Anda di halaman 1dari 34

1.

2 POLITIK HUKUM
PENGERTIAN POLITIK HUKUM

 Istilah/nomenklatur Politik Hukum merupakan terjemahan Bahasa Indonesia dari


istilah Hukum Belanda yaitu rechtspolitiek, yang terdiri dari dua kata, recht dan
politiek.
 Kata politiek (bhs. Belanda) menurut van der Tas mengandung arti beleid, kata
beleid berarti kebijakan (policy).
 Kata hukum (bhs. Arab) hukm (kata jamaknya ahkam berarti putusan (judgement,
decision

1.3 DEFENISI POLITIK HUKUM MENURUT PAKAR


PADMO WARJONO

Politik Hukum adalah :

-Kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi hukum yang akan dibentuk.

-Kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang dijadikan kriteria untuk


menghukumkan sesuatu di dalamnya
mencakup pembentukan, penerapan dan penegakan hukum.

TEUKU MOHAMMAD RADHIE :

Politik Hukum sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum
yang berlaku di wilayahnya dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun.

SUDARTO :

Politik Hukum merupakan upaya mewujudkan peraturan-peraturan yang


baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu.

SATJIPTO RAHARDJO

Politik Hukum adalah Aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai
suatu tujuan sosial dengan hukum tertentu di dalam masyarakat yang cakupannya
meliputi jawaban atas beberapa pertanyaan mendasar, yaitu :

a. Tujuan apa yang hendak dicapai melalui sistem yang ada;

b. Cara-cara apa dan yang mana dirasa paling baik dalam mencapi tujuan tersebut;
c. Kapan waktunya dan melalui cara bagaimana hukum itu perlu diubah;

d. Dapatkah suatu pola yang baku dan mapan dirumuskan untuk membantu dalam
memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan dengan
baik.

MOH. MAHFUD MD :

Politik Hukum : legal policy atau garis kebijakan resmi tentang hukum yang akan
diberlakukan,
(baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama), atau
hukum yang telah dilaksanakan secara nasional oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka
mencapai tujuan negara

Dengan demikian, Politik hukum merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang akan
dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan
negara seperti yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945

1.4 HUKUM SEBAGAI ALAT


HUKUM SEBAGAI ALAT

 Hukum diposisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan negara, dengan dasar
pemikiran didasarkan pada kenyataan bahwa negara kita mempunyai tujuan yang
harus dicapai dan upaya untuk mencapai tujuan itu dilakukan dengan
menggunakan hukum sebagai alatnya melalui pemberlakukan atau
penidakberlakuan hukum2 sesuai dengan tahapan2 perkembangan yang
dihadapi oleh masyarakat dan negara kita.
 SUNARYATI HARTONO :

Hukum sebagai alat sehingga seara praktis politik hukum juga merupakan alat
sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan
sistem hukum nasional guna mencapai cita-cita bangsa dan tujuan negara.

1.5 Politik Hukum


Politik Hukum terbagi atas 2 (dua) :

1. Bersifat Permanen, misalnya pemberlakuan prinsip pengujian yudisial, ekonomi


kerakyatan, keseimbangan antara kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan,
penggantian hukum-hukum peninggalan kolonial dengan hukum-hukum nasional,
perusahaan sumber daya alam oleh negara, kemerdekaan kekuasaan kehakiman…dsb.

Bagi Indonesia, Politik Hukum yang bersifat permanen mengandung prinsip-prinsip :


-Ada satu kesatuan sistem hukum

-Sistem hukum nasional dibangun berdasarkan dan untuk memperkokoh sendi-sendi


Pancasila dan UUD 1945

-Tidak ada hukum yang memberikan hak-hak istimewa pada warga tertentu
berdasarkan ras, suku dan agama.

-Pembentukan hukum memperhatikan kemajemukan masyarakat.

-Hukum adat dan hukum tidak tertulis lainnya diakui sebagai sub sistem hukum
nasional sepanjang nyata hidup dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat.

-Pembentukan hukum sepenuhnya didasarkan partisipasi masyarakat.

Hukum dibentuk dan ditegakkan demi kesejahteraan umum (keadilan sosial bagi
seluruh rakyat indonesia), terwujudnya masyarakat Indonesia yang demokratis dan
mandiri serta terlaksanakanya negara berdasarkan atas hukum dan konstitusi

2.Bersifat Periodik (jangka pendek), adalah politik hukum yang dibuat sesuai dengan
perkembangan situasi yang dihadapi pada setiap periode tertentu, baik yang akan
memberlakukan maupun yang akan mencabut.
Misalnya : Politik hukum untuk melakukan kodifikasi dan unifikasi dalam bidang2 tertentu,
membentuk PTUN, Rencana Pembuatan UU yang dicantumkan dalam Prolegnas

1.6 CAKUPAN STUDI POLITIK HUKUM


CAKUPAN STUDI POLITIK HUKUM

Dapat dipahami dalam 2 (dua) pengertian yaitu :

1.Politik hukum sebagai arah kebijakan pembangunan hukum suatu negara, yang
melingkupi :
a.Politik Pembentukan Hukum
-Kebijakan Pembentukan Per-UU-an
-Kebijakan Pembentukan hukum yurisprudensi
-Kebijakan Terhadap Peraturan Tidak Tertulis
-Latar belakang politik, ekonomi, budaya atas lahirnya produk hukum.
b. Politik Penegakan HUkum :

-Kebijakan di bidang Peradilan


-Kebijakan di bidang Pelayanan Hukum
-Penegakan hukum di dalam kenyataannya.

2.Politik hukum diartikan sebagai hubungan pengaruh timbal balik antara hukum dan politik.
Bagaimana Hubungan Causalitas antara Politik dan Hukum ?
Kedua lingkup utama arah kebijakan pembangunan hukum tersebut (kebijakan pembentukan
perundang-undangan/hukum tertulis dan kebijakan penegakan hukum) tersebut Keduanya
saling berkait dan berfungsi sebagai suatu sistem, dimana sub sistem yang lain merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dan saling berhubungan sebagai suatu totalitas.

Keterkaitannya adalah :

1. Keberhasilan suatu peraturan perundang-undangan tergantung pada penerapannya.


Apabila penegakan hukum tidak dapat berfungsi dengan baik peraturan perundang-
undangan yang bagaimanapun sempurnanya tidak atau kurang memberikan arti sesuai
dengan tujuan.
2. Putusan dalam rangka penegakkan hukum merupakan instrumen kontrol bagi
ketepatan dan kekurangan suatu peraturan perundang-undangan Penegakan hukum
merupakan dinamisator peraturan perundang-undangan . Melalui putusan dalam
rangka penegakan hukum peraturan perundang-undangan menjadi hidup dan
diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.
3. Pembentukan hukum dan penegakan hukum melibatkan SDM, tata kerja,
pengorganisasian, sarana dan prasarana. SDM yang handal, pengorganisasian yang
efektif dan efisien, sarana dan prasarana yang memadai akan turut menentukan
keberhasilan pembentukan dan penegakan hukum.
4. Politik pembentukan dan penegakan hukum harus disertai pula dengan politik
pembinaan sumber daya manusia, tata kerja, pengorganisasian dan sarana/prasarana

2.2 HUKUM SEBAGAI PRODUK POLITIK


HUKUM SEBAGAI PRODUK POLITIK

PERNYATAAN :

1.Hukum Sebagai Produk Politik

Von Kircman mengatakan bahwa karena hukum merupakan produk politik maka
kepustakaan hukum yang ribuan jumlahnya bisa menjadi sampah yang tak berguna jika
lembaga legislatif mengetokkan palu pencabutan atau pembatalannya.

pertama

2. Politik Sebagai Produk Hukum

•MOCHTAR KUSUMAATMADJA :

“Politik dan hukum itu interdeterminan, sebab Politik tanpa hukum itu zalim, sedangkan
hukum tanpa politik itu lumpuh.”.

2.3 PENGARUH POLITIK TERHADAP HUKUM


PENGARUH POLITIK TERHADAP HUKUM

INTERVENSI POLITIK ATAS HUKUM

Realitas :

•Hukum tidak selalu dapat dilihat sebagai penjamin kepastian hukum, Penegak hak-hak
masyarakat atau penjamin keadilan;

•Banyak peraturan hukum yang tumpul, tidak mempan memotong kesewenang-


wenangan, tidak mampu menegakkan keadilan dan tidak menampilkan dirinya sebagai
pedoman yang harus diikuti dalam menyelesaikan berbagai kasus yang seharusnya
dapat dijawab oleh hukum.

Banyak Produk hukum yang lebih banyak diwarnai oleh kepentingan politik pemegang
kekuasaan dominan

Mengapa hal itu terjadi ….. ???

1.Hukum tidak steril dari sub-sistem kemasyarakatan lainnya.

2.Politik kerapkali melakukan intervensi atas pembuatan dan pelaksanaan hukum.

3.Mana yang lebih suprematif, hukum atau politik?

4.Mengapa politik banyak mengintervensi hukum ?

•Hukum tidak dapat hanya dipandang sebagai pasal-pasal yang bersifat imperatif atau
keharusan-keharusan yang bersifat das solen, melainkan harus dipandang sebagai
subsistem yang dalam kenyataannya (das sein), sebab bukan tidak mungkin sangat
ditentukan oleh Politik, baik dalam perumusan materi dan pasal-pasalnya maupun dalam
implementasi dan penegakannya.

•Politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat
menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan.

2.4 ARAH PEMBANGUNAN POLITK HUKUM


ARAH PEMBANGUNAN POLITK HUKUM

1.Penataan Substansi Hukum

Materi hukum harus mengandung

a. Nilai-nilai Pancasila, yaitu : Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Nilai Demokrasi,


Keadilan Sosial.

b. Mengakomodir nilai-nilai dalam Sub Sistem Hukum Islam.

c. Mengakomodir hukum Adat.

d. Mengakomodir Nilai Hukum Internasional

2. Pembangunan Struktur Hukum, melalui pembangunan Aparatur

- Peningkatan sdm APH

-Peningkatan Training Pelatihan bidang Hukum

- Pola Rekruitmen

- Pembenahan Mentalitas Aparatur

- Kontrol / Pengawasan Internal dari Institusi APH

3. Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat

- Langkah Sosialisasi

-Law Enforcement

- Sikap Keteladanan dari APH

- Pengawasan yang Ketat dari internal dan ekternal

- Penghargaan Kepada Masyarakat

2.5 POLITIK HUKUM NASIONAL


POLITIK HUKUM NASIONAL

Bagi Indonesia tujuan politik hukum adalah :


a. Sebagai alat (tool) atau sarana yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk
menciptakan suatu sistem hukum nasional Indonesia.

b. Sebagai sarana untuk merekayasa perkembangan, perubahan yang terjadi dalam


kehidupan kenegaraan.

c. Arah yang ingin diwujudkan dalam pembangunan di bidang hukum

Hukum nasional itu akan berfungsi ditentukan oleh 5 faktor yang terdiri dari :

1. Substansi hukum /materi hukum ( legal substance)

2. Budaya hukum (kesadaran hukum masyarakat ( legal culture)

3. Aparatur penegak hukum ( legal aparatus)

4. Sarana dan prasarana (equitment)

5. Pendidikan hukum (legal education)

Hukum nasional itu akan berfungsi ditentukan oleh 5 faktor yang terdiri dari :

1. Substansi hukum /materi hukum ( legal substance)

2. Budaya hukum (kesadaran hukum masyarakat ( legal culture)

3. Aparatur penegak hukum ( legal aparatus)

4. Sarana dan prasarana (equitment)

5. Pendidikan hukum (legal education)

2.6 KONSEP PEMBANGUNAN POLITIK HUKUM DI


INDONESIA
KONSEP PEMBANGUNAN POLITIK HUKUM DI INDONESIA

Teori Sistem Hukum menurut Lawrence M. Friedman

1.Substansi Hukum (Legal Substance)


meliputi : aturan, norma hukum yang tertulis & hidup dalam masyarakat), meliputi :

-menghapus, menambah, mencabut ketentuan pasal demi pasal maupun


memberlakukan ketentuan perundang-undangan yang baru.

2. Struktur Hukum (Legal Structure) meliputi : tatanan daripada elemen lembaga hukum
(kerangka organisasi & tingkatan dari lembaga kepolisian, kejaksaan, kehakiman,
pemasyarakatan, kepengacaraan), melalui :

-Kontrol / Pengawasan Internal dan Eksternal

-Sikap keteladanan

-Peningkatan SDM melalui Peningkatan Training Pelatihan bidang Hukum

- Pola Rekruitmen

- Pembenahan Mentalitas Aparatur

-Penjatuhan sanksi

3. Budaya hukum (Legal Culture) meliputi : nilai-nilai, norma-norma & lembaga-lembaga


yg menjadi dasar daripada sikap perilaku hamba hukum, antara lain :

- Sosialisasi, penyuluhan, penerangan hukum kepada masyarakat

-Kesadaran dan Kepatuhan Masyarakat

- Penghargaan Kepada Masyarakat

3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Arah Perkembangan


Politik Hukum
Faktor Yang Mempengaruhi Arah Perkembangan Politik Hukum

1. Substansi hukum tidak sesuai dengan perkembangan zaman

2. Pelaksana Undang-undang tidak menjalankan wewenang sesuai ketentuan


perundang-undangan sehingga Penerapan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya
(tidak efektif).

3. Adanya kekosongan hukum


4. Fenomen sosial yang terjadi di masyarakat terkait dengan keadaan dan situasi yang
dihadapi, diinginkan dan merupakan suatu kebutuhan.

6. Keadaan / kejadian luar biasa

.3 FUNGSI HUKUM
FUNGSI HUKUM

•Memberikan Keadilan (Teori Etis) - Aristoteles

•Mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah / bermanfaat bagi bagi orang (Teori
Untilitas) - Jeremy Bentham

•Memberikan ketertiban dan perlindungan masyarakat

•Menjaga kepentingan manusia agar tidak diganggu dan terjamin kepastiannya

•Pengawasan atau pengendalian social (social control).

•Penyelesaian konflik atau sengketa (dispute settlement)

•Rekayasa sosial (social engineering) - Roscoe Pound

•Sebagai alat kritik (fungsi kritis)

3.4 ASAS HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN


ASAS HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN

a.Asas kejelasan tujuan;

b.Asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;

c.Asas kesesuaian antara hierarkhi, jenis dan materi muatan;

d.Asas dapat dilaksanakan;

e.Asas kehasilgunaan dan kedayagunaan

f.Asas kejelasan rumusan

g.Asas keterbukaan

3.5 ASAS HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN


ASAS HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN

a.Lex Superior derogat Legi Inferiori

Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan


perundang-undangan yang lebih rendah, kecuali apabila substansi perundang-
undangan yang lebih mengatur hal-hal yang oleh undang-undang ditetapkan menjadi
wewenang peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah.

b. Lex Spesialias derogat Legi Generalis

Hukum yang khusus akan mengesampingkan hukum yang bersifat umum, dengan
ketentuan :

1.Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali
yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut.

2.Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan-ketentuan lex


generalis (undang-undang dengan undang-undang)

3.Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan hukum (rezim) yang
sama dengan lex generalis. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata sama-sama termasuk lingkungan hukum keperdataan

c. Lex Posterior derogat Legi Priori

Aturan hukum yang baru/yang berlaku kemudian mengesampingkan atau meniadakan


aturan hukum yang lama/yang berlaku sebelumnya.

Asas ini pun memuat prinsip-prinsip :

1. Aturan hukum yang baru harus sederajat atau lebih tinggi dari aturan hukum yang
lama;

2. Aturan hukum baru dan lama mengatur aspek yang sama.

Asas ini antara lain bermaksud mencegah dualisme yang dapat menimbulkan
ketidakpastian hukum. Dengan adanya Asas Lex posterior derogat legi priori, ketentuan
yang mengatur pencabutan suatu peraturan perundang-undangan sebenarnya tidak
begitu penting. Secara hukum, ketentuan lama yang serupa tidak akan berlaku lagi pada
saat aturan hukum baru mulai berlaku

d. Asas Legalitas

Artinya:
Peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut (non retroaktif); peraturan
perundang-undangan yang dibuat hanya berlaku pada peristiwa-peristiwa hukum yang
terjadi setelah peraturan perundang-undangan itu lahir. Namun demikian, mengabaikan
asas ini dimungkinkan terjadi dalam rangka untuk memenuhi keadilan masyarakat

3.6 Legalitas vs Diskresi


Legalitas vs Diskresi

Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD 1945)

Prinsip utama Negara hukum adalah :

a.Asas legalitas ;

b.Peradilan yang bebas ;

c.Perlindungan terhadap hak asasi manusia.

d.Kesetaraan di hadapan hukum

Diskresi (UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan).

a.Diskresi bertujuan untuk melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi


kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum, mengatasi stagnasi pemerintahan
dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.

b.Diskresi Pejabat Pemerintahan meliputi pengambilan keputusan dan/atau tindakan


karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas,
dan karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas.

Syarat-syarat Diskresi :

§Sesuai dengan tujuan Diskresi

§Tidak bertentangan dengan Ket. Per-UU-an

§Sesuai dengan Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB)

§Berdasarkan alasan-alasan yang objektif

§Tidak menimbulkan konflik kepentingan

§Dilakukan dengan itikad baik


4.2 Pengertian Ideologi
Istilah ideologi dipergunakan dalam arti yang bermacam-macam. Istilah ideologi
adalah sebuah kata yang terdiri “ideo” dan “logi”. Kata “ideo” berasal dari bahasa
Yunani eidos, dalam bahasa Latin idea, yang berarti “pengertian”, “ide” atau “gagasan”. Kata
kerja dalam bahasa Yunani oidayang berarti mengetahui, melihat dengan budi. Dalam bahasa
Jawa kita jumpai kata idep dengan arti tahu, melihat. Kata “logi” berasal dari
bahasa Yunani logos, yang berarti “gagasan”, “pengertian”, “kata”, dan “ilmu”. Jadi secara
etimologis dapat diterangkan bahwa ideologi berarti “pengetahuan tentang ide-ide”, science
of ideas.

Ideologi adalah sebuah istilah yang lahir pada akhir abad ke-18 atau tahun 1796 yang
dikemukakan oleh filsuf Perancis bernama Destutt de Tracy dan kemudian dipakai Napoleon.
Istilah itu berasal dari dua kata ideos yang berarti gagasan, dan logos yang artinya ilmu.
Dengan demikian, ideologi adalah sebuah ilmu tentang gagasan. Adapun gagasan yang
dimaksud adalah gagasan tentang masa depan, sehingga bisa disimpulkan bahwa
ideologi adalah sebuah ilmu tentang masa depan. Gagasan ini juga sebagai cita-cita atau
kombinasi dari keduanya, yaitu cita-cita masa depan. Sungguh pun cita-cita masa depan itu
sebagai sebuah utopia, atau impian, tetapi sekaligus juga merupakan gagasan ilmiah, rasional,
yang bertolak dari analisis masa kini. Ideologi ini tidak sekedar gagasan, melainkan gagasan
yang diikuti dan dianut sekelompok besar manusia atau bangsa, sehingga karena itu ideologi
bersifat mengerakkan manusia untuk merealisasikan gagasan tersebut. Meskipun gagasan
seseorang, betapapun ilmiah, rasional atau luhurnya, belum bisa disebut ideologi,
apabila belum dianut oleh banyak orang dan diperjuangkan serta diwujudkan, dengan aksi-
aksi yang berkesinambungan.

Sedangkan ideologi dalam bahasa Arab, merupakan istilah yang dapat diterjemahkan
sebagai Mabda’, secara etimologis mabda’ adalah mashdar mimi dari
kata bada’a (memulai), yabda’u (sedang memulai), bad’an(permulaan), dan mabda’an (titik
permulaan). Secara terminologis berarti pemikiran mendasar yang dibangun diatas
pemikiran-pemikiran (cabang).

Dari sisi lain, ideologi tersusun dari ide (fikrah) dan metode (thariqah). Ideologi dari
sisi ini ditinjau dari segi: Pertama, konsep atau pemikiran murni – yang semata-mata
merupakan penjelasan konseptual tanpa disertai bagaimana metode menerapkan konsep itu
dalam kenyataan – dan Kedua, metodologi yang menjelaskan bagaimana pemikiran atau
konsep itu diterapkan secara praktis. Tinjauan ideologi sebagai kesatuan ide dan metode ini
dimaksudkan untuk menerangkan bahwa metode (thariqah) adalah suatu keharusan agar ide
(fikrah) dapat terwujud. Di samping itu, juga untuk menerangkan bahwa ide (fikrah) dan
metode (thariqah) suatu ideologi adalah unik. Artinya, setiap ada ide (fikrah) dalam sebuah
ideologi, pasti ada metode (thariqah) yang khas untuk menerapkan ide (fikrah) tersebut, yang
berasal dari ideologi itu sendiri, bukan dari ideologi yang lain.

Ide (fikrah) merupakan sekumpulan konsep atau pemikiran yang terdiri dari aqidah
dan solusi terhadap masalah manusia. Sedang metode (thariqah) – yang merupakan
metodologi penerapan ideologi secara operasional-praktis – terdiri dari penjelasan cara solusi
masalah, cara penyebarluasan ideologi, dan cara pemeliharan aqidah. Jadi, ideologi
ditinjau dari sisi ini adalah gabungan dari ide (fikrah) dan metode (thariqah), sebagai satu
kesatuan.
Definisi ideologi yang telah diterangkan di atas bersifat umum, dalam arti dapat dipakai
dan berlaku untuk ideologi-ideologi dunia seperti Kapitalisme dan Sosialisme. Dan tentu,
dapat berlaku juga untuk Islam. Sebab Islam memang mempunyai sebuah aqidah akliyah,
yaitu Aqidah Islamiyah, dan mempunyai peraturan hidup yang sempurna, yaitu Syariat
Islam. Meskipun suatu ideologi telah memiliki solusi masalah kehidupan yang fundamental
dan mempunyai cara memecahkan berbagai permasalahan kehidupan manusia, namun itu
bukanlah jaminan bahwa ideologi tersebut merupakan ideologi yang benar, yang mempunyai
kemampuan untuk membawa manusia mencapai kebahagian hakiki dan menghindarkannya
dari malapetaka kehidupan di dunia.

Ideologi yang benar adalah ideologi yang muncul di dalam pemikiran manusia
melalui wahyu Allah. Karena ideologi ini bersumber dari Pencipta alam semesta, manusia
dan kehidupan, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, sehingga pemecahan atas
permasalahan pokok kehidupan dan berbagai permasalahan kehidupan lainnya kebenarannya
pasti (qath’i). Sedangkan ideologi yang muncul di dalam pemikiran manusia
karena kejeniusannya adalah ideologi yang salah (bathil), karena manusia hanyalah makhluk
Allah sehingga memiliki kelemahan termasuk ketidakmampuan akalnya dalam menangkap
seluruh realitas yang ada di dunia ini. Manusia juga selalu memiliki pandangan yang berbeda
terhadap suatu masalah seperti masalah hukum dan kebijakan publik sehingga muncul
pertentangan dan perselisihan yang menyebabkan pandangan mayoritas atau mungkin
hanya pandangan orang-orang yang memiliki kekuatan (kekuasan atau harta) di atas orang
lainnya yang akan diterapkan atau dipaksakan. Akibatnya pandangan yang diterapkan sangat
kontradiksi dengan kebenaran yang seharusnya dan mengakibatkan kesengsaraan manusia.

Ideologi mempunyai fungsi penting, yaitu menanamkan keyakinan atau kebenaran


perjuangan kelompok atau kesatuan yang berpegang teguh pada ideologi itu. Maka ideologi
menjadi sumber inspirasi dan sumber cita-cita hidup bagi para warganya, khususnya para
warganya yang masih muda. Ideologi berupa pedoman artinya menjadi pola dan norma
hidup. Tetapi sekaligus menjadi ideal atau cita-cita. Realisasi dari ide-ide dipandang sebagai
kebesaran, kemuliaan manusia. Dengan melaksanakan ideologi, manusia tidak hanya sekedar
ingin melakukan apa yang disadari sebagai kewajiban. Dengan ideologi manusia mengejar
keluhuran. Oleh karena itu, manusia sanggup mengorbankan harta benda, bahkan hidupnya
demi ideologi, karena ideologi menjadi pola, norma hidup dan dikejar
pelaksanaannya sebagai cita-cita, maka tidak mengherankan lagi jika ideologi menjadi
bentuk hidup.

Apabila kita telusuri seluruh dunia ini, maka yang kita dapati hanya ada tiga ideologi,
yaitu Kapitalisme, Sosialisme dan Islam. Dua ideologi pertama, masing-masing diemban oleh
satu atau beberapa Negara. Sedangkan ideologi yang ketiga yaitu Islam, tidak diemban oleh
satu negarapun. Islam hanya diemban oleh individu dan gerakan Islam dalam
masyarakat.6 Sumber konsepsi ideologi kapitalisme dan Sosialisme berasal dari buatan
akal manusia, sedangkan Islam berasal dari wahyu Allah SWT (hukum syara’).

4.3 KONSEP DAN TEORI HUKUM DALAM HUKUM


KENOTARIATAN
Sebagai salah satu cabang studi ilmu hukum pada FakultasHukum, khususnya cabang
studi pada program magister,maka lulusan Program Studi Magister Kenotariatan harus
menguasai konsep dan teori hukum. Ilmu Hukum merupakan induk dari
studi kenotariatan sehingga selanjutnya dikenal istilah Hukum Kenotariatan. Dengan kata
lain studi hukum kenotariatan merupakan salah satu studi dalam bilangan ilmu hukum.
Oleh karena itu, sudah menjadi suatu keniscayaan bahwa lulusan Magister Kenotarian
mutlak harus menguasai konsep, teori, doktrin, atau ajaran-ajaran dalam
ilmu hukum. Beberapa waktu lalu saya membaca laporan kuliah lapanganmahasiswa
yang melaporkan bahwa narasumber kuliah lapangan yang ditemui
mahasiswamempertanyakan relevansi Matakuliah Penemuan Hukum diajarkan di
Program Magister Kenotariatan bahkan menurut laporan tersebut bahwa notaris
tidak. boleh membicarakan penemuan hukum karena notaris ada dan diadakan hanya
untuk memberikan kepastian hukum, bukan melakukan penemuan hukum karena
penemuan hukum itu tugasnya hakim. Intinya, dalam laporan tersebut dinyatakan bahwa
tidak ada relevansi Penemuan Hukum dengan Jabatan Notaris. Semoga saja laporan itu
yang salah, bukan orang yang ditemui oleh mahasiswanya yang salah.

Baiklah, coba kita analisispendapat tersebut bukan hanya dari segi ego profesi jabatan
notaris, namun juga dari segi Ilmu Hukum yang melingkupi jabatan notaris itu. Dengan
perkataan lain, jabatan notaris merupakan bagian dari profesi hukum,
sehingga pertanyaannya benarkan profesi hukum tertentu hanya diadakan untuk
menjamin kepastian hukum semata, atau untuk menjamin kemanfaatan semata atau
bahkan hanya untuk menjamin keadilan semata. Misalnya, profesi hakim untuk
menjamin keadilan, profesi notaris untuk menjamin kepastian, profesi advokat untuk
menjamin kemanfaatan dan perlindungan? Atau setiap profesi notaris wajib menjamin
kepastian, kemanfaatan, serta keadilan dan kebenaran.

Jika jabatan notaris diadakan hanya untuk menjamin kepastian hukum, kenapa untuk
menjadi notaris haruslahsarjana hukum dan tidak boleh sarjana non hukum? Bukankah
kepastian hukum bisa juga diberikan melalui keputusan atau penetapan atau akta yang
dibuat oleh pejabat negara atau pejabat lainnya yang tidak perlu mempersyaratkan
sarjana hukum untuk menduduki jabatan itu? Dengan perkataan lain, jika hanya sekedar
membutuhkan dokumen autentik sebagai alat bukti yang sempurna atas suatu
perbuatan, perjanjian, keadaan, atau peristiwa hukum, lalu kenapa harus sarjana hukum
yang melakukannya? Bukankah akta kelahiran/kematian juga merupakan akta autentik
yang memiliki keududukan sebagai alat bukti yang sempurna, namun tidak harus sarjana
hukum yang membuat atau menetapkannya.

Di Thailand, untuk menjamin kepastian hukum atas perjanjian jual beli tanah, maka para
pihak membuat perjanjian dan cukup dengan 2 orang saksi yg selanjutnya disahkan di
kantor pertanahan setempat. Hal tersebut sudah cukup menjadi alat bukti. yang
menjamin kepastian hukum bagi para pihak. Lalu kenapa untuk menjadi notaris haruslah
sarjana hukum, tentu bukan semata-mata untuk menjamin kepastian hukum semata.
Sarjana hukum bukanlah sarjana undang-undang atau sarjana akta yang hanya diberikan
skill untuk sekedar membuat akta atau membuat undang-undang.

Sarjana hukum adalah sarjana yang memiliki pengetahuan ilmu hukum (jurispridence).
Hukum merupakan standar, pedoman, patokan dan nilai untuk mendatangkan keadilan
dan ketertiban. Tidak ada literatur atau kepustakaan dalam ilmu hukum
yang mendefinisikan bahwa hukum adalah alat untuk mendatangkan kepastian hukum,
namun kepastian hukum hanyalah salah satu tujuan dari ilmu hukum, itupun dalam
perspektif hukum alam. Dalam perspektif aliran hukum lainnya, termasuk positivisme,
kepastian hukum bukanlah tujuan hukum.

Baiklah, kita kembali ke permasalahan “notaris diadakan hanya semata untuk menjamin
kepastian hukum”... Dalam Konsiderans Menimbang huruf a Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) disebutkan
bahwa inti dari kepastian hukum, ketertiban hukum dan perlindungan hukum ialah
kebenaran dan keadilan. Itulah alasan utama kenapa negara mengadakan jabatan
notaris, bukan hanya untuk menjamin kepastian hukum semata, namun lebih dari itu
ialah untuk kebenaran dan keadilan. Dalam ilmu perundang-undangan dikatakan bahwa
jika ingin memahami suatu undang-undang maka harus memahami kehendak atau
alasan pembentuk undang-undang tersebut yang dicantumkan dalam konsideran
menimbang suatu undang-undang. Dengan perkataan lain bahwa ruh atau hakikat suatu
undang-undang terdapat dalam bagian pertimbangan atau dasar
pembentukan undang-undang itu, yakni dalam bagian konsiderans.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana mungkin seorang yang akan menjadi notaris bisa
memahami kebenaran dan keadilan jika dalam proses pembelajaran atau pendidikannya
tidak diajarkan mengenai apa itu benar dan apa itu adil serta bagaimana
cara memperoleh dan mewujudkan kebenaran dan keadilan itu? Jawabannya sudah
pasti, yakni dengan diadakannya matakuliah yang bisa memberikan pemahaman tentang
kebenaran dan keadilan. Notaris bukanlah robot yang sekedar membuat akta, namun
notaris adalah manusia. Manusia adalah makhluk yang penuh dengan subjektifitas dan
kepentingan. Subjektifitas dan kepentingan inilah yang menyebabkan notaris bisa
menghadapi permasalahan hukum di kemudianhari. Lalu, jika notaris menghadapi
permasalahan hukum, apakah cukup dengan ilmu atau matakuliah tentang teknik
pembuatan akta dapat membantu notaris menyelesaikan masalah hukumnya? Tentu
tidak. Oleh karena itu dalam pendidikan kenotariatan, tidak cukup skill tentang teknik
pembuatan akta semata, namun skill ilmu hukumnya juga harus diberikan. Bukan hanya
untuk antisipasi jika ada masalah hukum, namun yang utama ialah untuk
mewujudkan kebenaran dan kepastian sebagai intisari dari kepastian hukum itu sendiri.

Dalam kaitannya dengan matakuliah penemuan


hukum, mahasiswa diberikan kemampuan untuk memahami cara menyelesaikan
permasalahan hukum yang sewaktu-waktu bisa dihadapi oleh notaris dalam
menjalankan jabatannya.
Termasuk didalamnya juga diajarkan bagaimana menyusun argumentasi/pendapat
hukum yang benar, karena ilmu hukum merupakan ilmu argumentasi, sehingga dalam
beragumentasi, notaris tidak sesat dan menyesatkan.Terakhir, pendidikan
magister kenotarian bukan diadakan untuk menghasilkan Magister Akta, akan tetapi
untuk menghasilkan Magister Menotariatan yang merupakan anak kandung dari ilmu
hukum itu sendiri, ilmu tentang kebenaran dan keadilan

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam bab ini akan diuraikan beberapa konsep dan
teori hukum yang relevan dalam hukum kenotariatan dan/atau jabatan notaris. Konsep
dan teori-teori hukum ini nantinya diharapkan dapat membantu mahasiswa
Magister Kenotariatan dalam memahami hukum kenotariatan, khususnya dalam
menyelesaikan tugas akhir (tesis) pada Program Studi Magister Kenotariatan

4.4 Perkembangan Politik Hukum.


Sejauh yang dapat ditelusiri politik hukum telah diperkenalkan di Indonesia oleh Lemaire
pada tahun 1952 dengan bukunya serta Utrecht pada tahun 1961, namun politik hukum yang
diutarakan dalam buku tersebut tidak ada kelanjutan.

Sejauh yang dapat ditelusuri politik hukum juga telah diperkenalkan di negeri Belanda pada
tahun 1953 oleh Bellefroid yang mendefinisikan, politik hukum adalah bagian dari ilmu
hukum yang meneliti perubahan hukum yang berlaku (ius constitutum) yang harus dilakukan
untuk memenuhi tuntutan baru kehidupan masyarakat (ius constituendum). Menurut Moh.
Mahfud MD, politik hukum adalah legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum
yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian
hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan Negara (Moh. Mahfud MD, 2009:1).

Ius constitutum adalah suatu istilah bahasa Latin yang berarti hukum yang telah ditetapkan,
yakni hukum yang berlaku, artinya berlaku di suatu tempat tertentu pada waktu tertentu pula
(Sugeng Istanto dkk, 15).

Dalam kenyataannya hukum yang sedang berlaku (hukum positif), karena adanya perubahan
kehidupan di dalam masyarakat, dan untuk memahami perubahan tersebut perlu ditelaah
apakah pengertian perubahan, pengertian kehidupan dan pengertian masyarakat.
Dari penelahaan inilah, penulis untuk membahas mengapa narapidana yang mendapatkan
pelatihan kerja memperoleh premi serta bagaimana peraturan mengenai hak narapidana atas
premi seharusnya dirumuskan di LP Kelas II.A Ambarawa.

Adanya perubahan kehidupan inilah yang, secara tidak langsung merubah ius
constitutum karena adanya kenyataan yang berbeda dengan unsur-unsur ius
constitutum untuk kemudian menetapkan ius constituendum yang unsur-unsurnya memenuhi
kenyataan kehidupan masyarakat yang berbeda tersebut.

Harapan penulis sekiranya penulisan tesis ini dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis
maupun praktis, yang menjadi salah satu indikator hukum yang diharapkan atau hukum yang
dicita-citakan bagi Bangsa Indonesia, khususannya berkaitan dengan hak-hak
narapidana, untuk mendapatkan premi setelah melakukan latihan kerja sambil produksi di
unit-unit kerja di LP Kelas II.A Ambarawa
4.5 Teori Jabatan dan Jabatan Notaris
Kita akan mencoba menelaah dahulu dari apa itu pejabat, bila diperhatikan
dari segibahasa, Pengertian “pejabat” menurut pengertian bahasa adalah pegawai pemerintah
yang memegang jabatan (unsur pimpinan)16.Dalam bahasa Belanda istilah
“pejabat” disalinantara lain menjadi “ambtdrager”,17yang diartikan sebagaiorang yang
diangkat dalamdinas pemerintah (negara, propinsi, kotapraja, dan sebagainya).

E. Utrechtmengungkapkan bahwa jabatan adalah sebagai pendukunghak


dankewajiban,sebagai subjek hukum (persoon) berwenang melakukan perbuatan
hukum(rechtsdelingen) baik menurut hukum publik maupun menurut
hukumprivat.Ditambahkan bahwa jabatan dapat menjadi pihak dalam suatu perselisihan
hukum(process party) baik di luar maupun pada pengadilan perdata dan
administrasi.19Agarwewenang dapat dijalankan, maka jabatan sebagai personifikasi hak dan
kewajiban,memerlukan suatu perwakilan, yang disebut pejabat yaitu manusia atau
badan,dengan kata lain disebut pemangku jabatan. Dengan perantaraan pejabat makajabatan
dapat melaksanakan kewajibannya

Logeman menempatkan jabatan dari aspek negara sebagai organisasi


otoritas yang mempunyai fungsi yang saling berhubungan dalam suatu totalitas lingkungan
kerja tertentu, sehingga negara disebut sebagai suatu perikatan fungsi-fungsi. Negara
sebagai organisasi jabatan yang melahirkan otoritas dan wewenang, dan jabatan adalah
bagian dari fungsi atau aktivitas pemerintahan yang bersifat tetap atau
berkelanjutan. Jabatan muncul sebagai pribadi (persoon) atau subjek hukum, yang dibebani
kewajiban dan dijadikan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum, akan
tetapi untuk melakukan tindakan harus melalui pejabat atau pemangku jabatan. Dalam hal ini
harus ada pemisahan mutlak antara pribadi pemangku jabatan selaku pejabatdan selaku
manusia sebagai prive.

Istilah “Jabatan” memiliki beberapa pengertian umum. Kamus Besar Bahasa Indonesia
mendefinisikan jabatan sebagai pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan atau
organisasi. edangkan Ensiklopedia Kementerian Keuangan memberiakan
pengertian Jabatanadalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang,
dan hak seorang pegawai dalam rangka suatu satuan organisasi.Arti jabatan seperti ini dalam
arti yang umum, untuk setiap bidang pekerjaan (tugas) yang sengaja dibuat untuk keperluan
yang bersangkutan baik dan pemerintahan maupun organisasi yang dapat diubah sesuai
dengan keperluan. Menurut Logemann, apa yang disebut dengan jabatan
adalah25”...lingkungan kerja awet dan digaris-batasi, dan yang disediakan untuk ditempati
oleh pemangku jabatan yang ditunjuk dan disediakan untuk diwakili oleh mereka
sebagai pribadi. Dalam sifat pembentukan hal ini harus dinyatakan dengan jelas.”

Dari pengertian di atas, Logemann menghendaki suatu kepastian dan kontinuitas pada suatu
jabatan supaya organisasi dalam berfungsi dengan baik. Jabatan dijalankan oleh pribadi
sebagai wakil dalam kedudukan demikian dan berbuat atas nama jabatan, yang disebut
pemangku jabatan. Masih menurut Logemann,
bahwa suatu jabatan :“een ambt is een instituut met eigen werkking waaraan bij de
instelling duurzaam en wel omschreven taak en bevoegdhden zijn verleend”.

(Merupakan suatu lembaga dengan lingkup pekerjaan sendiri yang dibentuk untuk waktu
lama dan kepadanya diberikan tugas dan wewenang tertentu).

Berkaitan dengan apa yang telah dikemukakan oleh Logemann diatas, Aminuddin Ilmar
berpendapat “Demikian dapat diartikan bahwa jabatan sebagaimana dikemukakan oleh
Logemann itu tidak lebih sebagai suatu lingkungan kerja tertentu yang didalamnya berfungsi-
fungsi tertentu pula dan di fungsi-fungsi ini kemudian dinamakan dengan istilah jabatan yang
didalamnya bersifat wewenang”.

Jadi jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan
hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu
lingkungan pekerjaan tetap

Pendapat lain mengenai jabatan dikemukakan olehUtrecht: “Jabatan adalah suatu lingkungan
pekerjan tetap (kring van vaste werkzaamheden) yang diadakan dan dilakukan guna
kepentingan negara (kepentingan umum). Sedangkan menurut Bagir Manan:

“Jabatan merupakan lingkungan kerja tetap yang berisi fungsi-fungsi tertentu yang secara
keseluruhan akan mencerminkan tujuan dan tata kerja suatu organisasi. Kumpulan atau
keseluruhan jabatan inilah yang mewujudkan suatu organisasi. Dengan perkataan lain
organisasi merupakan kumpulan jabatan atau lingkungan kerja tetap dengan berbagai fungsi.
Keseluruhan fungsi dari semua jabatan tersebutlah yang mencerminkantujuan organisasi.

Jabatan memeganghak dan kewajiban tidak dapat berdiri sendiri, atau badan hukum, tetapi
badan hukum itu juga diwakili oleh manusia, karena wakil pada akhirnya selalu manusia.

Sejarah mencatat awal lahirnya profesi jabatan Notaris adalah profesi kaumterpelajar dan
kaum yang dekat dengan sumber kekuasaan. Para Notaris ketika itu mendokumentasikan
sejarah dan titah raja. Para Notaris juga menjadi orang dekat Paus yang memberikan bantuan
dalam hubungan keperdataan. Bahkan pada abad kegelapan (Dark Age 500 -1000 setelah
Masehi) di mana penguasa tidak bisa memberikan jaminan kepastian hukum, para Notaris
menjadi rujukan bagi masyarakat yang bersengketa untuk meminta kepastian hukum atas
sebuah kasus.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak awal lahirnya profesi jabatan
Notaris, termasuk jabatan yang prestisius,mulia, bernilai keluhuran dan bermartabat
tinggi. Notaris merupakan pejabatan umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Akta
yang dibuat dihadapan Notaris merupakan bukti otentik, bukti paling sempurna, dengan
segala akibatnya

4.6 Ideologi secara umum


Sebuah sistem hukum tanpa basis ideologi adalah tidak mungkin, sebab hukum tanpa
hegemoni hanyalah kekuasaan telanjang dan itu berarti hukum sama sekali bukanlah
hukum. Hukum tidak hanya ideologi yang disokong oleh kekuasaan sosial
yang terlembaga melainkan juga kekuasaan sosial terlembaga yang disokong oleh
ideologi

Kaelan menerangkan pengertian ideologi yaitu

Ideologi secara umum dapat dikatakan sebagai kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide,


keyakinan-keyakinan, kepercayaan-kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis, yang
menyangkut dan mengatur tingkah laku sekelompok manusia tertentu dalam pelbagai
bidang kehidupan

Masalah ideologi negara dalam arti cita negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi
suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan
pada hakikatnya merupakan asas kerokhanian yang antara lain memiliki ciri sebagai
berikut:

a.Mempunyai derajad yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan

b.Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan dunia,


pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara,
dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan
dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban

Posisi norma dasar itu abstrak ia merupakan nilai-nilai yang memenuhi relung-relung,
ruang-ruang dalam norma dasar itu. Norma dasar tidak dapat ditentukan oleh siapa pun,
walaupun dalam paham positivistik bebas dari unsur religius, namum harus dipahami
bahwa konsep norma dasar adalah perintah tuhan. Atau dalam konsep hukum alam
disebut dengan lex divina.

Perdebatan tentang sumber-sumber hukum terlihat pada konsep sumber hukum itu
sendiri yang melemahkan ideologi dalam pandangan hukum, atau dengan kata lain
hukum bersumber pada ideologi. Gagasan bahwa hukum adalah ideologi merupakan
kontribusi penting untuk penstudi hukum. Jelas bahwa hukum dibentuk dan dipengaruhi
oleh aspek-aspek non-hukum.

Walaupun persoalan ideologi merupakan pusat kajian ilmu sosial,13 namun erat kaitan
antara kajian cita hukum dan kajian ideologi dalam rangka merumuskan tujuan negara
dan norma dasar. Sebagaimana konsep ideologi dalam arti terbuka,14Franz Magnis
Suseno menjelaskan bahwa artinya idelogi yang menyuguhkan kerangka orientasi dasar,
sedangkan dalam operasional kesehariannya akan selalu berkembang disesuaikan
dengan norma, prinsip moral dan cita-cita masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam operasionalisasi kehidupan masyarakat tidak dapat ditentukan secara apriori
melainkan harus disepakati secara demokratis sebagai bentuk cita-cita bersama. Dengan
demikian ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter dan tidak dapat dipakai untuk
melegitimasi kekuasaan sekelompok orang

Jika hukum bersumber pada aspek ideologi sebagaimana arti nilai dalam norma dasar,
maka nilai dianggap memiliki sifat normatif, artinya nilai tersebut mengandung harapan,
cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai nemiliki sifat ideal (das sollen) - ideologi.
Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak.
Misalnya, nilai keadilan. Semua orang berharap dan mendapatkan dan berperilaku yang
mencerminkan nilai keadilan.

Oleh karena itu ideologi merupakan panduan bagi penganutnya untuk


melakukan tindakan-tindakan secara praktis dan strategis untuk mewujudkan kehendak
dan cita-cita yang terkandung dalam ideologi tersebut. Sehingga ideologi mempunya
beberapa fungsi sebagai berikut:

1.Fungsi etis, yaitu sebagai panduan dan sikap serta perilaku kelompok
masyarakat dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan.

2.Fungsi integrasi, yaitu nilai yang menjadi pengikat suatu bangsa atau masyarakat.

3.Fungsi kritis, yaitu sebagai ukuran nilai yang dapat digunakan untuk melakukan kritik
terhadap nilai atau keadaan tertentu.4.Fungsi praxis, yaitu sebagai acuan dalam
memecahkan masalah-masalah kongkrit.5.Fungsi justifikasi, yaitu ideologi sebagai nilai
pembenar atas suatu tindakan atau kebijakan tertentu yang dikeluarkan oleh suatu
kelompok.

Konsep tersebut jika dikaitkan dengan konsepsi Hans Kelsen mengenai norma dasar,
akan dapat dilihat bahwa pokok dari norma yang menjadi sumber hukum harus memiliki
dasar, cita, dan nilai. Stufenbau theorie yang bertumpu pada Grundnormtidak hanya
terpaku pada upaya untuk memahami serta mengkritisi hukum positif belaka
(fungsi grundnorm),17 melainkan juga menguji kemungkinan-
kemungkinan penyimpangan dalam penerapan hukum serta memeriksa kembali
relevansi norma hukum dengan cita-cita untuk mencapai keadilan.

Pancasila sebagai sebuah ideologi, faham, cita dan ide sama posisinya
sebagai grundnorm yang diajukan Hans Kelsen. Bahwa sebagai grundnorm,
Pancasila mengandung nilai dan semangat yang mulia dan diyakini mampu
mengantarkan bangsa Indonesia menuju tujuannya.
5.2 SEJARAHPERKEMBANGAN HUKUM UMUM
Pengertian Sejarah

Untuk mendefinisikan “Sejarah”, kiranya agak sulit, karena banyak pendekatan etimologi
yang dapat digunakan. Pendekatan tersebut menghasilkan pengertian yang hampir
sama. Dilihat dari etimologi asal kata, sejarah dalam bahasa Latin adalah “Historis”.
Dalam bahasa Jerman disebut “Geschichte” yang berasal dari kata geschehen, berarti
“sesuatu yang terjadi”.Istilah “Historie” menyatakan kumpulan fakta kehidupan dan
perkembangan manusia. Di kawasan orang-orang berbahasa Melayutermasuk Indonesia,
secara sederhana kata sejarah diartikan sebagai suatu ceritadari kejadian masa lalu yang
dikenal dengan sebutan legenda, babad, kisah, hikayat, dan sebagainya
yang kebenarannya belum tentu tanpa bukti-bukti sebagai hasil suatu penelitian

Umumnya cerita itu dijadikan dogeng yang turun temurun. Di samping itu, sejarah dapat
diartikan sebagai suatu pengungkapan dari kejadian-kejadian masa lalu. Ada yang
mengartikan sejarah merupakan penulisan sistematik dari gejala-gejala tertentu yang
mempunyai pengaruh pada suatu bangsa atau kelompok sosial tertentu dengan
penjelasan mengenai sebab-sebab timbulnya gejala itu. Sebagaiilmu sosial, sejarah
meneliti pengalaman manusia dengan usaha mengungkapkan kebenarannya tentang
manusia dan masyarakat. Memang banyak arti yang diberikan untuk
mendefinisikansejarah, tetapi kiranya tidak boleh lupa bahwa apa yang diungkapkan
dalam penelitian mengandung unsur-unsur : (a) pencatatan (penulisan) dari hasil
penelitian, (b) kejadian-kejadian penting (factual) masa lalu, (c) kebenaran nyata
(konkret)

Pada usia zaman yang semakin maju ini, di mana manusia telah
meyakini kemampuannya sendiri untuk selalu berupaya mengembangkan dan
memajukan diri sesuai dengan bidang peradabannya, kemampuan ini diwujudkan
dengan keberaniannya untuk menembusi dunianya dengan pikiran-pikiran baru yang
kritis berupa ilmu-ilmu di berbagai bidang.Ilmu yang diusahakan oleh manusia
telah mencapai suatumomentum yang memungkinkan yang dibawakan oleh
penemuan di bidang teknologi yang seolah menjungkirbalikan pandangan-
pandangan, konsep-konsep serta irama kehidupan yang lampau. Keadaan semacam ini
pada mulai abad ke 18 (delapan belas) terlihat dengan banyak timbulnya ideal-
ideal serta gerakan-gerakan hukum baru. Benih-benih bagi timbulnya
pendekatan sejarah tersimpan pada abad-abad sebelumnya, terutama dalam
hubungannya dengan dasar-dasar yang dipakai untuk menyusun teori-teori pada abad-
abad tersebut. Para pemikir nampaknya semakin menyadari, bahwa teori-teorin
dari John Locke dengan Trias Politika dan Kontrak Sosial dari J.J. Rousseau,
tidak didasarkan kepada kenyataan-kenyataan, melainkan atas dasar asunsi-asumsi yang
ajaib (prodigious). Pendekatan sejarah ini boleh disebut sebagai suatu revolusi dari fakta
terhadap khayalan. “Atas dasar fakta dan bahan sejarah yangmanakah teori kontrak
sosialdan lain-lain teori itu disusun”. Satjipto Rahardjo.
Ahli sejarah Jerman, Rohlies, mengemukakan bahwauntuk menyajikan dengan ringkat,
lengkap, dan dalam garis ciri-ciri khas sejarah sebagai ilmu pengetahuan tidak akan
dijumpai. Ia mencoba menanggulangi hal itu dengan selengkap mungkin menguraikan
selengkap mungkin berbagai ciri khassejarah secara pluri-dimensional, interdependensi
data sejarah satu dengan yang lain, aspek genetis, keterikatan waktu dan lain-lain.
Adapun makna konkret penulisan sejarah sebagai ilmu pengetahuan baginya dapat kita
temukan padanya, ialah sama halnya dengan contoh kami pada saat membicarakan
kaum marxis, yakni lebih ke arah penentuan metode-metode maupun bentuk-bentuk
penelitian sejarah. Nampaknya yang penting di sini, ia bertolak dari anggapan
bahwa sejarah membedakan diri dari ilmu-ilmu pengetahuan alam,
ialah ketidakmungkinan prinsipil dilakukannya suatu verifikasi yang lengkap

Memperhatikan dan memperhitungkan adanya keterbatasan ini, maka menurut Rohlies,


karya ahli sejarah diarahkan pada skema sebagai berikut :

a.Menemukan dan menyaring sumber-sumber;

b.Menyusun dalam kelompok-kelompok sumber-sumber ini menurut tolok ukur tertentu


(yang termasuk hipotesis);

c.Menguraikan sumber-sumber, yakni menelusuri dan menguji hal dapat dipercaya


berikut kekuatan pembuktian sumber-sumber ini;

d.Menafsirkan sumber-sumber tersebut dengan maksud melakukan rekonstruksi


jalanperkembangan fakta-fakta termasuk kemungkinan terlebih dahulu menyusun
hipotesis kerja;

e.Mendalami serta memahami dan melakukan verifikasi terhadap keterkaitan satu


dengan yang lain atas keistimewaan-keistimewaan, karakteristik-karakteristik yang
dikemukakan;

f.Penilaian fakta-fakta dan keterkaitan-keterkaitan yang ditetapkan

5.3 Pengertian Sejarah Hukum


Sejarah hukum adalah suatu metode dan ilmu yang merupakan cabang dari ilmu sejarah
(bukan cabang dari ilmuhukum), yang mempelajari
(studying), menganalisa (analising), memverifikasi (verifiying), menginterpretasi (interpretin
g), menyusun dalil (setting the clausule), dan kecenderungan (tendention), menarik
kesimpulan tertentu (hipoteting), tentang setiap fakta, konsep, kaidah, dan aturan yang
berkenaan dengan hukum yang pernah berlaku. Baik yang secara kronologis dan sistematis,
berikut sebab akibat serta ketersentuhannya dengan apa yang terjadi di masa kini, baik seperti
yang terdapat dalam literatur, naskah, bahkan tuturan lisan, terutama penekananya atas
karakteristik keunikan fakta dan norma tersebut, sehingga dapat menemukan gejala, dalil, dan
perkembangan hukum di masa yang lalu yang dapat memberikan wawasan yang luas bagi
orang yang mempelajarinya, dalam mengartikan dan memahami hukum yang berlaku saat ini.

Sejarah hukum adalah salah satu bidang studi hukum, yang mempelajari perkembangan dari
asal usul sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu, dan membandingkan antara hukum
yang berbeda karena dibatasi oleh perbedaan waktu. Sejarah hukum ini terutama berkait
dengan bangkitnya suatu pemikiran dalam hukum yang dipelopori oleh Savigny (1779-1861).
Dalam studi sejarah hukum ditekankan mengenai hukum suatu bangsa merupakan
suatu ekspresi jiwa yang bersangkutan dan oleh karenanya senantiasa yang satu berbeda
dengan yang lain. Perbedaan ini terletak pada karakteristik pertumbuhanyang dialami oleh
masing-masing sistem hukum. Apabila dikatakan bahwa sistem hukum itu tumbuh, maka
yang diartikan adalah hubungan yang terus menerus antara sistem yang sekarang dengan
yang lalu. Apalagi dapat diterima bahwa hukum sekarang berasal dari yang sebelumnya atau
hukum pada masa-masa lampau, maka hal itu berarti, bahwa hukum yang sekarang dibentuk
oleh proses-proses yang berlangsung pada masa lampau (Soedjono Dirdjosisworo).

Sejarah mempelajari perjalanan waktu masyarakat di dalam totalitasnya, sedangkan sejarah


hukum satu aspek tertentu dalam hal itu, yakni hukum. Apa yang berlaku untuk seluruh,
betapapun juga berlaku untuk bagian, serta maksud dan tujuan sejarah hukum mau tidak mau
akhirnya adalah menentukan juga“dalil-dalil atau hukum-hukum perkembangan
kemasyarakatan”. Jadi, dengan demikian permasalahan yang dihadapi sejarawan hukum tidak
kurang “imposible” daripada setiap penyelidik dalam bidang apapun. Namun dengan
mengutarakan bahwa sejarawan hukum harus berikhtiar untuk melakukan penulisan
sejarah secara integral, nampaknya Van den Brink terlampau jauh jangkauannya. Justru pada
tahap terakhir ia melangkahi tujuan spesifik sejarah hukum ini. Sudah barang tentu bahwa
sejarawan hukum harus memberikan sumbangsihnya kepada penulisan secara terpadu.
Bahkan sumbangsih tersebut teramat penting, mengingat peran yang begitu besar yang
dimainkan oleh hukum di dalam perkembangan pergaulan hukum manusia.

5.4 Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Sejarah Hukum.


Dalam perkembangan sejarah hukum terdapat hal-hal yang mempengaruhi bagaimana
hukum berlaku suatu wilayah atau negara. Yaitu, diantaranya :

a.kuatnya pengaruh ajaran hukum alam yang modern maupun yang klasik, dengan
mengandalkan logika, dengan mengembangkan berfikir seolah-olah semua masalah
hukum dapat dipecahkan dengan akal sehat menuji hukum yang rasionil berlaku di
mana-mana

b.kuatnya pengaruh paham agama dalam bidang hukum terjadi sejak dulu. (dogma
wahyu).

c.kuatnya pengaruh paham positivisme, yang mengarahkan pandangan orang tentang


hukum hanya yang terjadi saat ini saja, sebagaimana yang tertulis dalam uu yang
diperintahkan penguasa.
Oleh karena hukum adalah suatu produk hubungan-hubungan dan perimbangan-
perimbangan kemasyarakatan, maka di dalam proses penciptaan dan perkembangannya
ia ditentukan oleh sejumlah aspek hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan
tersebut. Sebagaimana telah diperlihatkan di atas nampaknya mustahil untuk
menentukan dengan suatu kepastian hubungan sebab akibat antara setiap aspek
tersebut dan perkembangan hukum itu sendiri, satu dan lain karena sejumlah besar
faktor kemasyarakatan ini bekerja secara bersamaan, terkadang seayun selangkah
menjurus ke arah yang sama, tetapi sering pula mengarahkan pengaruhnya ke arah yang
berlawanan. Jadi dengan demikian sulit sekali, kalau tak mau disebut, mustahil untuk
menelusuri dan menetapkan sumbangsih yang tepat setiap unsur yang berperan
dalam perkembangan hukum ini. Namun, betapapun juga tidak tertutp
kemungkinan untuk membedakan beberapa faktor, yang benar-benar berperan
dalam penciptaan danperkembangan hukum. Faktor-faktor tersebut
tampil kepermukaan dengan beraneka ragam, sifat dan bentuk. Dengan demikian
perlu membatasi untuk mengulas beberapa diantara mereka nampaknya termasuk yang
paling penting yakni : faktor-faktor politik, ekonomis, religi-ideologis dan kultur budaya.

5.5 Model-model Sejarah Hukum.


Model-model sejarah hukum di dalam referensi hukum digambarkan ke dalam :

a.perkembangan hukum yang terjadi secara “evolutif linier” menuju ke arah yang lebih
baik, logis, efektif dan efisien.

b.perkembangan hukum yang terjadi dalam keadaan “linier”, sekali-kali


terjadi perkembangan yang “zig-zag”, semacan revolusi dalam perkembangan
hukum dengan melaju secara cepat dan linier, seperti ketika Napoloen
membuat kodifikasi di Perancis.

c.perkembangan hukum yang terjadi secara “evolutif”, tetapi dengan arah melingkar,
sehingga menghasilkan hukum yang berorientasi kembali ke masa lalu, sesuai dengan
semboyan “sejarah itu berulang”.

5.6 Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Sejarah Hukum


Dalam perkembangan sejarah hukum terdapat hal-hal yang mempengaruhi bagaimana
hukum berlaku suatu wilayah atau negara. Yaitu, diantaranya :

a.kuatnya pengaruh ajaran hukum alam yang modern maupun yang klasik, dengan
mengandalkan logika, dengan mengembangkan berfikir seolah-olah semua masalah
hukum dapat dipecahkan dengan akal sehat menuji hukum yang rasionil berlaku di
mana-mana.
b.kuatnya pengaruh paham agama dalam bidang hukum terjadi sejak dulu. (dogma
wahyu).

c.kuatnya pengaruh paham positivisme, yang mengarahkan pandangan orang tentang


hukum hanya yang terjadi saat ini saja, sebagaimana yang tertulis dalam uu yang
diperintahkan penguasa.

Oleh karena hukum adalah suatu produk hubungan-hubungan dan perimbangan-


perimbangan kemasyarakatan, maka di dalam proses penciptaan dan perkembangannya
ia ditentukan oleh sejumlah aspek hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan
tersebut. Sebagaimana telah diperlihatkan di atas nampaknya mustahil untuk
menentukan dengan suatu kepastian hubungan sebab akibat antara setiap aspek
tersebut dan perkembangan hukum itu sendiri, satu dan lain karena sejumlah besar
faktor kemasyarakatan ini bekerja secara bersamaan, terkadang seayun selangkah
menjurus ke arah yang sama, tetapi sering pula mengarahkan pengaruhnya ke arah yang
berlawanan. Jadi dengan demikian sulit sekali, kalau tak mau disebut, mustahil untuk
menelusuri dan menetapkan sumbangsih yang tepat setiap unsur yang berperan
dalam perkembangan hukum ini. Namun, betapapun juga tidak tertutp
kemungkinan untuk membedakan beberapa faktor, yang benar-benar berperan
dalam penciptaan danperkembangan hukum. Faktor-faktor tersebut
tampil kepermukaan dengan beraneka ragam, sifat dan bentuk. Dengan demikian
perlu membatasi untuk mengulas beberapa diantara mereka nampaknya termasuk yang
paling penting yakni : faktor-faktor politik, ekonomis, religi-ideologis dan kultur budaya.

Aspek-aspek Yang Mendukung Perkembangan Hukum

Dalam perkembangan sejarah hukum terdapat hal-hal yang mendukung bagaimana


hukum dapat berlaku berlaku dengan pada suatu wilayah atau negara Yaitu,
diantaranya :

a.disiplin aliran sejarah hukum (historical jurisprudence) von Savigny. Hukum adalah
“volkgeist” atau “jiwa bangsa”

b.disiplin aliran kegunaan hukum (utilitesme hukum) negara-negaraAnglo Saxon, yang


mengukur baik buruknya hukum dilihat dari segi kemanfaatan terhadap masyarakat.

c.disiplin aliran sejarah matrialis (matrialisme hostorishe) Karl Marx dan Engel. Yang
mengukur hukum bukan dari pemikiran abstrak manusia dan Tuhan tetapi dari sisi
kebendaan semata.

d.disiplin aliran sosiologis, yang menelaah keefektifan hukum dengan


kenyataan masyarakat.
e.disiplin aliran antropologis dan budaya, yang menelaah hukum dari sisi
sejarah peradaban manusia

6.1 Perlindungan masyarakat (social defence),


Bertitik tolak pada tujuan “perlindungan masyarakat” (social defence), maka tujuan
penegakan hukum pidana dapat dibedakan menjadi :

1. Perlindungan masyarakat dari perbuatan anti sosial yang merugikan dan


membahayakan masyarakat, maka tujuan pemidanaannya adalah mencegah dan
menanggulangi kejahatan.
2. Perlindungan masyarakat dari sifat berbahayanya seseorang, maka tujuan
pemidanaannya adalah memperbaiki pelaku kejahatan atau berusaha mengubah
dan mempengaruhi tingkah lakunya agar kembali patuh pada hukum dan
menjadi warga masyarakat yang baik dan berguna.
3. Perlindungan masyarakat dari penyalahgunaan sanksi atau reaksi dari penegak
hukum atau warga masyarakat pada umumnya, maka tujuan pemidanaannya
adalah untuk mencegah terjadinya perlakuan atau tindakan sewenang- wenang di
luar hukum.
4. Perlindungan masyarakat dari gangguan keseimbangan atau keselarasan
berbagai kepentingan dan nilai akibat dari adanya kejahatan, maka penegakan
hukum pidana harus dapat menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak
pidana, dapat memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam
masyarakat.

Berdasarkan pada tujuan penegakan hukum pidana tersebut, maka tujuan pemidanaan
adalah :

1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi


pengayoman masyarakat;
2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi
orang yang baik dan berguna, serta mampu untuk hidup bermasyarakat;
3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan
keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; dan d.
membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Pembaharuan hukum pidana harus mampu mengadopsi perkembangan yang ada


terutama perkembangan ITE Tindak Pidana di bidang teknologi informasi atau Tindak
Pidana lainnya yang akibatnya dialami atau terjadi di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia atau di Kapal Indonesia dan di Pesawat Udara Indonesia KUHP Nasional kita
harus menyesuaikan dengan perkembangan yang ada terutama perkembangan ITE.
Perkembangan ITE ini telah banyak mengubah tata kehidupan bermasyarakat yang tidak
saja berdampak positif tetapi juga banyak berdampak negatif, termasuk juga perbuatan
pidana melalui media ITE. Faktanya perbuatan itu bisa dilakukan dari manapun dan
berakibat dimanapun, artinya dapat dilakukan di luar wilayah Indonesia tetapi berakibat
di wilayah Indonesia. Perluasan wilayah berlakunya hukum pidana ini menjadi suatu
keniscayaan dilakukan, namun perlu juga dipertimbangkan terhadap kemungkinan
terjadinya pemberlakuan dua hukum pidana dari negara yang berbeda terhadap satu
perbuatan pidana yang sama. Karena perbuatan itu dilakukan di negara lain (berlaku
hukum pidana negara bersangkutan) dan akibatnya dialami di Indonesia (berlaku hukum
pidana Indonesia) Penentuan suatu perbuatan dapat dipidana atau tidak, tidak hanya
didasarkan pada Peraturan Perundang-undangan tetapi juga memperhatikan hukum
yang hidup dalam masyarakat.

Hukum Pidana Indonesia yang sekarang ada merupakan hukum pidana yang ada
semenjak Indonesia merdeka yang merupakan warisan dari Pemerintah Kolonial Belanda,
aslinya disebut wetboek van strafrecht voor nederlandsch-indie‟s. 1915 No. 732, jika
dikaitkan dengan perkembangan zaman sekarang ini maka dianggap sangat perlu untuk
melakukan penyesuaian. Perubahan dilakukan dengan didasari pada pertimbangan
filosofis, sosiologi dan yuridis, yang dilakukan pada 3 (tiga) aspek utama, yaitu:
Perumusan perbuatan yang bersifat melawan hukum, Pertanggungjawaban pidana dan
Pidana dan tindakan yang dapat diterapkan.

6.2 Rekodifikasi KUHP Nasional

Rekodifikasi KUHP Nasional dilakukan pada 3 (tiga ) permasalahan utama, yaitu :

1. Perumusan perbuatan yang bersifat melawan hukum (criminal act); Sumber


hukum yang dijadikan dasar suatu perbuatan dapat dipidana, tidak hanya
Peraturan Perundang-undangan (asas legalitas) tetapi juga memberi tempat
kepada sumber hukum tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat (living law)
sebagai dasar penetapan patut atau tidaknya suatu perbuatan dipidana.
2. Pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) baik dari pelaku
manusia (natural person) maupun korporasi (corporate criminal responsibility);
3. Pidana dan tindakan yang dapat diterapkan. Pidana atau tindakan yang
dijatuhkan berorientasi pada tujuan pemidanaan yang bertolak pada
keseimbangan dua sasaran pokok, yaitu “perlindungan masyarakat” dan
“perlindungan atau pembinaan individu pelaku tindak pidana”.

 Sehingga dalam penjatuhan pidana atau tindakan berorientasi kepada


kepentingan masyarakat (termasuk korban) dan kepentingan atau pemulihan
pelaku. Untuk kepentingan korban, maka pidana denda, pidana penjara dan
pidana mati masih tetap diberlakukan, dengan catatan pidana mati digunakan
sebagai pengecualian atau sarana terakhir dan dikategorikan sebagai jenis pidana
yang bersifat khusus (eksepsional).
 Karena dikategorikan sebagai jenis pidana yang bersifat khusus, di samping
pemberlakuannya sebagai sarana terakhir, juga perlu ada ketentuan mengenai
penundaan pelaksanaan pidana mati atau bisa disebut pidana mati bersyarat
(conditional capital punishment) dengan masa percobaan 10 tahun.
 Untuk kepentingan perlindungan kepada masyarakat, di samping ketiga jenis
pidana di atas, yaitu pidana denda, penjara dan pidana mati, juga dapat diberikan
sanksi berupa ganti kerugian dan pemenuhan kewajiban adat, yang dimasukkan
sebagai jenis pidana tambahan.
 Hal ini dikarenakan, faktanya banyak sekali tindak pidana yang korbannya tidak
saja sebagai korban langsung dari tindak pidana tersebut, tetapi juga komunitas
masyarakat tertentu (masyarakat hukum adat), sehingga kepada pelaku juga
perlu dibebankan sanksi pemenuhan kewajiban adat, untuk mengembalikan
kondisi adat pada kondisi semula.
 Fakta yang lain, bahwa banyak sekali tindak pidana yang dilakukan ketika
pelakunya sudah dijatuhi pidana, maka korban tidak mendapatkan sesuatu
sebagai pemulihan atas kerugian yang disebabkan dari tindak pidana yang
dilakukan oleh pelaku, karena itu penting juga dibebankan sanksi berupa ganti
kerugian bagi tindak pidana yang menimbulkan kerugian secara materiil terhadap
korban.
 Untuk kepentingan atau pemulihan pelaku, maka hakim dalam menentukan
pidana diberikan keleluasaan untuk memilih dan menentukan sanksi apa (pidana
atau tindakan) yang sekiranya tepat untuk pelaku tindak pidana. Hakim dapat
menerapkan arternatif sanksi, dapat menjatuhkan pidana pokok saja atau pidana
tambahan saja atau menjatuhkan tindakan saja atau pidana pokok dan pidana
tambahan, atau pidana pokok dan tindakan, atau pidana pokok, pidana
tambahan dan tindakan.
 Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan dan penilaian hakim terhadap
keadaan yan menyertai pelaku sebelum dan sesudah tindak pidana dilakukan.
Sanksi berupa tindakan diberikan kepada pelaku tindak pidana yang tidak dapat
dimintai pertanggungjawaban atau kurang mampu bertanggungjawab. Tindakan
ini berupa: perawatan di rumah sakit jiwa, penyerahan kepada pemerintah atau
penyerahan kepada seseorang).
 Sedangkan sanksi berupa tindakan yang dikenakan bersama-sama dengan
pidana pokok, dapat berupa: pencabutan Surat Ijin Mengemudi, perampasan
keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, perbaikan akibat tindak pidana,
latihan kerja, rehabilitasi, dan/atau perawatan di lembaga.

6.3 .POLITIK HUKUM PIDANA DALAM RANCANGAN


UNDANG-UNDANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
PIDANA (KUHP)
Pembaharuan hukum pidana merupakan suatu keharusan dan merupakan bagian dari
fungsi Politik Hukum. Hukum pada hakakatnya selalu tertinggal dengan perkembangan
peradaban manusia. Hukum haruslah menyesuaikan dengan perkembangan peradaban
manusia karena jika tidak demikian maka hukum akan senantiasa tertinggal oleh
kemajuan zaman. KUHP Indonesia yang sekarang ada merupakan hukum pidana yang
ada semenjak Indonesia merdeka yang merupakan warisan dari Pemerintah Kolonial
Belanda (wetboek van strafrecht voor nederlandsch-indie‟s) 1915 No. 732.

Dasar pemikiran perlunya melakukan perubahan terhadap KUHP Indonesia, diantaranya :

a. Dasar Filosofis.

Setiap negara merdeka dan berdaulat hendaknya memiliki hukum sendiri yang
mengacu kepada tujuan dari negara bersangkutan, begitupun Indonesia yang memiliki
tujuan sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu : “…..melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
…”.

Berdasarkan tujuan negara Indonesia tersebut maka pembaharuan hukum di Indonesia


termasuk hukum pidana, mengacu kepada tujuan bernegara yaitu: melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, melaksanakan ketertiban dunia, dan ikut mewujudkan perdamaian dan keadilan
sosial. Karena itu, tujuan dalam Pembaharuan Hukum Pidana Nasional, yaitu
perlindungan masyarakat (social defence) dan menciptakan kesejahteraan masyarakat
(social welfare).

b. Dasar Sosiologis.

KUHP yang ada sekarang dalam beberapa aspek sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan masyarakat dan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Rumusan hukum pidana yang dimuat dalam KUHP🔓 tidak lagi mampu mengatasi
problem kejahatan dan tuntutan keadilan, sehingga dibuat pengaturan pidana di luar
KUHP. Perubahan KUHP hendaknya mampu mencerminkan nilai-nilai asli Bangsa
Indonesia.

c. Dasar Yuridis

Banyak terjadi tumpang tindih aturan tentang hukum pidana antara yang diatur
dalam KUHP dengan yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan Pidana di luar
KUHP, seolah-olah ada dualisme sistem hukum pidana, yaitu sistem hukum pidana yang
dibangun berdasarkan KUHP dan sistem hukum pidana yang dibangun berdasarkan UU
yang tersebar di luar KUHP. Karena itu, perlu dilakukan sinkronisasi, dalam bentuk
rekodifikasi KUHP Nasional.
7.1 Lembaga ADR

Lembaga ADR🔑 adalah arbitrase, mediasi, negosiasi, dan konsiliasi, yang saat ini banyak
digunakan oleh para industriawan dalam menyelesaikan sengketa lingkungan hidup di
Indonesia, terutama dalam perjanjian kerjasama antara pihak investor dengan
masyarakat, apabila terjadi pencemaran lingkungan.6 Selain itu pada penjelasan Pasal 86
menyatakan, bahwa pemerintah dan/atau masyarakat dapat membentuk lembaga
penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas
dan tidak memihak. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan diatur
dalam UUPPLH Pasal 87 sampai Pasal 92. Pasal 87 ayat (1) menyatakan, bahwa setiap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar
hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan
kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau
melakukan tindakan tertentu. Berdasarkan ketentuan Pasal 87 ayat (1), agar dapat
diajukan gugatan lingkungan untuk memperoleh ganti kerugian harus terpenuhi unsur-
unsur :

a) setiap penanggung jawab usaha/kegiatan;

b) melakukan perbuatan melanggar hukum;

c) berupa pencemaran atau perusakan lingkungan;

d) menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan;

e) penanggung jawab kegiatan membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan


tertentu.

Hal tersebutlah yang menjadi acuan dasar pengajuan gugatan lingkungan. Hal ini
berkaitan dengan juga dengan Hukum Perdata seperti yang tercantum dalam beberapa
pasal di Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dibawah ini yaitu : Pasal
1365 KUHPerdata menyatakan, bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa
kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut; Pasal 1366 KUHPerdata menyatakan, bahwa
setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-
hatinya; Pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata menyatakan, bahwa gugatan berdasarkan Pasal
1365 KUHPerdata harus memenuhi sayarat berikut:

1) kesalahan (schuld);

2) kerugian (schade);
3) hubungan kausal (causal verband);

4) relativitas (relativeit). Dalam UUPPLH diatur mengenai tanggung gugat mutlak (strict
liability) pada Pasal 88 menyatakan, bahwa setiap orang yang tindakannya, usahanya,
dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3,
dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung
jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.
Dengan prinsip tanggung gugat mutlak dimaksudkan suatu prinsip tanggung gugat
yang memandang kesalahan sebagai suatu yang tidak relevan untuk dipermasalahkan
apakah pada kenyataannya ada atau tidak.

Terdapat juga mekanisme gugatan class action dalam rangka penyelesaian sengketa
lingkungan yang melibatkan korban orang dalam jumlah banyak. Class action atau
dalam bahasa Indonesia dikenal dengan gugatan perwakilan kelompok yaitu prosedur
beracara dalam perkara perdata yang memberikan hak procedural satu atau beberapa
orang (dalam jumlah yang tidak banyak) bertindak sebagai penggugat untuk
memperjuangkan kepentingan para penggugat yang disebut sebagai wakil kelas (class
representatives), yang sekaligus mewakili kepentingan orang banyak (ratusan, ribuan,
ratusan ribuan, atau jutaan) yang disebut dengan class members, yang mengalami
kesamaan penderitaan atau kerugian. Hal ini diatur dalam Pasal 91. Serta dalam Pasal 92
diatur mengenai ketentuan serta penjelasan mengenai hak gugat organisasi lingkungan
hidup

Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) menyatakan bahwa: “Tiap
perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk
menggantikan kerugian tersebut”.

Dari uraian tersebut, dapat ditarik bahwa unsur PMH adalah: ada perbuatan melawan
hukum, ada kesalahan, ada hubungan sebab akibat antara kerugian dengan perbuatan,
dan ada kerugian. Perbuatan Melawan Hukum, bermakna bahwa adanya perbuatan atau
tindakan dari seseorang atau badan hukum yang melawan hukum yang berlaku, yang
memiliki 4 (empat) criteria, seperti: bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
bertentangan dengan hak subyektif orang lain; bertentangan dengan kesusilaan; dan
bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian.

Adanya Kesalahan terdapat dua macam kesalahan yaitu kealpaan dan kesengajaan.
Kealpaan bermakna terdapat perbuatan yang abai untuk melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan, atau tidak berhati-hati dalam melakukan sesuatu hal sehingga
menimbulkan kerugian bagi orang lain Sedangkan kesengajaan bermakna bahwa yang
bersangkutan dengan penuh kesadaran mengetahui konsekuensi tindakan yang
dilakukannya tersebut berakibat kerugian bagi orang lain.

Ada Hubungan Sebab Akibat antara Kerugian dan Perbuatan, bahwa benar antara
perbuatan yang dilakukan oleh yang bersangkutan adalah perbuatan yang kemudian
berakibat kerugian bagi orang lain. Poin ini disebut juga sebagai hubungan kausalitas,
dengan kata lain perbuatan orang yang bersangkutan menjadi sebab atas akibat berupa
kerugian bagi orang yang lain.

Ada Kerugian, bahwa perbuatan yang bersangkutan memang benar-benar menimbulkan


kerugian bagi orang yang lain. Kerugian dapat berbentuk dua macam, yakni kerugian
materiil dan kerugian immateriil. Kerugian materiil merupakan sesuatu yang bisa
dihitung dan dinominalkan, seperti uang, barang, biaya, dan lain sebagainya. Sementara
kerugian immateriil adalah sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak begitu saja langsung
bisa dihitung nominalnya. Contoh kerugian immateriil adalah ketakutan, trauma,
kekecewaan, rasa sakit, dan lain sebagainya.

7.2 POLITIK HUKUM BIDANG KEPERDATAAN


ASPEK HUKUM PERDATA DALAM UU LINGKUNGAN HIDUP

Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum akibat


perbuatan atau tindakan perdata antara seorang dengan seorang lainnya atau antara
seorang dengan beberapa orang (badan hukum). Setiap perbuatan atau tindakan
perdata yang mengakibatkan penderitaan atau kerugian pada pihak lain, maka orang
atau beberapa orang tersebut harus dapat mengganti kerugian akibat perbuatannya itu.
Aspek hukum perdata dalam pengelolaan lingkungan hidup merupakan salah satu aspek
penegakan hukum lingkungan. Dengan terjadinya pencemaran dan perusakan
lingkungan, maka aka nada korban pencemaran dan perusakan, dalam arti sebagai pihak
yang dirugikan, dan pihak yang dirugikan dapat berupa orang perorangan, masyarakat
atau negara. Dalam UUPPLH proses penegakan hukum lingkungan melalui prosedur
perdata diatur dalam Bab XIII Pasal 84 sampai dengan Pasal 93.

Aspek-aspek keperdataan yang tercantum dalam pasal-pasal tersebut berisikan tentang


penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang dapat ditempuh melalui jalur pengadilan
(litigasi) atau jalur diluar pengadilan (non litigasi) berdasarkan pilihan secara sukarela
para pihak yang bersengketa. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi hak
keperdataan para pihak yang bersengketa. Pasal 85 menyatakan, bahwa penyelesaian
sengketa diluar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai
bentuk dan besarnya ganti rugi, tindakan pemulihan akibat pencemaran atauperusakan,
mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya
pencemaran atau perusakan, serta untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap
lingkungan hidup. Dalam penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat digunakan jasa
pihak ketiga netral untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.
Penyelesaian sengketa dengan cara ini dikenal dengan Penyelesaian Sengketa Alternatif
atau Alternative Dispute Resolution (ADR) .
Last modified: Thursday, 2 June 2022, 10:55 AM

7. 3BANI Arbitration Center


BANI Arbitration Center (Badan Arbitrase Nasional Indonesia)

1. Lembaga independen dan bertindak secara otonom dalam penegakan


hukum dan keadilan.
2. Menyelenggarakan proses arbitrase dan APS lainnya sesuai dengan
kewenangan yang diberikan para pihak melalui perjanjian (klausula) arbitrase
atau kesepakatan lainnya.
3. Memberikan pendapat mengikat (binding opinion) yang diajukan oleh Para
Pihak secara bersama-sama.
4. Menyelenggarakan kerjasama penelitian dan pengembangan / sosialisasi serta
pelatihan tentang arbitrase dan APS.

BANI PERWAKILAN

1. Surabaya

2. Denpasar

3. Bandung

4. Medan

5. Pontianak

6. Palembang

7. Jambi

Catatan:

Pada Perwakilan BANI tersebut diatas, memfasilitasi


penyelenggaraan arbitrase sesuai Peraturan Prosedur BANI ditempat-
tempat tersebut

KESEPAKATAN KERJASAMA

1. The Japan Commercial Arbitration Assosiation (1980);


2. The Indonesian Nasional Board of Arbitration and The Netherlands Arbitration
Institute (1982);

3. The Australian Centre For International Commercial Arbitration (1996);

4. The Philippine Dispute Resolution Centre, Inc. (1998);

5. Hongkong International Arbitration Centre (1999);

6. Sticthing voor International Commerciele Arbitrage and Alternatieve


Geschillenbeslechting (The Foundation for International Commercial Arbitration and
Alternate Dispute Resolution) (2000);

7. The Singapore Institute of Arbitrators (2005);

8. Arbitration Association of Brunei Darussalam (2008);

9. Kuala Lumpur Regional Centre for Arbitration (2015);

10. Arbitration Centre and The Belgian Centre for Arbitration and Mediation (Cepani)
(2016);

11. Australian Centre for International Commercial Arbitration (ACICA) (2016);

KEANGGOTAAN INTERNASIONAL

1. Asia Pacific Regional Arbitration Group (APRAG);


2. Regional Arbitration Institute (RAIF) (Saat ini keanggotaan BANI dalam RAIF
dialihkan kepada Institut Arbiter Indonesia (IArbI);
3. International Council For Commercial Arbitration (ICCA)

Anda mungkin juga menyukai