Anda di halaman 1dari 15

URGENSI ILMU

Disusun untuk memenuhi tugas kuliah Mata kuliah Hadist

Dosen Pembimbing :

H. Encep. M.A

Disusun Oleh:

Muhammad Fauzi
Nandang Adi Saputra

Semester III

Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Karimiyah

Jurusan Pendidikan Agama Islam

Jl. H. Maksum No.23 Rt.04/02 Sawangan Baru Kec. Sawangan Kota


Depok Jawa Barat Indonesia 16511.

Tahun 2021.

0
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, sehingga kami mendapatkan kemudahan dan
kekuatan untuk menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul “Urgensi
Ilmu” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits.

Sholawat serta salam tak lupa tercurahkan kepada junjungan alam, Nabi
besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW, sebagai figur teladan dalam dunia
pendidikan yang patut diteladani dan seorang suri tauladan yang mulia beserta
keluarga, sahabat, serta umatnya yang setia kepada ajarannya hingga akhir zaman.

Terima kasih kami haturkan kepada Bapak H. Encep. M.A yang


senantiasa membimbing kami didalam kelas dan penyusunan makalah ini. Tanpa
adanya bimbingan beliau kami kiranya tidak akan mampu menyelesaikan makalah
ini.

Adapun, penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna.
Kami menghaturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam makalah
ini. Untuk itu kami mengharap saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Depok, 07 Februari 2021


Penulis

Kelompok V

DAFTAR ISI

1
Kata Pengantar...............................................................................................1
Daftar Isi..........................................................................................................2

Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang......................................................................................3
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan Penulisan..................................................................................3

Bab II Pembahasan
A. Urgensi Ilmu.........................................................................................
B. Keutamaan Ilmu....................................................................................

Bab III Penutup


A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................

Daftar Pustaka................................................................................................

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan adalah sebaik-baik sesuatu yang disukai, sepenting-penting
sesuatu yang dicari dan merupakan sesuatu yang paling bermanfaat, dari pada
selainnya. Kemuliaan akan didapat bagi pemiliknya dan keutamaan akan diperoleh
oleh orang yang memburunya.
Dalam kehidupan dunia, ilmu pengetahuan mempunyai perang yang sangat
penting. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan memberikan kemudahan
bagi kehidupan baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan bermasyarakat.
Dalam kehidupan beragama, ilmu pengetahuan adalah sesutau yang wajib
dimiliki, karena tidak akan mungkin seseorang mampu melakukan ibadah yang
merupakan tujuan diciptakannya manusia oleh Allah, tanpa didasari ilmu. Minimal,
ilmu pengetahuan yang akan memberikan kemampuan kepada dirinya, untuk berusaha
agar ibadah yang dilakukan tetap berada dalam aturan-aturan yang telah ditentukan.
Dalam agama, ilmu pengetahuan, adalah kunci menuju keselamatan dan kebahagiaan
akhirat selama-lamanya.
Uraian di atas hanyalah uraian singkat betapa pentingnya ilmu pengetahuan
bagi manusia, baik untuk kehidupan dirinya pribadi, maupun dalam hubungan dirinya
dengan benda-benda di sekitarnya. Baik bagi kehidupan dunia maupun kehidupan
akhirat. Ada banyak hadits, firman Allah, dan pendapat para ulama tentang
pentingnya ilmu pengetahuan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang Urgensi Ilmu?
2. Apa Keutamaan Ilmu?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Urgensi Ilmu.
2. Mengetahui Kutamaan Ilmu.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. URGENSI ILMU
Ilmu berasal dari bahasa arab, dalam kamus arab-indonesia mahmud yunus
mendefinisikan kata ً ‫ َعلِ َم يَ ْعلَ ُم ِع ْلم*ا‬yang artinya mengetahui sesuatu1 , lawan dari
kata ‫ جهل‬yang artinya bodoh. Ilmu secara umum adalah apa saja yang kita peroleh
dan kita ketahui tanpa batasan obyek, metode, dan lain-lain.2
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu adalah ilmu tentang
pengetahuan tentang suatu bidang yang di susun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu yang dapat di gunakan untuk menerangkan gejalagejala
tertentu di bidang pengetahuan itu.3
Menuntut ilmu adalah belajar atau mencari ilmu. Ilmu dalam pandangan Islam
adalah suatu abstraksi yang dapat menyingkap (obyek) dengan jelas yang
didalamnya tidak mengandung keraguan dan kemungkinan untuk keliru,
melainkan memiliki keyakinan akan kebenaran.4
Definisi tentang menuntut ilmu atau belajar banyak dipaparkan oleh pakar
pendidikan sebagai berikut:
Syekh Abdul Azizi dan „Abdul Majid dalam kitab At-Tarbiyatul waThuruqut
Tadris mendefinisikan belajar sebagai berikut:

ُ ‫َّعلَّ ُم ُه َو َتغْيِْي ُر فِى ِذ ْه ِن ال ُْمَت َعلَّ ِم يَط َْرُأ َعلَى َخ ْي َر ٍة َسابَِق ٍة َفيُ ْح ِد‬
‫ث فِ ْي َها َتغْيِْي ًرا َج ِديْ ًدا‬ ِ
َ ‫ا َّن الت‬
Belajar adalah merupakan perubahan tingkah laku pada diri (jiwa) si pelajar
berdasarkan pengalaman yang sudah dimiliki menuju perubahan baru. 5
Qardhawi, mengatakan bahwa “belajar adalah suatu upaya untuk mengikis habis
kebodohan dan membuka cakrawala alam semesta serta mendekatkan diri pada
Tuhan”.6
Hilgard dan Bower mengemukakan: Learning refers to the change in a subjects
behavior or behaviour potential to a given situation brought about by the subjects
1
Mahmud Yunus, Kamus Arab- Indonesia, Mahmud Yunus wa-Dzurriyyah, Jakarta, 2007, hal. 277
2
Ulya ,Filsafat Ilmu Pengetahuan, Sekolah Tinggi Agama Islam Kudus , Kudus, 2009, hal. 23. 3
3
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Jakarta, 1998, cet. ke
-2,hal, 325
4
Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, yogyakarta, 1996, hlm.22.
5
Teungku M.Hasbi Ash Shieddieqy, Al-Islam, Pustaka Rizq Putra, semarang, 2001, Cet. II, hal. 611.
6
Yusuf Al-Qardhawi, Metode dan Etika Pengembangan Ilmu Perspektif Sunnah, Rosda karya, Bandung, 1991,
hal. 187.

4
repeated experiences in that situation, provided that the behaviour change can not
be explained on the basis of the subjects native response, tendencies, maturation,
or temporary states (Belajar mengacu pada perubahan tingkah laku seseorang dan
potensi perilaku pada situasi tertentu (yang diberikan) yang dihasilkan oleh
pengalamannya berulang – ulang dalam situasi itu, yang ditetapkan bahwa
perubahan tingkah laku tersebut tidak dapat dijelaskan pada dasar kecenderungan
respon bawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang).7
Djamaluddin Darwis dalam bukunya “Dinamika Pendidikan Islam menyebutkan
bahwa belajar mencari ilmu itu suatu kewajiban dan sekaligus sebagai kebutuhan
umat manusia. Manusia akan lebih mudah dan terarah dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya jika lebih terdidik. Belajar harus dimaknai sebagai suatu
proses perubahan untuk mencapai kehidupan yang lebih maju dan lebih
mensejahterakan lahir dan batin.8
Urgensi Ilmu
Ilmu berfungsi sebagai cahaya yang menerangi setiap orang. Dengan ilmu,
jalan hidup ini akan menjadi terang. Sebaliknya tanpa ilmu, orang akan merasa
hidup ini dalam keadaan gelap gulita. Oleh karena itu, orang dapat saja tersesat
apabila tida memiliki ilmu pengetahuan yang memadai.
AYAT POKOK

HADIST POKOK
Hal itu telah disyaratkan oleh Rasulullah SAW antara lain dalam hadisnya
berikut ini.
‫ض ا ْل ِع ْل َم‬
ُ ِ‫سلَّ َم يَقُ ْو ُل ِإنَّ هللاَ الَ يَقُب‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫س ْو َل هللا‬ ُ ‫س ِمعْتُ َر‬ َ ‫ص قَا َل‬
ِ ‫عَنْ َع ْب ِدهللاِ ْب ِن َع ْم ِرو ْب ِن ا ْل َعا‬
‫سا‬ ُ َّ‫ق عَالِ ًما ت ََّخ َذ الن‬
ً ‫اس ُر ُء ْو‬ ِ ‫ض ا ْل ُعلَ َما ِء َحتَّى ِإ َذا لَ ْم يُ ْب‬
ِ ‫ض ا ْل ِع ْل َم بِقَ ْب‬
ُ ِ‫ا ْتنِ َزاعَا يَ ْنتَ ِز ُعهُ ِمنْ ا ْل ِعبَا ِد َولَ ِكنْ يَقُب‬
َ ‫ضلُّوا َوَأ‬
‫ضلُّوا‬ َ َ‫ُجهَّاالًفَسُِئلُوافََأ ْفت َْوا بِ َغ ْي ِر ِع ْل ٍم ف‬
Abdullah bin Amru bin Al-Ash meriwayatkan bahwa Rasulullah S.A.W bersabda.
“sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu secara langsung dari semua
hamba. Dia mengambil ilmu dengan cara mewafatkan para ulama, sehingga
apabila ulama habis , manusia akan mengangkat orang bodoh menjadi
pemimpin. Mereka ditanya (oleh umat) lalu berfatwa tanpa ilmu. Akibatnya,

7
Gordon H. Bower, Theories of Learning.: National Gallery of Art., Washington, D.C 2008, hal. 11.
8
Djamaluddin Darwis, Dinamika Pendidikan Islam, Rasail, Semarang 2006, hal. 111.

5
mereka sesat dan menyesatkan(umat). “ (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, At-
Tirmidzi, An-Nasa’i, Ad-Darimi, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani).
Menurut ibnu Hajar, hadits ini berisi anjuran menjaga ilmu, peringatan bagi
pemimpin yang bodoh, peringatan bahwa yang berhak mengeluarkan fatwa
adalah pemimpin yang benar-benar mengetahui, dan larangan bagi orang yang
berani mengeluarkan fatwa tanpa berdasarkan ilmu pengetahuan. Dengan
demikian, ilmu pengetahuan merupakan syarat mutlak bagi seorang pemimpin
dan ulama. Tanpa ilmu pengetahuan, seseorang tidak berhak menjadi pemimpin
dan tidak boleh memberikan fatwa tentang apapun. Apabila hal itu terjadi juga,
maka pemimpin dan rakyat banyak akan mengalami kesesatan.
Dalam hadits diatas, Rasulullah S.A.W tidak menggunakan kata perintah
untuk mencari ilmu, tetapi menjelaskan urgensi ilmu itu sendiri. Ungkapan ini
berisi motivasi agar umatnya menuntut ilmu sebanyak-banyaknya. Memang
kadang-kadang motivasi seperti itu lebih efektif daripada penggunaan kata
perintah. Dengan demikian, Rasulullah S.A.W menggunakan motivasi untuk
menimbulkan semangat para sahabat dalam belajar.9
Kewajiban menuntut ilmu bagi muslim laki-laki dan perempuan ini tidak
untuk sembarang ilmu, tetapi terbatas pada ilmu agama, dan ilmu yang
menerangkan cara bertingkah laku atau bermuamalah dengan sesama manusia.
As-Syaikh Az-Zarnuji dalam kitab Ta‟limul Muta‟allim berkata: ilmu yang
paling utama adalah ilmu Hal. Dan perbuatan yang paling mulia adalah menjaga
prilaku”. Yang di maksud ilmu hal ialah ilmu agama islam .10
Ilmu yang wajib di pelajari, secara global ada tiga:11
a) Ilmu tauhid
b) Ilmu sirri: ilmu yang berkaitan dengan amal-amal batin.
c) Ilmu syari‟ah. Menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap muslim. Tanpa
mengenal jenis kelamin baik itu laki-laki maupun perempuan, juga tidak
mengenal jabatan, umur dan kekayaan. Dan semua muslim wajib menuntut
ilmu sampai ruh itu lepas dari raganya. Karena dengan menuntut ilmu
seorang muslim dapat membedakan yang baik dan yang buruk.ilmu Juga

9
Bukhari Umar, Hadis Tarbawi(Imprint Bumi Aksara.2012).halaman 5-12. Jum’at 17 februari 2017
Bukhari umar, Hadis Tarbawi(Imprint Bumi Aksara.2012).. Halaman 20-23. Jum’at 17 februari 2017
10
As-Syaikh Az-Zarnuji, Terjemah Ta’lim Muta’allim , Mutiara Ilmu, Surabaya, 1995, hal, 4.
11
Imam al Ghozali, Petunjuk jalan Lurus(terjemah minhajul abidin), Tej. Ahmad Najieh, Ampel Mulia,
Surabaya, 2011, hal. 21.

6
merupakan suatu alat untuk mendektkan diri kita kepada Allah. Rasulullah
saw bersabda:
“Aku telah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya Alloh tidak
akan mencabut ilmu langsung dari hati hamba, tetapi tercabutnya ilmu
dengan matinya Ulama, sehingga bila tidak ada orang „alim, lalu orang-
orang mengangkat pemimpin bodoh agama, kemudian jika ditanya agama,
lalu menjawab tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan”
(muttafa‟ alaih).12

B. KEUTAMAAN ILMU
AYAT POKOK
Allah ta’ala ketika menjelaskan keutamaan ilmu serta keagungan kemuliaannya
berfirman :
ِ َّ ِ َّ
‫ين اَل َي ْعلَ ُمو َن‬ َ ‫قُ ْل َه ْل يَ ْستَ ِوي الذ‬
َ ‫ين َي ْعلَ ُمو َن َوالذ‬
“Katakanlah, apakah sama antara orang yang mengetahui dengan orang yang
tidak tahu.” [Az Zumar : 9]

HADITS POKOK
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya, dari hadits Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
:‫صلَّى اللّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ
َ ‫ال َر ُس ْو ُل اللّه‬ َ َ‫صالِ ٍح َع ْن َأبِي ُه َر ْي َر َة ق‬
َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ ‫ش َع ْن َأبِ ْي‬
ِ ‫َح َّد َثنَا َأبُو ُم َعا ِويَةَ َع ْن األ ْع َم‬

ِ ِ ِ ِ ‫ك طَ ِري ًقا يلْت ِم‬


َ ‫َّل اللَّهُ لَهُ طَ ِر ْي ًقا الَى ال‬
‫ْجنّة‬ َ ‫س ف ْيه عل ًْما َسه‬
ُ َ َ ْ َ َ‫َم ْن َسل‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dari A’masy dari Abu
Shalih dari Abu Hurairah bahwasannya Rosulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang menempuh satu jalan untuk mendapatkan ilmu, maka Allah
menudahkan baginya jalan menuju surga.”(H.R. Muslim)
d) Sanad Hadits
No Nama Periwayat Urutan Sanad Urutan Rawi
1 Abu Hurairah Sanad 1 Rawi 4
2 Abu Salih Sanad 2 Rawi 3

12
Imam Nawawi, Riyadhussholihin, Darul Fiqr, Surabaya, 1999, hal. 532.

7
3 A’Masy Sanad 3 Rawi 2
4 Abu Mu’awiyah Sanad 4 Rawi 1

Untuk melihat adanya persambungan sanad dapat dilihat dari segi


kualitas periwayat dalam sanad yakni dengan melihat ketsiqahannya (‘Adil
dan Dlabith-nya) Tanpa adanya tadlis dan sah menurut tahammul wa al-ada’
serta hubungan dengan periwayat yang terdekat.13
Berdasarkan data di atas dapat dilihat persambungan sanadnya. Antara
Nabi dan Abu Hurairah tidak diragukan lagi persambungannya. Hal tersebut
mengingat Abu Hurairah adalah sahabat Nabi dan dikenal sebagai seorang
sahabat Nabi yang sangat intens dalam meriwayatkan hadits. Pada ilmu hadits
berlaku pandangan bahwa semua sahabat Nabi adalah adil. Maka itu
persambungan pada tingkat ini tidak perlu dipertanyakan lagi. Sighat
tahammul wa al-ada’ antara Nabi dengan Abu Hurairah adalah ‘an.
Selanjutnya sighat tahammul wa al-ada’ antara Abu Hurairah dan Abu
Shalih adalah ‘an juga. Dalam kitab Tahdzib al-Kamal disebutkan bahwa Abu
Hurairah wafat tahun 56 H, dan ada yang mengatakan 57 atau 58 H. Namun
tidak ada data yang menunjukkan kapan Abu Shalih dilahirkan. Data tentang
Abu Shalih hanya memuat tahun wafatnya yaitu tahun 101 H. Walaupun
begitu, dengan melihat angka tersebut masih memungkinkan bagi keduanya
untuk bertemu dan hidup sezaman. Dalam kitab-kitab rijal seperti telah
disebutkan di depan, bahwa Abu Shalih adalah salah satu murid Abu Hurairah.
Para kritikus menilai Abu Shalih baik.
Kemudian, sighat tahammul wa al-ada’ antara Abu Shalih dan A’masy.
Abu Shalih wafat pada tahun 101 H, sedangkan A’masy lahir tahun 59 H ada
yang mengatakan 61 H dan wafat pada tahun 147 atau 148 H. Seperti telah
disebutkan di muka, A’Masy adalah salah satu murid dari Abu Shalih. Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa antara Abu Shalih dan A’Masy
keduanya hidup sezaman, dan periwayatannya bersambung dan dapat
diterima.

e) Matan Hadits

13
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Keshahihan Sanad hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), cet. 2 hlm 182-216.

8
Sebuah matan hadis dapat diuji pertama dengan kualitas sanadnya. Sebuah
matan yang dapat diterima haruslah juga berasal dari sanad yang dapat
diterima. Jika diteliti sanadnya lemah, maka secara otomatis matan tersebut
tertolak untuk dikatakan sebagai redaksi yang dinisbahkan kepada nabi.
Terhadap sanad hadis tentang keutamaan menuntut ilmu, telah dilakukan
penelitian. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sanad hadis tersebut bisa
diterima. Selanjutnya, untuk menguji kesahihan sebuah matan tentu saja
menggunakan kriteria-kriteria yang telah digariskan oleh ulama-ulama
terdahulu. Meneliti matan sesungguhnya jauh lebih sulit dari pada meneliti
sanad. Kriteria kesahihan matan secara umum dapat digariskan sebagai
berikut:
1. Redaksi matan tersebut tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan hadis
shahih lainnya.
2. Redaksi matan hadis tersebut tidak bertentangan dengan akal sehat.
3. Redaksi matan tersebut tidak bertentangan dengan sejarah atau dalil yang
sudah pasti.
Al-Adlabi menambahkan bahwa sebuah redaksi hadis yang tidak
menyerupai perkataan Nabi harus ditolak. Hadis yang tidak menyerupai
perkataan Nabi, menurut al-Adlabi, terbagi menjadi tiga bentuk:14
1) Hadis-hadis yang mengandung keserampangan.
2) Hadis-hadis yang mengandung makna rendah.
3) Hadis-hadis yang lebih menyerupai ulama khalaf.
Hadis mengenai keutamaan menuntut ilmu terdapat dalam beberapa
bentuk redaksi matan. Dari semua yang menjelaskan tentang hadist ini
dapat dilihat ada beberapa perbedaan. Perbedaan itu terjadi, pertama, pada
beberapa bentuk redaksi matan. Dan kedua, pada panjang dan pendeknya
matan. Dalam ilmu hadis, hal demikian tak menjadi masalah sepanjang
perbedaan redaksi tersebut tidak menimbulkan makna yang terlalu jauh.
f) Mufrodat Hadits
Kalimat ‫ سلك من‬bermakna barang siapa yang masuk atau berjalan ‫طرىقا‬
pada suatu jalan dekat atau pun jauh dengan tujuan untuk menambah ilmu
pengetahuan akan mendapatkan balasan tidak ternilai (surga). Dalam hal ini

14
Shalahuddin ibn Ahmad al-Adlabi, Metodologi Kritik Matan Hadis, terj. Qadirun Nur dan Ahmad Musyafiq,
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004) hlm.270

9
terdapat interkoneksitas antara ‫ طرىقا‬dengan ‫ علما‬, bahwa usaha pencarian ilmu
harus melalui upaya yang sungguh-sungguh, walaupun harus menempuh jarak
yang jauh dari satu daerah ke daerah yang lain. Fenomena ini ini telah
diperlihatkan dalam sejarah Islam, dimana para murid turun ke jalan pencarian
ilmu (syadd alrikal) kepada para tokoh-tokoh sentral dan menjadi ciri khas
pengetahuan tradisional. Kemudian kalimat ‫ س**هل‬merupakan penegasan dari
hadis tersebut bahwa dalam kegiatan mencari ilmu, secara aksidental akan
memberi manfaat, yang secara normatif di dalam hadis ini, manfaat
terbesarnya adalah balasan di akherat kelak dengan term surga.
Yaltamisu adalah fi’il mudlari dari fi’il madli iltamasa yang bermakna
“mencari’ atau “menuntut”. Iltamasa bermakna thalaba. Yabtaghi adalah fiil
mudlari’ dari fi’il madli ibtaghaa yang bermakna “mencari”. Yathlubu adalah
fi’il mudlari dari fi’il madli thalaba yang bermakna mencari.
Salaka = melalui/memasuki/menempuh
Thariqan = jalan,
thariqahu = jalannya
Al-Jannah = surga
Bihi = padanya/dengannya
Lahu = baginya/padanya Maka, perbedaan redaksi diatas tidak berimplikasi
pada perbedaaan makna. Perbedaan bentuk redaksi di atas hanya
memngindikasikan bahwa hadis tersebut diriwayatkan bi al-ma’na. Redaksi
hadis diatas dapat diartikan sebagai berikut: “Barang siapa menempuh jalan
untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan baginya jalan menuju surga.”
g) Sarah Hadits

h) Biografi perawi hadits


Abu Hurairah
Menurut Khalifah ibn Khayyath dan Hisyam ibn Kalbi, nama lengkap
Abu Hurairah adalah ‘Umair ibn ‘Amir ibn Abdi dzi al-Syara ibn Tharif ibn
‘Atab ibn Abi Sha’ab ibn Munabbih ibn Sa’ad ibn Tsa’labah ibn Sulaim ibn
Fahmun ibn Ghanam ibn Dausi. Para pengkaji sejarah banyak
memperdebatkan nama Abu Hurairah yang panjang ini. Menurut putranya,

10
Muharrar, nama Abu Hurairah adalah ‘Abdu ‘Umar ibn ‘Abdu Ghanam. Nama
ini juga dibenarkan oleh ‘Umar ibn Ali al-Fallasi.15
Sebelum memeluk Islam, namanya adalah ‘Abd al-Syams, atau ‘Abd
Ghanam. Setelah masuk Islam Nabi memberi nama beliau ‘Abdullah. Adapun
julukan “Abu Hurairah” (bapaknya kucing) melekat padanya disebabkan oleh
ia memelihara dan menyukai anak kucing. Sedangkan nama ibunya adalah
Maimunah binti Shabih.16
Abu Hurairah adalah salah satu shahabat Rasul yang paling banyak
meriwayatkan hadits. Ia memiliki banyak guru. Di antara guru-gurunya
adalah: Nabi Saw sendiri, Ubay ibn Ka’ab, Usamah ibn Zaid ibn Haritsah,
Bashrah ibn Abi Bashrah al-Ghifari. Dan Abu Hurairah pun memiliki murid
yang jauh lebih banyak. Diantaranya adalah Ibrahim ibn Ismail, Muhammad
ibn ‘Ali ibn al-Husain ibn Abi Thalib, Ma’bad ibn Abdullah ibn Hisyam
alQuraisyi, Nafi’ ibn Abbas dan lain-lain.17
Abu Hurairah tinggal di Madinah dan beliau wafat pada tahun 58 H.
dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau wafat pada tahun 59 H. oleh
karena Abu Hurairah adalah salah satu shahabat Nabi, maka kualitas
pribadinya tidak perlu dibicarakan lagi. Hal itu disebabkan oleh berlakunya
kaidah Kulluhum ‘Udul bagi sahabat Rasulullah.
Abu Salih
Abu Shalih Nama lengkapnya adalah Dzakwan. Kunyah beliau adalah
Abu Shalih, sedangkan Laqab beliau adalah al-Saman al-Zayad. Beliau adalah
bekas budak Juwairiyah binti al-Ahmasy al-Ghatafani. Beliau tinggal di
Madinah dan wafat pada tahun 101 H. beliau meriwayatkan hadits dari guru-
gurunya di antaranya: Sa’ad ibn Abi Waqqash, Abu Hurairah, Abu Darda’,
Sa’id al-Khudriy, Ibnu Abbas, Aisyah Ummul Mukminin, Ummu Habibah dll.
Hadits beliau diriwatkan oleh murid-muridnya, diantaranya adalah: ketiga
anaknya yaitu Suhail, Shalih dan Abdullah, Atha’ ibn Abi Rabah, Abdullah

15
Izzuddin Abdul Hasan Ali ibn Muhammad ibn al-Atsir, Usd al-Ghabah fi Ma’rifah al-Shahabah, (Beirut: Dar
al-Fikr, 1995), Jilid VI, hlm 319.
16
Jamal al-Din Abu al-Hajjaj Yusuf ibn Abd al-Rahman al-Mizzi al-Dimasyqiy, Tahdzib al-Kamal fi Asma’ al-
Rijal, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), jilid XXII, hlm 91.
17
Syihab al-Din Ahmad ibn Ali al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib, (Beirut: Dar al-Ihya’ al-Turats al-Arabi,
1913), Jilid XII, hlm 262.

11
ibn Dinar, ‘Ashim ibn Bahdalah, Sulaiman al-A’masy, Sulaiman ibn Mihran
dll.18
Penilaian ulama terhadap kualitas pribadi beliau adalah misalnya:
Ahmad ibn Hanbal menilai beliau Tsiqah Tsiqah. Yahya ibn Ma’in menilai
beliau Tsiqah. Abu Zur’ah menilai beliau Tsiqah, Mustaqim al-Hadits. Abu
Hatim menilai beliau Tsiqah, Shalih al-Hadits. Muhammad ibn Sa’ad menilai
beliau Tsiqah, Katsir al-Hadits. Al-‘Ijliy menilai beliau Tsiqah. Sedangkan
Ibnu Hibban juga menilai beliau Tsiqah.
Al-A’masy
Al-A’masy Nama lengkap beliau adalah Sulaiman ibn Mihran al-
Asadiy al-Kahiliy. Kunyah beliau adalah Abu Muhammad, sedangkan Laqab
beliau adalah al-A’masy. Beliau berasal dari Thabaristan dan dilahirkan di
Kufah. Beliau dilahirkan pada bulan Asyura’ tahun 61 H, dan ada yang
mengatakan 59 H. sedangkan beliau wafat pada bulan Rabi’ul Awwal tahun
147 H, ada yang mengatakan 148 H pada usia 88 tahun.19
Beliau meriwayatkan hadits dari guru-gurunya. Diantaranya adalah:
Ibrahim al-Taimiy, Ibrahim al-Nakha’i, Dzakwan ibn Abi Shalih al-Saman,
Hakm ibn ‘Utaibah, Hakim ibn Jubair dll. Hadits beliau banyak diriwayatkan
oleh murid-murid beliau, di antaranya adalah: Jarir ibn Abd al-Hamid, Ja’far
ibn Aun, Zaidah ibn Qudamah, Sufyan al-Tsauriy, Sufyan ibn ‘Uyainah dan
lainnya.20 Penilaian ulama terhadap kualitas pribadi beliau misalnya adalah:
Yahya ibn Ma’in menilai beliau tsiqah. Al-Nasa’i menilai beliau Tsiqah
Tsabat. Al-‘Iijliy menilai beliau Tsiqah Tsabat. Ibnu Hibban menilai beliau
Tsiqah. Ibn Ammar juga menilai beliau Tsiqah.
Abu Mu’awiyyah

18
Ibid, Jilid III, hlm 219. Lihat juga Abu Abdullah Ismail ibn Ibrahim al-Ju’fi al-Bukhari, Tarik al-Bukhari al-
Kabir, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1998), jilid I, hlm 260.
19
Al-Bukhari, Tarik al-Bukhari al-Kabir… jilid IV, hlm 37. lihat juga Muhammad ibn Ahmad al-Dzahabiy,
Mizan alI’tidal fi Naqd al-Rijal, (tkp: Dar al-Ihya’ al-Kutub al-Arabiyyah, 1963), jilid II, hlm 224.
20
Al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib….jilid IV, hlm 222. Lihat juga Shalah al-Din Khalil ibn Ibak al-Shafadiy, al-
Wafi bi al-Wafayat, (Beirut: Dar al-Nasyr, 1979), jilid XV, hlm 428.

12
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
1. Urgensi Ilmu
Ilmu secara umum adalah apa saja yang kita peroleh dan kita ketahui tanpa
batasan obyek, metode, dan lain-lain.
Ilmu berfungsi sebagai cahaya yang menerangi setiap orang. Dengan ilmu,
jalan hidup ini akan menjadi terang. Sebaliknya tanpa ilmu, orang akan merasa
hidup ini dalam keadaan gelap gulita. Oleh karena itu, orang dapat saja tersesat
apabila tida memiliki ilmu pengetahuan yang memadai.
2. Keutamaan Ilmu

B. Saran
Demikianlah makalah mengenai Urgensi Ilmu yang telah diselesaikan oleh
kelompok pemakalah. Pemakalah menyarankan alangkah lebih baiknya pembaca
memperbanyak referensi lainnya untuk dijadikan rujukan agar mengetahui lebih
banyak mengenai pembahasan tentang Urgensi Ilmu tersebut. Pemakalah
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar dapat membantu memperbaiki
penulisan makalah-makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

13
Al-Bukhari, Abu ‘Abdillah Isma’il bin Ibrahim al-Ju’fi, al-Tarih al-Kabir,
Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th.

Al-Mazi,Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf, Tahdzibul Kamal fi Asma ar-Rijal,


Beirut: Dar al-Fikr, t.th.

Umar, Bukhari.2012.Hadis Tarbawi.Jakarta:Imprint Bumi Aksara.

Syafiie,  Inu Kencana.2000. Al-Qur’an dan Ilmu Administrasi.Jakarta:PT


Rineka Cipta.

Syuhudi Ismail, Muhammad, Kaedah Keshahihan Sanad hadis, Jakarta: Bulan


Al-Adlabi, Shalahuddin ibn Ahmad, Metodologi Kritik Matan Hadis,
terj. Qadirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pratama,
2004Bintang, 1995.

Al-Dzahabi,Abi Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Usman, Mizan al-'Itidal


fi Naqd al-Rijal, Dar al-Khaya al-Kutub al-Araby, t.t

Al-Asqalani, Syihabuddin Abu al-Fadl Ahmad bin ‘Abu Hajar, Tahdzib al-
Tahdzib, Beirut: Dar alFikr, Cet. I, 1325 H

14

Anda mungkin juga menyukai