Anda di halaman 1dari 57

TI M DOSEN:

PROF. DR. A. PANGERANG MOENTA


Politik Hukum
SAP Politik Hukum
1. Pengertian dan cakupan PH
2. Hub Politik dan Hukum
3. PH Di Negara Berkembang
4. Letak PH: Ilmu Hukum atau Ilmu Politik?
5. Konfigurasi Politik dan Produk Hukum
6. Konfigurasi Politik dan produk Hukum pada demokrasi
liberal
7. Konfigurasi Politik dan produk Hukum pada demokrasi
terpimpin
8. Konfigurasi Politik dan produk Hukum pada era Orde
Baru



9. Mid-Test
10. Konfigurasi Politik dan produk Hukum pada era
Reformasi
11. Konfigurasi politik dan produk hukum pemilu, pemda,
dan agraria.
12. Demokratisasi dan Judicial Review
13. Menuju produk hukum Responsif
14. Politik Hukum Pasca Pemilu 1999
15. Masalah2 politik hukum kontemporer dan solusinya
16. Final test


Rujukan Buku
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia,
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012.
____________, Pergulatan Hukum dan Politik Di
Indonesia, Gama Media, Jogjakarta, 1999.
Bintan Regen Saragih, Politik Hukum, CV Utomo,
Bandung, 2006.
C.F.G.Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju satu
sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991.
M. Hamdan, Politik Hukum Pidana, RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 1997.
David Kairys (Editor), the Politics of Law, A Progressive
Critique, Panthon Book, New York, 1990.
Dll referensi yg relevan.

Pengertian Politik Hukum
1. Moh Mahfud MD: legal policy atau garis
(kebijaksanaan) resmi tentang hukum yg akan
diberlakukan baik dgn pembuatan hukum baru
maupun dengan penggantian hukum lama, dlm rangka
mencapai tujuan negara.
2. Padmo Wahjono: kebijakan dasar yg menentukan
arah, bentuk, maupun isi hukum yg akan dibentuk
(1986). Dlm tulisan lain, kebijakan penyelenggara
negara ttg apa yg dijadikan kriteria utk
menghukumkan sesuatu yg di dlmnya mencakup
pembentukan, penerapan, dan penegakan hukum
(1991).
3. Teuku Mohammad Radhie: suatu pernyataan kehendak
penguasa negara mengenai hukum yg berlaku di wilayahnya
dan mengenai arah perkembangan hukum yg dibangun.
4. Satjipto Rahardjo: aktivitas memilih dan cara yg hendak
dipakai utk mencapai suatu tujuan sosial dgn hukum tertentu di
dlm masyarakat yg cakupannya meliputi jawaban atas bbrp
pertanyaan mendasar, yaitu 1) tujuan apa yg hendak dicapai
melalui sistem yg ada, 2) cara-cara apa dan yg mana yg dirasa
paling baik utk dipakai dlm mencapai tujuan tsb, 3) kapan
wktnya dan melalui cara bagaimana hukum itu perlu diubah, 4)
dptkah suatu pola yg baku dan mapan dirumuskan utk
membantu dlm memutuskan proses pemilihan tujuan serta
cara2 utk mencapai tujuan tsb dgn baik.
5. Soedarto (mantan ketua perancang KUHPidana):
kebijakan negara melalui badan2 negara yg
berwenang utk menetapkan peraturan2 yg
dikehendaki yg diperkirakan akan dipergunakan utk
mengekspresikan apa yg terkandung dlm masyarakat
dan utk mencapai apa yg dicita-citakan (1979). Dlm
tulisan lain, upaya utk mewujudkan peraturan2 yg
baik sesuai dgn keadaan dan situasi pada suatu wkt
(1986).
6. Utrecht, : PH berusaha membuat kaidah2 yg akan
menentukan bgmn seharusnya manusia bertindak. PH
menyelidiki perubahan2 apa yg hrs diadakan dlm
hukum yg skrg berlaku spy sesuai dgn kenyataan
sosial. Boleh dikatakan, PH meneruskan
perkembangan hukum dgn berusaha melenyapkan
sebanyak-banyaknya ketegangan antara positivitas
dan realitas sosial. PH membuat suatu ius
constituendum (hkm yg akan berlaku), dan
berusaha agar ius constituendum itu pada hari
kemudian berlaku sbg ius constitutum (hkm yg
berlaku yg baru).
7. Bintan R. Saragih, PH adalah kebijakan yg diambil
(ditempuh) oleh negara (melalui lembaganya atau
pejbtnya) utk menetapkan hkm yg mana yg perlu
diganti, atau yg perlu dirubah, atau hukum yg mana yg
perlu dipertahankan, atau hkm mengenai apa yg perlu
diatur atau dikeluarkan agar dgn kebijakan itu
penyelenggaraan negara dan pemerintahan dpt
berlangsung dgn baik dan tertib shg tujuan negara (spt
mensejahterakan rakyat) scr bertahap dan terencana
dpt terwujud.
Unsur2 Pengertian PH
Aktivitas memilih kebijaksanaan resmi negara ttg
arah, bentuk dan isi hukum
Sbg ekspresi dari tata nilai dlm masyarakat
Yang akan dibentuk (ius constituendum), diterapkan
dan diberlakukan pada wkt tertentu (ius
constitutum)
Untuk menuju cita hukum yg diharapkan (ius
constituendum) dlm rangka mencapai tujuan negara
scr bertahap dan terencana.
Cakupan Studi Politik Hukum
Studi politik hukum (SPH) mencakup legal policy (sbg
kebjakan resmi negara) ttg hukum yg akan
diberlakukan atau tdk diberlakukan dan hal2 lain yg
terkait dgn itu. Ada perbedaan antara cakupan studi
politik hukum dgn politik hukum (PH) itu sendiri. Yg
pertama kebijakan resmi negara dan hal2 lain yg
terkait dengannya, yg kedua lebih bersifat formal pd
kebijakan resmi negara.
Jadi cakupan SPH lebih besar dibanding dengan
cakupan PH itu sendiri sbb PH menjadi bagian dari
SPH.
Cakupan SPH
Cakupan SPH meliputi paling tidak:
1. Kebijakan negara (garis resmi) ttg hukum yg akan
diberlakukan atau tdk diberlakukan dlm rangka
pencapaian tujuan negara;
2. Latarbelakang politik, ekonomi, sosial, budaya
(poleksusbud) atas lahirnya produk hukum;
3. Penegakan hukum di dlm kenyataan lapangan.
Disertasi Moh Mahfud MD, terfukos pada poin 2 saja.
Apakah Politik Hukum sbg Ilmu?
Politik Hukum memang asalnya terdiri atas dua bidang
ilmu, yaitu ilmu poltik dan ilmu hukum yg masing2
punya ontologis, epistimologis dan aksiologis.
PH juga punya ontologi, epistemologi dan aksiologi sbb:
1. Ontologisnya adalah hukum sbg obyek suatu kebijakan
dari lembaga atau pejabat yg berwenang.
2. Epistimologisnya adalah mempunyai metode dlm
menerapkan kebijakan atau penetapan hukum
3. Aksiologisnya adalah apakah hukum yg ditetapkan itu
bermanfaat kpd masyarakat atau tidak, atau apakah
hukum ditetapkan itu menjauhkannya dari realitas sosial
atau tidak?
Hub Politik dgn Hukum
Sehari hari kita kenal istilah: ilmu politik, politik
praktis dan sistem politik. Ttp dlm kamus ilmu politik
hanya dikenal politik (politics) dan sistem politik
(political system).
Politik menurut Miriam Budiardjo adalah bermacam-
macam kegiatan (seseorg, sekelompok org, lembaga2
politik, hal ini dicontohkan Bintan Saragih) dlm suatu
sistem politik (atau negara) yg menyangkut proses
pembentukan tujuan2 dari sistem itu. Pengambilan
keputusan (decision making) mengenai apakah yg
mengenai tujuan dari sistem politik itu menyangkut
seleksi antara bbrp alternatif dan penyusunan skala
prioritas dari tujuan yg telah dipilih.
Hukum punya definisi tersendiri sbgmn politik,
namun bgt banyak definisi yg tentu tdk mungkin
sempurna shg scr pokok diartikan scr luas yaitu
hukum itu tdk saja merupakan keseluruhan asas-
asas dan kaidah-kaidah yg mengatur kehidupan
manusia dalam masyarakat melainkan meliputi pula
lembaga2 dan proses2 yg mewujudkan berlakunya
kaidah2 itu dlm kenyataan. Dgn lain perkataan,
suatu pendekatan yg normatif semata-mata ttg
hukum tdk cukup apabila hendak melakukan
pembinaan hukum secara menyeluruh. (Mochtar
Kusumaatmadja).
Hukum yang ada (hukum positif) mrpkn putusan politik.
UUD di Indonesia dibuat oleh MPR sbg lembaga politik,
demikian juga aturan pelaksanaan UUD spt UU dibuat
oleh DPR sbg lembaga politik. Hukum yg mengatur
lembaga2 politik tsb adalah Hukum Tata Negara (law in
books, negara dlm keadaan diam) dan Hukum
Administrasi Negara (law in actions, negara dlm keadaan
bergerak). Dan scr lebih spesifik diatur pula dlm
berbagai bidang spt Hukum Pidana, Hukum Perdata,
Hukum Internasional dsb. Dan saat ini berkembang lagi
ke arah yg lebih spesifik lagi spt Hukum Bisnis. Namun
yg paling erat hungannya dgn PH adalah HTN.
Ada dua pendekatan utk melihat hub politik dan hukum:
1. Behavioral approach, yang menelaah segi2 formal dari
struktur politik sbgmn dikehendaki konstitusi. Ia
menelaah bgmn kekuasaan politik diatur dan dibagi,
apa2 fungsi lembaga2 tertentu, apa saja hak dan
kewajiban politik agt2 masyarakat, bgmn peraturan
permainan politik yg sebenarnya harus berlaku.
(pandangan ini berkembang setelah PD II terutama sejak
tahun 1950, salah satu penganutnya adalah Dr. Alfian
sbgmn dikutip tsb di atas)
2. Pendekatan tradisonalis, yg menelaah scr struktural
kelembagaan, kekuasaan atau keyakinan politik. Aliran ini
berkembang sebelum PD II yg berasal dari Eropa Barat,
terutama Belanda. Salah seorg tokohnya adalah J Barents
yg menyatakan bhw ....rangka berdasar hukum, dan ilmu
politik yg memperhatikan daging yg membalutnya....
Dengan kata lain, hukum membahas rangkanya
(tulangnya), sedangkan politik membahas dagingnya.
Ibarat manusia, antara tulang dan daging, tidak bisa
dipisahkan krn mrpkn satu kesatuan, sama halnya antara
politik dan hukum mrpkn suatu hal yg terkait satu sama
lain. Hukum memang produk politik, ttp politik bisa juga
mrpkn produk hukum krn landasan dan prosedurnya
diatur oleh hukum.
Moh Mahfud MD menyatakan bhw hukum adalah produk
politik, ttp dgn asumsi dan konsep tertentu yg lain satu
pandangan ilmiah dpt mengatakan sebaliknya bhw politik
adalah produk hukum. Artinya, secara ilmiah, hukum dpt
determinan atas politik, tetapi sebaliknya dpt pula politik
determinan atas hukum. Jadi dari sudut metodologi,
semuanya benar secara ilmiah menurut asumsi dan
konsepnya sendiri-sendiri.
Mochtar Kusumaatmaja, menyatakan bhw politik dan
hukum itu interdeterminan sebab politik tanpa hukum
itu zalim, sedangkan hukum tanpa politik itu lumpuh.
Pandang Mac Iver
Pandang Mac Iver yg membedakan dua jenis hukum:
1. Hukum yg berada dibawah pengaruh politik;
2. Hukum yg berada di atas politik yaitu Konstitusi.
Semua jenis hukum selain berada di atas Konstitusi,
adalah termasuk jenis hukum yg berada dibawah
pengaruh politik. Menurut Achmad Ali, pandangan
Mac Iver ini realistis ttg hub antara hukum dan politik.
Salah satu contoh yg membuktikan kebenaran
pandangan Mac Iver ini adalah lahirnya UU yg jelas2
mrpkn karya dominan para legislator (politisi).
Letak PH: Ilmu Hukum atau Ilmu Politik?
Sejumlah ahli hukum menempatkan PH sebagai bagian dari
Ilmu Hukum dgn alasan bhw jika ilmu hukum diibaratkan sbg
pohon, maka filsafat sbg akarnya, sedang politik mprkn
pohonnya yg kemudian melahirkan cabang2 berupa berbagai
bidang hukum spt hkm perdata, hkm pidana, HTN, HAN dsb.
Ahli hukum berpendirian spt ini al, Satjipto Raharjo (Ilmu
Hukum, 1982), Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji (Penelitian
Hukum Normatif, 1985), Bambang Poernomo (Pola Dasar Teori
dan Asas Umum Hukum Pidana, 1988), Kusumadi P (Pedoman
Tata Hukum Indonesia, 1957). Scr khusus LJ van Apeldorn
(Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht) scr
implisit tdk menyebut PH dlm klasifikasi Ilmu Hukum, ttp
menurut Bambang Poernomo, Apeldorn scr implisit
menganggap PH bagian seni dan keterampilan pada kegiatan
praktik utk menemukan serta merumuskan kaidah hukum.

Hub kausalitas antara Hukum dan Politik
Jika ada pertanyaan, apakah hukum mempengaruhi politik
ataukah sebaliknya? Thd hal ini ada kemungkinan 3
jawabannya:
1. Hukum determinan atas politik dlm arti bhw kegiatan2
politik diatur oleh dan hrs tunduk pada aturan2 hukum;
2. Politik determinan atas hukum, krn hukum mrpkn hsl atau
kristalisasi dr kehendak2 politik yg saling berinteraksi dan
bahkan saling bersaingan.
3. Politik dan hukum sbg subsistem kemasyarakatan berada
pada posisi yg derajat determinasinya seimbang antara satu
dgn lainnya krn meskipun hukum mrpkn produk keputusan
politik, tetapi begitu hukum ada maka semua kegiatan
politik harus tunduk pada aturan hukum.
Mana yg lebih determinan?
Adanya perbedaan (khususnya) jwbn 1 dan 2, krn adanya
cara pandang para ahli melihat kedua subsistem
kemasyarakatan tsb, mereka punya 2 pandangan:
1. das sollen (keharusan) atau para idealis berpegang
teguh pada pandangan bhw hukum hrs mrpkn
pedoman dlm sgl tingkat hub antaranggota masy
termsk dlm sgl kegiatan politik.
2. das sein (kenyataan) atau para empiris melihat scr
realistis bhw produk hkm sgt dipengaruhi oleh politik,
bukan saja dlm pembuatannya, ttp juga dlm
kenyataan2 empirisnya. Para legislator lebih dekat pd
politik daripada hukum, dlm arti lebih banyak
memproduk hukum ketimbang menjalankan kptsn2
politik (hkm) tsb.
Dlm praktik Orde Baru terlihat msh determinannya politik
thd hukum, bisa kita lihat dlm GBHN 1993, Bab II, E.5:
Terbentuk dan berfungsinya sistem hukum nasional yg
mantap, bersumberkan Pancasila dan UUD 1945, dgn
memerhatikan kemajemukan tata hukum yg berlaku, yg
mampu menjamin kepastian, ketertiban, penegakan, dan
pertimbangan hukum yg mendukung pembangunan
nasional, yg didukung oleh aparatur hukum, sarana, dan
prasarana yg memadai serta masy yg ada dan taat hukum.
Studi PH nasional tdk hanya melihat perspektif formal saja
ttp bgmn latar belakang dan proses keluarnya rumusan2
resmi tsb.
Pandangan ahli thd GBHN
Todung Mulya Lubis thn 1983 melontarkan persoalan
garis politik hukum nasional yg ada dlm GBHN. Menurut
beliau, tidak tegas menyatakan keberpihakannya kpd
pengembangan hukum yg berkeadilan sosial krn
rumusannya menunjukkan bhw pembangunan hukum
hrs menjadi alat legitimasi dan pengamanan thd
pembangunan ekonomi. Orientasi PH semacam ini
hampir ditemukan semua GBHN produk
Orba...menjamin kepastian, ketertiban, penegakan, dan
pertimbangan hukum yg mendukung pembangunan
nasional (ekonomi)... Intisari GBHN hampir semua
rumusannya seperti ini.
Mulyana W Kusumah, menanggapi substansi GBHN
bhw rumusan GBHN terlihat adanya penonjolan
fungsi instrumental hukum sbg sarana kekuasaan
politik dominan yg lebih terasa daripada fungsi2
lainnya. Hal itu terlihat dari pertumbuhan pranata
hukum, nilai, dan prosedur, perundang-undangan
dan birokrasi penegak hukum yg bukan hanya
mencerminkan hukum sbg kondisi2 dari proses
pembangunan melainkan juga menjadi penopang yg
tangguh atas struktur politik, ekonomi, dan sosial.
Arbi Sanit, menyatakan bhw perkembangan hukum
senantiasa dipengaruhi oleh perkembangan peranan
politik massa, kelas menengah, dan elite. Di awal
kemerdekaan, peranan poltik massa mengalami
penurunan scr terus menerus sedangkan politik elit
selalu mengalami perkembangan sejak periode
demokrasi terpimpin. Perkembangan hukum dpt dilihat
dari dua dimensi yg ternyata berkembang tdk sejalan.
Dlm dimensi strukturnya, hukum dpt meningkat scr
terus menerus, terbukti dari tingkat keberhasilan upaya
unifikasi dan kodifikasi; tetapi jika dilihat dr dimensi
fungsinya, ternyata hukum tdk berkembang seiring dgn
strukturnya.
Jadi struktur hukum dpt berkembang dlm segala bentuk
konfigurasi politik dan sistem pemerintahan, sedangkan fungsi
hukum hanya dapat berkembang scr baik pada saat ada peluang
yg leluasa bagi partispasi politik massa, shg peran politik
didominasi oleh elit kekuasaan, maka fungsi hukum
berkembang scr lamban.
Singkatnya, hukumlah yg terpengaruh oleh politik, krn
subsistem politik memiliki energi yg lebih besar dari hukum,
sehingga jika hrs berhadapan dgn politik, hukum berada dlm
kedudukan yg lebih lemah. Krn itulah hukum sering kali
diintervensi oleh politik, bukan hanya dlm proses
pembuatannya ttp juga dlm implementasinya. Sri Soemantri
mengibaratkan, hukum sbg relnya, politik sbg lokomotifnya,
namun lokomotifnya sering keluar rel yg seharusnya tidak
terjadi.
Konfigurasi Politik dan Produk hukum
Dgn asumsi bhw hukum sbg produk politik, maka politik
akan sgt menentukan hukum shg disertasi Moh Mahfud
MD meletakkan politik sbg variabel bebas dan hukum sbg
variabel terpengaruh. Dgn spesifik ingin dikatakan
hipotetis bhw konfigurasi politik suatu bangsa akan
melahirkan karakter produk hukum tertentu di negara
tersebut. Dlm negara yg konfigurasi politiknya demokratis,
maka produk hukumnya berkarakter responsif/populistik,
sedangkan di negara yg konfigurasi politiknya otoriter,
maka produk hukumnya berkarakter
ortodoks/konservatif/elitis. Perubahan konfigurasi politik
dari otoriter ke demokrasi atau sebaliknya berimplikasi
pada perubahan karakter produk hukum (lihat bagan).
Konfigurasi
politik
Karakter produk
hukum
Demokratis
Responsif/
populistik
Otoriter
Konservatif/
ortodoks/elitis
Variabel Bebas
Variabel terpengaruh
Karakter Produk Hukum Responsif/Populistik
dan Konservatif/Ortodoks/Elitis
Responsif/Populistik yaitu produk hukum yg
mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan
masyarakat. Dlm proses pembuatannya memberikan
peranan besar dan partisipasi penuh kel2 sosial atau
individu2 dlm masyarakat. Hasilnya bersifat responsif
thd tuntutan2 kel sosial atau individu dlm masyarakat.
Konservatif/ortodoks/elitis yaitu produk hukum yg
isinya lebih mencerminkan visi sosial elit politik,
keinginan pemerintah, dan bersifat positivistik-
instrumentalis yaitu menjadi alat pelaksanaan ideologi
dan program negara. Ia lebih tertutup thd tuntutan2 kel
maupun individu. Dalam pembuatannya, peranan dan
partisipasi masyarakat relatif kecil.

Demokrasi dan Otoriter
Istilah demokrasi ambigu, krn pengertiannya tdk
tunggal. Amerika yg liberal menyatakan diri demokrasi,
begitu juga Uni Sovyet yg totaliter menyatakan diri
demokratis. Keduanya menggunakan jalur atau rute yg
berbeda.
Manipulasi thd konsep demokrasi shg pemaksaan,
penyiksaan, dan pelanggaran HAM dilakukan di negara
komunis dpt dianggap dosa kecil dan dianggap
demokratis krn ditujukan utk menyelamatkan rakyat dlm
menyongsong masa depannya. Hal ini berlawanan dlm
demokrasi liberal yg menghargai HAM.

cont...
Konfigurasi politik dlm negara dpt bergerak sepanjang grs
kontinum yg menghub dua kutub dlm spektrum politik yaitu
kutub demokrasi dan kutub otoriter. Ini berarti tdk ada
negara yg memiliki konfigurasi yg betul2 demokratis atau
otoriter, ttp setiap negara dpt diidentifikasi berdsrkan
kedekatannya pada salah satu kutub itu.
Konfigurasi politik suatu negara tdk dpt dipandang hitam
putih utk disebut demokrasi atau otoriter apabila dilihat dari
tujuan pragmatisnya, krn ada kalanya otoritarisme yg dianut
namun didasarkan pd alasan menjamin kesejahteraan
rakyatnya shg perhatian rakyatnya menjadi perhatian utama.
Tujuan spt ini sama dlm negara demokrasi (welfare state),
namun pilihan strategi terkadang juga konvensional (non
demokratis).
Cont
Konfigurasi politik demokratis adalah susunan sistem politik yg
membuka kesempatan bagi partisipasi rakyat scr penuh utk ikut aktif
menentukan kebijaksanaan umum. Partisipasi ini ditentukan atas
dasar mayoritas oleh wkl2 rakyat dlm pemilihan berkala yg didasarkan
atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dlm suasana
terjadinya kebebasan politik.
Konfigurasi poltik otoriter adalah susunan sistem politik yg lebih
memungkinkan negara berperan sgt aktif seerta mengambil hampir
seluruh inisiatif dlm pembuatan kebijaksanaan negara. Konfigurasi ini
ditandai dgn dorongan elit kekuasaan utk memaksakan persatuan,
penghapusan oposisi terbuka, dominasi pimpinan negara utk
menentukan kebijaksanaan negara, dan dominasi kekuasaan politik
oleh elit politik yg kekal, serta ada suatu doktrin yg membenarkan
konsentrasi kekuasaan.
Indikator Sistem Politik
Konfigurasi Politik Demokratis Konfigurasi Politik Otoriter
Parpol dan Parlemen kuat, menentukan
haluan negara
Parpol dan Parlemen lemah, dibawah
kendali eksekutif
Lembaga eksekutif (pemerintah) netral Lembaga eksekutif (pemerintah)
intervensionis
Pers bebas, tanpa sensor dan
pembredelan
Pers terpasung, diancam sensor dan
pembredelan
Indikator Karakter Produk Hukum

Karakter Produk Hukum
Responsif

Karakter Produk Hukum
Ortodoks
Pembuatannya partisipatif Pembuatannya sentralistik-dominatif

Muatannya aspiratif

Muatannya positivistik-instrumen-
talistik
Rincian isinya limitatif Rincian isinya open interpretative
Karakter Produk Hukum
Hukum bersifat umum, abstrak, imperatif dan
fakultatif
Umum: tdk ditujukan kpd seseorg dan tdk
kehilangan kekuasaannya jika telah berlaku thd
suatu peristiwa konkret.
Abstrak: mengatur hal2 yg belum terkait kasus2
konkret.
Imperatif: bersifat apriori hrs ditaati, mengikat dan
memaksa.
Fakultatif: scr apriori mengikat, melainkan sekadar
melengkapi, subsider, dan dispositif.
Karakter Hukum Menindas dan Hukum Otonom
Tipe Menindas Tipe Otonom
Tujuan
hukum
ketertiban kesahan
legitim
asi
Pertahanan sosial dan reison
detat
Menegakkan prosedur
peratu
ran
Kasar dan terperinci ttp hanya
mengikat pembuat peraturan scr
lemah
Sangat terurai; mengikat
pembuat maupun yg diatur
penala
ran
Ad hoc; sesuai keperluan dan
partikularistik
Mengikatkan diri scr ketat kpd
otoritas hukum; peka thd
formalisme dan legalisme
Diskre
si
Merata; oportunistik Dibatasi peraturan2 hukum
Cont
pemaksaan Luas sekali;pembatasannya
lemah
Dibatasi
peraturan;pendelegasian sgt
terbatas
moralitas Moralitas komunal;moralitas
hukum;moralitas pemaksaan
Moralitas kelembagaan yaitu
diikat oleh pemikiran ttg
integritas dr proses hukum
Kaitan
politik
Hukum ditundukkan politik
kekuasan
Hukum bebas politik;pemisahan
kekuasaan
Harapan thd
kepatuhan
Tdk bersyarat;ketdkpatuhan bgt
saja dianggap menyimpang
Bertolak dr peraturan yg sah,
yaitu menguji kesahan uu dan
peraturan
partisipasi Tunduk dan patuh;kritik
dianggap tdk loyal
Dibatasi prosedur yg ada;
munculnya kritik hukum
Hukum ortodoks dan hukum responsif
Hukum responsif Hukum ortodoks

Strategi
pembangunan
Peranan besar terletak pd
lembaga peradilan yg disertai
pastisipasi luas kel sosial atau
individu dlm masyarakat
Pernan lembaga2 negara sgt
dominan dlm menentukan arah
perkembangan hukum


implikasi
Menghasilkan hukum
responsif thd tuntutan2
berbagai kel sosial dan
individu dlm masyarakat
Positivistik-instrumentalis,
yaitu menjadi alat ampuh utk
melaksanakan ideologi dan
program negara
Produk hukum responsif/populistik versus
konservatif/ortodoks/elitis
Responsif/populistik Konservatif/ortodoks
/elitis



definisi
Produk hukum yg
mencerminkan rasa
keadilan dan memenuhi
harapan masy
Produk hukum yg
mencerminkan visi sosial
elite politik, keinginan
pemerintah, positivistik-
instrumentalia sbg alat
pelaksanaan ideologi dan
program negara


prosedur
Memberikan peranan
besar dan partisipasi
penuh kel2 sosial atau
individu dlm masyarakat
Partisipasi dan peran
masy kecil

isi
Sesuai tuntutan2 kel
sosial dan individu dlm
masy
Tertutup thd tuntutan2
kel sosial dan individu
dlm masyarakat
Cont
Hukum responsif Hukum konservatif
Proses pembuatan
hukum
partisipatif sentralistik
Sifat fungsi hukum aspiratif Positivis-instrumentalis
Penafsiran Sempit (teknis), krn
materinya penting2 dan rinci
Luas, krn materinya bersifat
singkat dan pokok2 saja
Contoh-contoh Kasus


Tentang Pemilu
Tentang Pemerintahan Daerah


Konfigurasi Politik dan produk Hukum pada
demokrasi liberal
a. Konfigurasi Politik:
Era demokrasi liberal (parlementer, 1950-1959), konfigurasi politik sangat
demokratis, terlihat dgn bekerjanya pilar2 demokrasi seperti:
1. Kehidupan partai dan peranan badan perwakilan.
Keluarnya Maklumat Pemerintah tgl 3 Nop 1945 yg isinya: 1. pemerintah
menyukai timbulnya partai2 politik krn dgn adanya partai2 itulah dpt
dipimpin ke jalan yg benar sgl aliran paham yg ada dlm masyarakat, 2.
pemerintah berharap spy parpol2 itu telah tersusun, sebelum
dilangsungkannya pemilihan agt badan2 perwakilan rakyat pd bln Januari
1946. Akibatnya bermunculanlah puluhan parpol saat itu. Sementara dilain
sisi, KNIP dgn keluarnya Maklumat Wapres No.X thn 1945, yg semula
posisinya sbg pembantu Presiden, ttp menjadi badan legislatif, bahkan
Presiden dan seluruh jajaran pemerintahan mendpt kontrol dari lembaga ini
shg tdk bisa berbuat sewenang-wenang dlm mengeluarkan peraturan2 yg
mengikat publik.
2. Kebebasan Pers
Pada periode liberalisme ini, bermunculan pers mhw
yg berani dan bebas mengeritik dan bersuara lantang,
suasana ini hidup krn disamping pers lokal
bermunculan, juga hampir setiap koran menjadi
corong partai, aliran politik, ideologi atau gol
primordial tertentu. Bahkan Pemerintah Indonesia
mencabut Ordonansi Pembredelan Pers yg
diberlakukan Pemerintah Kolonial sejak tahun 1931-
1932.
3. Peranan Pemerintah
Sbg konsekuensi terlalu kuatnya parpol yg tercermin dlm
parlemen, menyebabkan eksekutif (pemerintah) menjadi lemah.
Selama lebih kurang 4 thn periode pertama berlakunya UUD
1945, di dlm praktiknya terjadi penyimpangan thd penerapan
sistem parlementer. Ada 5 kali kabinet jatuh (Syahrir I,II,III,
Amir Syarifuddin I dan II). Stlh itu, tampil Hatta memimpin
kabinet dgn sistem presidensial sampai 27 September 1949, sbb
saat itu ada nuansa akan berlaku Konstitusi RIS sbg UUD
dimana dlm KRIS nanti parlemen tdk dpt memaksa kabinet
atau menteri mundur (psl 122). Tetapi ketika Indonesia kembali
menjadi negara kesatuan saat berlaku UUDS 1950, selama 9 thn
UUDS berlaku, tercatat 7 kali kabinet jatuh shg rata2 kabinet
jatuh 1,5 thn.
b. Karakter Produk Hukum
1. UU Pemilu
UU No. 7 tahun 1953 ttg Pemilu. Hasil Pemilu sgt fair dan
menghasilkan konstituante dan DPR yg lebih 75%
anggotanya org2 baru (dulu ada DPRS). Moh Roem
menulis bhw pemilu sudah dilaksanakan dgn sangat baik.
Partisipasi rakyat cukup tinggi kecuali di daerah2
pemberontakan (Sulsel, Aceh dan Jabar). Tanpa ada
campur tangan dari pemegang status quo. Alfian menulis
bhw pemilu 1955 adalah pelaksanaan hak politik rakyat yg
paling baik dan bersih di muka bumi. Setelah itu pemilu
selama Orba penuh rekayasa (mulai 1971-1997). Namun
pemilu era reformasi mulai fair lagi (1999, 2004, dan
2009). Detailnya nanti pada pembahasan berikutnya.
2. Hukum Pemda
Yang menjadi fokus dalam masalah ini adalah asas
otonomi dan pelaksanaan desentralisasi dalam hubungan
atara pemerintah pusat dan pemerintan daerah. Sebagai
buah dari desentralisasi lahirlah oonomi daerah yg
merupakan bagian atau komponen penting dari negara
yang menganut paham demokrasi. Otonomi merupakan
asas atau sendi dari susunan pemerintahan yang
demokratis, artinya di negara demokrasi dituntut adanya
pemerintahan daerah yg memperoleh hak otonomi. Dalam
sistem pemerintahan daerah di Indonesia, di samping asas
otonomi, dianut juga asas dekonsentrasi dan tugas
pembantuan.

KEBIJAKAN DESENTRALISASI
DARI WAKTU KE WAKTU
UU 22 / 1999
desentralisasi dominan
UU 32/2004
Desentralisasi dominan
UU 5 / 1974
dekonsentrasi dominan
UU 18 / 1965
desentralisasi dominan
PENPRES 6 / 1959
dekonsentrasi dominan
UU 1 / 1957
desentralisasi dominan
UU 22 / 1948
desentralisasi dominan
UU 1 / 1945
dekonsentrasi dominan
DESENTRALISATIE WET 1903
dekonsentrasi dominan
Hub desentralisasi dengan demokrasi
Untuk mewujudkan prinsip kebebasan
Untuk menumbuhkan kebiasaan rakyat memutus
sendiri berbagai kepentingan ybs langsung dengan
mereka. Memberi kesempatan bagi masyarakat
untuk memutuskan sendiri kepentingan2nya
merupakan hal yg sangat esensial di dlm suatu
masyarakat yg demokratis.
Untuk memberikan pelayanan yg sebaik-baiknya thd
masyarakat yg mempunyai tuntutan yg berbeda.
Asas-asas Hubungan pemerintah pusat dan
daerah
Sifat
pemberia
n
kewenang
an

pusat

wilayah

daerah
1 2 3 4 5
desentralisasi penyerahan 1. Pengawasan
2. Pengendalian
3. Pertanggung-
jawaban
umum
1. Koordinasi
2. pengawasan
1. Kebijaksan
aan
2. Perencanaa
n
3. Pelaksanaa
n
4. Pembiayaa
n (kecuali
gaji)


Con
Dekonsent
rasi
Pelimpahan 1. Kebijaksana
an
2. Perencanaan
3. Pembiayaan
4. pengawasan
Koordinasi

1. Menunja
ng
2. Melengka
pi
Pembantuan Pengikutserta
an
1. Kebijaksanaan
2. Perencanaan
3. Pelaksanaan
4. Pembiayaan
5. pengawasan
Koordinasi Membantu
pelaksanaan
Politik Perundang-undangan
Per PerUUan mrpkn salah satu subsistem hukum, shg
politik per per2an tdk dpt dipisahkan dgn poltik hukum.
Mempelajari politik hukum pada dasarnya juga
mempelajari politik per peruu2an, demikian pula
sebaliknya.
Setiap negara mempunyai politik hukum. Perbedaannya
pada tujuan negara/dasar dan pengelolaannya. Ada
negara dgn tujuan machstaats, rechtstaats, welfare state,
dsb. Ada negara dgn pengelolaan politik hukumnya scr
berencana dan sistematis, ada juga parsialistik. Jadi ada
politik hukum relatif bersifat tetap, dan ada bersifat
temporer (menyesuaikan dgn perkembangan yg ada).
Cont
Walaupun ada persamaan dln ruang lingkup utama,
ttp isi dan corak politik hukum dpt berbeda antara
satu negara dgn negara lainnya. Dalam satu negara,
politik hukumpun dpt berbeda dari wkt ke wkt krn
alasan berbagai faktor sbb:
1. Dasar dan corak politik. Hukum adalah produk
politik, krn itu dasar dan corak politik suatu negara
dpt berbeda dgn negara lainnya. Dasar dan corak
politik hukum negara yg berdasarkan sosialisme akan
berbeda dgn negara yg berdasarkan kapitalisme.
Hukum dan ekonomi di negara yg berdasarkan ajaran
sosialis akan selalu memberikan tempat pada negara atau
pemerintah utk mempengaruhi kegiatan ekonomi,
sedangkan di negara yg berdasarkan kapitalisme akan
lebih banyak mencerminkan aturan yg menjamin ekonomi
pasar.
2. Tingkat perkembangan masyarakat. Tingkat
perkembangan masyarakat memiliki pengaruh yg penting
dlm penentuan politik hukum. Dalam politik hukum yg
berdasarkan perkembangan masyarakat yg lebih bercorak
pragmatis bersifat hati-hati ditangani agar tdk menggeser
cita negara (staatsidee) atau cita hukum (rechtsidee)
3. Susunan masyarakat. Politik hukum pada
masyarakat yg relatif homogen di bidang politik,
ekonomi, sosial dan budaya cenderung berbeda dgn
politik hukum pada masyarakat majemuk. Pada
masyarakat yg majemuk, suatu politik hukum yg serba
menyamakan (uniformitas) dpt menimbulkan masalah
politik, ekonomi dan sosial. Krn itu poltik hukum
seperti unifikasi hrs dipertimbangkan dgn matang
kemanfaatannya pada masyarakat majemuk.
Bbrp implikasi politik hukum unifikasi antara lain:
a. Penyederhanaan hukum
b. Menjadi instrumen utk mewujudkan prinsip
persamaan di hadapan hukum (equality before the
law), dan
c. Merupakan instrumen yg scr bertahap meniadakan
kemajemukan dlm masyarakat.
4. Pengaruh global. Poltik hukum pada masa skrg maupun
masa yg akan datang hrs pula memperhatikan pengaruh
global krn politik hukum tdk semata melindungi
kepentingan nasional, ttp juga melindungi kepentingan
lintas negara. Hal ini berlaku misalnya dlm potilik hukum
hak atas kekayaan inteletual (HAKI).

Anda mungkin juga menyukai