sedangkan politike episteme digunakan untuk
menyebut ilmu politik. Menurut Aristoteles (Filsuf Yunani) manusia adalah Zoon Politicon,
yakni makhluk politik, yaitu hidup dalam suatu wilayah tertentu bersama-sama yang lain dengan
saling membantu dibawah suatu pemerintahan yang disetujui bersama.
2. Kata politiek mengandung arti beleid. Kata beleid sendiri dalam bahasa Indonesia berarti
kebijakan (policy). Hugo Heglo dalam Said Zainal Abidin menyatakan bahwa kebijakan sebagai
“suatu tindakan yang bermaksud mencapai tujuan (goal, end) tertentu (a course of action
intended to accomplish some end). Carl Friedrich merinci apa-apa yang pokok dalam suatu
kebijakan yaitu adanya tujuan (goal), sasaran (objectives) dan kehendak (purpose). Thomas R.
Dye mendefinisikan kebijakan sebagai what government do, why the do it, and what difference it
makes. Sedangkan Harold Laswell dan Abraham Kaplan mendefinisikan sebagai a projected
program of goals, values, and practices. Tujuan kebijakan pada prinsipnya adalah melakukan
intervensi. Oleh karena itu, implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan (action)
intervensi itu sendiri.
3. Istilah politik seringkali diabsorbsi dalam berbagai istilah seperti politics, polity dan policy.
Politics adalah kehidupan politik “political life” yang menggambarkan kekuatan-kekuatan politik
yang ada dan bagaimana perhubungannya serta bagaimana pengaruh mereka di dalam
perumusan dokumen-dokumen kebijaksanaan politik. Polity adalah sistem ketatanegaraan
termasuk sistem pemerintahan negara sedangkan policy ditafsirkan menjadi kebijakan.
4. Politik adalah seni mengatur dan mengurus negara dan ilmu kenegaraan. Kegiatan politik
adalah suatu kegiatan yang sarat dengan aktivitas politik.
5. Menurut Yuwono Sudarsono, politik adalah proses hidup yang serba hadir dalam setiap
lingkungan sosial budaya.
6. Berbicara mengenai politik demikian lazimnya anggapan orang adalah berbicara mengenai
naluri kekuasaan yang dibenarkan secara sosial. Dalam negara yang menganut paham demokrasi
dan kedaulatan rakyat, kekuasaan adalah bersumber dari rakyat dan diberikan kepada
sekelompok orang untuk menjalankan pemerintahan.Pemahaman politik dapat dilakukan melalui
sistem politik yang dianut oleh suatu negara. Menurut Almon, politik memiliki berbagai macam
fungsi yang meliputi:
1. Fungsi input (dilakukan infrastruktur politik) yang mencakup:
Sosialisasi dan rekrutmen politik.
Agregasi kepentingan.
Artikulasi kepentingan.
Komunikasi politik.
2. Fungsi output mencakup:
Rule making (pembuatan peraturan).
Rule application (pelaksanan peraturan).
Rule adjudication (peradilan).
Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan
di masyarakat.
7. Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara
lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya Dalila negara. Pengertian ini merupakan
upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang
dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara
konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut
pandang berbeda, yaitu antara lain:
a. politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori
klasik Aristoteles)
b. politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
c. politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan di masyarakat
d. politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dari berbagai definisi politik tersebut maka dapat ditarik beberapa unsur-unsur dari politik yakni:
• suatu tindakan, usaha, proses atau kegiatan
• untuk mencapai tujuan (goal, end) tertentu (a course of action intended to accomplish some
end), (goal), sasaran (objectives), values, practices dan kehendak (purpose).
• mengatur dan mengurus negara dan ilmu kenegaraan
• diwujudkan dalam pembuatan keputusan
Ada begitu banyak definisi tentang politik yang diuraikan oleh para praktisi politik, namun dari
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa politik suatu tindakan, usaha, proses atau kegiatan
untuk mencapai tujuan (goal, end) tertentu (a course of action intended to accomplish some end),
(goal), sasaran (objectives), values, practices dan kehendak (purpose) dalam rangka mengatur
dan mengurus negara dan ilmu kenegaraanyang lazimnya diwujudkan dalam pembuatan
keputusan untuk menciptakan pembangunan di segala bidang demi kepentingan masyarakat.
DEFINISI HUKUM
1. Aristoteles, laws are something different from what regulates and expresses the form of the
constitution, it is their function to direct the conduct of the magistrate in the execution of his
office and the punishment of offenders (hukum adalah sesuatu yang berbeda ketimbang sekadar
mengatur dan mengekspresikan bentuk dari konstitusi; hukum berfungsi untuk mengatur tingkah
laku para hakim dan putusannya di pengadilan dan untuk menjatuhkan hukuman terhadap
pelanggar.)
2. Thomas Aquinas, law is a rule and measuresof acts. Whereby man is induced to act or is
restained from acting; for lex (law) is derived from ligare (to bind), because it binds one to act...
law is nothing else than a rational ordering of things which concern the common good,
promulgated by whoever is charged with the care of the community (hukum adalah suatu aturan
atau ukuran dari tindakan-tindakan, dalam hal mana manusia dirangsang untuk bertindak (sesuai
aturan atau ukuran itu), atau dikekang untuk tidak bertindak (yang tidak sesuai dengan aturan
atau ukuran itu). Sebagaimana diketahui, perkataan lex (law, hukum), adalah berasal dari kata
ligare (mengikat), sebab ia mengikat seseorang untuk bertindak (menurut aturan atau ukuran
tertentu). Hukum tidak lain merupakan perintah rasional tentang sesuatu, yang memerhatikan
hal-hal umum yang baik, disebarluaskan melalui perintah yang diperhatikan oleh masyarakat.
3. Thomas Hobbes, The civil laws are the command of him who is endued with supreme power
in the city concerning the future actions of his subjects. (civil law adalah perintah-perintah
hukum yang didukung oleh kekuasaan tertinggi di negara itu, mengenai tindakan-tindakan di
masa datang yang akan dilakukan oleh subjeknya).
4. John Locke, the laws that men generally refer their actions to, to judge of their rectitude or
obliquity, seem to me to be these three:
a. The divine laws
b. Civil law
c. The law of opinion or reputation
By the relation they hear to the first of these, men judge whether their actions are sins or duties;
by second, whether they be criminal or innocent; and by the third, whether they virtues or vices.
(hukum adalah sesuatu yang ditentukan oleh warga masyarakat pada umumnya, tentang
tindakan-tindakan mereka, untuk menilai/ mengadili, mana yang merupakan perbuatan yang
jujur dan mana yang merupakan perbuatan yang curang. Dalam pandangan saya (Locke), hukum
itu terdiri dari tiga jenis:
a. Hukum agama
b. Hukum negara
c. Hukum opini atau reputasi
Hukum agama menilai, mana tindakan yang berdosa dan mana tindakan yang wajib dilakukan.
Hukum negara menilai mana tindakan kriminal dan mana tindakan yang bukan tindakan
kriminal. Hukum opini atau reputasi menilai mana tindakan yang luhur dan mana tindakan yang
buruk (secara kesusilaan).
5. Hooker, a law is properly that which in reason in some sort defineth to be good that it must be
done.
6. Hugo Grotius, law is a rule of moral action obliging to that which is right (hukum adalah suatu
aturan tindakan moral yang sesuai dengan apa yang benar).
7. Marcus Tullius Cicero, law is the highest reason implanted in nature, which prescribes those
things which ought to be done, and forbids the contrary (hukum adalah alasan tertinggi yang
ditanamkan di alam, yang memerintahkan apa yang seharusnya dilakukan dan melarang apa
kebalikannya).
8. Demosthenes, every law is an invention and gift of the Gods (setiap hukum adalah suatu
ciptaan dan hadiah Tuhan).
9. Amos, a command proceeding from the supreme political authority of a state and addressed to
the person who are the subjects of that authority (suatu perintah yang dikeluarkan oleh penguasa
politik tertinggi dari suatu negara, dan ditujukan terhadap personal yang menjadi subjek
kekuasaannya).
10. Garies, law in the objective sense of the term is a peaceable ordering of the external relations
of men and their relations to each other (hukum secara objektif adalah suatu tata damai dari
hubungan eksternal manusia, dalam hubungan mereka satu sama lain).
11. William Blackstone, law is rule of action prescribed or dictated by some superior which
some inferior is bound to obey (hukum adalah suatu aturan tindakan-tindakan yang ditentukan
oleh orang-orang yang berkuasa, bagi orang-orang yang dikuasai, untuk ditaati).
12. Wortley, law is the collective term for the rules of conduct for men living in a legal order. An
effective system of law is one where the rules are likely to be followed (hukum adalah istilah
kolektif bagi aturan-aturan tingkah laku manusia yang berbeda di dalam suatu tertib hukum. Dan
suatu sistem hukum yang efektif adalah jika aturan-aturannya ditaati).
13. Goodhart, those rules of conduct on which the existence of society is based and violation of
which tends to invalidate its existence (hukum adalah aturan-aturan tingkah laku dimana
diatasnyalah eksistensi masyarakat itu didasarkan dan pemerkosaan atau pelanggaran terhadap
aturan-aturan tingkah laku itu, pada dasarnya menghapuskan eksistensi itu).
14. Hans Kelsen, law is a coercive order of human behaviour , it is the primary norm which
stipulates the sanction (hukum adalah suatu perintah memaksa terhadap perilaku manusia.
Hukum adalah norma primer yang menetapkan sanksi-sanksi).
15. Shebanov, law is the legislative instrument of a higher agency of state power, adopted in a
prescribed manner and possessing a highest legal force in relation to instrument of state agencies
and social organizations (hukum adalah alat legislatif, yaitu alat kekuasaan tertinggi dari negara
yang digunakan di dalam suatu cara yang menentukan dan memiliki kekuasaan yang tinggi di
bidang hukum, dalam hubungannya dengan alat-alat pejabat negara lainnya dan organisasi
sosial).
16. P. Borst menyatakan bahwa hukum adalah aturan atau norma yaitu petunjuk atau pedoman
hidup yang wajib ditaati oleh manusia.
17. Ronald. M. Dworkin, the law of community directly or indirectly for the purpose of
determining which behavior will be punished or enforced by the public power, these special rules
can be identified and distinguished by specific criteria, by test having to do not with their content
but with their pedigree or the manner in which they were adopted or develop (hukum dari suatu
masyarakat adalah seperangkat aturan-aturan khusus yang digunakan oleh masyarakat tersebut,
baik langsung ataupun tidak langsung untuk tujuan-tujuan yang menentukan perilaku mana yang
dapat dihukum atau perilaku mana yang dapat diidentifikasi dan dibedakan dengan
menggunakan kriteria yang spesifik, dengan tidak menguji pada isinya, melainkan pada asal usul
atau dengan cara apa ia dipakai atau dikembangkan).
18. Roscoe Pound, law in the sense of the legal order has for its subject relation of individual
human beings with each other and the conduct of individuals so far as they affect others affect
the social or economic order. Law in the sense of the body of authoritative grounds of judicial
decision and administrative action has for its subject matter the expectation or claims or wants
held orasserted by individual human beings or groups of human beings which affect their
relations or determine their conduct (hukum adalah makna sebagai tertib hukum, yang
mempunyai subjek, hubungan individual antar manusia satu sama lain dan perilaku individual
yang memengaruhi individu lain atau memengaruhi tata sosial atau tata ekonomi. Sedangan
hukum dalam makna kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan
tindakan administratif, mempunyai subjek berupa harapan-harapan atau tuntutan-tuntutan oleh
manusia sebagai individu ataupun kelompok-kelompok manusia yang memengaruhi hubungan
mereka atau menentukan perilaku mereka.
19. Philippe Nonet, law is not what lawyers regard as binding or obligatory precepts, but rather,
for example, the observable dispositions of judges, policemen, prosecutors or administrative
officials (hukum bukan apa yang oleh pengacara dianggap sebagai konsep-konsep yang
mengikat, tetapi hukum lebih merupakan disposisi-disposisi yang dapat diamati tentang para
hakim, para polisi, para penuntut umum dan pejabat administrasi.
20. Rudolf von Jhering, law is the sum of the conditions of social life in the widest sense of the
term, as secured by the power of the states through the means of external compulsion (hukum
adalah sejumlah kondisi kehidupan sosial dalam makna luas, yang dijamin oleh kekuasaan
negara, melalui cara paksaan yang bersifat eksternal).
Dari berbagai definisi hukum tersebut maka dapat ditarik beberapa unsur-unsur dari hukum
yakni:
• seperangkat aturan-aturan khusus
• petunjuk atau pedoman hidup
• dijamin oleh kekuasaan negara
• yang mempunyai subjek
• memaksa
• mengikat seseorang untuk bertindak
• menetapkan sanksi-sanksi
• berfungsi untuk mengatur tingkah laku masyarakat dan penegak hukum
Dengan demikian yang dimaksud dengan hukum adalah seperangkat aturan-aturan khusus yang
mendapat legitimasi dari negara sehingga menjadi petunjuk atau pedoman hidup yang memiliki
subjek, memaksa serta mengikat untuk mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat dan
penegak hukum yang atas pelanggarannya dikenakan sanksi.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (JudicialPrudence)
Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Budi Hardiman, 1993, Menuju Masyarakat Komunikatif, Kanisius, Yogyakarta.
C.F.G. Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni,
Bandung.
Dani Krisnawati, dkk., 2006, Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Pena Pundi Aksara, Jakarta.
Dye, Thomas R., 1995, Understanding Public Policy, Prentice Hall, New Jersey.
Endang Zaelani Sukaya, 2002, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi,
Paradigma, Yogyakarta.
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, 2008, Dasar-dasar Politik Hukum, RajaGrafindo Persada,
Jakarta.
Lasswel, Harold dan Abraham Kaplan, 1970, Power And Society, New Heaven: Yale University
Press.
Leo Agustino, 2006, Dasar-dasar Kebijakan Publik, Alfabeta, Bandung.
M. Solly Lubis, 2007, Kebijakan Publik, Mandar Maju, Bandung.
Marbun, 2002, Kamus Politik, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Morgenthau, Hans J., 1992. Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta.
Padmo Wahjono, 1986, Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum Cet. II, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Said Zainal Abidin, 2004, Kebijakan Publik, Yayasan Pancur Sawah, Jakarta.
Satjipto Rahardjo, 1991, Ilmu Hukum, Cet. III, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Soedarto, 1983, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat Kajian Terhadap Hukum Pidana,
Sinar baru, Bandung.
_________, 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung.
JURNAL
Jurnal Prisma Nomor 6 Tahun II Desember 1973, hal. 4.
Mengurai Jurang Perbedaan Hukum dan Politik
Abstrak
33[*] Penulis adalah alumnus Fakultas Hukum dan Pasca Sarjana program studi Ilmu Hukum Universitas
Sam Ratulangi Manado, Serta sebagai Fungsionaris KOHATI PB HMI Periode 2013-2015
Antara hukum dan politik terdapat hubungan erat satu sama lain sebagai disiplin ilmu yang
saling isi mengisi. Meskipun terdapat hubungan erat, Keduanyapun memiliki karakteristik
berbeda bahkan satu dan lainnya saling mengklaim memiliki kelebihan atau keunggulan.
Pendekatan hukum lebih kaku dibandingkan pendekatan politik yang dalam hukum dikenal
politik hukum, dalam politik dinamakan sebagai kebijakan. Dari segi proses dan hasil yang akan
dicapai jelas sekali jurang perbedaan antara hukum dan politik.
Abstract
Between law and politics there is a close relationship with each other as a scientific disicipline
each content filling. Despite the close relationship, both have different characteristics from each
other even each claim hasits advantages or superiority. Law approach is more rigid than the
political approach in politics known legal law, in polotics as a policy called. In terms of process
and outcomes to be achieved abvious gap between law and politics.
A. Pendahuluan
Dalam Ilmu Hukum salah satu bagiannya yang penting ialah Politik Hukum (Politics of
Law, bahasa Inggris, Rechtspolitiek, bahasa Belanda). Adanya unsur ‘Politik’ pada Politik
Hukum manakala disebut politik hukum agraria di Indonesia, atau politik hukum perbankan di
Indonesia, maka yang dimaksud ialah antara lainnya proses-proses politik yang terjelma melalui
instrumen hukum agraria atau perbankan.
Pendekatan dalam Politik Hukum tetap berpijak dari hukum, namun unsur politiknya juga
turut mempengaruhi pendekatan tersebut karena rangkaian proses untuk mencapai tujuannya
terkait erat dengan infrastruktur maupun suprastruktur politik yang berlaku dalam suatu negara.
Dalam Ilmu Politik, salah satu bagiannya yang penting ialah Kebijakan (Publik, oleh
karena sasaran atau tujuan yang hendak dicapai ialah kepentingan publik (kepentingan umum).
Meskipun unsur Politik sangat dominan, akan tetapi unsur Hukum terdapat dan terkait erat di
dalamnya. Manakala dinamakan Kebijakan jaminan sosial kesehatan di Indonesia, atau
Kebijakan pelayanan publik, maka kebijakan yang dimaksudkan di sini ialah antara lainnya
mengandung arti sebagai proses, perumusan, analisis dan penentuan keputusan yang diambil
melalui proses politik terhadap kebijakan jaminan sosial kesehatan atau kebijakan pelayanan
publik.
Baik Politik Hukum yang menginduk pada Ilmu Hukum maupun Kebijakan yang
menginduk pada Politik terdapat persamaannya. Disiplin Ilmu Hukum maupun disiplin Ilmu
Politik saling berkaitan erat satu sama lainnya sebagai disiplin keilmuan yang tentunya
membutuhkan ilmu-ilmu bantu (hulpwetenschapi). Jika dalam Ilmu Hukum, Politik Hukum
dapat disebut sebagai ilmu bantu, hal itu dipahami oleh karena sangat luasnya bagian-bagian
dalam Ilmu Hukum sehingga berkembang dan dibutuhkan bagian-bagian atau cabang-cabangnya
seperti Hukum Perdata yang beranak-pinak menjadi antara lainnya Hukum Perjanjian, Hukum
Perlindungan Anak, Hukum Jaminan, Hukum Perbankan, dan lain sebagainya.
Dalam Ilmu Politik berkembang bagian-bagian atau cabang-cabangnya antara lain Sistem
Politik Indonesia, Manajemen Pemerintahan Daerah, Kebijakan pelayanan publik, dan lain
sebagainya. Pendekatan Ilmu Politik dianggap lebih luwes dibandingkan dengan pendekatan
Ilmu Hukum, termasuk pendekatan pada bagian-bagian atau cabang-cabangnya tersebut di atas.
Hukum, apalagi Hukum Positif walaupun umumnya mengandung sistem terbuka (open system),
tetapi ada bagian-bagiannya yang merupakan sistem tertutup. Sementara pendekatan Ilmu Politik
lebih lentur dan sedikit banyak ditentukan oleh proses-proses komunikasi politik yang juga
ditentukan dari apakah sistem politik negara itu demakoratis atau totaliter.
B. Pembahasan
1. Peristilahan dan Pengertian Politik Hukum
Bahwa Politik Hukum menginduk pada Hukum, yang dari peristilahannya, Politik
Hukum terdiri dari dua kata yakni “Politik” (Politics), dan “Hukum” (Law), sehingga disebut
sebagai Politik Hukum (Politics of Law).
Kedua kata tersebut, yakni “Politik” dan “Hukum”, diartikan oleh Henry Campbell Black,
bahwa “Politics” sebagai “The science of government; the art or practice of administering public
affairs”. Sedangkan arti Hukum (Law0, dirumuskan oleh Henry Campbell Black, sebagai “That
which is laid down, ordained, or established. A rule or method according to which phenomena
or actions co-exist or follow each other. Law, in its generic sense, is a body of rules of action or
conduct prescribed by controlling authority, and having binding legal force”.
Politik, ditinjau dari upaya untuk mencapai tujuan, menurut Miriam Budiardjo, untuk
mencapai tujuan-tujuannya perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang
menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation0 dari sumber-
sumber (resources) yang ada. Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki
kekuasaan (power0 dan kewenangan (authority0 yang akan dipakai baik untuk membina
kerjasama maupun untuk menyelesaiakan konflik yang mungkin timbul dalam proses politik.
Politik Hukum ditemukan beberapa pengertiannya menurut para pakar, E. Utrecht (dalam
Abdurrahman), merumuskan, politik hukum berusaha membuat kaidah-kaidah yang akan
menentukan bagaimana seharusnya manusia bertindak. Politik hukum menyelidiki perubahan-
perubahan apa yang harus diadakan dalam hukum yang sekarang berlaku supaya menjadi sesuai
dengan kenyataan sosial. Politik hukum membuat sesuatu ius constituendum dan berusaha ius
constituendum pada kemudian hari berlaku sebagai ius constitutum.
Menurut Moh. Mahfud MD, politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah
dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah Indonesia yang meliputi : Pertama, pembangunan
hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi hukum agar dapat
sesuai dengan kebutuhan; Kedua, pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk
penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum. Politik hukum mencakup proses
pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan
dibangun dan ditegakkan.
Rumusan menurut Teuku Mohammad Radhie dan Abdul Hakim Garuda Nusantara
(dalam A.S.S. Tambunan) ialah, menurut Teuku Mohammad Radhie, politik hukum adalah
pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya dan ke arah
mana hukum hendak dikembangkan. Sedangkan Abdul Hakim Garuda Nusantara menyamakan
politik hukum dengan politik pembangunan hukum. Bintan Regen Saragih merumuskan, politik
hukum adalah kebijakan yang diambil (ditempuh) oleh negara (melalui lembaganya atau
pejabatnya untuk menetapkan hukum mana yang perlu diganti, atau yang perlu dirubah, atau
hukum mana yang perlu dipertahankan, atau hukum mengenai apa yang perlu diatur atau
dikeluarkan agar dengan kebijakan itu penyelenggaraan negara dan pemerintahan dapat
berlangsung dengan baik dan tertib sehingga tujuan negara (seperti mesejahterakan rakyat )
secara bertahap dan terencana dapat terwujud. Berdasarkan beberapa pengertian tentang Politik
Hukum di atas, dapat disimpulkan bahwa Politik Hukum adalah :
a. Merupakan proses politik dalam melakukan perubahan terhadap hukum ;
b. Politik Hukum adalah pembangunan hukum ;
c. Politik Hukum adalah pernyataan kehendak penguasa negara tentang hukum; dan
d. Politik Hukum adalah kebijakan hukum melalui lembaga atau pejabat yang berwenang tentang
hukum.
Satjipto Rahardjo: Politik Hukum adalah aktivitas untuk menentukan suatu pilihan
mengenai tujuan dan cara – cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum
dalam masyarakat.
Padmo Wahjono disetir oleh Kotam Y. Stefanus: Politik Hukum adalah kebijaksanaan
penyelenggara Negara tentang apa yang dijadikan criteria untuk menghukumkan
sesuatu ( menjadikan sesuatu sebagai Hukum ). Kebijaksanaan tersebut dapat
berkaitan dengan pembentukan hukum dan penerapannya.
Moh. Mahfud MD.: Politik Hukum ( dikaitkan di Indonesia ) adalah sebagai berikut :
a) Bahwa definisi atau pengertian hukum juga bervariasi namun dengan meyakini adanya
persamaan substansif antara berbagai pengertian yang ada atau tidak sesuai dengan
kebutuhan penciptaan hukum yang diperlukan.
b) Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada , termasuk penegasan Bellefroid dalam
bukunya Inleinding Tot de Fechts Weten Schap in Nederland Mengutarakan posisi
politik hukum dalam pohon ilmu hukum sebagai ilmu.Hukum adalah sistem yang
terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. dari bentuk
penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam
berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar
masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang
berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan
kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan
memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.
Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah,
sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam
kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf
Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada
dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela."
Bidang hukum
Hukum dapat dibagi dalam berbagai bidang, antara lain hukum perdata, hukum publik,
hukum pidana, hukum acara, hukum tata negara, hukum internasional, hukum adat,
hukum islam, hukum agrarian
Hukum perdata
Salah satu bidang hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara individu-
individu dalam masyarakat dengan saluran tertentu. Hukum perdata disebut juga
hukum privat atau hukum sipil. Salah satu contoh hukum perdata dalam masyarakat
adalah jual beli rumah atau kendaraan .
Hukum publik
Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum dengan
orang lain.atau Hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan masyarakat.
Hukum publik adalah hukum yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan tentang
masyarakat dan menjadi hukum perlindungan publik.
Hukum pidana
Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan
berakibat diterapkannya hukuman bagi barang siapa yang melakukannya dan
memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana.
Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-
Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan sebagainya Dalam hukum pidana dikenal,
2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran, kejahatan ialah perbuatan yang
tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai
moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri, membunuh,
berzina, memperkosa dan sebagainya. sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang
hanya dilarang oleh undang-undang, seperti tidak pakai helem, tidak menggunakan
sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya.
Hukum acara
Untuk tegaknya hukum materiil diperlukan hukum acara atau sering juga disebut
hukum formil. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara agar
hukum (materiil) itu terwujud atau dapat diterapkan/dilaksanakan kepada subyek yang
memenuhi perbuatannya . Tanpa hukum acara maka tidak ada manfaat hukum materiil.
Untuk menegakkan ketentuan hukum pidana diperlukan hukum acara pidana, untuk
hukum perdata maka ada hukum acara perdata. Hukum acara ini harus dikuasai para
praktisi hukum, polisi, jaksa, pengacara, hakim. tegaknya supremasi hukum itu harus
dimulai dari penegak hukum itu sendiri. yang paling utama itu adalah bermula dari
pejabat yang paling tingi yaitu mahkamah agung ( [MA] )harus benar-benar
melaksanakan hukum materil itu dengan tegas. baru akan terlaksana hukum yang
sebenarnya dikalangan bawahannya.
Hukum internasional
Hukum yang mengatur tentang hubungan hukum antar negara satu dengan negara
lain secara internasional Universa, yang mengandung dua pengertian dalam arti sempit
dan luas.
1. Dalam arti sempit meliputi : Hukum publik internasional
2. Dalam arti luas meliputi : Hukum publik internasional dan hukum perdata
internasional
Sistem hukum
Ada berbagai jenis sistem hukum yang berbeda yang dianut oleh negara-negara di
dunia pada saat ini, antara lain sistem hukum Eropa Kontinental, sistem hukum Anglo-
Saxon, sistem hukum adat, sistem hukum agama.
Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada
masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan
zaman.Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim,
dalam memutus perkara.
Filsafat hukum
Filsafat hukum adalah cabang filsafat yang membicarakan apa hakekat hukum itu, apa
tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum.
Disamping menjawab pertanyaan masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat
hukum juga membahas soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan
moral (etika) dan masalah keabsahan berbagai macam lembaga hukum. filsafat adalah
merupakan suatu renungan yang mendalam terhadap suatu objek untuk menemukan
hakekat yang sebenarnya, bukan untuk mencari perpecahan dari suatu cabang ilmu,
sehingga muncul cabang ilmu baru yang mempersulit kita dalam mencari suatu
kebenaran dikarenakan suatu pertentangan sudut pandang.
Sosiologi hukum
Sosiologi hukum adalah merupakan suatu disiplin ilmu dalam ilmu hukum yang baru
mulai dikenal pada tahun 60-an. Kehadiran disiplin ilmu sosiologi hukum di Indonesia
memberikan suatu pemahaman baru bagi masyarakat mengenai hukum yang selama
ini hanya dilihat sebagai suatu sistem perundang-undangan atau yang biasanya disebut
sebagai pemahaman hukum secara normatif. Lain halnya dengan pemahaman hukum
secara normatif, sosiologi hukum adalah mengamati dan mencatat hukum dalam
kenyataan kehidupan sehari-hari dan kemudian berusaha untuk menjelaskannya.
Sosiologi Hukum sebagai ilmu terapan menjadikan Sosiologi sebagai subyek seperti
fungsi sosiologi dalam penerapan hukum, pembangunan hukum, pembaharuan hukum,
perubahan masyarakat dan perubahan hukum,dampak dan efektivitas hukum.
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang
antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.[1]
Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda
mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun
nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
· politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan
bersama (teori klasik Aristoteles)· Politik adalah hal yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan dan negara politik merupakan kegiatan yang diarahkan
untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat politik adalah
segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain:
kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses
politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai
politik.
Teori politik merupakan kajian mengenai konsep penentuan tujuan politik, bagaimana
mencapai tujuan tersebut serta segala konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik
antara lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem politik, negara, masyarakat,
kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan
politik, perbandingan politik, dsb.
Terdapat banyak sekali sistem politik yang dikembangkan oleh negara negara di dunia
antara lain: anarkisme,autoritarian, demokrasi, diktatorisme, fasisme, federalisme,
feminisme, fundamentalisme keagamaan, globalisme, imperialisme, kapitalisme,
komunisme, liberalisme, libertarianisme, marxisme, meritokrasi, monarki, nasionalisme,
rasisme, sosialisme, theokrasi, totaliterisme, oligarki dsb.
Lembaga politik
Secara awam berarti suatu organisasi, tetapi lembaga bisa juga merupakan suatu
kebiasaan atau perilaku yang terpola. Perkawinan adalah lembaga sosial, baik yang
diakui oleh negara lewat KUA atau Catatan Sipil di Indonesia maupun yang diakui oleh
masyarakat saja tanpa pengakuan negara. Dalam konteks ini suatu organisasi juga
adalah suatu perilaku yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang-orang
tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan bersama, organisasi
bisa formal maupun informal. Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola dalam
bidang politik.
Pemilihan pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki jabatan
tertentu dan kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam
suatu bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga
pemilihan umumnya (atau sekarang KPU-nya) melainkan seluruh perilaku yang terpola
dalam kita mencari dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin ataupun wakil
kita untuk duduk di parlemen.
Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi
seperti indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan
perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan
sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah merobah
lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan pasti
bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan politik dan
yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan mencerminkan
keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.
Hubungan Internasional
Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional adalah hubungan antar negara, namun
dalam perkembangan konsep ini bergeser untuk mencakup semua interaksi yang
berlangsung lintas batas negara. Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional
diperankan hanya oleh para diplomat (dan mata-mata) selain tentara dalam medan
peperangan. Sedangkan dalam konsep baru hubungan internasional, berbagai
organisasi internasional, perusahaan, organisasi nirlaba, bahkan perorangan bisa
menjadi aktor yang berperan penting dalam politik internasional.
Untuk mengatasi berbagai konflik bersenjata yang kerap meletus dengan cepat di
berbagai belahan dunia misalnya, saat ini sudah ada usulan untuk membuat pasukan
perdamaian dunia (peace keeping force) yang bersifat tetap dan berada di bawah
komando PBB. Hal ini diharapkan bisa mempercepat reaksi PBB dalam mengatasi
berbagai konflik bersenjata. Saat misalnya PBB telah memiliki semacam polisi tetap
yang setiap saat bisa dikerahkan oleh Sekertaris Jendral PBB untuk beroperasi di
daerah operasi PBB. Polisi PBB ini yang menjadi Civpol (Civilian Police/polisi sipil)
pertama saat Timor Timur lepas dari Republik Indonesia.
Hubungan internasional telah bergeser jauh dari dunia eksklusif para diplomat dengan
segala protokol dan keteraturannya, ke arah kerumitan dengan kemungkinan setiap
orang bisa menjadi aktor dan mempengaruhi jalannya politik baik di tingkat global
maupun lokal. Pada sisi lain juga terlihat kemungkinan munculnya pemerintahan dunia
dalam bentuk PBB, yang mengarahkan pada keteraturan suatu negara (konfederasi?).
Sumber
http://definisi-pengertian.blogspot.com/
http://id.wikipedia.org/
Read more: http://gioakram13.blogspot.com/2013/05/definisi-hukum-dan-politik-
hukum.html#ixzz4KfaDfsjQ
Dari pengertian positif seperti yang dikemukakan Logemen, maka secara umum dapat dikatakan
bahwa politik hukum adalah “kebijakan” yang diambil (ditempuh) oleh negara (melalui
Lembaganya atau pejabatnya) untuk menetapkan hukum yang mana yang perlu diganti, atau
yang perlu dirubah, atau hukum yang mana yang perlu dipertahankan, atau mengenai hukum apa
yang perlu diaturatau dikeluarkan agar dengan kebijakan itu penyelenggara negara dan
pemerintahan dapat berlangsung dengan baik dan tertib sehingga tujuan negara (seperti
mensejahterakan rakyat) secara bertahap dan terencana dapat terwujud .
Politik hukum (rechts politiek) menurut Mochtar Kusumaamadja adalah kebijakan hukum dan
perundang-undangan.
Secara nasional pengertian politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah dilaksanakan
secara nasional oleh pemerintah Indonesia yang meliputi: pertama, pembangunan hukum yang
berintikan pembuatan dan pembaharuan terhadap meteri-meteri hukum agar dapat sesuai dengan
kebutuhan; kedua. Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi
lembaga dan pembinaan para penegak hukum . Dari pengertian tersebut terlihat politik hukum
mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan kearah
mana hukum akan dibangun dan ditegakkan .
Menurut Prof. Dr Muchsan, SH , politik hukum dapat didefenisikan sebagai suatu disiplin ilmu
hukum yang membahas perbuatan aparat yang berwenang dengan memilih alternatif-alternatif
yang tersedia dalam membuat produk hukum untuk mewujudkan tujuan negara.
Dari berbagai uraian mengenai pengertian politik hukum diatas, dapat diambil hal yang bersifat
substansi atau unsur- unsur yang terkandung di dalamnya yaitu:
1. Adanya produk hukum yang ditentukan;
2. Adanya pihak atau organisasi yang berwenang;
3. Adanya ketentuan atau asas tertentu; dan
4. Untuk mencapai tujuan negara.
Produk hukum yang dimaksud dalam politik hukum adalah hukum positif (ius constitutum) yang
dibuat dengan memperhatikan gejala-gejala sosial lainnya khususnya gejala politik yang
mempengaruhinya. Produk hukum tersebut dibuat oleh lembaga atau pejabat-pejabat
administrasi negara yang oleh peraturan perundang-undangan atau oleh mandat dan atau delegasi
dari penguasa yang berhak mengeluarkan produk hukum tersebut. Selanjutnya agar kebijakan
(politik) penguasa dalam melahirkan suatu keputusan (beschekking) atau peraturan (regeling)
yang merupakan bentuk riil hukum positif haruslah diuji dan diselaraskn dengan asas-asas
hukum seperti asas untuk kepentingan umum agar nantinya dinyatakan absah dan bermanfaat
tanpa melanggar hak-hak asasi rakyat.
Dari semuanya itu, hakikatnya dalam politik hukum hanyalah mengenai kebijakan penguasa
dalam pembaharuan hukum positif yang mengarah pada tujuan negara agar dapat tercapai karena
tujuan dari negara di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 alinea IV mengandung suatu cita-cita luhur bangsa Indonesia dalam mewujudkan
perlindungan, kesejahteraan, pencerdasan dan kedamaian rakyat Indonesia.