Anda di halaman 1dari 42

POLITIK HUKUM DALAM PROFESI JABATAN NOTARIS

POLITIK HUKUM DALAM PROFESI JABATAN NOTARIS

A.    Latar Belakang

Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana yang diterangkan dalam penjelasan


Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian maka segala sesuatu yang berhubungan dengan
penyelenggaraan negara dan pemerintahan harus berlandaskan dan berdasarkan atas hukum,
sebagai barometer untuk mengukur suatu perbuatan atau tindakan telah sesuai atau tidak dengan
ketentuan yang telah disepakati.
Negara hukum merupakan suatu negara yang dalam wilayahnya terdapat alat-alat
perlengkapan negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam tindakannya
terhadap para warga negara dan dalam hubungannya tidak boleh bertindak sewenang-wenang,
melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku, dan semua orang
dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku.
(Wirjono Prodjodikoro, 1991: 47)
Sehubungan dengan pernyataan tersebut, maka hukum merupakan himpunan peraturan
yang mengatur tatanan kehidupan, baik berbangsa maupun bernegara, yang dihasilkan melalui
kesepakatan dari wakil-wakil rakyat yang ada di lembaga legislatif. Produk hukum tersebut
dikeluarkan secara demokratis melalui lembaga yang terhormat, namun muatannya tidak dapat
dilepaskan dari kekuatan politik yang ada di dalamnya.
Suatu negara yang menganut sistem demokrasi, maka segala sesuatunya harus
dirumuskan secara demokrasi, yaitu dengan melihat kehendak dan aspirasi dari masyarakat luas
sehingga produk yang dihasilkan itu sesuai dengan kengininan hati nurani rakyat. Tetapi apabila
sebaliknya maka terlihat bahwa produk hukum yang dikeluarkan tersebut dapat membuat
masyarakat menjadi resah dan cenderung tidak mematuhi ketentuan hukum itu.
Pelaksanaan roda kenegaraan tidak dapat dilepaskan dari bingkai kekuasaan, karena
dalam negara terdapat pusat-pusat kekuasaan yang senantiasa memainkan peranannya sesuai
dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan. namun dalam pelaksanaannya sering
mengalami benturan satu sama lain, karena kekuasaan yang dijalankan tersebut berhubungan

1
erat dengan kekuasaan politik yang sedang bermain. Maka dalam hal ini negara, kekuasaan,
hukum, dan politik merupakan satu kesatuan yang sulit untuk dipisahkan, karena semua
komponen tersebut senantiasa bermain dalam pelaksanaan roda kenegaraan dan pemerintahan.
Komponen-komponen tersebut hanya akan berjalan dengan semestinya apabila ada
pelaksana yang mengerti tentang bagaimana cara kerja dari komponen tersebut. Diantara banyak
pelaksana negara, kekuasaan, hukum dan politik ini terdapat mereka yang disebut sebagai
pejabat negara, baik secara umum maupun secara khusus.
Diantara para pejabat umum yang memangku tugas dari negara, terdapat pejabat yang
disebut dengan notaris. Adapun notaris adalah pejabat umum yang khusus ditunjuk oleh negara
untuk menangani masalah-masalah pembuatan akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang
berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian
tanggalnya, menyimpan akta nya dan memberikan grosse, salinan, dan kutipannya, semua
sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.
Kegiatan notaris di Indonesia banyak dipengaruhi oleh politik dan hukum itu sendiri.
Pengaruh politik dapat terlihat dari dibuatnya suatu produk politik yang berupa undang-undang
khusus yang mengatur mengenai jabatan notaris yaitu Undang-Undang No. 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris. Dan status Indonesia yang merupakan negara hukum tentunya juga
akan mempengaruhi setiap tindakan dan perbuatan para notaris karena mereka harus berpedoman
pada hukum-hukum yang berlaku.
Berdasarkan latar belakang hal tersebut maka, pada makalah ini penulis memilih judul
mengenai POLITIK HUKUM DALAM PROFESI JABATAN NOTARIS.

B.     Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka, kami akan mencoba membahas permasalahan
mengenai bagaimanakah kaitannya politik hukum dalam profesi jabatan notaris.

BAB II

2
ANALISIS PEMBAHASAN

A.    POLITIK HUKUM


Secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam suatu usaha politik
atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem tersebut dan bagaimana
melaksanakan tujuannya. Sedangkan hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh badan
yang berwenang yang berisi perintah ataupun larangan untuk mengatur tingkah laku manusia
guna mencapai keadilan, keseimbangan dan keselarasan dalam hidup.
Politik hukum adalah aspek-aspek politis yang melatar belakangi proses pembentukan
hukum dan kebijakan suatu bidang tertentu, sekaligus juga akan sangat mempengaruhi kinerja
lembaga-lembaga pemerintahan yang terkait dalam bidang tersebut dalam mengaplikasikan
ketentuan-ketentuan produk hukum dan kebijakan, dan juga menentukan kebijakan-kebijakan
lembaga-lembaga tersebut dalam tatanan praktis dan operasional.
Definisi atau pengertian politik hukum juga bervariasi. Namun dengan meyakini adanya
persamaan substantif antarberbagai pengertian yang ada, maka dapat diambil pengertian bahwa
politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh
pemerintah Indonesia. Dari pengertian tersebut terlihat politik hukum mencakup proses
pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan
dibangun dan ditegakkan. (Moh. Mahfud MD, 2009: 17).
Dengan demikian, politik hukum merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang akan
dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan negara
seperti yang tercantum di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Disamping itu, politik hukum itu ada yang bersifat permanen atau jangka panjang dan ada
yang bersifat periodik. Yang bersifat permanen misalnya pemberlakuan prinsip pengujian
yudisial, ekonomi kerakyatan, keseimbangan antara kepastian hukum, keadilan, dan
kemanfaatan, penggantian hukum-hukum peninggalan kolonial dengan hukum-hukum nasional,
penguasaan sumber daya alam oleh negara, kemerdekaan kekuasaan kehakiman, dan sebagainya.
Di sini terlihat bahwa beberapa prinsip yang dimuat di dalam Undang-Undang Dasar sekaligus
berlaku sebagai politik hukum.
Adapun yang bersifat periodik adalah politik hukum yang dibuat sesuai dengan
perkembangan situasi yang dihadapi pada setiap periode tertentu baik yang akan memberlakukan

3
maupun yang akan mencabut, misalnya kodifikasi dan unifikasi pada bidang-bidang hukum
tertentu.

B.     POLITIK HUKUM KENOTARIATAN


Politik Hukum (Kenotariatan) materiel:
A.    Tujuan:
Guna menjamin kepastian hukum tentang kedudukan, tugas, wewenang, hak dan kewajiban,
formasi, serta produk dari Notaris.

B.     Ide/Cita-cita Hukum Kenotariatan:


Ide/Cita-cita Hukum kenotariatan harus sejalan dg cita-cita hukum, yaitu:
1.      Mewujudkan integritas bangsa,
2.      Mewujudkan keadilan sosial,
3.      Mewujudkan kedaulatan rakyat,
4.      Mewujudkan toleransi,
5.      Terciptanya alat bukti (dlm hal ini akta otentik) yang kuat dalam lalu lintas hukum,
6.      Terciptanya kepastian hukum, ketertiban masyarakat, dan terpenuhi perlindungan hukum,
7.      Terciptanya kepastian hak dan kewajiban para pihak.

C.     Arah kebijakan yang ditempuh dalam politik hukum kenotariatan, yaitu :
1.      mewujudkan unifikasi hukum di bidang kenotariatan, yaitu mengadakan pembaharuan dan
pengaturan kembali tentang jabatan notaris,
2.      menggantikan peraturan perundangan produk kolonial dengan produk hukum nasional berupa
Undang-Undang Jabatan Notaris
3.      mengatur secara rinci tentang kedudukan notaris sebagai pejabat umum,
4.      mengatur secara rinci tentang bentuk, sifat, dan macam akta notaris.

Politik Hukum (Kenotariatan) Formil :


Cara atau proses pemerintah menentukan kebijakan yg dipilih dalam menetapkan hukum yg
berlaku.

4
Sejalan dengan pengertian politik hukum dari Bellefroid, dalam hal ini, proses perubahan ius
constitutum (hukum yg berlaku) menjadi ius constituendum (hukum yang akan ditetapkan) untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.

C.    JABATAN NOTARIS SEBAGAI SEBUAH PROFESI

Artinya, bahwa pekerjaan atau tugas-tugas jabatan notaris hanya dapat dilaksanakan atas
dasar keahlian yang telah dimiliki. Dengan demikian keahlian dalam bidang ilmu kenotariatan
menjadi syarat mutlak untuk dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan sebagai pejabat umum
yang menghasilkan akta sebagai alat bukti otentik.
Undang-Undang Jabatan Notaris telah mensyaratkan pendidikan magister kenotariatan
adalah syarat mutlak untuk dapat diangkat menjadi notaris yang tugas dan fungsinya adalah
sebagai pejabat umum di bidang keperdataan.
Perbuatan-perbuatan hukum perdata yang menghendaki atau memerlukan alat bukti
otentik berupa akta otentik memerlukan jasa dari seorang notaris. Sekali pun notaris
melaksanakan tugasnya untuk memenuhi kebutuhan klien, namun demikian seorang notaris itu
harus memenuhi sifat hakiki dari keberadaan (eksistensi) profesi/jabatannya atas dasar
pengangkatan oleh negara/pemerintah.
Hasil pekerjaannya adalah berupa alat bukti. Alat bukti tersebut agar memiliki keabsahan
haruslah sesuai dengan (memenuhi) ketentuan peraturan perundangan-undangan. Selain itu
dalam pelaksanaannya profesi jabatan notaris juga memerlukan kaedah-kaedah etika profesi
sesuai dengan yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.
Notaris sebagai manusia yang bebas dan menjadi elemen penting dalam pembangunan
bangsa kiranya harus lekat dengan sifat-sifat humanisme mengingat peranannya yang signifikan
dalam lalu lintas kemasyarakatan. Posisi notaris yang urgen dalam kehidupan kemanusiaan
menjadikan proses seseorang menuju notaris yang ahli menjadi penting. (Abdul Ghofur Anshori,
2009: 5).
Disamping itu, dalam pelaksanaan profesi jabatan notaris memerlukan kaedah-kaedah
etika profesi, dimana dapat dikatakan dalam hal ini pengertian etika adalah ilmu tentang apa
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasan yang berkenaan dengan hidup yang baik
dan yang buruk.

5
Asal kata etika adalah dari bahasa Yunani, yaitu ethos (bentuk tunggal) yang berarti
tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berfikir.
Bentuk jamaknya adalah ta etha yang berarti adat istiadat. Arti kata yang terakhir inilah yang
menjadi latar belakangi terbentuknya istilah etika.
Oleh Aristoteles digunakan untuk menunjukkan filsafat moral yang menjelaskan fakta
moral tentang nilai dan norma moral, perintah, tindakan kebajikan, dan suara hati.
Etika tidak sama dengan ilmu-ilmu lain. Ilmu lain pada umumnya terkait dengan hal-hal
konkrit, tetapi etika melampaui hal-hal konkrit. Etika berkaitan dengan boleh, harus, tidak boleh,
baik, buruk, dan segi normatif, segi evaluatif.
Telah jelas disebutkan unsur-unsur etika dari seorang notaris terdapat di dalam pasal 17
Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

D.    KAITAN POLITIK HUKUM DALAM PROFESI JABATAN NOTARIS

Notaris sebagai pejabat umum memiliki peranan sentral dalam menegakkan hukum di
Indonesia, karena selain kuantitas notaris yang begitu besar, notaris dikenal masuk kelompok elit
di Indonesia. Notaris sebagai kelompok elit berarti notaris merupakan suatu komunitas ilmiah
yang secara sosiologis, ekonomis, poolitis serta psikologis berada dalam stratifikasi yang relatif
lebih tinggi diantara masyarakat pada umumnya.
Kebutuhan akan jasa notaris dalam masyarakat modern tidak mungkin dihindarkan. Notaris
sebagai pejabat umum diangkat oleh pemerintah dan pemerintah sebagai organ Negara
mengangkat notaris bukan semata untuk kepentingan notaris itu sendiri, melainkan juga untuk
kepentingan masyarakat luas.
Jasa yang diberikan oleh notaris terkait dengan persoalan trust kepercayaan antara para
pihak, artinya negara memberikan kepercayaan besar terhadap notaris dan dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pemberian kepercayaan kepada notaris berarti notaris tersebut maua tidak
mau telah dapat dikatakan memikul pula tanggung jawab atasnya.
Nilai lebih dari suatu profesi adalah sejauh apakah seorang profesional mampu menahan
godaan atas kepercayaan yang diemban kepada mereka padahal godaan untuk menyelewengkan
kepercayaan begitu besar. Landasan yang berbentuk moralitas menjadi mutlak untuk dibangun

6
dan notaris sebagai kelompok papan atas, memiliki andil yang besar bagi masyarakat luas dalam
membangun moralitas. (Abdul Ghofur Anshori, 2009: 1)
Keberadaan suatu negara hukum mengharuskan adanya pejabat yang dapat membantu
mengatur perhubungan hukum antar warga negara. Di sinilah peran seorang notaris dibutuhkan.
Dalam hal ini bukan hanya membutuhkan polisi, jaksa, atau hakim yang berfungsi sebagai
penegak hukum, namun dalam suatu negara hukum, setiap perbuatan warga negaranya
berkonsekuensi hukum. Sehingga untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan
dalam melakukan perhubungan-perhubungan hukum itu,, maka notaris telah ditunjuk dan
diangkat oleh negara untuk menangani masalah-masalah perhubungan hukum antar warga
masyarakat itu, dalam hal ini negara memberikan sebagian kewenangannya kepada notaris.
Seperti telah diketahui bahwa salah satu tujuan politik hukum Indonesia adalah penegasan
fungsi lembaga penegak atau pelaksana hukum dan pembinaan anggotanya. Dan salah satu
pelaksana hukum itu sendiri adalah notaris. Dengan adanya penegasan pada keberadaan notaris
sebagai salah satu pelaksana hukum, berarti notaris telah mendapat hak yang legal untuk
menangani perhubungan hukum antar masyarakat. Selain itu, akta yang dibuat oleh notaris
merupakan suatu produk hukum yang diakui kebenarannya, yaitu suatu produk yang lahir oleh
kebijakan politik hukum.

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan diatas, maka kesimpulan yang dapat penulis
berikan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam suatu sistem
politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem tersebut dan
bagaimana melaksanakan tujuannya.
Pentingnya peranan politik hukum dapat menentukan keberpihakan suatu produk hukum
dan kebijakan. Produk hukum tersebut dikeluarkan secara demokratis melalui lembaga yang
terhormat, namun muatannya tidak dapat dilepaskan dari kekuatan politik yang ada di dalamnya.

7
Suatu negara yang menganut sistem demokrasi, maka segala sesuatunya harus
dirumuskan secara demokrasi, yaitu dengan melihat kehendak dan aspirasi dari masyarakat luas
sehingga produk yang dihasilkan itu sesuai dengan kengininan hati nurani rakyat.
Politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat
menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan. Disamping itu,
politik hukum dalam suatu negara hukum tidak luput dari peranan berbagai penegak hukum
dimana salah satu penegak hukum dalam hal ini adalah notaris. Yang mana keberadaan notaris
tersebut dibutuhkan di dalam suatu negara hukum agar dapat mengatur perhubungan hukum
antar masyarakat di dalamnya. Selain itu, notaris merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat
akan bantuan hukum yang netral dan berimbang sehingga melindungi kepentingan hukum
masyarakat. Notaris juga diharapkan dapat memberikan penyuluhan hukum, khususnya dalam
pembuatan akta, sehingga masyarakat akan mendapatkan perlindungan hukum dan kepastian
hukum, sehubungan dengan semakin meningkatnya proses pembangunan sehingga meningkat
pula kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Kebutuhan hokum dalam masyarakat dapat dilihat dengan semakin banyaknya bentuk
perjanjian yang dituangkan dalam suatu akta notaris, dimana notaris merupakan salah satu
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya
sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Dengan demikian,
kaitannya dalam hal ini notaris yang merupakan pejabat berwenang dalam suatu produk yang
dihasilkan dari notaris itu sendiri merupakan suatu produk hukum yang lahir dari kebijakan
politik hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Abdul Ghofur, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, Yogyakarta:
UII Press.

Adjie, Habib, 2009, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

8
MD, Moh. Mahfud, 2009, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Jabatan Notaris
ABSTRAK
Notaris adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan oleh Undang – undang untuk
membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat
umum lainnya. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris, bukan saja karena
keharusan oleh peraturan perundang – undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang
berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian , ketertiban, dan
perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, sekaligus bagi masyarakat secara
keseluruhan.

Disahkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, telah memunculkan
berbagai macam tanggapan, baik yang datang dari kalangan Notaris sendiri, maupun dari pihak lain
yang merasa Undang-Undang tersebut telah “memangkas” kewenangan yang selama ini merupakan
kewenangannya. Seperti biasa, setiap diberlakukannya Undang-Undang baru, tentu akan
menimbulkan pro dan kontra. Untuk Undang-Undang Jabatan Notaris ini, polemik terus bergulir,
khususnya mengenai beberapa pasal yang dapat menjadi sumber keragu-raguan dalam
pelaksanaannnya, pada hal seperti dinyatakan dalam pembukaannya, Undang-Undang ini dibuat
untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan
keadilan.

Tugas dan kewenangan Notaris sangat penting untuk di uraikan demi memberikan ketegasan atas
keraguan yang muncul pada pelaksanaan tugas Notaris dalam peraktek dengan berdasarkan pada
wewenang yang diberikan Undang – undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris.

Pada perakteknya kehadiran institusi Notaris di Indonesia memerlukan pengawasan oleh


pemerintah, adapun tujuan pengawasan tersebut agar para Notaris ketika menjalankan tugas dan
jabatannya dapat memenuhi semua persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaannya demi
pengamanan kepentingan masyarakat, karena Notaris diangkat oleh pemerintah bukan untuk
kepentingan diri Notaris sendiri melainkan untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan
jasanya, maka pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris yang semula dilakukan oleh
Pengadilan Negeri dimana wilayah jabatan Notaris tersebut kini berada dibawah wewenang
Menteri hukum dan HAM Republik Indonesia sebagaimana Undang – undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang jabatan Notaris.

9
Penulisan ini ditulis sendiri oleh penulis untuk mendapatkan tambahan pengetahuan dari
permasalahan – permasalahan, yang di ambil dan dikutip dari beberapa tulisan – tulisan lain agar
dapat menjadi bahan diskusi dan perbandingan untuk pembelajaran dibidang Kenotarisan.

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal
hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk
sosial. hubungan antara masyarakat dan hukum. Melihat perkembangan hukum dalam masyarakat,
maka akan ditemukan bahwa peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat mengalami
perubahan dan perbedaan dari suatu kurun waktu ke waktu lain. Dalam masyarakat yang
sederhana, hukum berfungsi untuk menciptakan dan memelihara keamanan serta ketertiban.
Fungsi ini berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri yang meliputi berbagai
aspek kehidupan masyarakat yang bersifat dinamis yang memerlukan kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan, Kehidupan masyarakat yang
memerlukan kepastian hukum memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin
berkembang seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat ataspelayanan jasa. Hal ini berdampak
pula pada peningkatan di bidang jasa Notaris. Peran Notaris dalam sektor pelayanan jasa adalah
sebagai pejabat yang diberi wewenang oleh negara untuk melayani masyarakat dalam bidang
perdata khususnya pembuatan akta otentik. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1)
Undangundang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) : “Notaris adalah pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini. ” Landasan filosofis dibentuknya undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris adalah terwujudnya jaminan kepastian hukum, ketertiban dan

10
perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan melalui akta yang dibuatnya, Notaris
harus dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat pengguna jasa Notaris.2

Produk hukum yang dikeluarkan oleh Notaris adalah berupa akta-akta yang memiliki sifat otentik
dan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Sebagaimana definisi akta otentik yang
disebutkan dalam Pasal 1868 KUHPerdata : “ Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam
bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum
yang berkuasa untuk itu ditempat

dimana akta dibuatnya. ” Mengenai bentuk akta dijelaskan oleh Pasal 38 ayat (1)

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris bahwa setiap akta notaris terdiri
dari awal akta, isi akta dan akhir akta.

2 Biro Humas dan HLN. Hasbullah, Notaris dan Jaminan Kepastian Hukum,

(www.wawasanhukum.blogspot.com, 3 Juli 2007).

Pengertian pejabat umum dijelaskan oleh Pasal akta. 1 angka 1 Undang-undang Jabatan Notaris
adalah notaris sebagai satusatunya pejabat umum. Selanjutnya pengertian berwenang meliputi :
berwenang terhadap orangnya, yaitu untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh
orang yang berkepentingan. Berwenang terhadap aktanya, yaitu yang berwenang membuat akta
otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan undang-undang
atau yang dikehendaki yang bersangkutan. Serta berwenang terhadap waktunya dan berwenang
terhadap tempatnya, yaitu sesuai tempat kedudukan dan wilayah jabatan notaris dan notaris
menjamin kepastian waktu para penghadap yang tercantum dalam akta. 3 Selain memenuhi syarat
yang telah ditentukan undang-undang agar suatu akta menjadi otentik, seorang notaris dalam
melaksanakan tugasnya tersebut wajib:4

11
Melaksanakan tugasnya dengan penuh disiplin, professional dan integritas moralnya tidak boleh
diragukan. Apa yang tertuang dalam awal dan akhir akta yang menjadi tanggungjawab notaries
adalah ungkapan yang mencerminkan keadaan yang sebenarbenarnya pada saat pembuatan akta.
Apabila suatu akta merupakan akta otentik, maka akta tersebut akan mempunyai 3 (tiga) fungsi
terhadap para pihak yang membuatnya yaitu :5

1. sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian tertentu;

2. sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan
keinginan para pihak;

3. sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu kecuali jika ditentukan sebaliknya
para pihak telah

mengadakan perjanjian dan bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.
Berdasarkan hal tersebut maka apabila terjadi sengketa di mana salah satu pihak mengajukan akta
otentik sebagai bukti di Pengadilan, maka : 6 Pengadilan harus menghormati dan mengakui isi akta
otentik,kecuali jika pihak yang menyangkal dapat membuktikan bahwa bagian tertentu dari akta
telah diganti atau bahwa hal tersebut bukanlah yang disetujui oleh para pihak.

3 Habieb Adjie, Meneropong Khasanah Notaris dan PPAT Indonesia, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009), hal. 14.

4 Tan Thong Kie, Studi Notariat-Serba Serbi Praktek Notaris, (Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2000), hal. 166

5 Salim HS, Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Sinar Grafika, Jakarta, 2006), Hal. 43 6 Ibid, hal 43.

Profesi Notaris sangatlah penting, karena sifat dan hakikat dari pekerjaaan Notaris yang sangat
berorientasi pada legalisasi, sehingga dapat menjadi fundamen hukum utama tentang status harta
benda, hak, dan kewajiban para pihak yang terlibat.

Dalam pembuatan akta Notaris harus memuat keinginan atau kehendak para pihak yang dituangkan
kedalam isi perjanjian (akta) tersebut. Hal ini diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor
30 Tahun 2004 :

12
“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan
yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang
pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepda pejabat lain atau orang lain
yang ditetapkan oleh undang-undang. “

Dengan demikian, berbagai akta yang biasa dibuat di hadapan atau oleh notaris dalam menjalankan
tugas jabatannya adalah sebagai berikut :

1. Akta yang menyangkut hukum perorangan (Kitab Undangundang

Hukum Perdata, Buku I),

2. Akta yang menyangkut hukum kebendaan (Kitab Undangundang

Hukum Perdata, Buku II), kaitannya Buku II dengan berlakunya UUPA dan UUHT adalah untuk
mewujudkan tujuan pokok UUPA yaitu meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria dan
memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

3. Akta yang menyangkut hukum perikatan (Kitab Undang-undang

Hukum Perdata, Buku III),

4.   Akta yang menyangkut hukum dagang/perusahaan. Mengenai Akta Otentik diatur dalam Pasal1868
KUHPerdata adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh pemerintah
menurut peraturan perundang.
Akta Otentik merupakan alat bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak, ahli warisnya atau atau
orang-orang yang mendapatkan hak daripadanya. Dengan kata lain, isi akta otentik dianggap benar,
selama ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan. Akta otentik mempunyai 3 macam kekuatan
pembuktian, yaitu:7

1.   Kekuatan pembuktian formil Membuktikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut
dalam akta betul-betul dilakukan oleh notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap
pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam pembuatan
akta.
2.   Kekuatan pembuktian materiil Membuktikan antara para pihak, bahwa benar-benar peristiwa yang
tersebut dalam akta telah terjadi.

13
7 Habieb Adjie, Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris sebagai Pejabat

Publik, (Bandung : Rafika Aditama, 2008), hlm. 72

3. Kekuatan mengikat Membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga, bahwa pada tanggal tersebut
dalam akta yang bersangkutan telah menghadap dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta
tersebut. Apabila ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata tidak dipenuhi maka akta tersebut hanya
berkedudukan sebagai akta di bawah tangan sepanjang akta tersebut ditanda tangani oleh para
pihak. Seperti ditentukan dalam Pasal 1869 KUHPerdata :

“Suatu akta, yang, karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai dimaksud diatas, atau karena
suatu cacat di dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, namun demikian
mempunyai kekuatan sebagai tulisan dibawah tangan jika ia ditanda tangani oleh para pihak.”

Berdasarkan Pasal 1874 KUHPerdata bahwa “Tulisan-tulisan dibawah tangan dianggap akta-akta
yang ditandatangani di bawahtangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumahtangga
dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorangpegawai umum”.

Akta di bawah tangan adalah suatu surat yang ditandatangani dan dibuat dengan maksud untuk
ditandatangani dan dibuat dengan maksud untuk dijadikan bukti dari suatu perbuatan hukum. Akta
dibawah tangan mempunyai kekuatan bukti yang sempurna seperti akta otentik, apabila isi dan
tanda dari akta tersebut diakui oleh

orang yang bersangkutan.

Dalam akta otentik tidak memerlukan pengakuan dari pihak yang bersangkutan agar mempunyai
kekuatan pembuktian yang sempurna. Perlu diketahui bahwa tidak semua surat dapat disebut
sebagai akta otentik, hanya surat-surat yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat disebut
sebagai akta otentik. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :

a. Bentuk surat tersebut ditentukan oleh undang-undang

b. Dibuat oleh dihadapan pegawai umum yang berkuasa untuk

itu ditempat dimana akta itu dibuat

c. Surat tersebut harus ditandatangani

d. Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu

hak atau perikatan

14
e. Surat itu diperuntukkan sebagai alat bukti.

Dari uraian sebelumnya terutama Pasal 15 (1) UUJN jelas disebutkan bahwa akta Notaris
merupakan akta otentik yang tentunya memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, Namun
dalam kenyataannya akta Notaris dapat juga dibatalkan di

pengadilan. Ada dua cara untuk meminta pembatalan perjanjian yaitu yang pertama, pihak yang
berkepentingan secara aktif sebagai penggugat meminta kepada hakim supaya perjanjian itu
dibatalkan. Cara kedua, menunggu sampai ia digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian
tersebut. Ada tiga hal yang harus diperhatikan sebagai syarat pembatalan suatu perjanjian, yaitu :

a. Perjanjian harus bersifat timbal balik

b. Pembatalan harus dilakukan dimuka hakim

c. Harus ada wanprestasi, yang maksudnya syarat batal

dicantumkan dalam persetujan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi
kewajibannya (Pasal 1266 KUHPerdata). Jika dikemudian hari timbul gugatan atau ada pihak yang
menyangkal isi perjanjian yang telah dibuat, diharapkan bias diselesaikan dengan cara
kekeluargaan, namun apabila tidak

mencapai kesepakatan demi keadilan dapat mengajukan upaya hukum. Upaya hukum yang
dimaksudkan adalah pengajuan perkara atau gugatan ke Pengadilan Negeri setempat. Adapun
fungsi dari lembaga peradilan adalah untuk mengawasi dan melaksanakan aturan-aturan hukum
atau Undangundang Negara atau dengan kata lain untuk menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Perlindungan hukum menurut kamus
umum bahasa Indonesia berarti hal (perbuatan) melindungi, sedangkan yang dimaksud hukum
menurut Sudikno Mertokusumo adalah : Keseluruhan kumpulan peraturan peraturan/kaedah-
kaedah dalam suatu kehidupan bersama; keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku
dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu saksi 8.
Perlindungan hukum sebagai jaminan perlindungan hak yang diberikan oleh hukum kepada mereka
yang berhak secara normatif menurut ketentuan-ketentuan suatu peraturan hukum. Notaris selaku
pejabat umum kepadanya melekat hak-hak istimewa sebagai konsekuwensi predikat kepejabatan
yang dimilikinya. Hak-hak istimewa yang dimiliki Notaris menjadi pembeda perlakuan (treatment)
daripada masyarakat biasa. Bentuk-bentuk

perlakuan itu diantaranya, berkaitan dengan hak ingkar notaris yang harus diindahkan, perlakuan
dalam hal pemanggilan, pemeriksaan, proses penyelidikan dan penyidikan.Keberhasilan kinerja
notaris ditentukan oleh nilai kejujuran.

Dengan kata lain, hubungan notaris dan klien membutuhkan adanya kejujuran dan kepercayaan.
Nilai kejujuran klien merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan kinerja

15
notaris dalam pembuatan akta yang dipercayakan kepadanya. Sebagai pejabat umum yang
terpercaya, akta-aktanya harus menjadi alat bukti yang kuat apabila terjadi sengketa hukum di
pengadilan kecuali dapat dibuktikan ketidakbenarannya, artinya notaris memberikan kepada pihak-
pihak yang membuatnya suatu pembuktian yang sempurna. Selain memberikan jaminan, ketertiban
dan perlindungan hukum kepada masyarakat pengguna jasa notaris, notaris juga perlu mendapat
pengawasan terhadap pelaksanaan tugas notaris. Sisi lain dari pengawasan terhadap notaris adalah
aspek perlindungan hukum bagi notaris di dalam menjalankan tugas dan fungsi yang oleh undang-
undang diberikan dan dipercayakan kepadanya, sebagaimana disebutkan dalam butir konsideran
menimbang yaitu notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan
hukum kepada masyarakat yang perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya
kepastian hukum.

8 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Liberty Yogyakarta,

Yogyakarta, 1999), hlm. 4

B.  Permasalahan

1.      Dalam praktik sekarang ini sudah banyak terjadi akta yang dibuat oleh notaris sebagai alat bukti
otentik dipersoalkan di Pengadilan atau notarisnya langsung dipanggil untuk dijadikan saksi bahkan
seorang notaris digugat atau dituntut di muka pengadilan.
Penyebab permasalahan bisa timbul secara langsung akibat kelalaian notaris, juga bisa timbul
secara tidak langsung dalam hal dilakukan oleh orang lain. Apabila penyebab permasalahan timbul
akibat kelalaian notaris memenuhi ketentuan Undang-undang, berakibat akta tersebut hanya
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau menjadi batal demi hukum,
yang dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian menuntut penggantian kepada
notaris, dalam hal penyebab permasalahan bukan timbul dari kesalahan notaris, melainkan timbul
karena ketidakjujuran klien terkait kebenaran syarat administrasi sebagai dasar pembuatan akta,
berakibat akta tersebut batal demi hukum.

16
2.      Notaris dan PPAT tidak mungkin dijadikan sebagai pejabat publik yang apabila melakukan tugas dan
kewenangan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau asas umum
pemerintahan yang baik(Algemene Beginsel Behorlijk Van Bestuur). Pemaparan tugas dan
kewenangan Notaris (Habib Adjie, 2009: hal. 40) sebagai pejabat umum (openbare
amtbbenaren) dan mandiri (lih: Pasal 1 angka 1 UUJN)
adalah untuk melihat, apakah cover note yang sering diterbitkan oleh Notaris sebagaimana dalam
praktik dan kebiasaan pejabat Notaris ? merupakan tugas dan kewenangannya. Ataukah cover
note benar adanya untuk dijadikan bukti jaminan karena ia dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang.

3.      Posisi Notaris Ditengah Kontroversi Payung Hukum.

Pemaparan tugas dan kewenangan Notaris (Habib Adjie, 2009: hal. 40) sebagai pejabat umum (openbare
amtbbenaren) dan mandiri
(uujn Blok.com)
BAB II
PEMBAHASAN

1.   Pengertian Notaris


Munculnya lembaga Notaris dilandasi kebutuhan akan suatu alat bukti yang mengikat selain alat
bukti saksi. Adanya alat bukti lain yang mengikat, mengingat alat bukti saksi kurang memadai lagi
sebab sesuai dengan perkembangan masyarakat, perjanjianperjanjian yang dilaksanakan anggota
masyarakat semakin rumit dan kompleks. Istilah Notaris pada dasarnya berasal dari kata “notarius”
(bahasa latin), yaitu nama yang diberikan pada orang-orang Romawi di mana tugasnya menjalankan
pekerjaan menulis atau orang-orang yang membuat catatan pada masa itu. Hampir selama seabad
lebih, eksistensi notaris dalam memangku jabatannya didasarkan pada ketentuan Reglement Of Het
Notaris Ambt In Nederlandsch No. 1860 : 3 yang mulai berlaku 1 Juli 1860. Dalam kurun waktu itu,
Peraturan Jabatan Notaris mengalami beberapa kali perubahan. Pada saat ini, Notaris telah

17
memiliki Undang-Undang tersendiri dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris. Pengertian Notaris dalam system Civil Law yang diatur dalam Pasal 1 Ord,
stbl. 1860 nomor 3 tentang Jabatan Notaris di Indonesia mulai berlaku tanggal 1 Juli 1860 yang
kemudian diterjemahkan oleh R. Soegondo disebutkan pengertian Notaris adalah sebagai berikut :
Notaris adalah pejabat umum, khususnya (satu-satunya) yang berwenang untuk membuat akta-akta
otentik tentang semua tindakan, perjanjian-perjanjian, dan keputusan-keputusan yang diharuskan
oleh perundang-undangan umum untuk dikehendaki oleh yang berkepentingan bahwa hal itu
dinyatakan dalam surat otentik, menjamin tanggalnya, menyimpan akta-akta dan mengeluarkan
grosse, salinan-salinan (turunan-turunan) dan kutipan-kutipannya, semuanya itu apabila
pembuatan akta-akta demikian itu atau dikhususkan itu atau dikhususkan kepada pejabat-pejabat
atau orang-orang lain.15 Demi untuk kepentingan Notaris dan untuk melayani kepentingan
masyarakat Indonesia, maka pemerintah berupaya pada tanggal 6 Oktober 2004 telah disahkan
Peraturan Jabatan Notaris yang kita sebut dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris (UUJN). Berdasarkan sejarah, Notaris adalah seorang pejabat Negara/pejabat
umum yang dapat diangkat oleh Negara untuk melakukan tugas-tugas Negara dalam pelayanan
hukum kepada masyarakat demi tercapainya kepastian hukum sebagai pejabat pembuat akta
otentik dalam hal keperdataan. Pengertian Notaris terdapat dalam ketentuan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

(1).Yaitu, Notaris adalah pejabat umum yang berwenang dan mewakili kekuasaan umum untuk
membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini,
untuk kepentingan pembuktian atau sebagai alat bukti. Memperhatikan uraian Pasal 1 Undang-
Undang Jabatan Notaris, dapat dijelaskan bahwa Notaris adalah :

a. pejabat umum

b. berwenang membuat akta

c. otentik

d. ditentukan oleh undang-undang

Tugas Notaris adalah mengkonstantir hubungan hukum antara para pihak dalam bentuk tertulis dan
format tertentu, sehingga merupakan suatu akta otentik. Ia adalah pembuat dokumen yang kuat
dalam suatu proses hukum.16 Jabatan Notaris merupakan jabatan yang keberadaannya dikehendaki
guna mewujudkan hubungan hukum diantara subyeksubyek hukum yang bersifat perdata. Notaris
sebagai salah satu pejabat umum mempunyai peranan penting yang dipercaya oleh pemerintah dan
masyarakat untuk membantu pemerintah dalam melayani masyarakat dalam menjamin kepastian,
ketertiban, ketertiban dan perlindungan hukum melalui akta otentik yang dibuat oleh atau di
hadapannya, mengingat akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan memiliki nilai yuridis yang
esensial dalam setiap hubungan hukum bila terjadi sengketa dalam kehidupan masyarakat. Notaris
sebagai salah satu penegak hukum karena notaries membuat alat bukti tertulis yang mempunyai

18
kekuatan pembuktian. Para ahli hukum berpendapat bahwa akta notaris dapat diterima dalam
pengadilan sebagai bukti yang mutlak mengenai isinya, tetapi

meskipun demikian dapat diadakan penyangkalan dengan bukti sebaliknya oleh saksi-saksi, yang
dapat membuktikan bahwa apa yang diterangkan oleh notaris dalam aktanya adalah benar. 17 Dalam
Pasal 2 Undang-undang Jabatan Notaris disebutkan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri, sedangkan

untuk dapat diangkat sebagai Notaris harus dipenuhi persyaratan dalam Pasal 3 UUJN, antara lain :

1. warga negara Indonesia;

2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

3. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh tahun);

4. sehat jasmani dan rohani;

5. berijasah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;

6..telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12
(dua belas) bulan berturut-turut pada kantor notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi
Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;

7. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat atau tidak sedang memangku
jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.

19
16 Tan Thong Kie, Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, Buku I (Jakarta :PT Ichtiar

Baru Van Hoeve, 2000), hal. 159

17 Liliana Tedjosaputro, Malpraktek Notaris dan Hukum Pidana, (CV. Agung, Semarang,1991), hlm. 4

Pemerintah menghendaki notaris sebagai pejabat umum yang diangkat dan diberhentikan oleh
pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk dapat memberikan pelayanan kepada
masyarakat dalam membantu membuat perjanjian, membuat akta beserta pengesahannya yang
juga merupakan kewenangan notaris.

Meskipun disebut sebagai pejabat umum, namun notaris bukanlah pegawai negeri sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundangundangan yang mengatur tentang Kepegawaian. Notaris
terikat dengan peraturan jabatan pemerintah, notaris tidak menerima gaji dan pensiun dari
pemerintah, tetapi memperoleh gaji dari honorarium atau fee dari kliennya. 18 Notaris dapat
dikatakan sebagai pegawai pemerintah yang tidak menerima gaji dari pemerintah, notaries
dipensiunkan oleh pemerintah, akan tetapi tidak menerima pension dari pemerintah. Oleh karena
itu, bukan saja notaris yang harus dilindungi tetapi juga para konsumennya, yaitu masyarakat
pengguna jasa notaris.19 Notaris sebagai pejabat publik, dalam pengertian mempunyai wewenang
dengan pengecualian, dengan mengkategorikan notaries sebagai pejabat publik, dalam hal ini
publik yang bermakna hukum. Notaris sebagai pejabat publik tidak berarti sama dengan Pejabat
Publik dalam bidang pemerintahan yang dikategorikan sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara, hal ini dapat dibedakan dari produk masing-masing Pejabat Publik tersebut. Notaris sebagai
Pejabat Publik produk akhirnya yaitu akta otentik, yang terikat dalam ketentuan hukum perdata
terutama dalam hukum pembuktian.20 Seorang Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus
memiliki keterampilan profesi di bidang hukum juga harus dilandasi dengan tanggungjawab dan
moral yang tinggi serta pelaksanaan terhadap tugas jabatannya maupun nilai-nilai dan etika,
sehingga dapat menjalankan tugas jabatannya sesuai dengan ketentuan hukum dan kepentingan
masyarakat. Notaris dalam melaksanakan tugasnya secara profesional harus menyadari
kewajibannya, bekerja sendiri, jujur, tidak berpihak dan penuh rasa tanggungjawab dan
memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-
baiknya untuk kepentingan umum (public). Dalam melaksanakan tugas dan jabatannya seorang

20
notaris harus berpegang teguh pada Kode Etik Jabatan Notaris sebab tanpa itu, harkat dan martabat
profesionalisme akan hilang.

18 Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2009, hlm. 16.

21
19 Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, (Sinar Grafika, Jakarta, 2006), hlm. 34.

20 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris sebagai Pejabat

POLITIK HUKUM KENOTARIATAN


Posted on May 20, 2013

KONSEP SISTEM ADMINISTRASI BADAN HUKUM  (SABH) DALAM KERANGKA


POLITIK HUKUM KENOTARIATAN

 Oleh:

 Dr. WIDHI HANDOKO, SH., SpN.

 A. PENDAHULUAN.

Pelayanan publik mencakup aspek yang sangat mendasar yaitu pemenuhan hak-hak
konstitusional rakyat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan menghargai
prinsip kesederajatan kemanusian. Setiap orang yang berurusan dengan birokrasi harus
diperlakukan dengan sama pentingnya. Arah baru atau model reformasi SABH dalam kerangka
politik hukum kenotariatan[1] perlu dirancang untuk mendukung demokratisasi dan terbentuknya
clean and good governance yaitu tumbuhnya pemerintahan yang rasional, transparansi, dan
memiliki sikap kompetisi antar departemen dalam memberikan pelayanan, mendorong tegaknya
hukum serta bersedia memberikan pertanggungjawaban terhadap publik (public accountibility)
secara teratur. Upaya perbaikan yang terpenting adalah melakukan rekonstruksi pembenahan
sistem manajemen publik yang memungkinkan kreativitas dan inovasi tumbuh dan berkembang
sehingga membentuk budaya organisasi yang kokoh. Diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar
tahun 1945, salah satu tujuan pembentukan negara Republik Indonesia adalah mewujudkan
kesejahteraan umum. Salah satu tugas pokok pemerintah adalah menciptakan sistem manajemen
pemerintahan yang dapat mengelola dengan baik sumber daya nasional demi tercapainya
kemakmuran  dan kesejahteraan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Secara unum
untuk mewujudkan pelayanan publik di bidang birokrasi pemerintahan, telah dibentuk Komite
Reformasi Birokrasi Nasional dalam upaya melanjutkan rencana pemerintah yang belum efektif,
yaitu terciptanya birokrasi yang akuntabel, produktif, profesional, dan bebas korupsi. Birokrasi
diperlukan, akan tetapi terkadang menjadi penghambat dan sumber masalah berkembangnya
demokrasi  sehingga  keadilan  sosial  bagi masyarakat Indonesia belum tercapai. Selama ini
yang terjadi dalam praktik SABH di bidang kenotariatan yaitu banyak penyimpangan dalam
pelayanan SABH di bidang kenotariatan serta penyimpangan-penyimpangan lain seperti
terjadinya diskriminasi pelayanan birokrasi  terhadap pelayanan administrasi hukum di bidang
kenotariatan, diskriminasi mana biasanya terjadi antara pejabat, pengusaha dan rakyat kecil.
Secara akademik, fungsi birokrasi dan aparatur negara adalah penyelesai masalah (a world of
solution), akan tetapi realita SABH di bidang kenotariatan sering menjadi bagian dari sumber
masalah (source of problem).[2]

Realita SABH di bidang kenotariatan bersifat semu yang diwarnai oleh ketegangan antara
Notaris sebagai pejabat publik (pelayan umum) dengan berbagai struktur sosial yang mempunyai
22
kepentingan yang berbeda-beda (masyarakat umum khususnya pengguna jasa Notaris) yang
didasarkan pada kepentingan masing-masing terutama menyangkut bidang-bidang usaha yang
membutuhkan syarat perijinan, yang terkait dengan SABH pada Ditjen AHU Kemenkumham.
Sehingga keadilan sosial yang dicita-citakan oleh negara ini belum tercapai. Kualitas pelayanan
birokrasi dinilai buruk, lama, berbelit-belit, dan sangat diskriminatif, jika kita bandingkan dengan
instansi swasta yang memberikan pelayanan interaktif, kompetitif dan cepat, maka terlihat sangat
kontradiktif.

Reformasi SABH dalam kerangka politik hukum kenotariatan merupakan langkah-langkah


perbaikan atas terjadinya pembusukan politik dan rusaknya perilaku yang bercokol dalam sistem
birokrasi tersebut. Penyusunan arah reformasi SABH di bidang kenotariatan perlu
memperhitungkan terjadinya perubahan lingkungan kerja dan kecenderungan dinamika budaya
(culture) dan sosial ekonomi masyarakat secara universal. Indonesia sebagai negara berkembang
sebagaimana oleh Fred W. Riggs digolongankan ke dalam negara yang transitional,[3] perlu
dibangun (direkonstruksi) SABH di bidang kenotariatan yang berkultur dan terstruktur rational-
egaliter, bukan birokrasi rasional-hirarkis yang dikembangkan oleh teori birokrasi modern Max
Weber.

Rekonstruksi SABH di bidang kenotariatan perlu menggunakan hasil-hasil ilmu pengetahuan,


penelitian dan pengkajian dari komponen-komponen penyebab ketimpangan birokrasi
administrasi hukum di bidang kenotariatan yang tak kunjung membaik. Rekonstruksi SABH di
bidang kenotariatan tidak bisa sekedar dilihat secara tekstual dari sisi peraturan-peraturan yang
mendasari, akan tetapi perilaku pejabat (birokrat) dalam SABH di bidang kenotariatan dan
kontekstual permasalahan utama dari ketimpangan SABH di bidang kenotariatan menjadi hal
penting untuk dikaji, sudah sekian puluh kali peraturan SABH di bidang kenotariatan dibenahi
akan tetapi hasil pelaksanaan birokrasi administrasi hukum di bidang kenotariatan masih jauh
dari rasa keadilan.

Permasalahan mendasar yaitu bagaimana politik hukum kenotariatan untuk mewujudkan SABH
di bidang kenotariatan berbasis nilai keadilan sosial sebagai implementasi dari Undang-Undang
Jabatan Notaris?

B. PEMBAHASAN.

Program Aplikasi SABH (Sistem Administrasi Badan Hukum) dihadirkan dalam rangka


peremajaan sistem aplikasi yang telah hadir terlebih dahulu yaitu SISMINBAKUM. sehingga
akan lebih mempermudah pekerjaan (simplifikasi) dan diharapkan fungsi pelayanan akan lebih
cepat serta, akurat, efisien dan tepat waktu.

Sistem lama dalam Proses Administrasi Pengesahan Badan Hukum di Direktorat Jendral AHU
(Administrasi Hukum Umum) Departemen Hukum dan HAM RI (SISMINBAKUM) telah
dijalankan dengan baik sehingga fungsi pelayanan ke masyarakat dapat dilakukan sesuai tujuan.

Era Baru (SABH) telah dimulai pembuatan dan program aplikasi Badan Hukum ini
dipergunakan sebagai pengelola, baik di dalam pengurusan akte perusahaan sampai
pengesahannya maupun sebagai pengelola bank data (database) perusahaan-perusahaan di

23
Indonesia. Sistem ini akan terus berkembang dengan pengembangan ke aplikasi ke seluruh
instansi yang terkait, sehingga pada akhirnya seluruh proses yang berhubungan dengan
pengurusan dan eksistensi perusahaan dapat dilakukan dengan menggunakan pelayanan satu atap
yang akan mempermudah para Notaris dalam proses pengadministrasian & pendaftaran
perusahaan.

Politik hukum dalam taraf instrumental di bidang kenotariatan dapat disimak pada bagian
konsiderans UUJN sebagai berikut:

“bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan; bahwa untuk menjamin
kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat
otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui
jabatan tertentu; bahwa notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam
pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi
tercapainya kepastian hukum; bahwa jasa notaris dalam proses pembangunan makin meningkat
sebagai salah satu kebutuhan hukum masyarakat.”[4]

Menurut Sudarto ”Politik Hukum”[5] adalah kebijaksanaan dari negara dengan perantaraan
badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki, yang
diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang dicita-citakan. Pembentukan
undang-undang merupakan proses sosial dan proses politik yang sangat penting artinya dan
mempunyai pengaruh yang luas, karena itu (undang-undang) akan memberi bentuk dan mengatur
atau mengendalikan masyarakat. Undang-undang oleh penguasa digunakan untuk mencapai dan
mewujudkan tujuan-tujuan sesuai dengan yang dicitia-citakan. Dikatakan bahwa Undang-undang
mempunyai dua fungsi, yaitu:

1. Fungsi untuk mengekspresikan nilai, dan


2. Fungsi instrumental.

Berpijak pada kedua fungsi hukum di atas, maka dapat dikatakan bahwa hukum bukan
merupakan tujuan, melainkan sebagai sarana untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan. Ini
berarti, apabila kita mau membicarakan ”Politik hukum Indonesia”, maka mau tidak mau kita
harus memahami terlebih dahulu ”apa yang menjadi cita-cita dari bangsa Indonesia merdeka”
Cita-cita inilah yang harus diwujudkan melalui sarana undang-undang (hukum). Dengan
mengetahui masyarakat yang bagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia, maka dapat
ditentukan ”sistem hukum” yang bagaimana yang dapat mendorong terciptanya sistem hukum
yang mampu menjadi sarana untuk mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan oleh bangsa
Indonesia.[6]

Dapat dikatakan bahwa perundang-undangan memang bentuk pengaturan legal dalam sebuah
negara hukum  yang demokratis. Namun peraturan hukum  formal tak pernah netral, karena ada
politik hukum  di belakangnya. Hukum  formal itu lahir, hidup, dan juga bisa mati, dalam
dinamika budaya hukum. politik hukum  menjadi sangat terasa, karena pemerintah pusat sangat
berperan dalam penyusunannya, sementara sebagai pemerintah pusat juga menjadi pihak dalam

24
tarik ulur posisi otonomi daerah. Dengan demikian suatu sistem hukum harus mengandung
peraturan-peraturan melalui pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai wujud
aplikatif politik hukum sebisa mungkin bersifat netral dan tidak memihak.

Arah resmi tentang pembangunan hukum di bidang kenotariatan yang akan diberlakukan atau
hukum di bidang kenotariatan yang tidak diberlakukan (Legal Policy) dalam rangka mewujudkan
tujuan Negara. Subsistem sosial kemasyarakatn, politik, ekonomi, budaya sebagai kekuatan-
kekuatan  yang mempengaruhi dalam pembentukan hukum di bidang kenotariatan. Masalah-
masalah penegakan hukum dan implementasi atas politik hukum kenotariatan (implementasi
UUJN) yang telah ditentukan serta metode pendekatan yang digunakan dalam mempelajari ilmu
politik hukum kenotariatan lebih tepat adalah  socio-legal, suatu cara pendekatan yang
menggarap peraturan-peraturan hukum (das sollen) dengan cara mempelajari sebab akibatnya
dalam hubungannya dengan kenyataan-kenyataan sosial dalam masyarakat (das sein). Letak
Politik Hukum Kenotariatan dalam Ilmu Hukum dapat diilustrasikan bahwa Ilmu Hukum itu
sebagai pohonnya sedangkan Filsafat sebagai akar-akarnya,  sedangkan Politik sebagai batang
pohonnya, dan Politik Hukum Kenotariatan sebagai bagian dari batang pohon atau sebagai serat-
serat pohon politik.

Kehadiran Notaris sebagai Pejabat Publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan
kepastian hukum atas setiap perikatan-perikatan yang mereka lakukan, tentunya perikatan yang
terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha perdagangan. Notaris adalah satu-satunya
pejabat yang diberi wewenang umum untuk membuat akta perikatan, selagi belum ada Undang-
Undang yang mengatur perihal pembuatan akta tertentu dengan pejabat khusus di luar Notaris.
Seperti Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) misalnya.[7]

Sebelum berlakunya undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris atau yang
sering disingkat UUJN, peraturan jabatan notaris masih bersifat kolonial dan tidak terkodifikasi
dengan baik. Adalah Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Peraturan Jabatan Notaris di
Indonesia)[8] sebagaimana diatur dalam Staatsblad No.1860:3 yang menjadi peraturan
jabatannya.[9] lahirnya UUJN menjadi babak baru dalam dunia Notariatan yang sedang
memasuki babak baru karena Notariatan terlihat semakin kokoh menapakan diri sebagai kajian
otonom dari Ilmu Hukum. Hingga selanjutnya lebih akan dikenal dengan sebutan Hukum
Kenotariatan.

Arah dan konsep politik hukum kenotariatan semakin jelas setelah Tanggal 6 Oktober 2004
diundangkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Diundangkannya
UUJN disambut baik oleh kalangan praktisi dan akademisi hukum, dan masyarakat pada
umumnya, terlebih lagi mereka yang biasa menggunakan layanan jasa notaris. Sambutan tersebut
adalah wujud kegembiraan dengan harapan posisi Pejabat Notaris dan Hukum di bidang
kenotariatan secara umum kini lebih efisien dan efektif menuju kodifikasi yang positif. Karena
pada pasal 91 UUJN telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi:

1. Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb 1860:3) sebagaimana telah diubah terakhir
dalam Lembaran Negara Tahun 1945 Nomor 101;
2. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris;

25
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara
(Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Nomor 700);

4. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379); dan

5. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris,

Sejak UUJN berlaku, peraturan tentang jabatan notaris sudah terkodifikasi di dalam satu
Undang-Undang. Kondisi seperti ini membuat hukum menjadi lebih efisien dan efektif dengan
harapan dapat mendukung aktivitas perikatan menjadi lebih teratur, atas keadilan, kepastian, dan
kemanfaatan hukum bagi masyarakat maupun pemerintah dalam menjalankan tugas negara
sehingga tercipta keadilan sosial.

Keadilan sosial yaitu keadilan yang pelaksanaannya tidak lagi tergantung pada kehendak pribadi,
atau pada kebaikan-kebaikan individu yang bersikap adil, tetapi sudah bersifat struktural.
Artinya, pelaksanaan keadilan sosial tersebut sangat tergantung kepada penciptaan struktur-
struktur sosial yang adil. Jika ada ketidakadilan sosial, penyebabnya adalah struktur sosial yang
tidak adil. Mengusahakan keadilan sosial pun berarti harus dilakukan melalui perjuangan
memperbaiki struktur-struktur sosial yang tidak adil tersebut.[10] Keadilan sosial juga dapat
didefinisikan sebagai perilaku, yakni perilaku untuk memberikan kepada orang lain apa yang
menjadi haknya demi terwujudnya masyarakat yang sejahtera. Kesejahteraan adalah tujuan
utama dari adanya keadilan sosial.

Pemahaman terhadap makna keadilan sosial dalam sistem birokrasi Administrasi hukum di
bidang kenotariatan dapat dibagi menjadi tiga tataran. Meminjam istilah dalam Teori Bekerjanya
Hukum yang dikemukakan oleh Willian J. Chambliss dan Robert B. Seidman, tataran pertama
adalah pemaknaan oleh the policy maker/law making institutions. Tataran kedua pemaknaan oleh
the law sanctioning institutions/ law guardian institutions. Tataran ketiga adalah pemaknaan oleh
role occupant. Pemaknaan terhadap fenomena keadilan dapat berbeda karena perspektif yang
digunakan juga berbeda. Bahkan penafsiran dalam satu tataran dapat pula berbeda-beda.
Misalnya, pada tataran law making institutions,  fenomena keadilan sosial dapat diartikan lain 
antara para founding fathers dengan lembaga legislatif (DPR dan Presiden). Kualitas interaksi
sosial diantara para stakeholders yang memaknai nilai keadilan sosial dalam ranah komunikasi di
bidang ekonomi dan politik sangat menentukan ke arah mana keadilan sosial dimaknai. Apakah
diarahkan pada pencapaian kebahagiaan bersama atau hanya akan dijadikan simbol saja dan
hanya menjadi unintended consequence.[11]

RAGAAN POLITIK HUKUM KENOTARIATAN

PADA SISTEM ADMINISTRASI BADAN HUKUM

26
 Studi masyarakat (birokrat) pada SABH di bidang kenotariatan dalam pendekatan pragmatisme
melibatkan pengkajian atas cara simbol-simbol dipakai dalam komunikasi dalam interaksi sosial.
Untuk kepentingan pemahaman terhadap simbol-simbol perilaku yang digunakan oleh
stakeholders dalam interaksi social pada masyarakat (birokrat) dalam SABH di bidang
kenotariatan, dapat dipakai teori interaksionalis simbolik. Blumer mengatakan bahwa pendekatan
fungsionalis “interaksionalis simbolik” mengandung tiga premis utama:[12] Manusia bertindak
berdasarkan makna yang menurut mereka ada dalam sesuatu hal;

Seorang bertindak kadang hanya didasarkan pada makna yang dianggap ada pada sesuatu.
Artinya, pada sesuatu itu ada makna, sesuatu itu sekedar simbol dari makna. Tindakan manusia
ditujukan untuk mengejar makna itu sendiri (people do not can act to ward things, but toward
their meaning).[13]

1. Makna adalah hasil dari interaksi sosial;

Makna tentang sesuatu berkembang dari atau melalui interaksi antarmanusia dalam kehidupan
sehari-hari. Ini sejalan dengan arus perkembangan budaya itu sendiri sebagai sutau hasil saling
membagi sistem makna (shared sistem of meanings). Makna-makna dimaksud dipelajari,
direvisi, dipelihara, dan diberi batasan-batasan dalam konteks interaksi manusia. Dengan
demikian, makna dapat menyempit, meluas dan sesuatu dapat pula kehilangan makna karena
perkembangan suatu interaksi sosial.

Makna dimodifikasi dan ditangani melalui proses interpretasi yang dipakai oleh individu dalam
menghadapi “tanda-tanda” (signs) yang dijumpainya.

Makna-makna dipegang, dijadikan acuan, dan dinterpretasikan oleh seseorang dalam


berhubungan dengan sesuatu yang dihadapinya. Ia digunakan sebagai acuan untuk menafsirkan
suatu situasi, keadaan, benda, atau lainnya dalam berbagai bidang kehidupan.

Gambaran interaksionalis tentang manusia oleh Meltzer dapat dikatakan didasari oleh keyakinan
bahwa:[14]

“Individu dan masyarakat adalah unit yang tidak dapat dipisahkan… untuk memahami salah satu
unit secara komprehensif juga memerlukan pemahaman unit yang lain secara menyeluruh…
Masyarakat harus dipahami dari segi individu yang mennyusun masyarakat, individu harus
dipahami dari segi masyarakat tempat di mana mereka menjadi anggotanya… Karena sebagian
besar pengaruh lingkungan dirasakan dalam bentuk interaksi sosial, maka perilaku adalah
sesuatu yang dikonstruksi dan bersifat sirkular, bukan bawaan dan bersifat lepas (released).

Melalui teori interaksionalis simbolik tersebut, dapat ditelusuri makna-makna tersembunyi


dibalik subjek dalam penegakan hukum. Makna apa yang ada dibalik perilaku mereka? Perilaku
subjek dalam penegakan hukum, selalu ditentukan oleh berbagai disiplin yang mengenai mereka,
yang oleh Chambliss dan Siedman dinyatakan sebagai hasil resultante.[15] Dari analisa tersebut

27
jelaslah mengapa sistem birokrasi administrasi hukum di bidang kenotariatan belum memenuhi
rasa keadilan masyarakat.

Hukum tidak sekedar berfungsi sebagai penjamin Keamanan dan Ketertiban masyarakat
(Kamtibmas), lebih penting adalah untuk menciptakan kesejahteraan yang lebih baik bagi rakyat
dan mencapai tujuan hukum itu sendiri yaitu keadilan serta melaksanakan hukum secara
konsisten. I.S. Susanto, dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, maka fungsi primer
negara hukum adalah: [16]

1. Perlindungan yaitu hukum mempunyai fungsi untuk melindungi masyarakat dari ancaman
bahaya dan tindakan-tindakan yang merugikan yang datang dari sesamanya dan kelompok
masyarakat, termasuk yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan (pemerintah dan negara) dan
yang datang dari luar yang ditujukan terhadap fisik, jiwa, kesehatan, nilai-nilai dan hak-hak
asasinya.
2. Keadilan yaitu fungsi lain dari hukum adalah menjaga, melindungi dan memberi keadilan bagi
seluruh rakyat. Secara negatif dapat dikatakan bahwa hukum yang tidak adil adalah apabila
hukum yang bersangkutan dipandang melanggar nilai-nilai dan hak-hak yang kita percayai harus
dijaga dan dilindungi bagi semua orang.

3. Pembangunan yaitu fungsi hukum yang ketiga adalah pembangunan dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini mengandung makna bahwa pembangunan
Indonesia sepenuhnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di segala aspek ekonomi,
sosial, politik, kultur, dan spiritual. Dengan demikian hukum dipakai sebagai kendaraan baik
dalam menentukan  arah tujuan, dan pelaksanaan pembangunan secara adil.

Yos Johan Utama, mengatakan bahwa konskuensi sebagai negara hukum, secara mutatis
mutandis memunculkan kewajiban bagi negara, untuk melaksanakan prinsip negara berkeadilan,
prinsip keadilan dalam negara hukum tersebut, berusaha untuk mendapatkan titik tengah antara
dua kepentingan. Pada satu sisi kepentingan, memberi kesempatan negara untuk menjalankan
pemerintahan dengan kekuasaannya, tetapi pada sisi yang lain, masyarakat harus mendapatkan
perlindungan atas hak-haknya melalui prinsip keadilan hukum.[17]

Yos memberikan gambaran bahwa paradigma negara kesejahteraan, menempatkan warga negara
ataupun orang perorang menjadi subyek hukum, yang harus dilindungi serta disejahterakan
dalam segala aspek kehidupannya. Negara dalam paradigma negara kesejahteraan menempatkan
warganya sebagai subyek hukum bukan  obyek hukum.[18] Semenrtara itu Arief Hidayat
menyatakan bahwa demokrasi tidak dapat dibicarakan secara terpisah atau tanpa mengaitkan
dengan konsep negara hukum, karena negara hukum merupakan salah satu ciri negara
demokrasi, dan demokrasi merupakan cara paling aman untuk mempertahankan kontrol atas
negara hukum. Gagasan dasar negara hukum adalah bahwa hukum negara harus dijalankan
dengan baik (dalam arti sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat terhadap hukum)
dan adil (karena maksud dasar dari hukum adalah keadilan).[19]

Prinsip negara hukum yang dianaut oleh NKRI adalah “Negara Hukum Pancasila” yang bersifat
prismatik dan integratif, yaitu prinsip negara hukum yang mengintegrasikan atau menyatukan
unsur-unsur yang baik dari beberapa konsep yang berbeda (yaitu unsur-unsur dalam Rechtsstaat,
the Rule of Law. Konsep negara hukum formil dan negara hukum materiil) dan diberi nilai

28
keIndonesiaan (seperti kekeluargaan, kebapakan, keserasihan, keseimbangan dan musyawarah
yang semuanya merupakan akar-akar dari budaya hukum Indonesia) sebagai nilai spesifik
sehingga menjadi prinsip “Negara Hukum Pancasila”. Prinsip kepastian hukum dalam
Rechtsstaat dipadukan dengan prinsip keadilan dalam the Rule of Law, kepastian hukum harus
ditegakkan untuk memastikan bahwa keadilan di dalam masyarakat juga tegak.[20]

Prinsip-prinsip dasar pengelolaan negara RI hasil dari Konsep Negara Hukum yaitu Pancasila 
yang merupakan norma dasar Negara Indonesia (grundnorm) dan juga menjadi cita hukum
negara Indonesia (rechtsidee). Dari konsep Negara Pancasila ini, menghasilkan prinsip-prinsip
dasar dalam pengelolaan Negara RI yang meliputi :

1. Pancasila memuat unsur yang baik dari pandangan individualisme dan kolektivisme, dimana di
sini diakui bahwa manusia sebagai pribadi mempunyai hak dan kebebasan asasi namun
sekaligus melekat padanya kewajiban asasi sebagai makhluk Tuhan dan sebagai makhluk sosial;
2. Pancasila mengintegrasikan konsep negara hukum “rechtsstaat” yang menekankan pada civil
law dan kepastian hukum serta konsepsi negara hukum “the rule of law” yang menekankan
pada common law dan rasa keadilan;

3. Pancasila menerima hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat (law as tool of social
engineering) sekaligus sebagai cermin rasa keadilan yang hidup di masyarakat (living law); serta

4. Pancasila menganut paham religious nation state, tidak menganut atau dikendalikan oleh satu
agama tertentu (negara agama) tetapi juga tidak hampa agama (negara sekuler) karena negara
harus melindungi dan membina semua pemeluk agama tanpa diskriminasi karena kuantitas
pemeluknya.

Keempat prinsip tersebut, menghasilkan hubungan di antara prinsip-prinsip tersebut yaitu :

1. Hukum-hukum di Indonesia harus menjamin integrasi atau keutuhan bangsa dan karenanya
tidak boleh ada hukum yang diskriminatif berdasarkan ikatan primordial, dimana hukum
nasional harus menjaga keutuhan bangsa dan negara baik secara territori maupun secara
ideologi;
2. Hukum harus diciptakan secara demokratis dan nomokratis berdasarkan hikmah kebijaksanaan
dimana dalam pembuatannya harus menyerap dan melibatkan aspirasi rakyat dan hukum tidak
hanya dapat dibentuk berdasarkan suara terbanyak (demokratis) tetapi harus dengan prosedur
dan konsistensi antara hukum dengan falsafah yang harus mendasarinya serta hubungan-
hubungan hierarkisnya;

3. Hukum harus mendorong terciptanya keadilan sosial yang antara lain ditandai oleh adanya
proteksi khusus oleh negara terhadap kelompok masyarakat yang lemah agar tidak dibiarkan
bersaing secara bebas tetapi tidak pernah seimbang dengan sekelompok kecil dari bagian
masyarakat yang kuat; serta

4. Hukum berdasarkan toleransi beragama yang berkeadaban dalam arti tidak boleh ada hukum
publik yang didasrkan pada ajaran agama tertentu.

Konstitusi kita secara tegas mengamanatkan bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara
hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

29
1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan
keadilan.  Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti
tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang
diselenggarakan melalui jabatan tertentu. Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan
profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan
jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Mengingat jasa notaris dalam proses pembangunan
makin meningkat sebagai salah satu kebutuhan hukum masyarakat, maka kebijakan di bidang
kenotariatan  harus mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat
dan melahirkan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat, mengembangkan tatanan kehidupan
bersama yang lebih berkeadilan dalam kaitannya dengan pelayanan publik pada bidang legalitas
hukum, menjamin keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan Indonesia
dengan memberikan akses seluas-luasnya kepada generasi akan datang pada sumber-sumber
ekonomi masyarakat yang membutuhkan payung hukum (penerapan asas kebebasan berkontrak
dll di bidang usaha/lalu lintas bisnis), khususnya berkaitan dengan kepastian hukum (legalitas
hukum), sehingga menciptakan tatanan kehidupan bersama secara harmonis dengan mengatasi
berbagai sengketa dan konflik di bidang usaha. Dengan mandat tersebut, maka fungsi
penyelenggaraan pemerintahan di bidang kenotariatan haruslah didukung dengan keberadaan dan
peran sumber daya manusia (SDM) dan teknologi mutakhir dalam SABH di bidang kenotariatan,
artinya peran mereka tidaklah sebatas mengelola aspek administrasi dan manajemen birokrasi
semata, sebagaimana pencitraan negatif yang telah membentuk “pencitraan birokrasi” para
aparatur pelayan birokrasi pemerintahan dalam beberapa dasawarsa terakhir ini.

Untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam Mukadimah
Undang-Undang Dasar NRI 1945, dan serta mewujudkan politik hukum kenotaiatan
sebagaimana tertuang dalam konsideran UUJN, diperlukan komitmen politik yang sungguh-
sungguh untuk memberikan dasar dan arah bagi pembaruan SABH yang berorientasi pada
tehnologi mutakhir, berkelanjutan. Pembaruan SABH harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-
prinsip keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum, sehingga apa yang menjadi cita-cita/visi
misi politik hukum kenotariatan dapat tercapai.

Untuk menjawab prinsip-prinsip keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum tersebut, maka
beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:

(1)     Pertama, Pendidikan Pelatihan SABH terintegrasi dengan kampus. Pembaruan SABH
harus mampu menjawab keraguan masyarakat terhadap pengembangan sistem administrasi
badan hukum yang sedang dicanangan oleh Ditjen AHU Kemenkumham, yaitu diperlukan
profesionalisme pendukung bekerjanya sistem tersebut, sehingga SABH perlu didukung dengan
tehnologi mutakhir dan SDM yang handal. Dimulai dari pemahaman terhadap bekerjanya sistem
tersebut yaitu dari mulai pendidikan calon notaris, sehingga pengenalan dan pemahaman
terhadap system SABH sudah diajarkan di Prodi Magister Kenotariatan, baik dari sisi teori
maupun praktik pengoperasionalan penggunaan secara on line system atas SABH. Sebagaimana
ketentuan Permenkumham Nomor: M.01.HT.03.01 Tahun 2006, BAB II pasal 2 huruf h. yang
intinya menjelaskan bahwa pelaksanaan pendidikan pelatihan SABH dapat dilaksanakan Ditjen
AHU bekerja sama dengan pihak lain (artinya tidak ada kewajiban harus
dilaksanakan/bekerjasama dengan organisasi notaris/INI), sehingga kerjasama tersebut lebih baik
dan lebih tepat dilakukan dan dikembalikan pada ranah akademis (Prodi MKn yaitu institusi

30
Negara yang mendidik, menggembleng dan melahirkan notaris).[21] Pada tataran pengenaan
biaya penggunaan SABH juga harus disesuaikan dengan kemampuan masyarakat, sehingga
pengenaan PNBP perlu dipertimbangkan dengan biaya yang terjangkau.

(2)           Kedua, Manajemen Pengawasan SABH. Sebuah sistem akan berjalan dengan baik, jika
sistem tersebut secara konsisten selalu terkontrol, untuk itu dibutuhkan sistem lain, yang mampu
mendukung dan mendorong tercapainya konsistensi, pada berjalannya SABH tersebut yaitu
sistem pengawasan SABH, baik pengawasan secara internal maupun pengawasan secara
eksternal.

(3)          Ketiga, Ketersediaan dan Keterjangkauan Dana Implementasi SABH. Harus didukung
dengan pembiayaan yang memadai, dan hal tersebut perlu disiapkan dan dianggarkan secara
sistematis oleh negara, sehingga keberadaan dana atau biaya pendukung berjalannya sistem
tersebut dapat melancarkan pelayanan publik terhadap implementasi SABH. Pendanaan SABH
yang tidak stabil atau bahkan tidak seimbang dengan kebutuhan yang diperlukan untuk
mendukung jalannya sistem tersebut dengan baik, dapat menghambat proses pelayanan publik.

C. KESIMPULAN.

Guna menjamin kepastian hukum tentang kedudukan, tugas, wewenang, hak dan kewajiban,
formasi, serta produk dari Notaris. Ide/Cita-cita Hukum kenotariatan harus sejalan dg cita-cita
hukum, yaitu: 1. Mewujudkan integritas bangsa, 2. Mewujudkan keadilan sosial, 3. Mewujudkan
kedaulatan rakyat, 4.  Mewujudkan toleransi,                   5. Terciptanya alat bukti (dalm hal ini
akta otentik) yang kuat dalam lalu lintas hukum,  6.  Terciptanya kepastian hukum, ketertiban
masyarakat, dan terpenuhi perlindungan hukum, 7.  Terciptanya kepastian hak dan kewajiban
para pihak.   Arah kebijakan yang ditempuh dalam politik hukum kenotariatan, yaitu : 1.     
Mewujudkan unifikasi hukum di bidang kenotariatan, yaitu mengadakan pembaharuan dan
pengaturan kembali tentang jabatan notaris, 2.      Menggantikan peraturan perundangan produk
kolonial dengan produk hukum nasional berupa Undang-Undang Jabatan Notaris 3.  Mengatur
secara rinci tentang kedudukan notaris sebagai pejabat umum, 4.  Mengatur secara rinci tentang
bentuk, sifat, dan macam akta notaris.

Perwujudan politik hukum kenotariatan tersebut, dibutuhkan suatu sistem penunjang dan
pendukung yaitu SABH. Konsep atau Rekonstruksi SABH di bidang kenotariatan bisa terlaksana
secara baik yaitu dengan pembenahan arah kebijakan pembaruan SABH dan perlunya melakukan
pengkajian ulang terhadap pelaksanaan Politik Hukum di bidang kenotariatan dan berbagai
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan Notaris dalam
rangka sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan antar sektor demi terwujudnya peraturan
perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud konsideran
UUJN. Memperkuat kelembagaan dan kewenangan di bidang kenotariatan, dan melaksanakan
penataan kembali arah politik hukum kenotariatan yang berkeadilan dengan memperhatikan
efektifitas dan efisiensi kinerja di bidang kenotariatan serta penataan terhadap struktur, subtansi
dan kultur lembaga pengawas notaris secara komprehensif dan sistematis dengan menekankan
pada penerapan tehnologi mutakhir dalam pelayanan publik untuk mencapai pelayanan yang
sesuai dengan konsep konsideran UUJN.

31
DAFTAR PUSTAKA.

 Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Edisi Kedua, Tiara Wacana Yogyakarta,
2006.

Arief Hidayat, Bernegara Itu Tidak Mudah, Dalam Perspektif Politik dan Hukum, Pidato
Pengukuhan, Guru Besar Ilmu Hukum UNDIP, 4 Pebruari 2010

Budhy Munawar-Rachman, Refleksi Keadilan Sosial Dalam Pemikiran Keagamaan, dalam


keadilan Sosial-Upaya Mencari Makna Kesejahteraan  Bersama Indonesia, Penerbit Buku
Kompas, Jakarta, 2004

Budiarjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2001.

F, Ijiswara, Pengantar Ilmu Politik, Putra A. Bardin, Bandung: 1999

I.S Susanto, Kejahatan Korporasi di Indonesia Produk Kebijakan Rezim Orde Baru, Pidato
Pengukuhan Guru  Besar Madya Undip, Semarang, 1999

Jaya, Nyoman Serikat Putra, Politik Hukum, Badan Penyediaan Bahan Kuliah Program Studi
Magister Kenotariatan Undip, Semarang:2007.

Lijan Poltak Sinambela, dkk, Reformasi Pelayanan Publik Teori, Kebijakan, dan Implementasi,
Bumi Aksara Cetakan 4, Jakarta 2008

Sanafiah Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, YA3,   Malang, 1990.

Suteki, “Rekonstruksi Politik Hukum Tentang Hak Menguasai Atas Sumber Daya Air Berbasis
Nilai Keadilan Sosial (Studi Privatisasi Pengelolaan Sumber Daya Air), Desertasi doktoral PDIH
UNDIP.Juni 2008.

Yos Johan Utama, Membangun Peradilan tata Usaha Negara Yang Berwibawa, Pidato
pengukuhan, Guru Besar UNDIP semarang,  4 Februari 2010,

Parsons, Wayne, Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik  Analisis Kebijakan, (Dialih
bahasakan oleh Tri Wibowo Budi Santoso), Kencana, Jakarta, cetakan     ke 2, September 2006

[1] Arah atau kerangka politik hukum kenotariatan selain dari konsideran UUJN dapat difahami
dari konsideran permenkumham Nomor: M.01.Ht.03.01 Tahun 2006, bahwa untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 14 dan Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 177 dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432) perlu menetapkan Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tentang Syarat dan Tata Cara
Pengangkatan, Perpindahan, dan Pemberhentian Notaris. Kegiatan notaris di Indonesia banyak
dipengaruhi oleh politik dan hukum itu sendiri. Pengaruh politik dapat terlihat dari dibuatnya
suatu produk politik yang berupa undang-undang khusus yang mengatur mengenai jabatan

32
notaris yaitu Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Dan status Indonesia
yang merupakan negara hukum tentunya juga akan mempengaruhi setiap tindakan dan perbuatan
para notaris karena mereka harus berpedoman pada hukum-hukum yang berlaku.

[2] Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Edisi Kedua, Tiara Wacana Yogyakarta,
2006, hlm. 76

[3] Lijan Poltak Sinambela, dkk, Reformasi Pelayanan Publik Teori, Kebijakan, dan
Implementasi, Bumi Aksara Cetakan 4, Jakarta 2008, hlm 61.

[4] Salah satu tujuan politik hukum Indonesia adalah penegasan fungsi lembaga penegak atau
pelaksana hukum dan pembinaan anggotanya. Dan salah satu pelaksana hukum itu sendiri adalah
notaris. Dengan adanya penegasan pada keberadaan notaris sebagai salah satu pelaksana hukum,
berarti notaris telah mendapat hak yang legal untuk menangani perhubungan hukum antar
masyarakat

[5] F. Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, Putra Abardin, Bandung: 1999,  hlm 21

[6] Nyoman Serikat Putra Jaya, Politik Hukum, Badan Penyediaan Bahan Kuliah Program Studi
Magister Kenotariatan Undip, Semarang: 2007, hlm13.

[7] Di dalam kehidupan yang dinamis sekarang ini bagi notariat juga merupakan suatu keharusan
untuk lebih tajam melihat ke depan daripada masa-masa silam. Untuk itu diperlukan
pengetahuan tentang sejarah perkembangannya sendiri, oleh karena dengan lebih mengenal apa
yang terjadi di masa silam dan togas yang harus dilakukannya di dalam masa pembangunan
dewasa ini di segala bidang, para notaris akan dapat lebih baik memandang ke masa depan.
Hendaknya para notaris harus senantiasa waspada, agar tidak tertinggal di belakang. Apabila
para notaris tidak ingin pihak lain membicarakan hal-hal yang menyangkut dirinya, tanpa
hadirnya para notaris sendiri, maka para notaris harus mempersenjatai dirinya sendiri mulai
sekarang ini juga. Hendaknya diingat bahwa para notaris tidak akan dapat mempersenjatai
dirinya, apabila para notaris di samping perhatiannya untuk pekerjaannya sehari-hari, tidak
mempunyai perhatian untuk pembangunan yang kini sedang giat-giatnya dilakukan di segala
bidang, terutama di bidang pembangunan hukum.

[8] Di dalam konsiderans dari PJN tersebut dapat dibaca pertimbangan dari pembuat undang-
undang untuk mengeluarkan undang-undang itu, antara lain dikatakan bahwa perlu diadakan
peraturan supaya dalam hal seorang penjabat notaris tidak ada, jabatan notaris itu dapat
dijalankan sebaik-baiknya, bahwa berhubung dengan hal-hal yang mendesak peraturan ini harus
segera diadakan dengan tidak menunggu pengaturan kenotariatan seluruhnya.
[9]
Sebagaimana telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara Tahun 1945 No.101

[10] Budhy Munawar-Rachman, Refleksi Keadilan Sosial Dalam Pemikiran Keagamaan, dalam
keadilan Sosial-Upaya Mencari Makna Kesejahteraan  Bersama Indonesia, Penerbit Buku
Kompas, Jakarta, 2004, hlm. 217.

33
[11] Suteki, “Rekonstruksi Politik Hukum Tentang Hak Menguasai Atas Sumber Daya Air
Berbasis Nilai Keadilan Sosial (Studi Privatisasi Pengelolaan Sumber Daya Air), Desertasi
doktoral PDIH UNDIP. Juni 2008.hlm. 63-64

[12]  Wayne Parsons,  Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik  Analisis Kebijakan, (Dialih
bahasakan oleh Tri Wibowo Budi Santoso), Kencana, Jakarta, cetakan ke 2, September 2006
hlm. 99. Bandingkan tiga cirri tersebut dengan Sanafiah Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-
dasar dan Aplikasi, YA3, Malang, 1990, hlm. 14-15.

[13] Lihat, Sanafiah Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, YA3, Malang, hlm.
15.

[14] Lihat pendapat Meltzer dalam Wayne Parsons, Op.Cit., hlm. 99.

[15] Op cit Suteki, hlm. 63-65

[16] I.S Susanto, Kejahatan Korporasi di Indonesia Produk Kebijakan Rezim Orde Baru, Pidato
Pengukuhan Guru  Besar Madya Undip, Semarang, 1999, hlm. 17-18.

[17] Yos Johan Utama, Membangun Peradilan tata Usaha Negara Yang Berwiba, Pidato
Pengukuhan Guru Besar UNDIP, Semarang,  4 Februari 2010, hlm 5.

[18] Ibid hlm 3.

[19] Arief Hidayat, Bernegara Itu Tidak Mudah, Dalam Perspektif Politik dan Hukum, Pidato
Pengukuhan, Guru Besar Ilmu Hukum UNDIP, 4 Pebruari 2010, hlm 30.

[20]  Ibid hlm 31-32

[21] Sesuai dengan tridarma Perguruan Tinggi dan visi misi/tujuan Perguruan Tinggi yaitu
mengembangkan dan menyebar luaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian serta
mengoptimalkan penggunaannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memperkaya
kebudayaan nasional ( UU 2 tahun 1989, Pasal 16, Ayat (1) ; PP 30 Tahun 1990, Pasal 2, Ayat
(1) ), diatur juga dalam  Peraturan Pemerintah No.60 tahun 1999 tentang Perguruan Tinggi,  hal
ini selaras dengan pasal 27 UUD NRI 1945.

This entry was posted in Politik Hukum Kenotariatan by Dr. Widhi. Bookmark the permalink.

34
NEGARA HUKUM DAN POLITIK HUKUM BERKAITAN DENGAN NOTARIS
Ratings: 0|Views: 1,176|Likes: 9

Published by zulpiero

BAB I PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana yang diterangkan dalam penjelasan UUD 1945.
Dengan demikian maka segala sesuatu yang...

See More

BAB IPENDAHULUAN

Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana yang diterangkan


dalamp e n j e l a s a n UUD 1945. Dengan demikian maka
segala sesuatu y a n g berhubungan dengan penyelenggaraan
n e g a r a d a n p e m e r i n t a h a n h a r u s berlandaskan dan berdasarkan atas hukum, sebagai
barometer untuk mengukursuatu perbuatan atau tindakan telah sesuai atau tidak dengan
ketentuan yangtelah disepakati.Negara hukum adalah suatu negara yang di dalam
wilayahnya terdapata l a t - a l a t p e r l e n g k a p a n n e g a r a , k h u s u s n y a a l a t -
a l a t p e r l e n g k a p a n d a r i pemerintah dalam tindak an-tindakannya terhadap
para warga negara dand a l a m hubungannya tidak boleh
sewenang-wenang, melainkan h a r u s memperhatikan peraturan-
peraturan hukum yang berlaku, dan semu a orangd a l a m h u b u n g a n k e m a s y a r a k a t a n
h a r u s t u n d u k p a d a p e r a t u r a n - p e r a t u r a n hukum yang berlaku (Wirjono Prodjodikoro,
1991: 37).S e h u b u n g a n d e n g a n p e r n y a t a a n t e r s e b u t , m a k a h u k u m
merupakanhimpunan peraturan yang mengatur tatanan kehidupan,
b a i k b e r b a n g s a maupun bernegara, yang dihasilkan melalui kesepakatan dari wakil-wakil
35
rakyaty a n g a d a d i l e m b a g a l e g i s l a t i f . P r o d u k h u k u m t e r s e b u t d i k e l u a r k a n
s e c a r a demokratis melalui lembaga yang terhormat, namun muatannya tidak
dapatdilepaskan dari kekuatan politik yang ada di dalamnya.

Suatu negara yang menganut sistem demokrasi, maka segala sesuatunyah a r u s d i r u m u s k a n


secara demokrasi, yaitu dengan melihat kehendak danaspirasi dari
m a s y a r a k a t l u a s s e h i n g g a p r o d u k y a n g d i h a s i l k a n i t u s e s u a i dengan
keinginan hati nurani rakyat. Tetapi apabila sebaliknya maka terlihatbahwa produk
hukum yang dikeluarkan tersebut dapat membuat masyarakat menjadi resah dan
cenderung tidak mematuhi ketentuan hukum itu.P e l a k s a n a a n r o d a k e n e g a r a a n t i d a k
dapat dilepaskan dari bingkaikekuasaan, karena dalam negara
t e r d a p a t p u s a t - p u s a t k e k u a s a a n y a n g senantiasa memainkan peranannya
sesuai dengan tugas dan wewenang yangtelah ditentu kan. Namun dalam
pelaksanaannya sering berbenturan satu samal a i n , k a r e n a k e k u a s a a n y a n g
d i j a l a n k a n t e r s e b u t b e r h u b u n g a n e r a t d e n g a n kekuasaan politik yang sedang
bermain. Jadi negara, kekuasaan, hukum dan p o l i t i k m e r u p a k a n s a t u k e s a t u a n
y a n g s u l i t u n t u k d i p i s a h k a n , k a r e n a s e m u a komponen tersebut senantiasa
bermain dalam pelaksanaan roda kenegaraan dan pemerintahan.Komponen-komponen
ini (negara, kekuasaan, hukum dan politik) hanya akan berjalan dengan semestinya apabila
ada pelaksana yang mengerti tentangb a g a i m a n a c a r a k e r j a k e e m p a t k o m p o n e n
i n i . D i a n t a r a b a n y a k p e l a k s a n a negara, kekuasaan, hukum dan politik ini terdapat
mereka yang disebut sebagaipejabat negara, baik secara umum maupun secara
khusus.D i a n t a r a p a r a p e j a b a t u m u m y a n g m e m a n g k u t u g a s d a r i
n e g a r a , terdapat pejabat yang disebut dengan notaris. Adapun notaris adalah
pejabat

umum yang khusus ditunjuk oleh negara untuk menangani masalah-masalah pembuatan
akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapanyang diharuskan oleh suatu
peraturan umum atau oleh yang berkepentingandikehendaki untuk dinyatakan dalam
suatu akta otentik, menjamin kepastian t a n g g a l n y a , m e n y i m p a n a k t a n y a
d a n m e m b e r i k a n g r o s s e , s a l i n a n d a n kutipannya, semua sepanjang
pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat atau orang lain.Kegiatan notaris di Indonesia banyak dipengaruhi oleh politik dan
hukumitu sendiri. Pengaruh politik dapat terlihat dari dibuatnya suatu produk
politikyang berupa undang-undang khusus yang mengatur mengenai jabatan

36
notaris( U n d a n g - U n d a n g J a b t a n N o t a r i s a t a u U U J N ) . D a n s t a t u s
I n d o n e s i a y a n g merupakan negara hukum tentunya juga akan mempengaruhi
setiap tindakand a n p e r b u a t a n p a r a n o t a r i s k a r e n a m e r e k a h a r u s b e r p e d o m a n
p a d a h u k u m - hukum yang berlaku.Berdasarkan pemaparan di atas, maka dalam
makalah ini akan dibahasmengenai negara hukum, politik hukum, serta kaitan kedua hal
tersebut dengannotaris.

BAB IIPEMBAHASANA. Negara Hukum

Indonesia berdasarkan UUD 1945 berikut perubahan-


p e r u b a h a n n y a adalah negara hukum artinya negara yang berdasarkan hukum
dan bukanb e r d a s a r k a n k e k u a s a a n b e l a k a . N e g a r a h u k u m d i d i r i k a n
b e r d a s a r k a n i d e kedaulatan hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Adapun Negara
hukum adalahnegara yang menempatkan hukum pada tempat yang tertinggi, yang
meliputip e r l i n d u n g a n terhadap hak asasi manusia, pemisahan
kekuasaan, s e t i a p tindakan pemerintah didasarkan pada peraturan
p e r u n d a n g - u n d a n g a n , d a n adanya peradilan yang berdiri sendiri.M e n u r u t P r o f . D r .
Jimly Asshiddiqie, SH ada dua belas ciri penting dari n e g a r a h u k u m
diantaranya adalah : supremasi hukum, persamaan dalamh u k u m ,
asas legalitas, pembatasan kekuasaan, organ eksekutif
yang

independen, peradilan bebas dan tidak memihak. peradilan tata usaha


negara,peradilan tata negara, perlindungan hak asasi manusia, bersi fat
demokratis,sarana untuk mewujudkan tujuan negara, dan transparansi dan kontrol
sosial.Namun secara umum, prinsip-prinsip negara hukum meliputi hal-hal berikut ini :

1.

37
Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
y a n g mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi
d a n kebudayaan. Maksudnya adalah:

Konstitusi harus menjamin adanya perlindungan hak-hak bagi rakyatoleh penguasa, termasuk
menjamin bahwa undang-undang dan peraturanp e r u n d a n g - u n d a n g a n d i b a w a h n y a t i d a k
b e r t e n t a n g a n d e n g a n h a k - h a k dalam konstitusi.

Adanya jaminan mengenai hak asasi manusia di dalam konstitusi.

2.

P e r a d i l a n y a n g b e b a s d a n t i d a k m e m i h a k s e r t a t i d a k d i p e n g a r u h i o l e h sesuatu
kekuasaan atau kekuatan apa pun, dalam artian semua orang memilikikedudukan yang sama
di hadapan hukum. Seseorang yang berkuasa di dalamsuatu negara tidak boleh
menggunakan kekuasaannya untuk dapat lolos dari  jerat hukum.

3.

Legalitas dalam arti hukum, dalam artian

setiap tindakan penguasa harusd i d a s a r k a n k e p a d a h u k u m ( k o n s t i t u s i )


dan ada sarana untuk m e n g u j i (mengukur) keabsahan
(konstitusionalitas) tindakan penguasa yang dilakukanoleh penguasa lain dengan
tingkatan yang lebih tinggi atau dengan kata lain, kekuasaan yang satu dibatasi oleh
kekuasaan yang lain (

Power Limits Power 

).

B. Politik Hukum

Politik hukum (

rechtpolitiek 

38
) berasal dari kata

rechts

yang berarti hukum,atau ketetapan (

 provision

) serta kata

 politiek 

yang berarti kebijakan (

 policy 

)/

beleid 

(van der sat). Sehingga dapat diperoleh pengertian umum bahwa politik h u k u m
berarti kebijakan hukum. Kebijakan hukum dapat berarti
s e b a g a i rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencan a
dalampelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak dalam
bidanghukum.B e b e r a p a a h l i m e n c o b a u n t u k m e m b e r i k a n d e f i n i s i m e n g e n a i
p o l i t i k hukum ini diantaranya adalah :

Padmo Wahyono :

Politik hukum adalah kebijakan penyelenggara negara yangbersifat mendasar dalam menentukan
arah, bentuk maupun isi dari hukum yanga k a n d i b e n t u k d a n t e n t a n g a p a
y a n g a k a n d i j a d i k a n k r i t e r i a u n t u k menghukumkan sesuatu.
M a k a m e n u r u t n y a p o l i t i k h u k u m b e r k a i t a n d e n g a n hukum yang berlaku dimasa
datang (ius constituendum).

Teuku Mohammad Radhie :

P o l i t i k h u k u m s e b a g a i s u a t u p e r n y a t a a n kehendak penguasa negara


mengenai yang berlaku diwilayahnya/berlaku saat i n i ( i u s c o n s t i t u t u m ) ,
d a n m e n g e n a i a r a h p e r k e m b a n g a n y a n g a k a n dibangun/hukum yang
berlaku dimasa mendatang (ius constituendum).

Activity (9)
Filters

39
 

1.

Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada secara konsisten


( i u s constitutum)

2.

P e m b a h a r u a n t e r h a d a p h u k u m d a n p e n c i p t a a n k e t e n t u a n h u k u m b a r u yang
diperlukan untuk memenuhi tuntutan perkembangan yang terjadi dalammasyarakat (ius
constituendum)

3.

Penegasan fungsi lembaga penegak atau pelaksana hukum


d a n pembinaan anggotanya

4.

Meningkatkan kesadaran hukum masyarakat menurut persepsi


e l i t pengambil kebijakan.

C. Kaitan Negara Hukum dan Politik Hukum Dengan Notaris

Notaris sebagai pejabat umum memiliki peranan sentral


d a l a m menegakkan hukum di Indonesia, karena selain kuantitas notaris yang
begitub e s a r , n o t a r i s d i k e n a l m a s u k k e l o m p o k e l i t d i I n d o n e s i a .
Notaris sebagaik e l o m p o k e l i t b e r a r t i n o t a r i s m e r u p a k a n s u a t u
k o m u n i t a s y a n g s e c a r a sosiologis, ekonomis, politis serta psikologis
b e r a d a d a l a m s t r a t i f i k a s i y a n g relatif lebih tinggi diantara masyarakat pada
umumnya.K e b e r a d a a n s u a t u n e g a r a h u k u m m e n g h a r u s k a n a d a n y a p e j a b a t
y a n g dapat membantu mengatur perhubungan hukum antar warga negara. Di sinilahperan
seorang notaris dibutuhkan. Bukan hanya membutuhkan polisi, jaksa atauhakim (yang
berfungsi sebagai penegak hukum), namun dalam suatu negara

hukum, setiap perbuatan warga negaranya berkonsekuensi hukum. Sehingga u n t u k


mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dal am

40
m e l a k u k a n perhubungan-perhubungan hukum itu, maka notaris telah ditunjuk dan
diangkato l e h n e g a r a u n t u k m e n a n g a n i m a s a l a h - m a s a l a h p e r h u b u n g a n h u k u m
a n t a r warga masyarakat itu.A d a p u n s a l a h s a t u t u j u a n p o l i t i k h u k u m I n d o n e s i a
a d a l a h p e n e g a s a n fungsi lembaga penegak atau pelaksana hukum dan pembinaan
anggotanya.Dan salah satu pelaksana hukum ini adalah notaris. Dengan adanya penegasanpada
keberadaan notaris sebagai salah satu pelaksana hukum, berarti notaris t e l a h
mendapat hak yang legal untuk menangani perhubungan hukum
antarmasyarakat. Selain itu, akta yang dibuat oleh not aris adalah suatu
p r o d u k hukum yang diakui kebenarannya, yaitu suatu produk yang lahir oleh kebijakanpolitik
hukum.

BAB IIIKESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukakan di atas,


m a k a kesimpulan yang dapat saya berikan adalah sebagai berikut :1.Ada beberapa prinsip
penting di dalam suatu negara hukum yaitu:

a.

Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia yangm e n g a n d u n g


p e r s a m a a n d a l a m b i d a n g p o l i t i k , h u k u m , s o s i a l , ekonomi dan kebudayaan ;

b.

Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan
atau kekuatan apa pun ; dan

c.

Legalitas dalam arti hukum.2 . P o l i t i k h u k u m n a s i o n a l I n d o n e s i a m e l i p u t i


beberapa hal berikut :

a.

Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada secara konsisten


( i u s constitutum) ;

b.

P e m b a h a r u a n t e r h a d a p h u k u m d a n p e n c i p t a a n k e t e n t u a n h u k u m b a r u yang
diperlukan untuk memenuhi tuntutan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat (ius
constituendum) ;

41
c.

Penegasan fungsi lembaga penegak atau pelaksana hukum


d a n pembinaan anggotanya ; dand . M e n i n g k a t k a n k e s a d a r a n h u k u m
m a s y a r a k a t m e n u r u t p e r s e p s i e l i t pengambil kebijakan.3 .
Keberadaan notaris dibutuhkan di dalam suatu negara hukum agar
d a p a t mengatur perhubungan hukum antar masyarakat di dalamnya. Akta notaris  juga
merupakan suatu produk hukum yang lahir dari kebijakan politik hukum.

DAFTAR PUSTAKA

10

Abdul Ghofur Anshori.

Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika

. UII Press. Yogyakarta. 2009.Habib Adjie.

Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU N o . 3 0 T a h u n 2 0 0 4


Tentang Jabatan Notaris

. R a f i k a A d i t a m a . Bandung. 2008.Wirjono Prodjodikoro.

 Asas-Asas Ilmu Negara Hukum dan Politik 

Eresco. Jakarta. 1991.www.google.co.idwww.hukumonline.com

11

Activity (9)

42

Anda mungkin juga menyukai