Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HAKIKAT DAN KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU

Di Susun Oleh :
AYU ANDIRA (7120008)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM
(UNIPDU) JOMBANG
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat melaksanakan amanah dan tanggungjawab yang kami emban selam ini,
demikian saudara begitu adanya. Amin
Dengan terselesaikannya makalah ini, tidak lupa saya turut menyampaikan
ucapan terimakasih kepada :
1. Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum,
yang telah memberikan dukungannya terhadap penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.
Semoga Allah SWT membalas atas segala bantuannya, kiranya tuhan
membalas kebaikan yang lebih besar dari yang mereka berikan selama ini. penulis
menyadari akan keterbatasan dan kelemahan dalam ilmu pengetahuan, pengalaman,
sehingga penulis sangat mengharapkan saran, masukan dan kritikan yang
membangun demi kesempurnaan dari laporan ini.
Akhir kata tiada kata lain harapan penulis, semoga makalah ini dengan
segala kekurangan dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca. Sekian, terima
kasih.

Jombang, 22 Agustus 2022


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu adalah adalah hal sistematis yang membangun dan
mengatur pengetahuan dalam bentuk penjelasan serta prediksi yang dapat
diuji melalui metode ilmiah tentang alam semesta (Mirriam Webster
dictionary, 2018). Ilmu terdiri dari dua hal, yaitu bagian utama dari
pengetahuan, dan proses di mana pengetahuan itu dihasilkan. Proses
pengetahuan memberikan individu cara berpikir dan mengetahui dunia.
Proses ilmiah adalah cara membangun pengetahuan dan membuat prediksi
tentang dunia dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat diuji, misal
ilmiah yang berbeda biasanya menggunakan metode dan pendekatan
yang berbeda untuk menyelidiki dunia, tetapi proses pengujian adalah inti
dari proses ilmiah untuk semua ilmuwan (Carpi & Egger, 2011).
Pada proses menganalisis dan menginterpretasikan data, ilmuwan
menghasilkan hipotesis, teori, atau hukum yang membantu menjelaskan
hasil temuan dan menempatkannya pertanyaan “Apakah Bumi datar atau
bulat?” bisa diuji dan dipelajari melalui penelitian, terdapat bukti untuk
dievaluasi dan menentukan apakah itu mendukung bumi bulat atau datar.
Tujuan dalam konteks pengetahuan ilmiah yang lebih luas. Berbagai
macam penjelasan ini diuji oleh para ilmuwan melalui eksperimen
tambahan, observasi, pemodelan, dan studi teoritis. Dengan demikian,
pengetahuan ilmiah dibangun di atas ide-ide sebelumnya dan terus
berkembang. Hal ini sengaja dibagi dengan orang lain melalui proses peer
review dan kemudian melalui publikasi dalam literatur ilmiah, di mana
disana didapatkan evaluasi dan integrasi oleh komunitas yang lebih besar.
Salah satu keunggulan dari pengetahuan ilmiah adalah bahwa hal itu dapat
berubah, karena data baru dikumpulkan dan interpretasi ulang dari data yang
sudah ada. Teori-teori utama, yang didukung oleh banyak bukti, jarang
sekali diubah sepenuhnya, tetapi data baru dan penjelasan teruji
menambah nuansa dan detail (Carpi & Egger, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hakikat ilmu
2. Apa yang dimaksud dengan keutamaan menuntut ilmu
3. Apa saja keutamaan menuntut ilmu
1.3 Tujuan
1. Memahami apa yang dimaksud dengan hakikat ilmu
2. Memahami apa yang dimaksud keutamaan dalam menuntut ilmu
3. Mengerti apa saja keutamaan dalam menuntut ilmu
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hakikat Ilmu dan Keutamaan Ilmu


Rasulullah SAW bersabda, “ menuntut ilmu itu wajib bagi muslim
laki-laki dan perempuan”. Perlu diketahui bahwa kewajiban menuntut ilmu
bagi muslim laki-laki dan perempuan ini tidak untuk sembarang ilmu, tapi
terbatas pada ilmu agama, dan ilmu yang menerangkan cara bertingkah laku
atau bermuamalah dengan sesama manusia. Sehingga ada yang berkata, “
ilmu yang paling utama ialah ilmu hal. Dan perbuatan yang paling mulia
adalah menjaga perilaku.” Yang dimaksud ilmu ialah ilmu agama islam,
salat misalnya.
Ilmu merupakan bagian yang tidak bisa lepas dari manusia. Hal ini
membuat manusia harus lebih giat dan semangat dalam mengemban misi
sebagai makhluk yang diberi akal dan fikiran, karna dalam
perkembangannya, ilmuwan sering menemukan hal-hal baru dalam
khasanah keilmuan yang perlu dipublikasikan kepada khalayak sebagai
suatu pengetahuan yang dapat dibuktikan kebenaran ilmiahnya.
Sebagai seorang akademisi menggali informasi yang berkaitan
dengan keilmuan perlu ditingkatkan, karna dalam perkembangannya
masyarakat perlu kebenaran dari sebuah informasi dalam kehidupan sehari-
hari. Selain itu, ilmu adalah washilah (pengantar) menuju ketaqwaan yang
menyebabkan seseorang mulia di sisi Tuhannya dan untuk mendapat
kebahagiaan yang abadi.
Dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim karya Burhanul Islam al-Zarnuji
pada penggalan syair Muhammad bin Hasan bin Abdillah “Tuntutlah Ilmu,
karena ilmu merupakan perhiasan bagi pemiliknya, keunggulan, dan
pertanda segala pujian”. Pada bait yang pertama ini menunjukkan bahwa
ilmu sebagai perhiasan yang indah bagi pemiliknya, karena ilmu menjaga
pemiliknya tidak seperti harta yang harus dijaga oleh pemiliknya. Selain itu,
ilmu sebagai tolak ukur atau pembeda antara yang berilmu dan orang awam
sehingga kedudukan orang yang berilmu lebih tinggi.
Ilmu sebagai ayat kauniyah Tuhan perlu dibaca setiap umat manusia
agar manusia itu berfikir kebesaran-kebesaran Tuhannya yang indah dalam
menciptakan alam semesta dan seisinya, serta tunduk dan tidak
menyombongkan diri atas apa yang dimilikinya.
Pada syair yang kedua “Jadikanlah dirimu sebagai orang yang
selalu menambah ilmu setiap hari. Dan berenanglah di lautan
makna”. Pada dasarnya ilmu memang harus dicari dan digali di setiap
waktu. Oleh karena itu, lembaga-lembaga pendidikan yang ada pada zaman
modern ini sebagai wujud pentingnya mencari ilmu bagi manusia sebagai
generasi intelektual. Dalam menuntut ilmu pun dibutuhkan guru sebagai
pembimbing yang menunjukkan arah mana yang harus ditempuh oleh
peserta didik /murid. Guru selain menjadi fasilitator juga motivator bagi
peserta didiknya untuk menggerakan semangat menuntut ilmu dalam diri
peserta didik juga menuntunnya agar mendalami ilmu pengetahuan secara
luas.
Peserta didik pun harus memiliki semangat yang tinggi, ketekunan,
kesungguhan serta keberanian dalam menggali ilmu pengetahuan yang
kelak akan menjadi generasi penerus bangsa yang akan menata dan
mengurus kehidupan bangsa agar kedepannya bisa lebih baik dari
sebelumnya.
Di samping ilmu pengetahuan, peserta didik perlu diajarkan ilmu
akhlak/ adab sebagai sifat dan sikap seorang muslim yang cerdas, karena
degradasi moral yang melanda bangsa ini melahirkan banyak pejabat yang
ahli dalam bidang korupsi. Ilmu etika atau yang biasa disebut pendidikan
karakter perlu ditanamkan secara mengakar pada peserta didik. Mental
seorang intelek muslim harus menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang
lain, tidak hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri.
Pada bait akhir dari syair Muhammad bin Hasan bin Abdillah
“seorang ahli fikih yang teguh, lebih berat bagi syetan dibanding seribu
ahli ibadah (yang tidak berilmu)”. Pada hakikatnya semua ilmu itu baik
selagi tidak membawa mudharat bagi dirinya sendiri dan orang lain. Bagi
seorang muslim ilmu fikih adalah ilmu yang sangat penting karena ilmu
tersebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang menentukkan sah
tidaknya suatu ibadah secara syariat islam. Bahkan, syaitan pun lebih berat
menggoda ahli ilmu (fikih) dibanding ahli ibadah yang tidak
berilmu. Dalam artian lain, seseorang yang memiliki ilmu tidak mudah
dibodohi oleh pernyataaan-pernyataan yang tidak bisa dibuktikan secara
ilmiah kebenarannya. Karena itu eksistensi ilmu sangat penting dalam
kehidupan. Ilmulah yang mengantarkan manusia pada jalan kebenaran dan
kedamaian. Serta Allah mudahkan jalan ke surga bagi para pencari ilmu.

2.2 Enam Syarat Keutamaan Menuntut Ilmu :


Dalam kitab Ta’lim Al Mutalim, Syaikh Az-Zarnuji menuliskan dua
bait syair dari Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu., yang
berbunyi:

‫سانبيك عن مجمو عها ببيان‬ ‫اال ال تنا ل العلم اال بستة‬


ُ ‫ص ِطبا َ ٍر َوب ُْلغَ ٍة َو ِإ ْرشَا ِد أ ُ ْستَا ٍذ َو‬
ٍ ‫ط ْو ِل زَ َم‬
‫ان‬ ٍ ‫ذَكاَءٍ َو ِح ْر‬
ْ ‫ص َوا‬

Artinya:
“Ingatlah! Engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan memenuhi
enam syarat, Saya akan beritahukan keseluruhannya secara rinci, yaitu:
kecerdasan, sungguh-sungguh, kesabaran, ada biaya, ada bimbingan guru,
dan waktu yang lama.“

tidak akan diperoleh ilmu tersebut kecuali dengan enam perkara yang
disebutkan di atas.
1. Dzakaun (cerdas/kecerdasan)
Cerdas yang dimaksud adalah pembawaan (fitroh) yang
sudah dibekali oleh Allah SWT, hanya manusia tinggal
mengembangkan kecerdasaan tersebut. Jadi kecerdasan itu akan
terabaikan dan masuk ke dalam kategori yang tidak tahu apa-apa.
Peluang untuk mendapatkan ilmu sudah ada modal yaitu
kecerdasan.
Ulama membagi kecerdasan yang ada pada diri manusia
menjadi dua bagian: Pertama; kecerdasan yang diberikan oleh Allah
SWT (Muhibbatun Minallah) seperti manusia memiliki kecerdasan
menghafal yang kuat, daya talar yang hebat. Kedua kecerdasan
untuk mendapatkannya diperlukan usaha yang maksimal
(muktasab). Seperti seseorang belajar dengan mencatat, menulis,
merangkum, mengerjakan tugas, presentasi makalah, dll.
2. Hirsun (sungguh-sungguh)
Seseorang yang mencari ilmu itu dalam dirinya ada
dorongan/kemauan yang kuat, keinginan (kesengsrem) karena
dalam mencari ilmu itu ada ritme-ritme yang tidak ditemukan dalam
kegiatan yang lain. Sehingga berangkatnya ke majlis taklim atau
tempat menimba ilmu tidak telat, sesudah sampai duduk paling
depan, mendengarkan dengan seksama, tidak ngobrol. Karena
seseorang tersebut mengetahui duduknya saja dalam majlis taklim
sudah mendapatkan doa-doa dari para malaikat.
3. Istobarun (sabar)
Seseorang dalam mencari/menuntut ilmu itu harus sabar.
Sabar apabila guru/dosen yang mengajarnya terlalu cepat dan
kurang dipahami, sabar apabila waktu belajar terlalu lama, sabar
apabila banyak tugas (PR, membuat makalah, dll) yang harus
dikerjakan. Jadi apapun jika dikasih penjelasan menerimanya
dengan penuh kesabaran. Mempersiapkan diri untuk menerima
segala apapun yang disampaikan selalu menjadi perhatian. Sikap
hati, sikap diri dalam menghadapi apapun yang menyenangkan,
menyakitkan, menguntungkan, merugikan, semuanya dihadapi
dengan kesabaran. Makanya Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya
Allah itu Bersama orang-orang yang sabar”.
Jika kita ingin mendapatkan kasih sayang Allah, Rahmat
Allah, ridha Allah, menerima ilmu dengan baik maka jadilah orang-
orag yang sabar. Orang yang sabar secara pisik dapat dilihat, raut
mukanya tidak menampakan raut muka yang marah, selalu riang
(marahmai).
4. Bulghatun (biaya)
Banyak media yang mengumumkan tentang pendidikan
gratis, sekolah gak perlu bayar apapun. Tetapi menurut saya
pendidikan itu gak ada yang gratis, walaupun duduknya di situ
gratis, masuknya gratis, SPP-nya gratis. Orang tersebut harus beli
baju (seragam), harus beli perlengkapan sekolah (kuliah), harus
bayar transportasi, biaya makan (perlunya sarapan), biaya kost, dll.
Itu namanya bulgotun (biaya), sehingga berjuang untuk
mendapatkan ilmu atau mencari ilmu dibutuhkan biaya.
Gratis itu relatif artinya dalam bidang apa biaya yang
digratiskan. Misalnya bayar SPP-nya gratis tapi biaya yang lainnya
tetap harus ada yang dikeluarkan (modal). Jadi pendidikan itu tetap
memerlukan modal (biaya) yang harus kita persiapkan, guna
tercapainya pendidikan (mencari ilmu).
5. Irsadun Ustadzin (bimbingan guru)
Belajar/mencari ilmu itu harus ada guru yang membimbing,
suapaya ada yang mebenarkan ketika kita salah. Bisa otodidak,
tetapi dalam hal apa. Itu yang harus kita lakukan. Di zaman 4.0 ini
dimana segala ilmu pengetahuan tinggal klik saja, tinggal melihat
tuntunan, dll. Namun semua itu tidak bisa dijadikan pegangan tetap
saja harus didampingi oleh seorang guru.
Lebih baik lagi apabila seorang guru itu memiliki cita-cita,
memilki niat di dalam hatinya, bahwa saya (guru) mendidik dan
mengajar ini memiliki cita-cita ingin menghantarkan anak didiknya
selamat dunia dan akhirat. Mendidik anak, mengajar anak,
membimbing anak supaya selamat dunia dan akhirat.
Oleh karena itu mencari ilmu harus ada guru yang
mendampinginya, harus berguru.
6. Thaul Zaman (waktu yang lama)
Seseorang belajar/mencari ilmu itu tentunya ada waktu yang
harus dipersiapkan, dikorbankan. Belajar bukan kapan saja kita mau
(sakasamperna) begitu saja, tetapi harus dipersiapkan perangkat-
perangkatnya, sehingga begitu niat berangkat dari rumah menuju
tempat belajar, kuliah, majelis ilmu akan menjadi kenyataan bahwa
ilmu itu sebagai cahaya yang menerangi kegelapan, bahwa ilmu
sebagai lentera dalam kehidupan. Agar kehidupan seseorang itu
tidak melantur kemana-mana.
Imam Al-Baihaqi berkata: ”Ilmu tidak akan mungkin
didapatkan kecuali dengan kita meluangkan waktu”.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
‫ َو َم ْن أ َ َرادَ ُه َما فَ َع َل ْي ِه باِل ِع ْل ِم‬،‫اآلخ َرهَ فَ َعلَ ْي ِه ِب ْال ِع ْل ِم‬
ِ َ‫ َو َم ْن أ َ َراد‬،‫َم ْن أ َ َرادَ الدُّ ْنيَا فَ َعلَ ْي ِه ِباْل ِع ْل ِم‬

Artinya: "Barangsiapa yang hendak menginginkan dunia, maka hendaklah ia


menguasai ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat hendaklah ia menguasai
ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan keduanya (dunia dan akhirat)
hendaklah ia menguasai ilmu,"
(HR Ahmad).

3.2 Saran
‫العلم قبل القول و العمل‬

Artinya: "Berilmulah sebelum kamu berbicara, beramal, atau beraktivitas." (HR


Bukhari).

Anda mungkin juga menyukai