Anda di halaman 1dari 10

1.

Pengertian konstitusi
Secara etimologi, istilah konstitusi sangat beragam dalam setiap kosakata bahasa setiap
negara. Istilah konstitusi dalam bahasa Inggris adalah constitution dan constituer dalam
bahasa Perancis. Kedua kata tersebut berasal dari bahasa Latin yaitu constitutio yang berarti
dasar susunan badan. Dalam bahasa Belanda istilah konstitusi disebut dengan grondwet
yang terdiri atas kata grond berarti dasar dan kata wet berarti undang-undang. Dengan
demikian istilah konstitusi sama dengan undang-undang dasar. Kemudian, dalam bahasa
Jerman istilah konstitusi disebut verfassung. Dalam praktek ketatanegaraan pengertian
konstitusi pada umumnya memiliki dua arti. Pertama, konstitusi mempunyai arti yang lebih
luas daripada undang-undang dasar. Konstitusi meliputi undang-undang dasar (konstitusi
tertulis) dan konvensi (konstitusi tidak tertulis). Dengan demikian dapat dikatakan
undangundang dasar termasuk ke dalam bagian konstitusi. Kedua, konstitusi memiliki arti
yang sama dengan undang-undang dasar8. Pengertian yang kedua ini pernah diberlakukan
dalam praktek ketatanegaraan Republik Indonesia dengan disebutnya Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Serikat Tahun 1945 dengan istilah Konstitusi Republik Indonesia Serikat
1949. Konstitusi sebagai hukum dasar yang utama dan merupakan hasil representatif
kehendak seluruh rakyat, haruslah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh di setiap sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, prinsip yang timbul adalah setiap
tindakan, perbuatan, dan/atau aturan dari semua otoritas yang diberi delegasi oleh
konstitusi, tidak boleh bertentangan dengan basic rights dan konstitusi itu sendiri. Dengan
demikian, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan
konstitusi bangsa dan negara Indonesia adalah aturan hukum tertinggi yang keberadaannya
dilandasi legitimasi kedaulatan rakyat dan negara hukum. Oleh karena itu, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dipandang sebagai bentuk kesepakatan
bersama (general agreement) ”seluruh rakyat Indonesia” yang memiliki kedaulatan. Hal itu
sekaligus membawa konsekuensi bahwa UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 merupakan aturan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang
mengatur bagaimana kedaulatan rakyat akan dilaksanakan. Inilah yang secara teoritis
disebut dengan supremasi konstitusi sebagai salah satu prinsip utama tegaknya negara
hukum yang demokratis. Berkaitan dengan hal itu, Solly Lubis mengemukakan bahwa
Undang-Undang Dasar adalah sumber utama dari norma-norma hukum tata negara.
Undang-Undang Dasar mengatur bentuk dan susunan negara, alat-alat perlengkapannya di
pusat dan daerah, mengatur tugas-tugas alat-alat perlengkapan itu serta hubungan satu
sama lain9. Di sisi lain, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga
memuat tujuan nasional sebagai cita-cita kemerdekaan sebagaimana tertuang dalam
Pembukaan. Antara tujuan nasional dengan aturan-aturan dasar tersebut merupakan satu
kesatuan jalan dan tujuan. Agar tiap-tiap tujuan nasional dapat tercapai, pelaksanaan
aturan-aturan dasar konstitusi dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi
syarat mutlak yang harus dipenuhi. Selain itu, dalam sebuah kontitusi juga terkandung hak
dan kewajiban dari setiap warga negara. Oleh karenanya konstitusi harus dikawal dengan
pengertian agar selalu benarbenar dilaksanakan. Sesuai dengan salah satu pengertian negara
hukum, di mana setiap tindakan penyelenggara negara serta warga negara harus dilakukan
berdasarkan dan di dalam koridor hukum, maka yang harus mengawal konstitusi adalah
segenap penyelenggara dan seluruh warga negara dengan cara menjalankan wewenang,
hak, dan kewajiban konstitusionalnya. Apabila setiap pejabat dan aparat penyelenggara
negara telah memahami Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
melaksanakan wewenangnya berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, setiap produk hukum, kebijakan, dan tindakan yang dihasilkan adalah bentuk
pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Bentuk konstitusi

Dilihat dari bentuk negara, konstitusi dapat dibagi menjadi konstitusi kesatuan dan
konstitusi federal. Konstitusi negara kesatuan memiliki ciri-ciri kekuasaan negara
diorganisasikan dibawah otoritas tunggal, yaitu pemerintah pusat, dan hanya ada satu
lembaga legislatif tertinggi di pemerintah pusat.Konstitusi negara federal merupakan upaya
penyatuan politik kekuasaan yang tetap mempertahankan hak negara bagian
pembentuknya. Karakter dari konstitusi negara federal adalah selalu menganut supremasi
konstitusi, adanya pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara
bagian, serta adanya otoritas tertinggi untuk memutus perselisihan kekuasaan antara negara
bagian dan pemerintah federal.
Berdasarkan jenis konstitusi, terdapat dua klasifikasi.Pertama adalah klasifikasi
konstitusi tertulis (written) dan konstitusi tidak tertulis (unwritten).Konstitusi tertulis adalah
konstitusi dalam bentuk suatu dokumen hukum tertulis yang memiliki kedudukan hukum
khusus dalam penyelenggaraan negara.Sedangkan konstitusi tidak tertulis adalah konstitusi
yang tidak memiliki bentuk hukum khusus atau harus tertulis, melainkan tumbuh
berdasarkan praktik dan kebiasaan ketatanegaraan.
Kedua, klasifikasi berdasarkan tingkat kemudahan atau kesulitan perubahan
konstitusi yaitu klasifikasi antara konstitusi yang fleksibel (flexible constitution) dan
konstitusi yang rigid. Konstitusi fleksible adalah konstitusi yang dapat dilakukan perubahan
formal dengan mudah.Konstitusi rigid adalah konstitusi yang tidak mudah dilakukan
perubahan formal.Ukuran mudah tidaknya perubahan adalah pada prosedur
perubahan.Konstitusi fleksibel adalah konstitusi yang dapat diganti atau diubah dengan cara
pembentukan hukum biasa, tanpa memerlukan prosedur khusus.Konstitusi rigid adalah
konstitusi yang hanya dapat diubah dengan menggunakan prosedur khusus yang berbeda,
lebih berat, jika disbanding dengan prosedur pembentukan hukum biasa.
Berdasarkan kelembagaan legislatif terdapat dua klasifikasi, yaitu klasifikasi system
pemilihan lembaga legislatif dan klasifikasi model kamar kedua atau majelis tinggi dan kamar
pertama atau DPR. Aspek sistem pemilihan umum dapat dilihat dari hak pilih dan model
konstituensi.Dari sisi hak pilih terdapat konstitusi yang memberikan hak pilih secara umum
kepada seluruh warga negara yang telah dewasa (adult suffrage), dan ada konstitusi yang
memberikan hak pilih kepada orang dewasa yang memenuhi kualifikasi tertentu (qualified
adult suffrage), misalnya pembayar pajak.
Klasifikasi model kamar kedua dapat dilihat dari dua aspek, yaitu cara pengisian
anggota dan dari kekuatan kewenangan yang dimiliki jika dibandingkan dengan kamar
pertama. Berdasarkan aspek pemilihan, konstitusi dapat dibedakan antara yang menentukan
pengisian keanggotaan kamar kedua dengan cara a) pemilihan oleh rakyat (elective), b) tidak
dipilih namun ditunjuk atau diangkat (non-elective), dan c) sebagian saja yang dipilih (partly
elective). Sedangkan dari aspek kekuatan kewenangan dibedakan menjadi strong bicameral
dan soft bicameral.Strong bicameral jika kamar pertama dan kamar kedua parlemen
memiliki wewenang yang sama kuat dan seimbang. Soft bicameral jika wewenang kamar
kedua lebih lemah disbanding wewenang kamar pertama.
Berdasarkan kelembagaan eksekutif, konstitusi dapat diklasifikasikan menjadi
konstitusi parlementer dan konstitusi non parlementer. Pembedaan ini pada hakikatnya
adalah terkait dengan system pemerintahan yang biasa dibedakan antara system
parlementer dan system presidensial.Pembeda antara kedua system tersebut adalah
terletak pada siapa pemegang kekuasaan eksekutif, jika parlemen disebut sebagai
parlementer, jika presiden disebut dengan presidensial. Dalam sistem parlementer, yang
memerintah sesungguhnya adalah parlemen dengan membentuk pemerintahan atau
kabinet sebagai bagian dari parlemen sehingga dipilih, bertanggungjawab, dan
diberhentikan oleh parlemen. Karena pemegang pemerintahan dalah parlemen, melalui
perdana menteri, maka kekuasaan tertinggi ada pada parlemen (supremacy of the
parliament).Sedangkan dalam sistem presidensial, eksekutif dipegang oleh presiden yang
sejak awal terpisah dari parlemen baik dari sisi cara
pemilihannya, kekuasaan, maupun pertanggungjawabannya.Fungsi parlemen adanya
sebagai pembentuk hukum, anggaran, dan pengawasan jalannya pemerintahan.

Klasifikasi berikutnya adalah pada sistem kekuasaan kehakiman, apakah berdasar


pada sistem rule of law(common law) atau administrative law (civil law). Klasifikasi ini
berpengaruh kepada pemaknaan dan perkembangan hukumyang utama antara peran
undangundang dan putusan hakim, model kelembagaan peradilan, dan adanya hukum
administrasi.Dalam system common law hukum yang utama adalah putusan hakim yang
dapat memutus tanpa adanya undang-undang.Dalam sistem civil law hukum yang utama
adalah undang-undang.Hakim bertugas untuk menerapkan undang-undang.
Dalam system common law hanya ada satu pengadilan yang mengadili semua jenis
perkara tanpa melihat subyek yang berperkara.Hal ini adalah konsekuensi dari prinsip
equality before the law. Sedangkan dalam system civil law dibentuk pengadilan yang
berbeda untuk mengadili perkara yang memiliki subyek yang berbeda terutama untuk
mengadili pejabat melalui pembentukan pengadian administrasi sebagai konsekuensi
berkembangnya hukum administrasi negara.
Jika melihat pada klasifikasi konstitusi di atas, maka konstitusi Indonesia adalah:
1) Konstitusi negara kesatuan dimana kedaulatan ada di pemerintah pusat yaitu Presiden
sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dan hanya memiliki satu lembaga
legislatif tunggal, yaitu DPR sebagai pembentuk undang-undang.
2) Konstitusi tertulis, disamping karena tertulis juga lebih karena memiliki bentuk hukum
dengan nama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3) Konstitusi rigid karena untuk mengubah UUD 1945 tidak dapat dilakukan dengan
mekanisme pembentukan undang-undang, tetapi memerlukan mekanisme yang lebih
berat baik dari sisi tahapan, syarat kuorum, maupun syarat persetujuan sebagaimana
diatur dalam Pasal 37 UUD 1945.
4) Konstitusi yang memberikan hak pilih kepada seluruh warga negara dewasa dalam
pemilihan lembaga legislatif (Pasal 22E UUD 1945).
5) Konstitusi yang menentukan pengisian kamar kedua dengan cara dipilih (elective)
mengingat ketentuan bahwa anggota DPD dipilih oleh rakyat (Pasal 22C ayat (1) UUD
1945).
6) Konstitusi yang menganut soft bicameral mengingat wewenang DPD sebagai kamar kedua
lebih lemah jika dibanding DPR sebagai kamar pertama.
7) Konstitusi presidensial berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 bahwa Presiden
memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
8) Konstitusi yang menganut administrative law karena di bawah Mahkamah Agung
dibentuk pengadilan tata usaha negara (Pasal 24 ayat (2) UUD 1945.
3. Ciri konstitusi
Dalam konstitualisme, isi konstitusi negara mempunyai ciri – ciri :
1) Konstitusi itu membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa agar tidak bertindak
sewenang – wenang terhadap warganya.
4. Tujuan konstitusi
Menurut C.F. Strong pada prinsipnya fungsi konstitusi adalah untuk membatasi kewenangan
tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang diperintah dan merumuskan
pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. o Fungsi Konstitusi secara umum
1. Konstitusi berfungsi membatasi kekuasaan pemerintah agar tidak terjadi kesewenang-
wenangan yang dapat dilaukan oleh pemerintah, sehingga hak-hak bagi warga negara dapat
terlindungi dan tersalurkan.
2. Konstitusi berfungsi sebagai piagam kelahiran suatu negara
3. Fungsi konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi
4. Fungsi konstitusi sebagai alat membatasi kekuasaan
5. Konstitusi berfungsi sebagai identitas nasional dan lambing
6. Konstitusi berfungsi sebagai pelindung hak asasi manusia dan kebebasan warga suatu
negara
Selain Fungsi konstitusi diatas, konstitusi juga memiliki tujuan. Tujuan-tujuan adanya
konstitusi secara ringkas dapat dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
1. Konstitusi bertujuan untuk memberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap
kekuasaan politik. Tujuan ini berfungsi untuk membatasi kekuasaan penguasa sehingga tidak
melakukan tindakan yang merugikan masyarakat banyak.
2. Konstitusi bertujuan untuk melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasaan sendiri. Bisa
juga memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM), sehingga dengan adanya
konstitusi maka setiap penguasa dan masyarakat wajib menghormati HAM dan berhak
mendapatkan perlindungan dalam melakukan haknya.
3. Konstitusi bertujuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam
menjalankan kekuasaannya. Selain memberikan batasan-batasan untuk penguasa dalam
menjalankan kekuasaanya, hal ini juga bertujuan untuk memberikan pedoman bagi
penyelenggara negara agar negara dapat berdiri kokoh.

5. Cara menamkan kesadaran konstitutif negara


Untuk mengimbangi pelaksanaan konstitusi oleh seluruh warga negara, maka
dibutuhkan adanya kesadaran berkonstitusi warga negara untuk melaksanakan peraturan
perundangundangan dan kebijakan yang telah dibuat berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan melakukan kontrol pelaksanaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 baik dalam bentuk Peraturan
Perundang Undangan, kebijakan, maupun tindakan penyelenggara negara10.
Kesadaran berkonstitusi secara konseptual diartikan sebagai kualitas pribadi
seseorang yang memancarkan wawasan, sikap, dan perilaku yang bermuatan cita-cita dan
komitmen luhur kebangsaan dan kebernegaraan Indonesia. Kesadaran berkonstitusi
merupakan salah satu bentuk keinsyafan warga negara akan pentingnya
mengimplementasikan nilai-nilai konstitusi11.
Dalam perspektif hukum, kesadaan berkonstitusi adalah bagian dari kesadaran
hukum yang bersama isi/substansi hukum (konstitusi) dan pemegang peran (struktur) yaitu
aparat negara atau penyelenggara negara merupakan komponen-komponen utama dalam
system hukum. Eefektif atau tidaknya hukum (konstitusi) dalam suatu masyarakat atau
negara akan sangat ditentukan oleh ketiga komponen tersebut.
Kesadaran berkonstitusi saangat ditentukan oleh pengetahuan dan pemehaman
akan isi konstitusi. Oleh karenanya perlu upayaupaya sosialisasi atau pemasyarakatan dan
internalisassi (pembudayaan) konstitusi kepada seluruh komponen bangsa. Dalam konteks
ini, institusi-institusi pendidikan memegang peranan strategis bagi upaya-upaya sosialisasi
dan internalisasi konstitusi dengan mentransformasikan pengetahuan, ilmu, dan budaya
kepada peserta didik (siswa/mahasiswa).
Kesadaran berkonstitusi merupakan salah bagian dari kesadaran moral. Sebagai
bagian dari kesadaran moral, kesadaran konstitusi mempunyai tiga unsur pokok yaitu: (1)
Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan bermoral yang sesuai dengan
konstitusi negara itu ada dan terjadi di dalam setiap sanubari warga negara, siapapun, di
manapun dan kapanpun; (2) Rasional, kesadaran moral dapat dikatakan rasional karena
berlaku umum, lagi pula terbuka bagi pembenaran atau penyangkalan. Dengan demikian
kesadaran berkonstitusi merupakan hal yang bersifat rasional dan dapat dinyatakan pula
sebagai hal objektif yang dapat diuniversalkan, artinya dapat disetujui, berlaku pada setiap
waktu dan tempat bagi setiap warga negara; dan (3) Kebebasan, atas kesadaran moralnya,
warga negara bebas untuk mentaati berbagai peraturan perundangundangan yang berlaku
di negaranya termasuk ketentuan konstitusi negara12.
Kesadaran berkonstitusi warga negara memiliki beberapa tingkatan yang
menunjukkan derajat setiap warga negara dalam melaksanakan ketentuan konstitusi negara.
Tingkatan kesadaran berkonstitusi menurut N.Y. Bull, dalam Kosasih Djahiri, terdiri dari: (1)
Kesadaran yang bersifat anomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan terhadap ketentuan
konstitusi negara yang tidak jelas dasar dan alasannya atau orientasinya; (2) Kesadaran yang
bersifat heteronomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan ketentuan konstitusi negara yang
berlandaskan dasar/orientasi motivasi yang beraneka ragam atau berganti-ganti. Ini pun
kurang mantap sebab mudah berubah oleh keadaan dan situasi; (3) Kesadaran yang bersifat
sosionomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan terhdap ketentuan konstitusi negara yang
berorientasikan pada kiprah umum atau khalayak ramai; dan (4) Kesadaran yang bersifat
autonomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan ketentuan konstitusi negara yang didasari
oleh konsep kesadaran yang ada dalam diri seorang warga negara. Ini merupakan tingkatan
kesadaran yang paling tinggi13.
6. Wujud atau penerapan konstitusi negara
Penanda warga negara yang memiliki kesadaran berkonstitusi adalah warga negara yang
memiliki kemelekkan terhadap konstitusi (constitutional literacy). Berkaitan dengan hal
tersebut, Toni Massaro menyatakan, bahwa kemelekkan terhadap konstitusi akan
mengarahkan warga negara untuk berpartisipasi melaksanakan kewajibannya sebagai warga
negara14. Udin S. Winataputra mengidentifikasi beberapa bentuk kesadaran berkonstitusi
warga negara Indonesia yang meliputi:
(1) Kesadaran dan kesediaan untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia
sebagai hak azasi bangsa dengan perwujudan perilaku sehari-hari;
(2) Kesadaran dan pengakuan bahwa kemerdekaan Indonesia sebagai bangsa sebagai
rahmat Allah Yang Maha Kuasa dengan perwujudan perilaku sehari-hari;
(3) Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan perwujudan
perilaku sehari-hari;
(4) Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk memajukan
kesejahteraan umum dengan perwujudan perilaku sehari-hari;
(5) Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dengan perwujudan perilaku sehari-hari;
(6) Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara yang melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
Dll
7. Kesimpulan
Konstitusi merupakan suatu bagian ataupun badan yang sangat pentig dalam suatu negara
yang berfungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintah agar tidak terjadi kesewenang-
wenangan yang dapat dilaukan oleh pemerintah, sehingga hak-hak bagi warga negara dapat
terlindungi dan tersalurkan, sebagai piagam kelahiran suatu negara, sumber hukum
tertinggi, alat membatasi kekuasaan, identitas nasional dan lambing, pelindung hak asasi
manusia dan kebebasan warga suatu negara. Selain itu konstitusi juga memiliki tujuan
sebagai Konstitusi bertujuan untuk memberikan pembatasan sekaligus pengawasan
terhadap kekuasaan politik, Konstitusi bertujuan untuk melepaskan kontrol kekuasaan dari
penguasaan sendiri. Bisa juga memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM),
Konstitusi bertujuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam
menjalankan kekuasaannya, Selain memberikan batasan-batasan untuk penguasa dalam
menjalankan kekuasaanya.
Namun konstitusi sendiri juga tidak akan berarti lebih banyak jika tidak warga
negaranya sendiri yang paham, maka dari itulah dibutuhkan kesadaran konstitusi. Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membentuk kesadaran konstitusi ini seperti
upayaupaya sosialisasi atau pemasyarakatan dan internalisassi (pembudayaan) konstitusi
kepada seluruh komponen bangsa. Dalam hal ini, institusi-institusi pendidikan memegang
peranan yang sanga penting bagi dengan menyalurkannya melalui pengetahuan, ilmu, dan
budaya kepada peserta didik (siswa/mahasiswa).
Kemudian bagaimana dengan penerapannya, dapat dilihat mulai dari beberapa hal
seperti kesadaran akan mempertahankan dan pengisian kemerdekaan Indonesia dengan
cara belajar maupun memperingati hari kemerdekaan ataupun kejadian penting lainnya.
Selain ada juga contoh lain berupa pemerintah yang berkewajiban mencerdaskan kehidupan
bangsa dengan cara apa, yaitu dengan mengadakan kegiatan pembelajaran.
8. Saran
Sebagai warga negara yang telah sadar konstitusi hendaklah mengajak atau memberi
pengetahuan tentang konstitusi ini pada orang lain yang belum begitu paham. Karena
memang ada warga negara yang malas memberi tahu warga negara yang lain, walaupun
memang kesadaran konstitusi bisa diperoleh melalui kegiatan pembelajaran. Namun, tidak
semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pengetahuan tersebut, maka dari itu
diharapkan warga negara yang lain dapat setidaknya memberi pengetahuan tentang
konstitusi yang mereka punya.
Sukriono didik, (2016). MEMBANGUN KESADARAN BERKONSTITUSI TERHADAP HAK-HAK
KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA SEBAGAI UPAYA MENEGAKKAN HUKUM KONSTITUSI
(DEVELOP A CONSTITUTION AWARENESS TO CITIZEN CONSTITUTIONAL RIGHTS AS AN
EFFORT TO ENFORCE CONSTITUTION LAW. Jurnal legislasi Indonesia. Vol. 13 N0. 03 -
September 2016. 275 – 278.
Konstitusi dan konstitualisme Pendidikan peningkatan dan pelatihan hak konstituasional
negara. Pusat Pendidikan Pancasila 2015. 8 -11
Anis Ibrahim, (2007), Merekonstruksi Keilmuan Ilmu Hukum & Hukum Milenium Ketiga,
Malang : In-TRANS
A. Riyanto, (2000), Teori Konstitusi. Bandung: Yapemdo.
M. Solly Lubis, (1978), Asas-asas Hukum Tata Negara, Alumni Bandung.
Udin S. Winataputra dan Dasim Budimansyah. (2007), Civic Education: Konteks, Landasan,
Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI
Bandung.
Frans V. Magnis-Suseno, (1985). Etika Umum. Yogyakarta: Kanisius
A. Kosasih Djahiri, (1985), Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT.
Bandung: Jurusan PMPKN IKIP Bandung.
Abdul Mukthie Fadjar, (2009), Peranan Mahkamah Konstitusi Dalam Membangun Kesadaran
Berkonstitusi, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional “Pendidikan Kewarganegaraan:
Membangun Kesadaran berkonstitusi Bagi Guru Mata Pelajaran PPKN Sekolah Dasar Se Kota
Malang, 26 November 2009, di Universitas Kanjuruhan Malang.
Jimly Asshiddiqqie, (2005), Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Penerbit Konstitusi
Press Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai