POLITIK HUKUM
Oleh
B. Pembahasan
a. Politik Hukum Permanen
Politik hukum itu ada yang bersifat permanen atau jangka
Panjang dan ada yang bersifat periodik. Yang bersifat permanen
misalnya pemberlakuan prinsip pengujian yudisial, ekonomi
kerakyatan, keseimbangan antara kepastian hukum, keadilan, dan
kemanfaatan, penggantian hukum-hukum peninggalan kolonial
1
M. Solly Lubis, 2014, Poli3k Hukum dan Kebijakan Publik (Legal Policy and Public Policy),
Bandung : Mandar Maju, hlm. 3
dengan hukum-hukum nasional, penguasaan sumber daya alam oleh
negara, kemerdekaan kekuasaan kehakiman, dan sebagainya. Disini
terlihat bahwa beberapa prinsip yang dimuat di dalam UUD
sekaligus berlaku sebagai politik hukum.2
Bagi Indonesia, politik hukum yang permanen adalah :
- Ada satu kesatuan sistem hukum Indonesia
- Sistem hukum nasional dibangun berdasarkan dan untuk
memperkokoh sendi-sendi Pancasila dan UUD Negara RI
Tahun 1945
- Pembentukan hukum memperhatikan kemajemukan
masyarakat
- Hukum adat dan hukum tidak tertulis lainnya diakui
sebagai subsistem hukum nasional sepanjang nyata-nyata
hidup dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat
2
Moh. Mahfud MD, Poli3k Hukum di Indonesia. (Jakarta: Rajagrafindo Persada,2009),
hlm.3
b. Politik Hukum Temporer
Politik hukum temporer adalah kebijakan yang ditetapkan
dari waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan,termasuk dalam
kategori ini hal-hal seperti penentuan prioritas pembentukan
peraturan perundang-undangan kolonial, pembaruan peraturan
perundang-undangan yang menunjang pembangunan nasional dan
sebagainya. Politik hukum tidak terlepas dari kebijakan di bidang
lain. Penyusunan politik hukum harus diusahakan selalu seiring
dengan aspek-aspek kebijakan di bidang ekonomi, politik, sosial dan
sebagainya. Setidak-tidaknya ada dua lingkup utama politik hukum
yaitu pertama, politik pembentukan hukum (pembentukan
perundang-undangan, pembentukan hukum yurisprudensi atau
putusan hakim dan kebijakan terhadap peraturan tidak tertulis
lainnya), dan kedua, politik penegakan hukum (kebijakan di bidang
peradilan dan bidang pelayanan hukum. Di sinilah hukum tidak
dapat hanya dipandang sebagai pasal-pasal yang bersifat imperatif
atau keharusan-keharusan yang bersifat das sollen, melainkan harus
dipandang sebagai subsistem yang dalam kenyataan (das sein) bukan
tidak mungkin sangat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan
materi dan pasal-pasalnya maupun dalam implementasi dan
penegakannya.3
Ada begitu banyak perubahan yang sudah terjadi dalam studi
ilmu politik yang bergerak meluas dari pendekatan institusional
klasik yang terfokus pada studi institusi-institusi klasik pemerintahan
dan partai politik. Saat ini, studi ilmu politik semakin banyak
bersinggungan dengan ilmu-ilmu sosial yang lain seperti sosiologi,
kriminologi, ekonomi, psikologi, dan lainnya sehingga
memunculkan banyak sub-sub studi kontemporer seperti ekonomi
politik, perbandingan politik, psikologi politik, sosiologi politik, dan
3
Moh. Mahfud MD, 1998, Poli3k Hukum Di Indonesia, Jakarta : Puataka LP3ES Indonesia,
hlm. 1
lain-lain. Walaupun demikian, tidak bisa diartikan bahwa ilmu
politik kemudian meninggalkan cabang-cabang bahasan klasik
seperti teori politik dan studi institusi politik, karena ilmu politik
terus mengembangkan diri di atas pilar-pilar perkembangan
sebelumnya dan menghasilkan studi-studi teori politik kontemporer,
pendekatan - pendekatan baru (neo-institutionalism) dalam
menganalisis institusi-institusi khas politik, dan lain-lain.
C. Kesimpulan
Dapat ditarik kesimpulan bahwa ada sebuah keinginan yang besar
bagi bangsa Indonesia semenjak kemerdekaan hingga reformasi untuk terus
memperbaiki, mengganti atau meyempurnakan pasal-pasal dalam UUD
1945 yang banyak pihak menilai ada pasal yang tidak relevan lagi dengan
perkembangan zaman dengan mengganti hukum yang baru yang bersumber
dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sesuai dengan perkembangan
Indonesia saat ini. Sejalan dengan itu, politik hukum sangat berperan bagi
penguasa atau pemerintah untuk membangun hukum nasional di Indonesia
yang dikehendaki. Politik hukum permanen menyangkut prinsip-prinsip
dasar dan landasan hukum yang lebih stabil, sementara politik hukum
temporer berkaitan dengan kebijakan atau regulasi yang bisa berubah atau
disesuaikan sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang berubah dari waktu
ke waktu, seperti yang mungkin terjadi selama masa pemerintahan Presiden
SBY dan juga Presiden Jokowi.
Presiden SBY lebih menekankan pada upaya pemberantasan
korupsi, demokrasi, dan reformasi birokrasi, sementara Presiden Jokowi
lebih fokus pada pembangunan infrastruktur, perlindungan sosial, dan
pembangunan daerah. Meskipun demikian, keduanya berusaha untuk
melakukan perubahan yang positif dalam konteks politik hukum dan
pembangunan di Indonesia. Masing – masing masa pemerintahan antara
Presiden SBY dan juga Presiden Jokowi keduanya mempraketekan teori
hukum permanen dan juga temporer, dilihat dari produk hukum masing
masing era pemerintahan yang juga sama sama menguatkan lembaga KPK
dengan aturan aturan hukumnya melalui Revisi UU KPK, meskipun pada
pemerintahan Presiden Jokowi ada beberapa isu terkait KPK yang justru
dinilai melemahkan status KPK sebagai lembaga anti rasuah, salah satu
contoh yang berarti adalah dengan di putuskannya pegawai KPK sebagai
ASN. Saat era kepemimpinan Presiden SBY juga mencuat kasus cicak vs
buaya dimana dalam kasus ini politik hukum temporer muncul.