Anda di halaman 1dari 4

UUD 1945 DALAM PRAKTEK KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

(diajukan dalam tugas karya ilmiah PIH S2 FH Universitas Pancasila)


oleh JUMALI SH

PENDAHULUAN
Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu Negara berupa kumpulan
peraturan-peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu
Negara (K.C. Wheare, 1975).
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas
kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itu
menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang
berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu
konstitusi, hal inilah yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang merupakan
kewenangan yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya. Karena itu, di
lingkungan negara-negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu
konstitusi (Utomo, 2007:7).

Jenis-jenis Konstitusi

1. K.C. Wheare (1975) membagi konstitusi menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut:
Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak dalam bentuk tertulis. Konstitusi tertulis adalah
suatu konstitusi (UUD) yang dituangkan dalam dokumen formal. Sedangkan konstitusi yang
bukan dalam bentuk tertulis adalah suatu konstitusi yang tidak dituangkan dalam dokumen
formal, contohnya konstitusi yang berlaku di Inggris, Israel, New Zaeland.
2. Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid. Konstitusi fleksibel bersifat elastis, diumumkan dan
diubah dengan cara yang sama seperti undang-undang. Sedangkan konstitusi rigid
mempunyai kedudukan dan derajat yang jauh lebih tinggi dari peraturan perundang-
undangan yang lain, hanya dapat diubah dengan cara yang khusus atau istimewa atau
dengan persyaratan yang berat.
3. Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak derajat tinggi. Konstitusi derajat tinggi
adalah suatu konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara. Sedangkan
konstitusi derajat tidak derajat tinggi adalah suatu konstitusi yang tidak mempunyai
kedudukan seperti derajat tinggi, sehingga persyaratan mengubah konstitusi ini tidak
sesulit mengubah konstitusi derajat tinggi, melainkan sama dengan pengubahan undang-
undang.
4. Konstitusi Negara Serikat dan Negara Kesatuan. Negara serikat didapatkan sistem
pembagian kekuasaan antara pemerintah negara serikat dengan pemerintah negara
bagian. Pembagian tersebut diatur dalam konstitusinya atau undang-undang dasar. Dalam
negara kesatuan pembagian kekuasaan tersebut tidak dijumpai, karena seluruh
kekuasaannya tersentralkan di pemerintah pusat, walaupun dikenal juga dalam
desentralisasi.
5. Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer.

Tujuan dan Fungsi Konstitusi

C.F Strong menyatakan bahwa pada prinsipnya tujuan konstitusi adalah untuk membatasi
kewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang diperintah dan merumuskan
pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Oleh karena itu setiap konstitusi senantiasa memiliki dua
tujuan, yaitu (Utomo, 2007:12):

1. Untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik.


2. Untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak para penguasa serta menetapkan
batas-batas kekuasaan bagi penguasa.

Tujuan dibuatnya konstitusi adalah untuk mengatur jalannya kekuasaan dengan jalan
membatasinya melalui aturan untuk menghindari terjadinya kesewenangan yang dilakukan

1 | Tugas Kerangka Ilmiah Singkat PMIH UP 2022


penguasa terhadap rakyatnya serta memberikan arahan kepada penguasa untuk mewujudkan
tujuan Negara.
Menurut Henc Van Maarseven (Harahap, 2008:179) bahwa konstitusi berfungsi menjawab
berbagai persoalan pokok negara dan masyarakat, yaitu:

1. Konstitusi menjadi hukum dasar suatu negara.


2. Konstitusi harus merupakan sekumpulan aturan-aturan dasar yang menetapkan lembaga-
lembaga penting negara.
3. Konstitusi melakukan pengaturan kekuasaan dan hubungan keterkaitannya.
4. Konstitusi mengatur hak-hak dasar dan kewajiban-kewajiban warga negara dan
pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
5. Konstitusi harus mengatur dan membatasi kekuasaan negara dan lembaga-lembaga-nya.
6. Konstitusi merupakan ideologi elit penguasa.
7. Konstitusi menentukan hubungan materiil antara negara dan masyarakat.

Keberadaan konstitusi tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan negara. Konstitusi


ditempatkan pada posisi ter-atas yang menjadi pedoman untuk jalanya sebuah negara dan
mencapai tujuan bersama warga negara. Adapun Fungsi konstitusi, baik tertulis maupun tidak
tertulis adalah sebagai berikut (Asshiddiqie, 2006:122):

1. Fungsi penentu dan pembatas kekuasaan organ negara.


2. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara.
3. Fungsi pengatur hubungan antar organ negara dengan warga negara.
4. Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara atau pun kegiatan
penyelenggaraan kekuasaan negara.
5. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli (yang dalam
sistem demokrasi adalah rakyat) kepada organ negara.
6. Fungsi simbolik sebagai pemersatu.
7. Fungsi simbolik sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan.
8. Fungsi simbolik sebagai pusat upacara.
9. Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat, baik dalam arti sempit hanya dibidang
politik maupun dalam arti luas yang mencakup sosial dan ekonomi.
10. Fungsi sebagai sarana perekayasaan dan pembaruan masyarakat (social engineering dan
social reform), baik dalam arti sempit atau pun luas

UUD 1945 adalah merupakan konstitusi tertinggi dalam norma hukum di republik Indonesia,
maka apapun peraturan perundang-undangan didalam negara republik ini mendasarkan pada
UUD 1945 beserta perubahanya yang masih berlaku sepanjan kehidupan bernegara ini.

PEMBAHASAN

Sebagai aturan hukum, umumnya konstitusi diletakkan sebagai peraturan perundang-


undangan tertinggi di suatu negara (the supreme of the land). Hal ini dapat dilihat, misalnya di
Indonesia, Amerika Serikat, Australia,Filipina, dan lain-lain. Konsekuensinya, untuk menjamin dan
melindungi kedudukan ini, maka dikenal adanya mekanisme pengujian untuk memastikan
peraturan perundang-undangan di bawahnya tidak bertentangan dengan konstitusi, baik
bertentangan dalam hal norma materi muatan maupun bertentangan dengan asas-asas yang ada
dalam konstitusi yang bersangkutan.

Sebagaimana telah dijelaskan pada Bagian Pendahuluan, Perubahan UUD 1945


dilatarbelakangi oleh berbagai kelemahan yang dimiliki oleh UUD 1945. Rangkaian perubahan yang
terjadi selama kurun waktu 1999-2002 memperlihatkan perubahan mendasar materi-materi
muatan yang terdapat dalam UUD 1945. Secara umum, perubahan meliputi:
(1) Perubahan paradigma;
(2) Menyempurnakan ketentuan yang sudah ada;
(3) Meniadakan ketentuan yang menimbulkan kerancuan, atau dianggap tidak bermanfaat;

2 | Tugas Kerangka Ilmiah Singkat PMIH UP 2022


(4) Menambah ketentuan atau mengganti ketentuan lama; dan
(5) Menegaskan hal-hal yang tidak dapat diubah.
Selain itu, perubahan juga mencakup perubahan yang bersifat penegasan pembatasan
kekuasaan, perimbangan kekuasaan, dan materi yang baru sama sekali.
Perubahan paradigma dengan tujuan membangun paradigm baru terefleksi dalam pasal-
pasal mengenai pemerintahan daerah yang menegaskan prinsip otonomi dan tugas pembantuan
sebagai asas-asas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Perubahan status dan kedudukan MPR
dari semula sebagai lembaga negara tertinggi menjadi lembaga yang sejajar dengan lembaga-
lembaga lain, juga dikategorikan sebagai perubahan paradigma.
Penyempurnaan ketentuan yang sudah ada terlihat pada norma mengenai pemilu untuk pengisian
jabatan DPR. Ketentuan-ketentuan mengenai pembentukan MK, DPD, KY merupakan contoh
perubahan yang memasukkan materi baru, sedangkan norma mengenai perimbangan kekuasaan
dapat dilihat pada aturan mengenai kekuasaan konstitusional Presiden dalam memberikan grasi,
amnesti, dan rehabilitasi. Hal serupa dapat ditemukan dalam ketentuan mengenai perlunya
pertimbangan ataupun pendapat DPR untuk hal-hal tertentu, misalnya mengangkat duta dan
konsul.
Perubahan yang berkenaan dengan pembatasan kekuasaan, antara lain, ditemukan dalam
Pasal 7 yang membatasi masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden maksimal dua kali masa
jabatan. Penggantian ketentuan lama ditemukan dalam penghapusan Penjelasan.
Penambahan ketentuan yang sudah ada terlihat pada Bab mengenai HAM. Perubahan materi
muatan HAM terlihat masif karena UUD 1945 sebelum perubahan tidak memuat rincian hak-hak
asasi manusia. Dalam berbagai tulisan para ahli dinyatakan bahwa penambahan rincian tersebut
dilakukan dengan cara memasukkan berbagai hak yang dimuat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (Universal Declaration of Human Rights) 1948. Penambahan ini sekaligus
memperlihatkan respons Indonesia terhadap tuntutan adanya perlindungan HAM melalui proteksi
konstitusi (constitutional protection) guna memperkuat konstitusionalisme di Indonesia.
Hal yang paling menarik dari aspek materi muatan sebagai akibat perubahan UUD 1945
adalah dimasukkannya ketentuan baru mengenai pembatasan materi muatan perubahan
sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (5) yang menyatakan: “Khusus mengenai bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”. Dalam Teori Konstitusi, ketentuan
semacam ini dikenal sebagai ‘unamendable provision’. Dalam praktik terdapat bermacam
kerancuan atau anomali akibat perubahan pengertian lembaga negara yang mengakibatkan
kerancuan pada berbagai aspek dalam kelembagaan negara, terutama hubungan antar lembaga.
Pada saat awal berdirinya Komisi Yudisial terdapat anggapan bahwa Komisi ini mempunyai
kedudukan yang setara dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi karena diatur dalam
Bab Kekuasaan Kehakiman. Akibatnya, sering terjadi “tension” antara ketiga lembaga tersebut.
“Ketegangan” juga seringkali terjadi antara cabang legislative dengan eksekutif, atau antara
cabang kekuasaan legislatif dengan lembaga lainnya. Akibat Perubahan UUD 1945, DPR seringkali
memperlihatkan dirinya sebagai lembaga yang sangat dominan dalam penyelenggaraan negara.
Untuk “melancarkan” hubungan dengan DPR, Presiden memilih menteri-menteri dari berbagai
partai politik sehingga menimbulkan apa yang disebut sebagai “Kabinet Koalisi”, suatu praktik
menyimpang dari sistem presidensil yang menghendaki pembentukan kabinet ahli atau zaken
cabinet.
Selain itu, contoh terakhir dapat dilihat adanya keinginan beberapa fraksi DPR yang akan
menggunakan hak angket terhadap KPK dengan alasan dalam rangka menjalankan fungsi
pengawasan.

KESIMPULAN
Perubahan UUD 1945 telah mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia secara
fundamental. Berbagai kelemahan mendasar yang dimiliki oleh UUD 1945 telah disempurnakan
melalui empat kali amandemen. Dalam tataran implementasi, perubahan yang diharapkan masih

3 | Tugas Kerangka Ilmiah Singkat PMIH UP 2022


jauh dari harapan. Penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bertujuan mencapai
masyarakat adil dan makmur terkendala berbagai faktor.
Atas dasar hal-hal tersebut di atas, menjadi penting dilakukan reformasi di bidang infra struktur
politik, terutama partai politik. Salah satu alas an utama: partai politik mempunyai fungsi
fundamental mengisi berbagai jabatan publik pada tataran supra struktur politik atau lembaga-
lembaga negara.
Berbagai kegaduhan yang terjadi dalam internal lembaga-lembaga negara, misalnya DPR
dan DPD serta dalam hubungan eksternal dengan lembaga lain sebagaimana terlihat dalam kasus
DPR-KPK, menunjukkan menurunnya kualitas sumber daya partai politik mengelola
penyelenggaraan negara. Hal ini
sekaligus menunjukkan persoalan yang sangat serius berkenaan dengan sistem rekruitmen yang
dilakukan oleh partai politik. Jika pembaharuan gagal dilakukan, maka akan berakibat pada makin
melemahnya system ketatanegaraan yang didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi, negara
hukum, dan konstitusionalisme.

Daftar Pustaka

• K.C. Wheare. 1975. Modern Constitutions. London: Oxford University Press.


• Utomo, Himmawan. 2007. Konstitusi, Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan
Kewarganegaran. Yogyakarta: Kanisius.
• Soemantri, Sri. 1993. Susunan Ketatanegaraan Menurut UUD 1945 dalam Ketatanegaraan
Indonesia dalam Kehidupan Politik Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan.
• Syahuri, Taufiqurrohman. 2004. Hukum Konstitusi. Bogor: Ghalia Indonesia.
• Asshiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Hukum Tata Negara Jilid I. Jakarta: Konstitusi Press.
• Harahap, Krisna. 2008. Hukum Acara Perdata. Bandung: Grafiti Budi Utami.

4 | Tugas Kerangka Ilmiah Singkat PMIH UP 2022

Anda mungkin juga menyukai