Anda di halaman 1dari 4

Sehubungan dengan hal tersebut, politik hukum memiliki beberapa tugas pe

nting yang harus diperhatikan dengan saksama. Pertama, menerima masukan meng
enai nilai-nilai atas tujuan yang didapat dari hasil olahan filsafat hukum dan memili
h nilai-nilai atau tinjauan terbaik yang hendak dicapai. Selanjutnya, nilai-nilai yang t
elah dipilih tersebut dirumuskan untuk menjadi alat dalam mencapai tujuan nasion
al. Kemudian tujuan hukum dijabarkan lagi dalam bidang-bidang yang lain, seperti
bidang ekonomi,sosial, pendidilan, politik, dan pertahanan, serta keamanan nasion
al (han-kamnas). Kedua, politik hukum merumuskan pula tentang cara-cara untuk
mencapai tujuan yang telah dirumuskan dengan menerangkannya ke dalam peratur
an perundang-undangan sebagai hukum positif.

Menurut Sunaryati Hartono, hukum itu bukan merupakan tujuan, melainkan


jembatan yang akan membawa kita kepada ide yang dicita-citakan. Beliau menyatak
an, "Maka, kita perlu terlebih dahulu mengetahui masyarakat yang bagai-mana yan
g dicita-citakan oleh rakyat Indonesia. Setelah diketahui masyarakat yang bagaiman
a yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia, dapatlah dicari sistem hukum yang bag
aimana yang dapat membawa rakyat kita ke arah masyarakat yang dicita-citakan itu ,
dan politik hukum yang bagaimana yang dapat menciptakan sistem hukum nasiona
l yang dikehendaki. Namun demikian, politik hukum itu tidak terlepas daripada real
ita sosial dan tradisional yang terdapat di negara kita, dan di lain pihak, sebagai sala
h satu anggota masyarakat dunia, politik hukum Indonesia tidak terlepas pula dari r
ealita dan politik hukum internasional.
Dengan demikian faktor-faktor yang akan menentukan politik hukum nasional itu ti
daklah semata-mata ditentukan oleh apa yang kita cita-citakan, atau tergantung pad
a kehendak pembentuk hukum, praktisi atau para teoretisi belaka, akan tetapi ikut
ditentukan oleh perkembangan hukum di lain-lain negara, serta perkembangan huk
um internasional.
Dengan kata lain, ada faktor-faktor di luar jangkauan bangsa kita yang ikut menentu
kan politik hukum masa kini dan di masa yang akan datang."

Abdul Hakim Garuda Nusantara mendefiniskan politik hukum sebagai legal


policy atau kebijakan hukum yang hendak diterapkan atau dilaksanakan secara nasi
onal oleh suatu pemerintahan negara tertentu yang meliputi.
1. pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada secara konsisten;
2. pembangunan hukum yang berintikan pembaruan atas hukum yang telah ada da
n pembuatan hukum-hukum baru;
3. penegasan fungsi lembaga penegak hukum serta pembinaan para ang-
gotanya; dan
4. peningkatan kesadaran hukum masyarakat menurut persepsi elite pe-ngambil ke
bijakan.

Moh. Mahfud M.D. mendefinisikan politik hukum sebagai legal policy atau g
aris (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan, baik dengan pembua
tan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama dalam rangka mencapai
tujuan negara. Dengan demikian, politik hukum merupakan pilihan tentang huku
m-hukum yang akan diberlakukan sekaligus pilihan tentang hukum-hukum yang ak
an dicabut atau tidak diberlakukan.
Semuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan negara seperti yang tercan-tum di d
alam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.

Menurut Suteki, politik hukum dapat dibedakan dalam dua dimensi. Dimensi
yang pertama adalah politik hukum yang menjadi alasan dasar dari diadakannya sua
tu peraturan perundang-undangan atau disebut juga dengan kebijakan dasar (basic
policy). Dimensi kedua dari politik hukum adalah tujuan atau alasan yang muncul di
balik pemberlakuan suatu pera-turan perundang-undangan atau disebut kebijakan
pemberlakuan (enact-ment policy). Keberadaan kebijakan pemberlakuan sangat do
minan di negara berkembang karena peraturan perundang-undangan kerap dijadik
an instrumen politik oleh pemerintah atau penguasanya, baik dalam hal yang bersif
at positif maupun negatif.

Dalam pandangan Bernard L.Tanya, politik hukum lebih mirip suatu etika ya
ng menuntut tujuan yang dipilih harus dapat dibenarkan oleh akal sehat dan dapat d
iuji serta cara yang ditetapkan untuk mencapainya harus dapat diuji dengan kriteria
moral. Oleh karena itu, perlu ditekankan sekali lagi bahwa politik selalu bersifat ide
al dan berangkat dari idealisme. Politik hukum yang dirumuskan Padmo Wahyono s
ebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi dari hukum yan
g akan dibentuk telah dinilai sangat tepat. Hal ini karena politik hukum berkaitan er
at dengan hukum yang diharapkan (ius constituendum).

Politik hukum hadir di titik perjumpaan antara realisme hidup dengan tuntut
an idealisme. Politik hukum berbicara tentang "apa yang seharusnya" yang tidak sel
amanya identik dengan “apa yang ada”. Secara singkat, pem-bicaraan politik huku
m merupakan what ought terhadap what is. Politik hukum tidak bersikap pasif terha
dap “apa yang ada” tetapi aktif mencari “apa yang seharusnya”. Dengan kata lai
n, politik hukum tidak boleh terikat pada “apa yang ada”, tetapi harus mencari jal
an keluar kepada “apa yang seharus-nya”. Oleh karena itu, keberadaan politik huk
um ditandai oleh tuntutan untuk memilih dan mengambil tindakan.

Politik hukum harus memiliki visi terlebih dahulu karena politik hukum men
yangkut cita-cita atau harapan. Visi hukum harus ditetapkan sebelum bentuk dan isi
hukum dirancang atau dibangun untuk mewujudkan visi tersebut. Dengan kata lain,
titik tolak dari politik hukum adalah visi hukum.
Berdasarkan visi atau mimpi itulah bentuk dan isi hukum yang dianggap capable ak
an diformat untuk mewujudkan visi tersebut.

Politik hukum memikul beban sosial suatu masyarakat, suatu bangsa, atau su
atu negara untuk mewujudkan tujuan masyarakat, bangsa, dan negara itu. Oleh kare
na itu, dalam konteks politik hukum, hukum sebagai milik bersama tidak boleh ditu
nggangi oleh kepentingan pihak tertentu untuk mengabdi bagi kepentingan dirinya.
Pada titik inilah terletak perbedaan antara politik hukum dengan hukum dan politik.
Hal ini dapat dikatakan politik hukum apabila hukum ditugaskan untuk mengemba
n misi suatu masyarakat, bangsa, dan negara guna mewujudkan visi yang dituju ole
h masyarakat, bangsa, dan negara tersebut.

Di sini terdapat semacam ideologi bersama yang bersifat imperatif, yakni me


wujudkan tujuan bersama. Dengan kata lain, politik hukum harus berdimensi com
mon ideology. Dalam tugas yang demikian, politik hukum memiliki fungi ideologis
untuk dua hal yang mendasar. Pertama, politik hu-kum member titik tolak dan arah
dasar bagi tatanan hukum dalam menge. lola berbagai persoalan di berbagai bidang
demi mencapai tujuan bersama.
Kedua, politik hukum mengarahkan dan mengerahkan seluruh potensi yang dimilik
i hukum untuk mewujudkan tujuan bersama.

Dari berbagai definisi tersebut dapatlah dibuat rumusan sederhana bahwa po


litik hukum adalah arahan tau garis resmi yang dijadikan dasar pijak dan cara untuk
membuat dan melaksanakan hukum dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan neg
ara. Politik hukum dapat juga dikatakan sebagai upaya menjadikan hukum sebagai
proses pencapaian tujuan negara.
Selain itu, politik hukum juga merupakan jawaban atas pertanyaan tentang mau dib
uat apa hukum itu dalam perspektif formal kenegaraan guna men-capai tujuan nega
ra. Di dalam pengertian ini, pijakan utama politik hukum nasional adalah tujuan ne
gara yang kemudian melahirkan sistem hukum nasional yang harus dibangun denga
n pilihan isi dan cara-cara tertentu. Saat in politik hukum bukan hanya merupakan
domain pembentuk undang-undang dalam hal ini adalah DPR dan Presiden, melain
kan juga domain Mahkamah Konstitusi (MK) melalui kewenangan judicial review ya
ng dimilikinya. Dalam perkembangan pengujian undang-undang, putusan MK tidak
hanya menghapuskan norma sebagaimana desain awal pembentukannya, yakni seb
agai negative legislator. Akan tetapi, putusan MK memberikan perintah, anjuran, sa
ran, larangan, kebolehan, dan pedoman bagi pembentuk undang-undang dalam mel
akukan perencanaan, pem-bangunan, dan pembaruan sistem hukum nasional. Dala
m posisi ini, MK telah memainkan peranannya sebagai positive legislature." Menuru
t Alec Stone, keterlibatan MK dalam proses legislatif dengan merumuskan norma m
elalui putusannya disebut sebagai judicialization of politic." Irfan Nur”

Rachman memperkenalkan terminologi baru dalam disertasinya yang diberi


nama "Politik Hukum Yudisial", yaitu kebijakan tentang hukum dengan cara pembu
atan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama oleh lembaga pengadil
an yang dalam hal ini adalah MK. 50
Pada hakikatnya, politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan huk
um dan arah perjalanan hukum. Politik hukum tidak hanya dibuat oleh pembentuk
undang-undang, yakni DPR bersama presiden.Namun, MK dapat pula melakukan p
olitik hukum sebagai lembaga peradilan yang salah satu kewenangannya adalah mel
akukan pengujian konstitusionalisme suatu undang-undang terhadap UUD NRI Tah
un 1945.

Putusan MK acap kali menentukan arah bag pembentuk undang-undang untu


k mengarahkan politik hukumnya. Pertimbangan hukum yang termuat dalam putus
an MK sarat akan muatan politik hukum yang harus dijadikan pedoman oleh pembe
ntuk undang-undang dalam membuat hukum. Hal ini disebabkan oleh putusan MK
yang sering kali member arahan, pedoman, dan rambu-rambu yang tegas kepada pe
mbentuk undang-undang untuk dapat melakukan perubahan atas undang-undang y
ang diuji hingga sesuai dengan konstitusi.Beberapa putusan MK yang bersifat monu
mental dan fundamental dalam menegakkan UUD NRI Tahun 1945 biasa disebut seb
agai landmark decision. Dari beberapa putusan landmark tersebut, MK sudah mem-
buktikan sebagai institusi hukum yang terpercaya dan terhormat (reliable and hono
ured court) di Indonesia. Hal in dibuktikan dengan banyaknya putusan-putusan MK
yang sangat progresif dan dijadikan acuan hukum bagi percepatan reformasi huku
m di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai