Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KONSTITUSI

DISUSUN OLEH:

Kelompok 3:

 Kiyoza Al Ibrahim (NIM :09031381823121)

 M Alfariz Abdillah (NIM :09031381823097)

 Ratu Amalia Primadiningsih (NIM :09031381823067)

Dosen Pembimbing: Drs.Alfiandra,M.Si.

Kelas: SI Bilingual A

Mata Kuliah: Pendidikan Kewarganegaraan

FAKULTAS ILMU KOMPUTER JURUSAN

SISTEM INFORMASI

UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2018


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di dalam sebuah negara, pastilah kita mendapati adanya dasar negara dan
kedaulatan. Tidak disebut negara apabila negara tersebut tidak memiliki dasar-
dasar berdirinya sebuah negara. Begitu pula dengan Indonesia. Kita mengenal
dasar negara Indonesia ini adalah Pancasila dan UUD 1945. Kedua dasar
negara ini memiliki nilai penting dalam kehidupan bangsa. Kedua dasar
negara tersebut berisi landasan negara, cita-cita, juga pedoman hidup bangsa
Indonesia. Pancasila dikenal sebagai landasan , sedangkan UUD 1945 sebagai
pedoman.

Selain dasar negara Pancasila dan UUD 1945, kita juga mengenal istilah
konstitusi. Konstitusi menggambarkan struktur negara dan bekerjanya
lembaga-lembaga negara. Konstitusi menjelaskan kekuasaan dan kewajiban
pemerintah. Konstitusi merupakan pelengkap dari dasar negara yang dibuat
oleh pemerintah.

Dalam ulasan kali ini, penulis akan membahas pengertian konstitusi dan
undang-undang dasar 1945, keterkaitan dua hal tersebut, nilai-nilai penting
yang terkandung dalam dua hal tersebut, fungsi dari kedua hal tersebut dan
mengapa kedua hal tersebut menjadi sesuatu yang penting untuk bangsa
Indonesia itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa pengertian Konstitusi dan UUD 1945?
2) Apa keterkaitan antara Konstitusi dan UUD 1945?
3) Bagaimana sejarah pembentukan Konstitusi dan UUD 1945?
4) Apa saja nilai-nilai penting yang terkandung dalam Konstitusi dan UUD
1945?
5) Apa saja fungsi dari Konstitusi dan UUD 1945?
6) Mengapa Konstitusi dan UUD 1945 menjadi penting untuk bangsa
Indonesia?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian Konstitusi dan UUD 1945
2) Untuk mengetahui hubungan keterkaitan antara Konstitusi dan UUD 1945
3) Untuk mengetahui sejarah terbentuknya Konstitusi dan UUD 1945
4) Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai penting yang terkandung di dalam
isi Konstitusi dan UUD 1945
5) Untuk mengetahui apa saja fungsi yang terdapat dalam Konstitusi dan
UUD 1945
6) Untuk mengetahui seberapa penting peran Konstitusi dan UUD 1945 bagi
bangsa Indonesia
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Konstitusi

Perkataan “konstitusi” berasal dari bahasa Perancis Constituer dan


Constitution, kata pertama berarti membentuk, mendirikan atau menyusun, dan
kata kedua berarti susunan atau pranata (masyarakat)[1]. Dengan demikian
konstitusi memiliki arti; permulaan dari segala peraturan mengenai suatu Negara.
Pada umumnya langkah awal untuk mempelajari hukum tata negara dari suatu
negara dimulai dari konstitusi negara bersangkutan. Mempelajari konstitusi berarti
juga mempelajari hukum tata negara dari suatu negara, sehingga hukum tata
negara disebut juga dengan constitutional law. Istilah Constitutional Law di
Inggris menunjukkan arti yang sama dengan hukum tata negara.

Penggunaan istilah Constitutional Law didasarkan atas alasan bahwa


dalam hukum tata Negara unsur konstitusi lebih menonjol.[2] Dengan demikian
suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok yang bersifat fundamental
untuk menegakkan bangunan besar yang bernama “Negara”. Karena sifatnya yang
fundamental ini maka aturan ini harus kuat dan tidak boleh mudah berubah-ubah.
Dengan kata lain aturan fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan
untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan jangka pendek yang bersifat sesaat.
Konstitusi (Latin constitutio) dalam negara adalah sebuah norma sistem politik
dan hukum bentukan pada pemerintahan negara - biasanya dikodifikasikan
sebagai dokumen tertulis.

Dalam kasus bentukan negara, konstitusi memuat aturan dan prinsip-


prinsip entitas politik dan hukum, istilah ini merujuk secara khusus untuk
menetapkan konstitusi nasional sebagai prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-
prinsip dasar hukum termasuk dalam bentukan struktur, prosedur, wewenang dan
kewajiban pemerintahan negara pada umumnya, Konstitusi umumnya merujuk
pada penjaminan hak kepada warga masyarakatnya. Istilah konstitusi dapat
diterapkan kepada seluruh hukum yang mendefinisikan fungsi pemerintahan
negara. Untuk melihat konstitusi pemerintahan negara tertentu, lihat daftar
konstitusi nasional.Dalam bentukan organisasi konstitusi menjelaskan bentuk,
struktur, aktivitas, karakter,

2.2 Keterkaitan Konstitusi dan UUD 1945

Konstitusi dan UUD 1945 seperti suatu hal penting yang berjalan
beriringan. Kedua hal ini tidak dapat dipisahkan dalam tata kehidupan bangsa
Indonesia. Dalam bagian ini akan dijabarkan apa-apa saja keterkaitan antara
Konstitusi dan UUD 1945.

Konstitusi dan UUD 1945 mempunyai hubungan secara yuridis, filosofis


dan sosiologis. Berikut ulasan lebih lengkapnya :

a. Secara Yuridis : Keterkaitan dasar negara dengan konstitusi bahwa


konstitusi mengandung pokok-pokok pikiran dasar negara yang
diwujudkan dalam bentuk pasal-pasal.
b. Secara Filosofis : Konstitusi di dasarkan pada filosofil bangsa
tersebut yang berakar pada budaya bangasa.
c. Secara Sosiologis : Konstitusi dapat menampung nilai-nilai yang
berkembang di masyarakat yang bersumber kepada dasar negara dalam
penyelenggaraan pemerintahan .

Menurut Miriam Budiardjo, setiap Undang-undang Dasar / Konstitusi


memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikt :

1. Organisasi Negara.
Misalnya: pembagian kekuasaan antara badan Eksekutif, Legeslatif dan
Yudikatif. Masalah pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat /
pemerintah federal dengan pemerintah daerah / pemerintah negara bagian;
Prosedur penyelesaian masalah pelanggaran yurisdiksi lembaga negara.
* Pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Legislatif di Indonesia adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
2. Hak-hak asasi manusia
Di Indonesia sangat menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).
3. Prosedur mengubah Undang-undang dasar
Mengubah UUD suatu negara dapat dilakukan, tetapi tidak mudah untuk
sewenang-wenang melakukan itu.

4. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat-sifat tertentu dari


Undang-undang Dasar.
Kita dapat mengakui pada UUD 1945 telah ada perubahan. Akan tetapi
adakalanya perubahan itu tidak dapat dilakukan oleh sebab-sebab/sifat
tertentu sehingga ia tidak dapat dirubah.

Hubungan Pendapat Miriam Subiardjo dengan isi konstitusi dalam UUD


1945

Perkataan “konstitusi” berasal dari bahasa Perancis Constituer dan Constitution,


kata pertama berarti membentuk, mendirikan atau menyusun, dan kata kedua
berarti susunan atau pranata (masyarakat). Dengan demikian konstitusi memiliki
arti; permulaan dari segala peraturan mengenai suatu Negara.
Dengan demikian suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok yang
bersifat fundamental untuk menegakkan bangunan besar yang bernama “Negara”.
Karena sifatnya yang fundamental ini maka aturan ini harus kuat dan tidak boleh
mudah berubah-ubah. Dengan kata lain aturan fundamental itu harus tahan uji
terhadap kemungkinan untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan jangka
pendek yang bersifat sesaat.
Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu : 1) konstitusi tertulis dan 2)
konstitusi tak tertulis. Dalam hal yang kedua ini, hampir semua negara di dunia
memiliki konstitusi tertulis atau undang-undang dasar (UUD) yang pada
umumnya mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan cara
bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia.

Isi konstitusi umumnya hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-
garis besar sebagai instruksi kepada pusat dan lain-lain penyelenggara negara
untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. Aturan-
aturan asing lebih rinci diserahkan pengaturannya kepada undang-undang yang
berada dibawah konstitusi, yang lebih mudah untuk dibuat, diperbaharui, maupun
dicabut.

Menurut Miriam Budiardjo, setiap Undang-undang Dasar / Konstitusi memuat


ketentuan-ketentuan sebagai berikt :
1. Organisasi Negara.
Misalnya: pembagian kekuasaan antara badan Eksekutif, Legeslatif dan Yudikatif.
Masalah pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat / pemerintah federal
dengan pemerintah daerah / pemerintah negara bagian; Prosedur penyelesaian
masalah pelanggaran yurisdiksi lembaga negara.
a. Pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Legislatif di Indonesia adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kekuasaan
anggota DPR termuat dalam:

Pasal 20
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.

Pasal 20A
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan.
(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain
Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi,
hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini,
setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan
pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas.

Pasal 21
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-
undang.
Pasal 22
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat dalam persidangan yang berikut.

Penjelasan:
Kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kekuasaan DPR ada pada pembentukan
UU dan sebagai pengawas dari jalannya eksekutif.

Eksekutif adalah lembaga yang menjalankan isi dari UUD 1945, dalam hal ini
Presiden. Dalam menjalankan kekuasaan eksekutif Presiden di bantu oleh Wakil
Presiden dan Para Menteri. Kekuasaan Eksekutif juga meliputi Pemerintah
Daerah. Pada umumnya kekuasaan Eksekutif dapat dilihat pada kekuasaan
presiden sebagai kepala pemerintahan, ini terlihat pada pasal:

Pasal 4
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar.

Pasal 5
(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-
undang sebagaimana mestinya.

Penjelasan:
Disini kita dapat menyimpulkan secara umum kekuasaan eksekutif adalah
menjalankan Pemerintahan sesuai amanah UUD. Pasal 10-15 menurut saya itu
bukanlah kekuasaan eksekutif melainkan kekuasaan presiden sebagai kepala
negara.

Yudikatif adalah lembaga kekuasaan kehakiman. Kekuasaan yudikatif ini berguna


untuk menyelenggaran peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Kekuasaan Kehakiman ini dilakukan oleh sebuah Mahkama Agung dan peradilan
yang ada di bawahnya dan oleh sebuah mahkama Konstitusi. Kekuasaan
Kehakiman dapat kita liat pada:
Pasal 24
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Pasal 24A
(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-
undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-gundang.

Pasal 24B
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Pasal 24C
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran
partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

Penjelasan:
Disini dapat kita lihat bahwa M.A berwenang mengadili pada tingkat kasasi.
Pada komisi yudisial kita bisa melihat kekuasaannya dimana komisi yudisial
megusulkan pengangkatan hakim agung dan menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Mahkama Konstitusi
mempunyai kekuasaan menguji UU terhadap UUD 1945, memutuskan sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenagannya diberikan oleh UUD 1945,
memutuskan pembubaran partai politik, perselisihan tentang hasil pemilu, dan
memutuskan pendapat DPR atas pelanggaran presiden.

b. Pembagian antara federal dan pemerintah negara bagian


Di Indonesia tidak mengenal adanya pemerintah federal dan pemerintah negara
negara bagian. Jadi, dapat kita dapat simpulkan tidak ada pembagian kekuasaan
ini dalam UUD 1945.

c. Prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu


pemerintah dan sebagainya.

Menurut saya, prosedur penyelesaian masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah


satu pemerintah dan sebagainya adalah masalah dari lembaga-lembaga negara.
Dengan benar, hal itu termuat dalam:

Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik
apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan
tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden.

Pasal 7B
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya
dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi
untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan
fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah
Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurangkurangnya 2/3 dari
jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna
yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan
Rakyat.
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan
seadiladilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama
sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima
oleh Mahkamah Konstitusi.
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela;
dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat
menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk
memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh
hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden
dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah
anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang
hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan
penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Penjelasan:
Pemberhentian Presiden dapat dilakukan oleh MPR, namun haruslah mengikuti
prosedur yang ada. DPR dalam hal ini sebagai pengawas jalannya pemerintahan
megajukan kepada DPR. Namun seelum itu harus ada permohonan dari DPR
kepada M.K untuk memeriksa dan memutuskan perkara Presiden. Jika, Presiden
dinyatakan membuat pelanggaran, maka DPR menyelengarakan sidang Paripurna
untuk meneruskan pemberhetian Presiden kepada MPR. MPR wajib
menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat
tersebut. Keputusan MPR tersebut harus diambil dalam rapat Paripurna MPR dan
dihadiri sekurang-kurang ¾ dari jumlah angota MPR dan disetujui oleh 2/3 dari
jumlah anggota yang hadir, setelah mendengar penjelasan Presiden/Wakil
Presiden dalam rapat Paripurna MPR.
2. Hak-hak asasi manusia
Di Indonesia sangat menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM). Ini sangat
jelas teterkandung dalam:

Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.

Pasal 28B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah.
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya
secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

Pasal 28E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat.

Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari
negara lain.

Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak
boleh diambil alih secara sewenangwenang oleh siapa pun.

Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apa pun.
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar
apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip
negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin,
diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangundangan.

Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undangundang dengan maksud sematamata
untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang
lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
nilainilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis.

Penjelasan:
Di dalam suatu negara sangatlah penting untuk mementingkan HAM. UUD 1945
sangat banyak memberikan perlindungan terhadap HAM. Dari pasal 28A-28J, itu
terlihat jelas isi konstitusi yang menjamin HAM di Indonesia.

3. Prosedur mengubah Undang-undang dasar


Mengubah UUD suatu negara dapat dilakukan, tetapi tidak mudah untuk
sewenang-wenang melakukan itu. Dalam hal perubahan UUD ini dapat kita liat
pada:
Pasal 3
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar.

1. Pasal 37
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan
dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh
sekurangkurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan
secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk
diubah beserta alasannya.
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan
dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu
anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Penjelasan:
Berbicara soal perubahan UUD , perubahan itu sendiri haruslah di ajukan oleh 1/3
dari jumlah anggota MPR. Setelah di ajukan, hal itu dapat selanjutnya di
agendakan dalam sidang MPR. Pengajuannya itu haruslah secara tertulis dan
ditunjukkan dengan jelas bagian yang di usulkan untuk dirubah beserta dengan
alasan untuk merubahnya.
Untuk memutuskan pengubahan setiap pasal yang di ajukan, sesuai prosedur
harus 50% +1 anggota dari seluruh anggota MPR. Setelah ada kesepakatan sesuai
pasal 3 ayat (1), UUD di tetapkan oleh MPR.

4. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat-sifat tertentu dari Undang-


undang Dasar.

Kita dapat mengakui pada UUD 1945 telah ada perubahan. Akan tetapi
adakalanya perubahan itu tidak dapat dilakukan oleh sebab-sebab/sifat tertentu
sehingga ia tidak dapat dirubah. Pada UUD 1945 ini dapat kita liat pada:
pasal 37 ayat (5)
Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat
dilakukan perubahan.

Penjelasan:
Bentuk negara republik Indonesia adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada pasal di atas sangat jelas untuk tidak melakukan perubahan. Hal itu terjadi
dikarenankan ada sifat-sifat/ciri tertentu yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Hubungan Konstitusi dan UUD 1945 tidak hanya berlaku di Indonesia.


Keterkaitan ini juga berlaku di negara-negara lain yang menganut sistem liberal
dan komunis. Berikut penjelasannya sekaligus perbandingan Hubungan Konstitusi
dan UUD di negara demokrasi, liberal dan komunis :

 Hubungan dasar negara dan konstitusi di Indonesia


Dapat dilihat dari hubungan antara sila-sila pancasila yang termuat pada
pembukaan UUD 1945 dengan pasal-pasal yang termuat dalam batang
tubuh UUD 1945.
Pasal-pasal UUD adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran yang ada
dalam pembukaan UUD 1945.

 Hubungan dasar negara dan konstitusi di negara liberal (As)


Konstitusi yang di buat bertujuan untuk :
- Menegakkan keadilan
- Menjamin keamanan dalam negeri
- Menyediakan pertahanan umum
- Memajukan kesahteraan umum
- Mengamankan kemerdekaan rakyat As yang dianggap sebagai anugerah
dari sang pencipta

 Hubungan dasar negara dan konstitusi di negara komunis (Uni soviet)


Dasar negara Uni soviet adalah komunisme. Hal itu di nyatakan di dalam
pembukaan konstitusi 1977 hubungn dasar negara komunisme dengan
pasal-pasal dalam konstitusi Uni Soviet terdapat di dalam alinea terakhir.
Ajaran komunisme di jabarkan kedalam aturan pokok tentang kehidupan
bernegara yang sesuai dengan komunisme di dalam konstitusi Uni Soviet.
2.3 Sejarah Singkat Terbentuknya Konstitusi

A. Sejarah Konstitusi

Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu : 1) konstitusi tertulis


dan 2) konstitusi tak tertulis. Dalam hal yang kedua ini, hampir semua negara di
dunia memiliki konstitusi tertulis atau undang-undang dasar (UUD) yang pada
umumnya mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan cara
bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia.[3] .
Negara yang dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis
adalah Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua
lembaga-lembaga kenegaraan dan semua hak azasi manusia terdapat pada adat
kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik dokumen yang relatif baru
maupun yang sudah sangat tua seperti Magna Charta yang berasal dari tahun 1215
yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat Inggris.[4]Karena ketentuan
mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen atau hanya hidup
dalam adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori
negara yang memiliki konstitusi tidak tertulis.

Pada hampir semua konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian


kekuasaan berdasarkan jenis-jenis kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis
kekuasaan itu dibentuklah lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, jenis
kekuasaan itu perlu ditentukan terlebih dahulu, baru kemudian dibentuk lembaga
negara yang bertanggung jawab untuk melaksanakan jenis kekuasaan tertentu itu.

Beberapa sarjana mengemukakan pandangannya mengenai jenis tugas atau


kewenangan itu, salah satu yang paling terkemuka adalah pandangan Montesquieu
bahwa kekuasaan negara itu terbagi dalam tiga jenis kekuasaan yang harus
dipisahkan secara ketat. Ketiga jenis kekuasaan itu adalah : 1) kekuasaan
membuat peraturan perundangan (legislatif); 2) kekuasaan melaksanakan
peraturan perundangan (eksekutif) dan kekuasaan kehakiman (judikatif).

Pandangan lain mengenai jenis kekuasaan yang perlu dibagi atau


dipisahkan di dalam konstitusi dikemukakan oleh van Vollenhoven dalam buku
karangannya Staatsrecht over Zee.[5] Ia membagi kekuasaan menjadi empat
macam yaitu :1) pemerintahan (bestuur); 2) perundang-undangan; 3) kepolisian
dan 4)pengadilan. Van Vollenhoven kemungkinan menilai kekuasaan
eksekutif itu terlalu luas dan karenanya perlu dipecah menjadi dua jenis kekuasaan
lagi yaitu kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan kepolisian. Menurutnya
kepolisian memegang jenis kekuasaan untuk mengawasi hal berlakunya hukum
dan kalau perlu memaksa untuk melaksanakan hukum.

Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata Negara di


Indonesia mendukung gagasan Van Vollenhoven ini, bahkan ia mengusulkan
untuk menambah dua lagi jenis kekuasaan negara yaitu kekuasaan Kejaksaan dan
Kekuasaan untuk memeriksa keuangan negara untuk menjadi jenis kekuasaan ke-
lima dan ke-enam.

Berdasarkan teori hukum ketatanegaraan yang dijelaskan diatas maka


dapat disimpulkan bahwa jenis kekuasaan negara yang diatur dalam suatu
konstitusi itu umumnya terbagi atas enam dan masing-masing kekuasaan itu
diurus oleh suatu badan atau lemabaga tersendiriyaitu:
1. kekuasaan membuat undang-undang (legislatif)
2. kekuasaan melaksanakan undang-undang (eksekutif)
3. kekuasaan kehakiman (judikatif)
4. kekuasaan kepolisian
5. kekuasaan kejaksaan
6. kekuasaan memeriksa keuangan negara

Konstitusi disusun oleh sebuah panitia yang terdiri dari pemimpin-


pemimpin politik dan pakar-pakar hukum. Panitia ini bekerja terburu-buru
menjelang pernyataan kemerdekaan. Akibatnya banyak hal yang tidak diatur
secara rinci sehingga mudah dimanipulasi oleh pemerintah. Inilah yang terjadi
selama 25 tahun kekuasaan Orde Baru.

2.4 Nilai-nilai Penting yang Terkandung di dalam Konstitusi dan UUD 1945

Eksistensi suatu “negara” yang diisyaratkan oleh A.G. Pringgodigdo, baru


riel-ada kalau memenuhi empat unsur: (1) memenuhi unsur pemerintahan yang
berdaulat, (2) wilayah tertentu, (3) rakyat yang hidup teratur sebagai suatu bangsa
(nation), dan (4) pengakuan dari negara-negara lain. Dari ke empat unsur untuk
berdirinya suatu negara ini belumlah cukup menjamin terlaksananya fungsi
kenegaraan suatu bangsa kalau belum ada hukum dasar yang mengaturnya.
Hukum dasar yang dimaksud adalah sebuah Konstitusi atau Undang Undang
Dasar.

Untuk memahami hukum dasar suatu negara, juga belum cukup kalau
hanya dilihat pada ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam Undang Undang
Dasar atau konstitusi saja, tetapi harus dipahami pula aturan-aturan dasar yang
muncul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak
tertulis, atau sering dicontohkan dengan “konvensi” ketatanegaraan suatu bangsa.
Sebab dengan pemahaman yang demikian inilah “ketertiban“ sebagai fungsi
utama adanya hukum dapat terealisasikan.

Prof. Mr. Djokosutono melihat pentingnya konstitusi (grondwet) dari dua


segi. Pertama, dari segi isi (naar de inhoud) karena konstitusi memuat dasar
(grondslagen) dari struktur (inrichting) dan memuat fungsi (administratie) negara.
Kedua, dari segi bentuk (naar demaker) oleh karena yang memuat konstitusi
bukan sembarang orang atau lembaga. Mungkin bisa oleh seorang raja, raja
dengan rakyat, badan konstituante, atau lembaga diktator. Pada sudut pandang
yang kedua ini, K.C. Wheare mengkaitkan pentingnya konstitusi dengan
pengertian hukum dalam arti sempit, di mana konstitusi dibuat oleh badan yang
mempunyai “wewenang hukum” yaitu sebuah badan yang diakui sah untuk
memberikan kekuatan hukum pada konstitusi. Tapi dalam kenyataannya tidak
menutup kemungkinan adanya konstitusi yang sama sekali hampa (tidak sarat
makna, kursif penulis), karena tidak ada pertalian yang nyata antara pihak yang
merumuskan dan membuat konstitusi dengan pihak yang benar-benar
menjalankan pemerintahan negara. Sehingga konstitusi hanya menjadi dokumen
historis semata atau justru menjadi tabir tebal antara perumus atau peletak dasar
konstitusi dengan pemerintah pemegang astafet berikutnya. Kondisi obyektif
semacam inilah yang menjadi salah satu penyebab jatuh bangunnya suatu peme-
rintahan yang sering diikuti pula oleh perubahan konstitusi negara tersebut.
Seperti yang pernah terjadi di Philiphina, Kamboja, dan lain sebagainya.

Tidak heran, kalau dalam praktek ketatanegaraan suatu negara dijumpai


suatu konstitusi yang tertulis tidak berlaku secara sempurna, oleh karena salah
satu dari beberapa pasal di dalamnya tidak berjalan atau tidak dijalankan lagi.
Atau dapat juga karena konstitusi yang berlaku itu tidak dijalankan, karena
kepentingan suatu golongan/kelompok atau kepentingan pribadi penguasa semata.
Disamping itu tentunya masih banyak nilai-nilai dari konstitusi yang dijalankan
sesuai dengan pasal-pasal yang tercantum di dalamnya.

Dari pemikiran tersebut, Karl Loewenstein mengadakan suatu


penyelidikan mengenai apakah arti dari suatu konstitusi tertulis (UUD) dalam
suatu lingkungan nasional yang spesifik, terutama kenyataannya bagi rakyat biasa
sehingga membawanya kepada tiga jenis penilaian konstitusi sebagai berikut:

1. Konstitusi yang mempunyai nilai Normatif

Suatu konstitusi yang telah resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka
konstitusi tersebut bukan hanya berlaku dalam arti hukum, akari tetapi juga
merupakan suatu kenyataan yanghidup dalam arti sepenuhnya diperlukan dan
efektif. Dengan kata lain konstitusi itu dilaksanakan secara murni dan konsekuen.

2.Konstitusi yang mempunyai nilai Nominal

Konstitusi yang mempunyai nilai nominal berarti secara hukum konstitusi itu
berlaku, tetapi kenyataannya kurang sempurna. Sebab pasal-pasal tertentu dari
konstitusi tersebut dalam kenyataannya tidak berlaku.

3.Konstitusi yang mempunyai nilai Semantik

Suatu konstitusi disebut mempunyai nilai semantik jika konstitusi tersebut


secara hukum tetap berlaku, namun dalam kenyataannya adalah sekedar untuk
memberikan bentuk dari tempat yang telah ada, dan dipergunakan untuk
melaksanakan kekuasaan politik. Jadi konstitusi tersebut hanyalah sekedar suatu
istilah belaka, sedangkan dalam pelaksanaannya hanyalah dimaksudkan untuk
kepentingan pihak penguasa.

Isi konstitusi umumnya hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat


garis-garis besar sebagai instruksi kepada pusat dan lain-lain penyelenggara
negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial.
Aturan-aturan asing lebih rinci diserahkan pengaturannya kepada undang-undang
yang berada dibawah konstitusi, yang lebih mudah untuk dibuat, diperbaharui,
maupun dicabut.
Pada umumnya konstitusi atau UUD berisi :

 Pernyataan tentang ideology dasar Negara atau gagasan-gagasan moral


kenegaraan
 Ketentuan tentang struktur organisasi Negara

 Ketentuan tentang perlindungan hak-hak manusia

 Ketentuan tentang prosedur mengubah UUD

 Larangan mengubah sifat tertentu dari UUD

2.5 Apa Saja Fungsi dari Konstitusi atau UUD 1945

Konstitusi atau UUD sebagai sumber hukum tertinggi dan sumber segala
kewenangan, karena UUD 1945 itu merupakan sumber dari segala sumber hukum,
sumber dari segala kewenangan, sumber dari segala badan kenegaraan.
Fungsi UUD 1945 adalah sebagai pedoman acuan dalam penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Konstitusi atau UUD memiliki 2 fungsi pokok, yaitu menentukan dan
membatasi kekuasaan penguasa Negara dan penjamin hak-hak asasi manusia.
Melalui pembagian kekuasaan Negara, konstitusi menentukan dan membatasi
kekuasaan penguasa, sedangkan melalui aturan tentang hak asasi, konstitusi
memberi perintah agar penguasa Negara melindungi hak-hak asasi manusia warga
Negara dan penduduknya.

2.6 Mengapa Konstitusi dan UUD 1945 Menjadi Penting Untuk Bangsa Indonesia

Konstitusi atau UUD menjadi penting karena konstitusi sebagai dokumen


nasional yang mengandung perjanjian luhur, berisi kesepakatan-kesepakatan
tentang politik, hokum, pendidikan, budaya, ekonomi, kesejahteraan dan aspek
fundamental yang menjadi tujuan Negara. Konstitusi juga berfungsi sebagai
piagam kelahiran, sebagai sumber hokum tertinggi, sebagai identitas nasional dan
lambing persatuan, sebagai alat membatasi kekuasaan, serta pelindung HAM dan
kebebasan warga Negara.

Konstitusi suatu Negara merupakan dasar bagi terciptanya rule of law


yang artinya dengan konstitusi yang ada akan dibuat peraturan untuk memegang
dan melaksanakan kekuasaan, sehingga ada pencegahan agar kecenderungan
untuk menyalahgunakan kekuasaan tidak terjadi. Konstitusi mempunyai
kedudukan sebagai hokum dasar, karena berisi aturan-aturan dan ketentuan
tentang hal-hal yang mendasar dalam kehidupan suatu Negara, juga memuat
tentang lembaga Negara sekaligus kewenangannya, serta peraturan perundang-
undangan beserta isinya. Konstitusi juga memiliki kedudukan sebagai hokum
tertinggi dalam suatu Negara. Aturan yang terdapat dalam konstitusi pun memiliki
kedudukan yang lebih tinggi terhadap aturan lainnya, sehingga aturan lain harus
sesuai dengan konstitusi.
BAB 3

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

UUD 1945 dan Konstitusi memiliki peran penting untuk bangsa Indonesia.
UUD 1945 sebagai dasar negara yang menjadi pedoman dalam menjalankan roda
pemerintahan yang mencakup hukum, norma dalam masyarakat, HAM, agama
dan lain sebagainya. Sedangkan konstitusi memuat aturan-aturan pokok, hanya
memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pusat dan lain-lain
penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan
kesejahteraan sosial.

Anda mungkin juga menyukai