Anda di halaman 1dari 18

ILMU

Makalah ini Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah


: “Studi Al-Qur’an”
Dosen Pengampu : DR. H. Mu’min Firmansyah, MHI

Disusun oleh :
Risma Intan Wijaya (21202131)
Nafisya Fatihun Nazila (21202125)
Azkal Qirom (21202119)

PROGRAM STUDI BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
KEDIRI 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala limpahan
rahmat, taufik serta inayah-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpah kepada Nabi
Muhammad SAW. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah ini. Melalui makalah ini, penulis harapkan dapat membantu
pembaca mendapat pengetahuan tentang masyarakat madani dan bermanfaat bagi kehidupan
sehari-hari.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini. Terkhusus kepada kedua orang tua dan Bapak DR. H.
Mu’min Firmansyah, MHI. sebagai dosen pengampu mata kuliah Studi Al-Qur’an. Semoga
Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala bantuan yang telah diberikan.
Makalah ini sangat banyak kekurangannya, mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan. Kritik dan saran yang membangun penulis nantikan agar nantinya
meningkatkan dan merevisi kembali pembuatan makalah di waktu berikutnya.

Kediri,28 Februari 2023

Kelompok 10
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan...................................................................................................................................iii
1.1. Latar Belakang....................................................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah................................................................................................................................5
1.3 Tujuan masalah.....................................................................................................................................5
BAB II Pembahasan....................................................................................................................................6

2.1 . Kewajiban Menuntut Ilmu...............................................................................................................6


A. Kewajiban menuntut ilmu................................................................................................................6
B. Kewajiban menuntut ilmu dalam pandangan umum........................................................................7

C. Hadis tentang Kewajiban Menuntut Ilmu....................................................................... 9

2.2 Kewajiban Mengamalkan Ilmu............................................................................................10


A. Pentingnya Mengamalkan Ilmu.....................................................................................................10
B. Hukum Mengamalkan Ilmu...........................................................................................................12
2.3. Hukum Mengajarkan Ilmu....................................................................................................13

A. Hukum dan Keutamaan Mengajarkan Ilmu.......................................................................13

BAB III Penutupan........................................................................................................................15


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu pengetahuan adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran islam. Islam bukan
hanya mengajarkan untuk terus beribadah kepada Allah SWT. Tetapi Allah juga memerintahkan
kepada muslimin dan muslimat untuk mencari ilmu sejak masih buaian sampai ke liang lahat.
Dan manusia tidak akan mampu untuk menunaikan ibadah tanpa ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan adalah sebaik-baik sesuatu yang disukai, sepenting-penting sesuatu


yang dicari dan merupakan sesuatu yang paling bermanfaat, dari pada selainnya. Kemuliaan akan
didapat bagi pemiliknya dan keutamaan akan diperoleh oleh orang yang memburunya. Islam
mewajibkan umatnya untuk giat dalam menuntut ilmu. Ilmu apapun yang dipelajari, baik ilmu
tentang dunia maupun ilmu tentang akhirat. Dengan kaidah ilmu tersebut memberikan maslahat
atau kebaikan. Allah SWT sangat mengapresiasi hamba-Nya yang giat menuntut ilmu, sehingga
Allah akan mengangkat derajat orang berilmu.

Menuntut ilmu adalah suatu hal yang sangat penting untuk mewujudkan kebahagian
hidup di dunia dan akhirat. Tanpa adanya ilmu, manusia tidak bisa melakukan segala hal. Dalam
mencari nafkah perlu ilmu, beribadah perlu ilmu dan bahkan makan dan minumpun memerlukan
ilmu. Dengan begitu menuntut ilmu merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditolak apalagi
menyangkut dengan kewajiban seseorang sebagai hamba Allah SWT. Jika seseorang tidak
memahami kewajibannya sebagai hamba, maka bagaimana bisa dia memperoleh kebahagiaan
dan keselamatan di dunia dan akhirat (Lubis, 2016).1

1
Lubis, Z. (2016). "Kewajiban Belajar". Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumut Medan
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kewajiban menuntut ilmu?


2. Apa saja kewajiban mengamalkan ilmu?
3. Apa saja kewajiban mengajarkan ilmu?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana kewajiban menuntut ilmu.
2. Untuk mengetahui apa saja kewajiban mengamalkan ilmu.
3. Untuk mengetahui apa saja kewajiban mengajarkan ilmu.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kewajiban Menuntut Ilmu

a. Pengertian Menuntut dalam Perspektif Ilmu

Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab ‫علم‬, masdar dari ُ ‫ ـ ْ عـَلم عـ‬yang
‫– ِل َم‬
berarti tahu atau mengetahui. Al-Attas menyadari sepenuhnya bahwa mendefinisikan ilmu secara
batasan adalah sesuatu yang mustahil, karena itu dia mengajukan definisi ilmu secara deskriptif.
Definisi ilmu secara deskriptif yang dikemukakan oleh Al-Attas berdasarkan premis bahwa ilmu
datang dari Allah dan diperoleh oleh jiwa yang kreatif. Al-Attas membagi definisi ilmu secara
deskriptif menjadi dua bagian. Pertama ilmu adalah sesuatu yang berasal dari Allah, bisa
dikatakan bahwa ilmu itu adalah datangnya makna sesuatu atau objek ilmu ke dalam jiwa pencari
ilmu. Kedua, ilmu adalah sesuatu yang diterima oleh jiwa yang aktif dan kreatif, bisa dikatakan
bahwa ilmu adalah sampainya jiwa pada makna sesuatu atau objek ilmu.2

Secara bahasa, al-‘ilmu adalah lawan dari al-jahl (kebodohan), yaitu mengetahui sesuatu
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dengan pengetahuan pasti. Secara istilah dijelaskan oleh
sebagian ulama bahwa ilmu adalah ma’rifah (pengetahuan), sebagai lawan dari al-jahl (ketidak
tahuan). Menurut ulama lainnya, ilmu itu lebih jelas dari apa yang diketahui.3

Ilmu (science) adalah pengetahuan yang logis dan empiris. Sekalipun demikian,
hendaklah diketahui juga bahwa berlandaskan kesepakatan umum pemakai istilah di Indonesia,
ilmu berarti juga pengetahuan (knowledge). Di Indonesia istilah ilmu sering diganti dengan ilmu
pengetahuan. Ini memang sering membingungkan.4

Ilmu dibagi menjadi dua, yaitu ilmu dhoruri dan nazhori. Ilmu Dhoruri adalah yang
objek pengetahuan didalamnya bersifat semi pasti, tidak perluh pemikiran dan pembuktian.
Misalnya pengetahuan bahwa api itu panas. Sedangkan ilmu Nazhori adalah yang membutuhkan

2
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Tinjauan Ringkas Peri Ilmu dan Pandangan Alam, (Pulau Pinang:
Penerbit Universiti Sains Malysia, 2007, h.42.
3
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Panduan Lengkap Menuntut Ilmu, (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir,
2006), h.7.
4
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994),
h.18.
pemikiran dan pembuktian. Misalnya pengetahuan mengenai kewajiban berniat dalam
berwudhu.5 Ilmu yang dianjurkan oleh Islam untuk dipelajari dan ditunjukkan oleh al-Qur’an
untuk digali adalah setiap ilmu pengetahuan yang didasari oleh dalil-dalil.

Adapun arti menuntut ilmu, sebagaimana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
menimba atau menuntut artinya mengambil atau memperoleh.6 Sedangkan Ilmu artinya
pengetahuan.7 Jadi, menimba atau menuntut ilmu artinya mengambil ilmu atau memperoleh ilmu.
Menimba ilmu juga dapat diartikan sebagai belajar, karena belajar adalah berusaha memperoleh
kepandaian atau memperoleh ilmu.

b. Pandangan Umum tentang Kewajiban Menuntut Ilmu

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), Pendidikan merupakan proses pengubahan
sikap dan tata kelakuan seseorang ataupun kelompok dalam upaya mendewasakan manusia
melalui pengajaran dan pelatihan (Depdiknas, 2011).8 Menurut UU No. 20 tahun 2003 pasal 1
ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan diartikan sebagai usaha terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar supaya peserta didik dapat
mengembangkan potensi diri dengan aktif untuk kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yang dibutuhkan untuk dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (Anonim, 2012).9

Menuntut ilmu merupakan salah satu bagian terpenting bagi kehidupan manusia, tanpa
adanya ilmu manusia tidak akan bisa berkembang. Menuntut ilmu juga dianggap sebagai titik
tolak dalam menumbuhkan kesadaran dalam bersikap (Ramly, 2005).10 Menurut Driyakara
dalam buku membangun pendidikan yang memberdayakan dan mencerdaskan, beliau

5
Muhammad bin Salih Al-Utsaimin, Syarah Tsalatsatul Ushl: Mengenal Allah, Rasul dan Sinul Islam,
(Solo: Al-Qowam, 2005), h.11.
6
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, (Jakarta; 1993),
h.946.
7
Ibid...h.325.
8
Depdiknas, D. P. (2011). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
9
Anonim. (2012). Undang-undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Edisi Terbaru, Cet. kedua.
Bandung: Penerbit Fokusindo Mandiri.
10
Ramly, N. (2005). Membangun Pendidikan yang Memberdayakan dan Mencerdaskan. Jakarta:
Grafindo.
mengatakan bahwa proses menuntut ilmu merupakan proses untuk membimbing manusia muda
menjadi lebih dewasa dan lebih manusiawi.

Pendidikan Islam dapat dipahami sebagai proses transformasi ilmu yang bertujuan untuk
mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa. Dalam Islam proses belajar mengajar lebih
dikenal dengan sebutan at-Ta’lim, yaitu proses ilmu pengetahuan agama yang menghasilkan
pemahaman yang baik terhadap anak didik sehingga dapat melahirkan sikap yang positif. Yang
dimaksud dengan sikap yang positif ialah ikhlas, percaya diri, patuh, dapat berkorban dan teguh
terhadap pendirian (Susanto, 2009).11

Pendidikan menurut pandangan Hamka terbagi menjadi dua macam: pertama, pendidikan
jasmani, yakni ilmu untuk pertumbuhan dan kesempurnaan jasmani, kekuatan jiwa dan akal.
Kedua, pendidikan rohani, yakni ilmu untuk kesempurnaan manusia dengan pengalaman dan
ilmu yang didasarkan pada agama. Kedua unsur tersebut cenderung dapat menumbuhkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Karena pendidikan dalam sarana yang tepat untuk
menentukan berkembangnya kedua unsur tersebut (Susanto, 2009).12

Menuntut ilmu dalam pandangan Islam bukan hanya ajakan saja, akan tetapi telah
menjadi suatu kewajiban bagi setiap umat Islam. Di dalam Alquran dan hadis telah banyak
membahas mengenai menuntut ilmu, yakni tentang pentingnya dalam menguasai ilmu dan segala
hal yang mengarah pada kewajiban menuntut ilmu. Salah satu ciri yang dapat menbedakan
agama Islam dengan agama lain ialah penekanan terhadap ilmu. Alquran dan Hadis menghibau
umat Islam untuk mencari ilmu. Dalam pandangan Islam, ilmu merupakan keistimewaan yang
dapat menjadikan manusia lebih unggul dari pada makhluk yang lainnya untuk menjalankan
kekhalifahan. Dalam Alquran dan Hadis disebutkan secara berulang-ulang bahwasannya
kedudukan umat Islam yang berilmu memiliki kedudukan yang tinggi (Ulum, 2007). 13

11
Susanto. (2009). Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.
12
Susanto. (2009). Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.
13
Ulum, B. d. (2007). Pengantar Ilmu Pendidikan. Ponorogo: STAIN Po Press.
c. Hadis tentang Kewajiban Menuntut Ilmu

Menuntut ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim
perempuan. Ketika Allah telah menurunkan perintah yang mewajibkan atas suatu hal, maka kita
harus menaatinya. Allah Ta’ala berfirman dalam QS. An-Nur ayat 51:

‫كا َن ِإَّن َما‬


‫َ یق˚ـول˚ـو ˚ا ˚ه َ ح َ ِۦه ٱ َّ ل ِّل ِإَلى د˚ـ ٱ ْل ˚م ْؤ ِم نِ ي َن‬ ‫و أ˚ ˚ و و ط‬ ˚‫˚م ْف َ ن ه‬
‫َق ْو َل َذا‬ ‫˚ ع ٓو ˚ا و ِ ل‬ ‫أَـن س ِم ْعنَا ْم ي ك˚ ر‬ ‫لَٓ ئك َأ ْع‬² ‫ِل ٱ ْل ˚م حو‬
ِ
‫َم‬ ‫ْي َن‬ ‫نَ ا‬
‫و‬ ‫ل‬

“Sesungguhnya ucapan orang-orang yang beriman apabila diajak untuk kembali kepada
Allah dan Rasul-Nya agar rasul memberi keputusan hukum diantara mereka hanyalah dengan
mengatakan ‘kami mendengar dan kami taat’. Dan hanya merekalah orang-orang yang
berbahagia.”

Adapun Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Jumuah ayat 5:

َّ ˚ ًۢ
‫ك ِمل˚ـ ث˚ َّم ٱلـتَ ّـ ْو َر‬ ‫ِ ْل ِ ح‬ ‫ْه َّّلل ُ ٱ َّ ل ِّل ِبَـٔا ˚ا ٱ َّل ِذی َن ٱ ْلق ˚ل س ُ أ‬ ‫ٱ َْلق ْو‬
˚ ‫ا ٱل ِذی‬
‫ى َة ْم‬² ‫َ مث و ه ا‬ ‫م َما ِر ل‬ ‫˝ را‬ ‫ْو ِم كذَّب˚و ئْ مَث‬ ‫ َیت‬² ˚ ‫َم ِدى ل‬
‫َن ح ل‬
‫ِ’مل˚و م‬ ‫ح‬ ‫ِل‬ ‫ٱ‬ ‫سَفا‬ ‫وٱ‬
‫ح‬
‫َث‬
‫ٱل َّظ ِل ِمي َن‬

“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada


memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya
perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk
kepada kaum yang zalim.”

Al-Quran surat Al-jumuah ayat 5 menjelaskan, setiap manusia diperintahkan untuk


menuntut ilmu dan mengamalkannya, agar ilmu yang telah dimiliki dapat bermanfaat bagi diri
sendiri dan banyak orang. Tidak hanya sekedar menghafal tapi juga memahami dan mengerti
dari ilmu yang telah didapat, agar tidak sembarang menyebarkannya, apabila hanya sekedar
menghafal tanpa mengerti sama halnya seperti keledai yang membawa kitab yang tebal tanpa
tahu apa yang ada didalamya. Dan akan membebani diri, apabila disebarkan bukan lah kebenaran
yang diterima melaikan kebohongan dan kedustaan yang ada didalamnya. Allah SWT tidak akan
membantu menunjukan kaum yang menzalimi dirinya dengan kekufuran atas kebenaran dan
kebaikan.

Selanjutnya Allah SWT berfiman dalam QS. Al-Mujadilah ayat 11:


‫س ˚ا ٱ ْل م ‪ ²‬ج ى تَفَ ˚ا ل َك˚ م ِقي َل ٓو ˚ا ٱ َّل ِذی َن‬ ‫منك˚ َمن˚و ˚ا ٱ َّل ِذی َن ٱ َّّلل˚ـ ˚زو ˚زو ي ِ َلك˚ ْم ٱ َّّلل˚ـ‬
‫ْ‬ ‫َ َ‬
‫إذَـا سحو ‪َٓ ²‬یأَـُّی َها ءا َمن˚‬ ‫ِلس سحو‬ ‫ِح َفٱ‬ ‫ْف ُ‬ ‫َی ْرَفعِ ٱن ءا ˚ا ٱن ˚ا َل إذَا‬ ‫ْم‬
‫ِ‬
‫ْف‬ ‫و‬
‫ِع ْل َم وٱلَّ ِذی َن‬ ‫ُد‬ ‫خ ِبي ˚ر تَـ ْع َمل˚ـو َّّلل‬
‫َر ‪²‬‬ ‫َن ِبـ َما ˚‬
‫أ˚ـوت˚ـو ˚ا‬
‫َج‬ ‫وٱ‬
‫ت ٱ ْل‬
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan
menjadi memperoleh kedudukan yang tinggi dan derajat yang lebih mulia dari orang yang
kurang berilmu. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut
Ilmu, dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia
dihadapan Allah, sehingga akan tumbuh rasa enggan kepada Allah bila melakukan hal-hal yang
dilarangnya, hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Q.S. Fathir ayat 28:

‫و ِم َن‬
‫ِب‬ ّ‫ وٱل َد‬² ‫ْن‬ ‫ َون˚ـ مخ‬² ِ ‫شى ِإن‬ َّ ‫ َٓم ˚ؤ ع َبا م ْن ٱ‬² َ ‫ِزی ˚ز‬ ‫غف˚ـو‬
‫ٱل نَّاس‬ ‫َوا‬ ‫َع ِ م‬ ‫َما ل ۥه˚ـ ك تَـ ِل‬ ‫َّلل َیخ‬ ‫ٱ َّ ل َّل ع ّ ˚ا ُ ٱ ْلع˚َل ِد ِه‬ ‫˚ر‬
‫ف وٱ‬ ‫َأ ْل‬ ‫ك‬ ‫ن‬
‫َْْل‬ ²
َ‫ذ‬

“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang


ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada
Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun.”

Ayat diatas menjelaskan bahwa orang yang sangat takut kepada Allah haruslah orang
yang berilmu tinggi karena mereka memiliki amanah yang besar terhadap ilmu yang Allah
berikan. Dosa yang ditanggung orang berilmu akan lebih besar dari orang yang kurang berilmu
karena orang yang berilmu sudah pasti mengetahui dengan jelas larangan dari Allah tetapi jika
dia tetap melanggarnya itu berarti dia melalaikan ilmu yang dia miliki sedangkan orang yang
kurang berilmu dia akan mendapat toleransi dari Allah karena ketidak tahuannya terhadap
larangan Allah karena dia tidak tahu.
2.2 Kewajiban Mengamalkan Ilmu

a. Pentingnya Mengamalkan Ilmu

Seperti yang kita ketahui, bahwa dengan ilmu bisa juga derajat seseorang dapat terangkat.
Dengan itu banyak sekali manfaat pada siapa saja yang menuntut ilmu. Namun di dalam islam,
sebagai manusia tidak hanya dianjurkan untuk menuntut ilmu saja tetapi juga dianjurkan untuk
mengamalkannya. Seperti yang tertera dalam Al-Quran surat Al-Araf : 52;

‫لقَ ْو „م ی˚ـ ْؤ ِمن˚ـو َن‬


‫د˝ـ و ح‬ „ ˚‫َناه‬ ‫ول َق َد جئْن ْم ِب‬
‫ى ˚ ة‬ ‫َع َل م‬ ‫ا ِكتَـاب‬
˝ ‫ر‬ ْ‫ص ْل ع‬
‫ل‬

Artinya: "Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka
yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami; menjadi petunjuk dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman."

Rasulullah SAW. menganjurkan agar senantiasal mempelajari dan mengamalkan al-


quran. "pelajarilah oleh kalian Al-Quran dan kajilah dia karena al-Quran bagi yang
mempelajarinya bagaikan wadah yang berisi penuh kesturi, harum sekelilingnya" semerbak
demikian sabda memenuhi Rasulullah tempat SAW. Mempelajarai dan mengamalkan Al-Quran
adalah suatu kewajiban seorang muslim. Tidak ada yang lebih mulia dihadapan Allah SWT
kecuali orang-orang yang mampu melaksanakan keduanya. Allah SWT menggambarkan
manusia yang telah diperintahkan untuk mempelajari dan mengamalkan kitab sucinya tetapi
mereka hanya mengahafalkannya, tidak mengikuti petunjuknya dan tidak mengamalkannya.

Seperti yang sudah tertera diatas dalam Qur'an surat Al-Jjumuah ayat 5 menjelaskan,
setiap manusia diperintahkan untuk menuntut ilmu dan mengamalkannya, agar ilmu yang telah
dimiliki dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan banyak orang. Tidak hanya sekedar menghafal
tapi juga memahami dan mengerti dari ilmu yang telah didapat, agar tidak sembarang
menyebarkannya, apabila hanya sekedar menghafal tanpa mengerti sama halnya seperti keledai
yang membawa kitab yang tebal tanpa tahu apa yang ada didalamya. Dan akan membebani diri,
apabila disebarkan bukan lah kebenaran yang diterima melaikan kebohongan dan kedustaan yang
ada didalamnya. Allah SWT tidak akan membantu menunjukan kaum yang menzalimi dirinya
dengan kekufuran atas kebenaran dan kebaikan.
Begitulah nikmatnya islam sehingga segala tingkah laku kita diatur oleh Islam. Sampai
pada ilmu pun Islam mengaturnya, mulai dari kewajiban menuntut ilmu, mengamalkan ilmu dan
ancaman bagi orang yang tidak mengamlakan ilmu. hal tersebut harus kita pelajari secara
mendetail sehingga kita tidak termasuk orang yang salah dalam memahami ilmu.

Dengan demikian orang yang mengamalkan ilmunya termasuk dalam orang-orang yang
menghidupkan sunnah Nabi SAW. Karena Rasulullah SAW. tidak mewariskan harta atau dunia,
melainkan ilmu. Di antara mengamalkan ilmu bagi seorang penuntut ilmu adalah dengan cara
mengajar, karena Nabi SAW. sendiri adalah muallim atau guru.

b. Hukum Mengamalkan Ilmu

Mengamalkan ilmu merupakan suatu kewajiban pokok setiap Muslim. Adapun


meninggalkannya memiliki konsekuensi yang beragam, tergantung hukum dari amalan yang
ditinggalkan. Hukumnya bisa jadi kufur, maksiat, makruh, atau mubah. Meninggalkan beramal
dengan ilmu yang merupakan kekufuran, seperti meninggalkan untuk mengamalkan tauhid.
Seseorang mengetahui bahwasanya wajib mentauhidkan Allah dalam ibadah dan tidak boleh
berbuat syirik, tetapi dia meninggalkan tauhid ini dengan melakukan perbuatan syirik, Maka
dengan demikian dia telah terjatuh dalam kekufuran.

Meninggalkan beramal dengan ilmu yang merupakan maksiat, seperti melanggar salah
satu larangan Allah. Seseorang mengetahui bahwasanya khamr itu diharamkan. Tetapi dia malah
meminumnya atau menjualnya. Maka orang ini telah jatuh dalam keharaman dan telah berbuat
maksiat. Meninggalkan beramal dengan ilmu yang merupakan perbuatan makruh, seperti
menyelisihi tuntunan Rasulullah SAW. dalam sebuah tatacara ibadah. Seseorang telah
mengetahui bahwasanya Rasulullah melakukan shalat dengan cara tertentu kemudian dia
menyelisihinya, maka dengan penyelisihannya itu dia telah jatuh dalam perkara yang makruh.
Sedangkan meninggalkan beramal dengan ilmu bisa jadi mubah. Seperti tidak mengikuti
Rasulullah dalam perkara-perkara yang merupakan kebiasaan Rasulullah yang tidak disunnahkan
atau diwajibkan bagi kita untuk menirunya, seperti tatacara berjalan, warna suara dan
semisalnya.
Berikut adalah hadist tentang keutamaan orang yang berilmu:

‫وقال صلى هلال علي ه وسلم فضل العالم على العابد كفضل ا قل مر ليلةـ البدر على سائر الكواكب‬

Nabi saw. bersabda, "Keutamaan orang yang berilmu (yang mengamalkan ilmunya) atas orang
yang ahli ibadah adalah seperti utamanya bulan di malam purnama atas semua bintang-bintang
lainnya."

Sebagaimana penjelasan di atas, dapat diketahui betapa luhur kedudukan orang yang
berilmu. Maka tidak heran, para ulama terdahulu menghabiskan sebagian besar waktunya demi
melestarikan ilmu, terutama ilmu syari'at Islam.

2.3 Kewajiban Mengajarkan Ilmu

a. Hukum dan Keutamaan Mengajarkan Ilmu

Mengajar adalah salah satu tugas pokok seorang pengajar di samping penelitian,
pengabdian masyarakat, dan dakwah Islamiyah. Sebagai seorang pengajar yang beragama Islam,
mengajar bukanlah hanya menjadi mata pencaharian tapi juga merupakan suatu ibadah.

Beruntunglah orang-orang yang berilmu. Allah SWT meninggikan derajatnya di atas


manusia rata-rata. Sebuah nikmat yang tidak bisa dimiliki oleh semua orang. Oleh sebab itu,
wajar jika orang yang berilmu dituntut tanggung jawab lebih karena ilmu yang dimiliki. Di satu
pihak ilmu adalah nikmat untuknya, di pihak lain ilmu adalah amanah yang kelak akan dimintai
pertanggung jawaban oleh Allah SWT.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫ا‬² ‫لَـك˚ ُ وِا ذَـا ِق ْي ˚ز ْوا ˚ز ْوا َی ِذ ْی َن‬ ‫ س ا سـ ح ْوا س‬² ‫ِ ق ْي َل لَـك˚ سـ ح ا ْل َم‬ ‫یاَـ ُّی َها ا َّل ِذ ْی َن‬
‫َمن˚ـ ْوا‬ ˚‫فَا ْرَف ِع نش‬ ‫َ ل ا ْن‬ ˚‫ْم ّٰلال‬ ‫َی ْف ِح‬ ‫ف‬ ‫ْم تَـ َف ذَا ْوا ج ِل ى‬ ٰۤ
‫ا َمن˚ـ ْوا‬²
ّٰ ‫ل‬
˚‫ا‬
‫ال‬
ّ
‫ت ُ ّ َما تَـ ْع خ ِب ْي ˚ر‬ ‫م ْن ك˚ وا لَّ ِذ ْی َن ا˚ـ ْوت˚ـوا ا ْل ِع‬
‫وا ل َمل˚ـ ْو َن‬ ُ ‫ج‬² ‫ْل َم دَـ َر‬ ‫ْم‬
‫ل‬
‫˚ـ‬

"Artinya : niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antara kamu
dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. . ." (Q.S. Al -Mujadilah : 11).

Menyampaikan ilmu dan menyebarluaskannya kepada orang lain hukumnya Wajib. Allah
‫‪SWT berfirman:‬‬

‫تَـَف َّك ˚ر ْو َن‬ ‫ٰۤ‬


‫ِه َعل‬ ‫ك ال َب ل نَّا ما ن˚ـ ِ’ـز‬ ‫وا ل ُ ن َز ْل َن ا‬ ‫ِب ا ‪²‬ن‬
‫ْ م ّ ˚ه ْ م‬ ‫َل س‬ ‫ِذ’ـ ْك ِ’ي‬ ‫ِاَل ْي‬ ‫وا‬ ‫ُّزب˚ـ ِر‬ ‫ل َب‬
‫ولَ‬ ‫لَ‬ ‫َر َن‬ ‫ت‬ ‫ِ’ي‬
‫ْي‬ ‫ل ت˚‬
Artinya : Dan kami turunkan kepadamu az-Zikr (al-Quran) agar kamu terangkan kepada para
manusia apa yang akan diturunkan kepada mereka, dan agar mereka berpikir.(Q.S. An-Nahl: 44)

Ada banyak keutamaan orang yang berilmu dan mengajarkan ilmu yang disebutkan
dalam Al Quran dan Al Hadits. Rasulullah SAW pernah bersabda: "Keutamaan seorang yang
berilmu atau ahli ibadah adalah sebagaimana keutamaanku atas orang yang terendah dari kalian."
Dengan demikian dapat kita ketahui bahwasannya begitu istimewanya orang yang berilmu.
BAB III

KESIMPULAN

Ilmu adalah sesuatu yang berasal dari Allah, bisa dikatakan bahwa ilmu itu adalah
datangnya makna sesuatu atau objek ilmu ke dalam jiwa pencari ilmu. Kedua, ilmu adalah
sesuatu yang diterima oleh jiwa yang aktif dan kreatif, bisa dikatakanbahwa ilmu adalah
sampainya jiwa pada makna sesuatu atau objek ilmu.

Mengamalkan ilmu merupakan suatu kewajiban pokok setiap Muslim. Adapun


meninggalkannya memiliki konsekuensi yang beragam, tergantung hukum dari amalan yang
ditinggalkan. Hukumnya bisa jadi kufur, maksiat, makruh, atau mubah. Meninggalkan beramal
dengan ilmu yang merupakan kekufuran, seperti meninggalkan untuk mengamalkan tauhid.
Seseorang mengetahui bahwasanya wajib mentauhidkan Allah dalam ibadah dan tidak boleh
berbuat syirik, tetapi dia meninggalkan tauhid ini dengan melakukan perbuatan syirik, Maka
dengan demikian dia telah terjatuh dalam kekufuran.

Mengajar adalah salah satu tugas pokok seorang pengajar di samping penelitian,
pengabdian masyarakat, dan dakwah Islamiyah. Sebagai seorang pengajar yang beragama Islam,
mengajar bukanlah hanya menjadi mata pencaharian tapi juga merupakan suatu ibadah.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1994), h.18.

Anonim. (2012). Undang-undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Edisi Terbaru, Cet.
kedua. Bandung: Penerbit Fokusindo Mandiri.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, (Jakarta;
1993), h.946.
Ibid...h.325.

Depdiknas, D. P. (2011). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.

Lubis, Z. (2016). "Kewajiban Belajar". Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumut Medan
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Tinjauan Ringkas Peri Ilmu dan Pandangan Alam, (Pulau
Pinang: Penerbit Universiti Sains Malysia, 2007, h.42.

Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Panduan Lengkap Menuntut Ilmu, (Jakarta: Pustaka Ibnu
Katsir, 2006), h.7.

Muhammad bin Salih Al-Utsaimin, Syarah Tsalatsatul Ushl: Mengenal Allah, Rasul dan Sinul
Islam, (Solo: Al-Qowam, 2005), h.11.

Ramly, N. (2005). Membangun Pendidikan yang Memberdayakan dan Mencerdaskan. Jakarta:


Grafindo.

Syed Muhammad Naquib al-Attas, Tinjauan Ringkas Peri Ilmu dan Pandangan Alam, (Pulau
Pinang: Penerbit Universiti Sains Malysia, 2007, h.42.

Susanto. (2009). Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.

Susanto. (2009). Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.

Ulum, B. d. (2007). Pengantar Ilmu Pendidikan. Ponorogo: STAIN Po Press

Anda mungkin juga menyukai