Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Politik merupakan “legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang
akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggatian
hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara. Menurut patmo Wahjono dalam
politik hukum Moh. Mahfud MD (2009:1) mengatakan bahwa politik hukum adalah
kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi hukum yang akan dibentuk.
Politik hukum di Indonesia ada yang bersifat permanen atau jangka panjang dan ada yang
bersifat pemberlakuan prinsip perjanjian yudisial, ekonomi, kerakyatan, kemanfaatan,
penggantian hukum-hukum kolonial dengan hukum-hukum nasional, penguasaan sumber
daya alam oleh negara.
Kemerdekaan kekuasaan kehakiman dan sebagainya. Disini terlihat bahwa
beberapa prinsip yang dianut dalam UUD 1945 sekaligus berlaku sebagai politik hukum.
Mengembangkan satu sistem pendidikan adalah salah satu langkah penting yang diambil
oleh negara-negara modern sebagai upaya untuk dapat mengontrol dan keluar dari krisis,
motivasi. Dengan mengembangkan nilai-nilai, ideologi dan kepentingan-kepentingan
negara.
Kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang pendidikan pun sudah sangat banyak,
sehingga memudahkan dan memberikan ruang gerak bagi insan pendidikan Indonesia
untuk terus berinovasi dan membangun pendidikan yang berkarakter sesuai dengan
harapan pendidikan nasional.
Politik hukum perburuhan setelah kemerdekaan Indonesia di era orde lama atau
setidak-tidaknya sampai dengan tahun 1965, adalah memposisikan kaum buruh hanya
diperuntukkan bagi eksploitasi kebutuhan fisik semata, yaitu hanya dipekerjakan di pabrik
guna kepentingan proses produksi dan tidak pernah diperhatikan hak hakiki buruh berupa
pemberian kesejahteraan yang meliputi ; masalah upah kerja yang layak untuk diberikan
pengusaha kepada buruh.

B. Rumusan masalah
1. Apa itu politik hukum?
2. Apa saja sifat dan hakikat politik hukum?
3. Apa tujuan dari politik hukum?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi politik hukum.
2. Untuk mengetahui sifat dan hakikat politik hukum.
3. Untuk mengetahui tujuan dari politik hukum.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Politik Hukum


secara etimologis, istilah politik hukum merupakan terjemahan bahasa Indonesia
dari istilah hukum Belanda rechtspolitiek, yang merupakan bentukan dari dua kata rech
dan politiek (Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, 1999: 19). Dalam bahasa Indonesia,
kata recht berarti hukum. Kata hukum sendiri berasal dari bahasa Arab hukm (kata
jamaknya ahkam), yang berarti putusan, ketetapan, perintah, kekuasaan, hukuman, dan
lain-lain. Berkaitan dengan istilah ini, belum ada kesatuan pendapat di kalangan para
teoretisi hukum tentang apa batasan dan arti hukum yang sebenarnya. Perbedaan pendapat
terjadi karena sifatnya yang abstrak dan cakupannya yang luas serta perbedaan sudut
pandang para ahli dalam memandang dan memahami apa yang disebut dengan hukum itu.
Namun, sebagai pedoman, secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa hukum adalah
seperangkat aturan tingkah laku yang berlaku dalam masyarakat.
Hukum dianggap sebagai tujuan dari politik adalah agar ide-ide hukum atau
rechtsidee seperti kebebasan, keadilan, kepastian, dan sebagainya ditempatkan dalam
hukum positif dan pelaksanaan sebagian atau secara keseluruhan, dari ide hukum itu
merupakan tujuan dari proses politik dan hukum sekaligus merupakan alat dari politik.
Politik mempergunakan hukum positif (peraturan perundang-undangan) untuk mencapai
tujuannya dalam arti merealisasikan ide-ide hukum tersebut. Politik dapat mengarahkan
dan membentuk masyarakat kepada tujuan untuk memecahkan masalah kemasyarakatan di
mana politik adalah aspek dinamis dan hukum merupakan aspek yang statis.
Politik dan hukum adalah dasar dari politik hukum dengan ketentuan bahwa
pelaksanaan pengembangan politik hukum tidak bisa dipisahkan dengan pelaksanaan
pengembangan politik secara keseluruhan. Atau dapat dikatakan, prinsip dasar yang
dipergunakan sebagai ketentuan pengembangan politik akan juga berlaku bagi
pelaksanaan politik hukum yang diwujudkan melalui peraturan perundang-undangan.
Padmo Wahjono (1986: 160) mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan
dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. Definisi
ini masih bersifat abstrak dan kemudian dilengkapi dengan sebuah artikelnya yang
berjudul Menyelisik Proses Terbentuknya Perundang-undangan, yang dikatakan bahwa
politik hukum adalah kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang dijadikan kriteria
untuk menghukumkan sesuatu. Dalam hal ini kebijakan tersebut dapat berkaitan dengan
pembentukan hukum, penerapan hokum, dan penegakannya sendiri (Padmo Wahjono,
1991: 65). Pembentukan, penerapan, dan penagakan hukum nampaknya diyakini Wahjono
sebagai sesuatu penting dan di antara sebab terkemuka adalah problem legislasi itu sendiri.
Rumusan norma hukum yang eksplisit dalam wujud perundang-undangan tidak jarang
malah terkesan kaku dan limitatif, meski dalam pengimplementasiannya masih terbuka
peluang bagi hakim untuk melakukan interpretasi, mengingat kodifikasi norma hukum apa
pun memang tercipta dengan kondisi yang selalu tidak lengkap. Oleh karena itu, dalam
penerapannya untuk kasuskasus konkrit di pengadilan, norma atau kaidah hukum itu tidak
jarang memunculkan berbagai persoalan yang bermuara pada sulitnya mewujudkan
keadilan substansial (substansial justice) bagi para pencarinya.
Sementara itu, menurut Soedarto (1983: 20), politik hukum adalah kebijakan dari
negara melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-
peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan akan digunakan untuk nengekspresikan
apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Pada
buku lain yang berjudul Hukum dan Hukum Pidana dijelaskan, politik hukum adalah
usaha untuk mewujudkan peraturanperaturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi
pada suatu waktu (Soedarto, 1986: 151). Pendapat Soedarto menggiring kepada
pemahaman pentingnya eksistensi kekuasaan negara untuk mewujudkan cita-cita kolektif
masyarakat. Kekuasaan secara umum diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain/kelompok lain sesuai dengan pemegang kekuasaan itu sendiri
dalam suatu pemerintahan negara.
Walaupun kemudian proses hukum yang dimaksud tersebut di atas tidak
diidentikkan dengan maksud pembentukan hukum, namun dalam praktiknya seringkali
proses dan dinamika pembentukan hukum mengalami hal yang sama, yakni konsepsi dan
kekuasaan politiklah yang berlaku di tengah masyarakat yang sangat menentukan
terbentuknya suatu produk hukum. Maka untuk memahami hubungan antara politik dan
hukum di negara mana pun, perlu dipelajari latar belakang kebudayaan, ekonomi,
kekuatan politik di dalam masyarakat, keadaan lembaga negara, dan struktur sosialnya,
selain institusi hukumnya sendiri.
Apabila peraturan perundang-undangan yang telah dibuat tidak diiringi dengan
perkembangan masyarakat, akibatnya nilai-nilai yang merupakan tujuan yang akan dicapai
dari masyarakat tidak terpenuhi dan berpengaruh pada penegakan hukum itu sendiri.
Peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk berperan dalam tujuan negara, apabila
dikaitkan dengan susunan masyarakat dan nilai-nilai dimulai dengan pilihan-pilihan
mengenai nilai-nilai apa yang harus diwujudkan oleh hukum, pilihan nilai-nilai sangat
ditentukan oleh politik hukum yang berkuasa.

B. Sifat Politik Hukum

Sifat politik hukum itu sendiri terbagi dua, yaitu: Politik Hukum yang bersifat
tetap (permanen) dan temporer.

1. Politik Hukum Bersifat tetap (permanen)


Politik hukum yang bersifat tetap adalah berkaitan dengan sikap hukum yang akan
selalu menjadi dasar kebijaksanaan pembentukan dan penegakan hukum. Bagi bangsa
Indonesia, Politik Hukum tetap antara lain:
-  Terdapat satu sistem hukum yaitu Sistem Hukum Nasional.
Setelah 17 Agustus 1945, maka politik hukum yang berlaku adalah politik hukum
nasional, artinya telah terjadi unifikasi hukum (berlakunya satu sistem hukum
diseluruh wilayah Indonesia).
- Tidak ada hukum yang memberi hak istimewa pada warga Negara tertentu
berdasarkan pada suku, ras, dan agama. Kalaupun ada perbedaan, semata-mata
didasarkan pada kepentingan nasional dalam rangka kesatuan dan persatuan
bangsa.
- Pembentukan hukum memperhatikan kemajemukan masyarakat  Masyarakat
memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan hukum, sehingga
masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam pembentukan hukum.
- Hukum adat dan hukum yang tidak tertulis lainnya diakui sebagai subsistem
hukum nasional sepanjang nyata-nyata hidup dan dipertahankan dalam pergaulan
masyarakat.
-  Pembentukan hukum sepenuhnya didasarkan pada partisipasi masyarakat.
-  Hukum dibentuk dan ditegakkan demi kesejahteraan umum (keadilan sosial bagi
seluruh rakyat) terwujudnya masyarakat yang demokratis dan mandiri serta
terlaksananya negara berdasarkan hukum dan konstitusi.
2. Politik Hukum yang bersifat temporer.

Politik hukum yang bersifat temporer dimaksudkan sebagai kebijaksanaan yang


ditetapkan dari waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan. Adanya pemahaman yang baru
mengenai ruang gerak Politik Hukum yang bersifat dinamis, dengan menyebutkan ruang
gerak Politik Hukum tidak hanya sebatas negara sendiri saja melainkan meluas sampai
keluar batas negara hingga ke tingkat Internasional.

Politik Hukum tidak terlepas dari realita sosial dan tradisional yang terdapat di
negara kita dan di lain pihak, sebagai salah satu anggota masyarakat dunia, maka Politik
Hukum Indonesia tidak terlepas pula dari realita dan Politik Hukum Internasional.

Anda mungkin juga menyukai