Di Susun Oleh :
AYU ANDIRA (7120008)
Artinya:
“Ingatlah! Engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan memenuhi
enam syarat, Saya akan beritahukan keseluruhannya secara rinci, yaitu:
kecerdasan, sungguh-sungguh, kesabaran, ada biaya, ada bimbingan guru,
dan waktu yang lama.“
tidak akan diperoleh ilmu tersebut kecuali dengan enam perkara yang
disebutkan di atas.
1. Dzakaun (cerdas/kecerdasan)
Cerdas yang dimaksud adalah pembawaan (fitroh) yang
sudah dibekali oleh Allah SWT, hanya manusia tinggal
mengembangkan kecerdasaan tersebut. Jadi kecerdasan itu akan
terabaikan dan masuk ke dalam kategori yang tidak tahu apa-apa.
Peluang untuk mendapatkan ilmu sudah ada modal yaitu
kecerdasan.
Ulama membagi kecerdasan yang ada pada diri manusia
menjadi dua bagian: Pertama; kecerdasan yang diberikan oleh Allah
SWT (Muhibbatun Minallah) seperti manusia memiliki kecerdasan
menghafal yang kuat, daya talar yang hebat. Kedua kecerdasan
untuk mendapatkannya diperlukan usaha yang maksimal
(muktasab). Seperti seseorang belajar dengan mencatat, menulis,
merangkum, mengerjakan tugas, presentasi makalah, dll.
2. Hirsun (sungguh-sungguh)
Seseorang yang mencari ilmu itu dalam dirinya ada
dorongan/kemauan yang kuat, keinginan (kesengsrem) karena
dalam mencari ilmu itu ada ritme-ritme yang tidak ditemukan dalam
kegiatan yang lain. Sehingga berangkatnya ke majlis taklim atau
tempat menimba ilmu tidak telat, sesudah sampai duduk paling
depan, mendengarkan dengan seksama, tidak ngobrol. Karena
seseorang tersebut mengetahui duduknya saja dalam majlis taklim
sudah mendapatkan doa-doa dari para malaikat.
3. Istobarun (sabar)
Seseorang dalam mencari/menuntut ilmu itu harus sabar.
Sabar apabila guru/dosen yang mengajarnya terlalu cepat dan
kurang dipahami, sabar apabila waktu belajar terlalu lama, sabar
apabila banyak tugas (PR, membuat makalah, dll) yang harus
dikerjakan. Jadi apapun jika dikasih penjelasan menerimanya
dengan penuh kesabaran. Mempersiapkan diri untuk menerima
segala apapun yang disampaikan selalu menjadi perhatian. Sikap
hati, sikap diri dalam menghadapi apapun yang menyenangkan,
menyakitkan, menguntungkan, merugikan, semuanya dihadapi
dengan kesabaran. Makanya Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya
Allah itu Bersama orang-orang yang sabar”.
Jika kita ingin mendapatkan kasih sayang Allah, Rahmat
Allah, ridha Allah, menerima ilmu dengan baik maka jadilah orang-
orag yang sabar. Orang yang sabar secara pisik dapat dilihat, raut
mukanya tidak menampakan raut muka yang marah, selalu riang
(marahmai).
4. Bulghatun (biaya)
Banyak media yang mengumumkan tentang pendidikan
gratis, sekolah gak perlu bayar apapun. Tetapi menurut saya
pendidikan itu gak ada yang gratis, walaupun duduknya di situ
gratis, masuknya gratis, SPP-nya gratis. Orang tersebut harus beli
baju (seragam), harus beli perlengkapan sekolah (kuliah), harus
bayar transportasi, biaya makan (perlunya sarapan), biaya kost, dll.
Itu namanya bulgotun (biaya), sehingga berjuang untuk
mendapatkan ilmu atau mencari ilmu dibutuhkan biaya.
Gratis itu relatif artinya dalam bidang apa biaya yang
digratiskan. Misalnya bayar SPP-nya gratis tapi biaya yang lainnya
tetap harus ada yang dikeluarkan (modal). Jadi pendidikan itu tetap
memerlukan modal (biaya) yang harus kita persiapkan, guna
tercapainya pendidikan (mencari ilmu).
5. Irsadun Ustadzin (bimbingan guru)
Belajar/mencari ilmu itu harus ada guru yang membimbing,
suapaya ada yang mebenarkan ketika kita salah. Bisa otodidak,
tetapi dalam hal apa. Itu yang harus kita lakukan. Di zaman 4.0 ini
dimana segala ilmu pengetahuan tinggal klik saja, tinggal melihat
tuntunan, dll. Namun semua itu tidak bisa dijadikan pegangan tetap
saja harus didampingi oleh seorang guru.
Lebih baik lagi apabila seorang guru itu memiliki cita-cita,
memilki niat di dalam hatinya, bahwa saya (guru) mendidik dan
mengajar ini memiliki cita-cita ingin menghantarkan anak didiknya
selamat dunia dan akhirat. Mendidik anak, mengajar anak,
membimbing anak supaya selamat dunia dan akhirat.
Oleh karena itu mencari ilmu harus ada guru yang
mendampinginya, harus berguru.
6. Thaul Zaman (waktu yang lama)
Seseorang belajar/mencari ilmu itu tentunya ada waktu yang
harus dipersiapkan, dikorbankan. Belajar bukan kapan saja kita mau
(sakasamperna) begitu saja, tetapi harus dipersiapkan perangkat-
perangkatnya, sehingga begitu niat berangkat dari rumah menuju
tempat belajar, kuliah, majelis ilmu akan menjadi kenyataan bahwa
ilmu itu sebagai cahaya yang menerangi kegelapan, bahwa ilmu
sebagai lentera dalam kehidupan. Agar kehidupan seseorang itu
tidak melantur kemana-mana.
Imam Al-Baihaqi berkata: ”Ilmu tidak akan mungkin
didapatkan kecuali dengan kita meluangkan waktu”.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
َو َم ْن أ َ َرادَ ُه َما فَ َع َل ْي ِه باِل ِع ْل ِم،اآلخ َرهَ فَ َعلَ ْي ِه ِب ْال ِع ْل ِم
ِ َ َو َم ْن أ َ َراد،َم ْن أ َ َرادَ الدُّ ْنيَا فَ َعلَ ْي ِه ِباْل ِع ْل ِم
3.2 Saran
العلم قبل القول و العمل