Anda di halaman 1dari 24

KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU SEBAGAI UPAYA MERAIH

KEBAHAGIAAN HAKIKI

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas ujian tengah semester mata
kuliah Al - Islam 4

Dosen Pengampu :
Gusma Afriani, S.Ag., M.Ag

Disusun Oleh :
Iqbal Rafiud Drajat ( 190401209 )

PRODI TEKNIK INFRMATIKA


FAKULTAS ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT , karena atas berkat rahmat
dan karunia-Nya, tugas karya ilmiah dalam bentuk makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik. Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Al Islam 4.
Al-islam 4 adalah salah satu mata kuliah yang terdapat di Semester 4 pada
program studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer di Universitas
Muhammadiyah Riau. Semoga isi dari laporan presentasi ini dapat menambah dan
memberikan wawasan kepada siapa saja yang membacanya, terkhusunya kepada
penulis.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, sehingga
masih belum dikatakan sempurna. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan kami dalam membuatnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
dan kualitas makalah ini.
Harapan kami, semoga makalah ini dapat memberikan pemahaman yang
lebih baik bagi pembaca dalam kehidupannya sehari-hari.

Pekanbaru , 5 Juni 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB 1: PENDAHULUAN...............................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................2
D. Manfaat.................................................................................................................3
BAB 2 : PEMBAHASAN.................................................................................................4
A. Definisi Ilmu.........................................................................................................4
B. Ilmu Dan Pandangan Hidup................................................................................5
C. Sumber Ilmu Dan Metode Memperoleh Ilmu....................................................6
D. Kewajiban Menuntut Ilmu Dalam Islam............................................................7
E. Makna Bahagia Dan Kebahagiaan...................................................................10
F. Kebahagiaan Dalam Perspektif Filsafat...........................................................10
G. Kebahagiaan Dalam Perspektif Al-Qur’an..................................................11
BAB 3 : PENUTUP........................................................................................................13
Kesimpulan.................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................14

ii
BAB 1: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah “ilmu” sering dipahami sebagai sesuatu yang sama dengan science
dalam bahasa Inggris, wissenschaft (Jerman) dan etenschap (Belanda), yang
bermakna “tahu”. Term “ilmu” berasal dari kata ‘alima’ (Arab) yang
bermakna mengetahui. Dengan demikian secara bahasa ilmu, kata ilmu
bermakna pengetahuan. Namun demikian secara istilahi terdapat perbedaan
yang cukup jelas antara pengertian atau definisi yang dikemukakan oleh para
ilmuwan pada umumnya a, dengan pengertian yang dikemukakan oleh saintis
muslim khusunya.

Islam agama sempurna yang berlandasakan dengan Alquran dan hadits,


Islam sangat menekankan tentang kewajiban menuntut ilmu, bahkan ayat
yang pertama turun adalah ayat tentang pendidikan. Begitu urgennya ilmu
pengetahuan bagi manusia orang yang memiliki ilmu derajatnya di bedakan
dengan orang yang tidak memiliki ilmu. Ilmu merupakan kunci dari
kebahagiaan dunia dan akhirat, jika manusia ingin mendapatkan keridoan
Allah maka manusia harus beribadah menjalankan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya itu juga harus menggunakan ilmu. Islam
memerintahkan manusia menuntut ilmu tidak hanya semasa di bangku
sekolah, tapi islam mengajarkan menuntut ilmu sepanjang hayat

Islam menghendaki pengetahuan yang benar-benar dapat membantu


mencapai kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia. Yaitu pengetahuan
terkait urusan dunia dan akhirat, yang dapat menjamin kemakmuran dan
kesejahteraan hidup manusia di dunia dan akhirat. Pengetahuan duniawi
adalah berbagai pengetahuan yang berhubungan dengan urusan kehidupan
manusia di dunia ini. Baik pengetahuan modern maupun pengetahuan klasik.
Atau lumrahnya disebut dengan pengetahuan umum.

Sedangkan pengetahuan ukhrowi adalah berbagai pengetahuan yang


mendukung terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia kelak

1
di akhirat. Pengetahuan ini meliputi berbagai pengetahuan tentang perbaikan
pola perilaku manusia, yang meliputi pola interaksi manusia dengan manusia,
manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Atau biasa disebut dengan
pengetahuan agama.

Pengetahuan umum (duniawi) tidak dapat diabaikan begitu saja, karena


sulit bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa melalui
kehidupan dunia ini yang mana dalam menjalani kehidupan dunia ini pun
harus mengetahui ilmunya. Demikian halnya dengan pengetahuan agama
(ukhrowi), manusia tanpa pengetahuan agama niscaya kehidupannya akan
menjadi hampa tanpa tujuan. Karena kebahagiaan di dunia akan menjadi sia-
sia ketika kelak di akhirat menjadi nista. Islam selalu mengajarkan agar
manusia menjaga keseimbangan, baik keseimbangan dhohir maupun bathin,
keseimbangan dunia dan akhirat.

Allah Swt. berfirman dalam Alquran Al-Mulk ayat 3 disebutkan: “Yang


telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka
lihatlah berulang-ulang! Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut.


1. Bagaimana konsep kewajiban menuntut ilmu yang mendatangkan
kebahagiaan yang hakiki?
2. Bagaimana pandangan islam dalam menyikapi kewajiban menuntut ilmu
yang mendatangkan kebahagiaan yang hakiki?
3. Bagaimana cara menuntut ilmu yang mendatangkan kebahagiaan yang
hakiki?

C. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut.

2
1. Mengetahui konsep kewajiban menuntut ilmu yang mendatangkan
kebahagiaan yang hakiki.
2. Mengetahui pandangan islam dalam menyikapi kewajiban menuntut ilmu
yang mendatangkan kebahagiaan yang hakiki .
3. Mengetahui cara menuntut ilmu seperti apa yang mendatangkan
kebahagiaan yang hakiki.

D. Manfaat

Adapun manfaat yang didapatkan dari makalah ini yaitu kita lebih
mengetahui seperti apa menuntut ilmu yang mendatangkan kebahigiaan yang
hakiki tersebut.

3
BAB 2 : PEMBAHASAN

A. Definisi Ilmu

Istilah “ilmu” sering dipahami sebagai sesuatu yang sama dengan science
dalam bahasa Inggris, wissenschaft (Jerman) dan etenschap (Belanda), yang
bermakna “tahu”. Term “ilmu” berasal dari kata ‘alima’ (Arab) yang berakna
mengetahui. Dengan demikian secara bahasa ,ilmu kata ilmu bermakna
pengetahuan.

Endang Saifuddin Anshari (1985) menyitir beberapa pengertian ilmu


(science) dari para pemikir, diantaranya Karl Pearson dalam bukunya
Grammar of Science, merumuskan : ”Science is the complete and consistent
description of the facts of experience in the simplest possible terms” (Ilmu
pengetahuan ialah lukisan keterangan yang lengkap dan konsisten tentang
fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana atau sesedikit mungkin).

Menyitir definisi Baiquni, Anshari mengatakan bahwa : ”Science sebagai


general concensus dari komunitas ilmuwan”. Pengertian-pengertian tersebut
di atas menunjukan bahwa, ilmu adalah pengetahuan yang mempunyai ciri-
ciri, code, dan persyaratan tertentu, yaitu: “sistematik, rasional, empiris,
umum, dan kumulatif (bersusun timbun)”. Dengan istilah lain, ilmu adalah
pengetahuan yang tersusun secara sistematis yang diperoleh melalui langkah-
langkan metodologi ilmiah, baik tentang perilaku sosial, budaya, maupun
gejala-gajala alam yang dapat diamati dan diukur.

Sedangan pengertian ilmu yang disampaikan oleh pemikir muslim


kontemporer, yakni al-Attas, di dalam karya-karyanya yang membahas
tentang ilmu pendidikan berbeda dengan ilumuwan-ilmuwan pada umunya.
Beliau menyatakan: “Science is all knowledge comes from God and is
interpreted by the soul trought its spiritual and physical faculties and senses, it
follow that knowledge, with reference to God as being its origin, is the arrival
(husul) in the soul of the meaning (ma’na) of a thing or an object of

4
knowledge ; and with reference to thr soaul as being its interpreter,
knowledge is the arrival (wusul) of the soul at the meaning of a thing or an
object of knowledge” (al-Attas, 2001).

Definisi kedua diajukan oleh Hujjatul Islam Imam al-Ghazali (w.


505/1111) yang menggambarkan ilmu sebagai “pengetahuan akan sesuatu
sebagaimana adanya” (ma‘rifat al-shay’ ‘ala mahuwa bihi): Pada definisi ini,
untuk mengetahui sesuatu adalah dengan mengenali sesuatu sebagaimana ia.
Artinya, ilmu adalah pengakuan, merupakan keadaan pikiran-yaitu, suatu
kondisi dimana sebuah objek tidak lagi asing bagi seseorang sejak objek itu
diakui oleh pikiran seseorang.

Pemaknaan ini tentu tidak seperti istilah idrak (digunakan dalam definisi
al-Ishfahani) yang tidak hanya menyiratkan aktivitas olah fikir atau
perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, tetapi juga menunjukkan bahwa
pengetahuan datang ke dalam pikiran seseorang dari luar, dalam definisi
Imam al-Ghazali istilah ma’rifah menyiratkan fakta bahwa ilmu selalu
merupakan jenis penemuan makna pada diri subjek akan suatu objek. Pada
pemaknaan ini; firasat, dugaan, ilusi, halusinasi, mitos, dan sejenisnya tidak
bisa dikatakan sebagai ilmu.

B. Ilmu Dan Pandangan Hidup

Setiap masyarakat dalam kehidupannya senantiasa dipenuhi oleh nilai-


nilai, aturan-aturan, dan sistem kepercayaan yang mampu membentuk pola
berfikir dan berperilaku para anggotanya. Dalam kehidupan sosial, biasanya
seperangkat nilai, aturan, dan kepercayaan itu akan teralirkan dari satu
generasi ke generasi melalui suatu proses sosialisasi yang pada akhirnya
membentuk suatu tradisi di tengah masyarakat. Itu sebabnya, sebagai suatu
konsep sosio-logis, tradisi biasa diartikan meliputi worldview yang terkait
dengan nilainilai, aturan-aturan, sistem kepercayaan, dan pola berfikir
masyarakat dalam keseluruhan tata cara hidupnya.

5
Masyarakat muslim adalah suatu kelompok masyarakat yang dikenal
memiliki akar-akar tradisi yang kokoh, karena Islam yang mereka peluk
menjadi bagian dari mata rantai sistem kepercayaan universal yang telah ada
-mungkin- ratusan abad sebelumnya, sejak masa Nabi Adam. Pandangan ini
didasarkan pada penegasan berbagai surat di dalam al Qur’an, bahwa para
nabi dan rasul terdahulu mewariskan paham Ketuhanan Yang Maha Esa
(tawhid) kepada umatnya masing-masing sebagaimana Nabi Muhammad
mengajarkannya pada umat Islam. Kokohnya akar tradisi ini juga dikarenakan
al-Qur’an secara tegas memerintahkan orang-orang Islam agar menjadikan
tawhid sebagai titik temu ‘kalimah sawa’ dan pandangan hidup bersama di
antara sesama agama samawi.
Dengan kata lain, Tuhan menegaskan kepada umat Islam agar terus
menghidupkan tauhid itu sebagai akar-akar tradisinya, yang menjadi sumber
nilai, aturan, norma, dan landasan kepercayaan hidup di berbagai fase sejarah
dan dalam sistuasi sosio-kultural apapun. Berangkat dari makna ilmu
sebagaimana didefinisikan oleh al-Attas, jelas bahwa dalam worldview Islam
ilmu berkaitan erat dengan iman, ‘aql, qalb, dan taqwah. Ilmu tidak hanya
merupakan satu pengetahuan yang terhimpun secara sistematis, tetapi juga
merupakan suatu metodologi. Dimana metodologi yang haq tentu tidak akan
bertentangan dengan yang haq.

C. Sumber Ilmu Dan Metode Memperoleh Ilmu

Sumber ilmu adalah bahasan fundamental dalam bahasan epistemology.


Dari mana kita mendapatkan pengetahuan? Adakah suatu sumber ilmu?
Dalam hal ini, tidak sedikit ditemukan ayatayat dalam al-Quran yang
mengisyaratkan bahwa realitas (tampak maupun tidak) bisa menjadi sumber
ilmu. Walau dalam kedudukannya, realitas sebagai sumber ilmu berada
setelah Allah dan wahyu. Dalam surat al-ghasiyah misalnya, terdapat isyarat
bahwa realitas fisik, jika diteliti akan menyampaikan informasi yang bisa
dikembangkan jadi sebuah ilmu bagi penelitinya. Atau dengan kata lain, ayat
tersebut juga mengisyaratkan bahwa dalam proses pencapaian ilmu
dibutuhkan proses penalaran yang melibatkan rasio.Senada dengan hal ini,

6
Imam al-Bazdawiy menyatakan (cara manusia mengetahui sesuatu itu) ada
tiga; Perspektif indera, reportase (khabar) dan Pembuktian (akal/rasio). Al-
Attas menyatakan ilmu dapat diperoleh melalui empat jalan.yaitu :
1. Panca indera yang sehat (sound senses). Panca indera kemudian dibagi
menjadi dua, yakni eksternal dan internal.
2. Khabar yang benar dan otoritatif (authoritative true reports). Di sini,
khabar tersebut di bagi menjadi dua, yakni mutlak (absolute authority)
yang meliputi otoritas ketuhanan yang berasal dari Al-Qur’an dan
otoritas kenabian yang berasal dari Rasulullah. Sedangkan yang nisbi
(relative authority) meliputi kesepakatan ulama dan khabar dari orang
terpercaya secara umum.
3. Akal yang sehat (sound reason).
4. Ilham (intuition).

Dengan demikian ilmu dari Allah yang sampai pada manusia melalui
empat jalan di atas, ditanggapi oleh akal sebagai realitas ruhani dalam kalbu
manusia sekaligus yang mengendalikan proses kognitif manusia. Melalui
kalbu, jiwa rasional (an-nafsu an-natiqah) bisa membedakan antara kebenaran
(al-haq) dari kesalahan (albathil). Akal dalam arti kata ratio atau reason tidak
berlawanan dengan intuisi (wijdan). Artinya, dalam hal ini, akal dan intuisi
saling berkaitan dan bersatu melalui intelek (intellect).

D. Kewajiban Menuntut Ilmu Dalam Islam

Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad saw. menganjurkan kita untuk


menuntut ilmu sampai ke liang lahat. Tidak ada Nabi lain yang begitu besar
perhatian dan penekanannya pada kewajiban menuntut ilmu sedetail Nabi
Muhammad saw. Dalam prespektif Islam tidak di jelaskan secara rinci dan
operasional mengenai proses belajar (belajar), proses kerja sistem memori
akal dan proses dikuasainya pengetahuan dan ketrampilan manusia. Namun
Islam menekankan dalam signifikasi fungsi kognitif (akal) dan fungsi sensori
(indera-indera) sebagai alat-alat penting untuk belajar sangat jelas. Kata-kata
kunci seperti ya‟qilun, yatafardkkarun, yubshirun, yasma‟un dan sebagainya

7
terdapat dalam Alquran merupakan bukti betapa pentingnya penggunaan
fungsi ranah cipta dan karsa manusia dalam belajar dan meraih ilmu
pengeatahuan.
Dalam Alquran, kata al-ilm dan turunannya berulang sebanyak 780 kali.
Seperti yang termaktub dalam wahyu yang pertama turun kepada baginda
Rasulullah saw. yakni Al-Alaq ayat 1-5. Ayat ini menjadi bukti bahwa
Alquran memandang bahwa aktivitas belajar merupakan sesuatu yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Terdapat banyak ayat di dalam Alquran
dan Hadits tentang perlunya belajar dan mengajar serta perlunya
mengembangkan ilmu pengetahuan untuk mencapai kesuksesan di dunia dan
keselamatan di akhirat. Pendidikan dan pengajaran yang islami sesungguhnya
didasarkan atas dua prinsip utama, yaitu :

1. Keteladanan (oleh Pemerintah, guru, orangtua, dan masyarakat),


2. Metode pengajaran yang didasarkan atas sinkronisasi iman, ilmu, dan
amal.

Islam merupakan agama yang punya perhatian besar kepada ilmu


pengetahuan sehingga Islam sangat menekankan umatnya untuk terus belajar.
Dalam surat Ar-Rahman, Allah menjelaskan bahwa diri-Nya adalah pengajar
(Allamahu al-Bayan) bagi umat Islam
Dalam pendidikan Islam, proses belajar yang pertama bisa kita lihat pada
kisah Nabi Adam di mana Allah mengajarkan berbagai nama benda
kepadanya. Dalam Alquan dijelaskan bahwa Allah Swt. telah mengajarkan
kepada Nabi Adam tentang nama-nama benda, tabiat dan sifatsifatnya, dan
Adam disuruh mengulangi pelajaran tersebut di hadapan para Malaikat.
Peristiwa yang terjadi pada Nabi Adam ditegaskan dalam surat Al-Baqarah:
33 yang artinya: “Wahai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama
benda ini……” Teori pengulangan sebagai salah satu teori belajar telah
dinyatakan dengan jelas dalam Alqur‟an di mana Allah Swt. menyuruh Adam
mengulangi menyebut nama-nama benda.
Hal yang sama juga terjadi ketika Allah Swt. memerintahkan Nabi
Muhammad Saw. untuk membaca. Secara berulang-ulang Allah Swt.

8
Menyebu kata “Iqra” dan memerintahkan Nabi Muhammad mengulanginya.
Perintah membaca itu tidak hanya dikhususkan pada Rasulullah saja tapi juga
untuk para umatnya.
Menurut Al-Qabisi, berpendapat bahwa tujuan pendidikan atau pengajaran
adalah mengetahui ajaran agama baik secara ilmiah maupun secara amaliah.
Mengapa ia berpendapat demikian? Oleh karena dia termasuk ulama ahli
fiqih dan tokoh dari ulama ahli sunnah wal jama’ah. Sedangkan Ibnu
Maskawaih berpendapat bahwa tujuan pendidikan ialah tercapainya
kebajikan, kebenaran dan keindahan. Ikhwan As-Safa, cenderung
berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah mengembangkan paham filsafat
dan akidah politik yang mereka anut. AlGhazali, berpendapat bahwa tujuan
pendidikan itu adalah melatih para pelajar untuk mencapai makrifat kepada
Allah melalui jalan tasawwuf yaitu dengan mujahadah dan riyadhah. Dari
berbagai macam tujuan pendidikan dikemukakan di atas dapat mengambil
kesimpulan kepada dua macam tujuan yang principal.
1. Tujuan Keagamaan
Yang dimaksud dengan tujuan keagamaan ini adalah bahwa setiap
pribadi orang muslim beramal untuk akhirat atas petunjuk dan ilham
keagamaan yang benar, yang tumbuh dan dikembangkan dari ajaran-
ajaran Islam yang bersih dan suci. Tujuan keagamaan mempertemukan
diri pribadi terhadap Tuhannya melalui kitab-kitab suci yang
menjelaskan tentang hak dan kewajiban, sunat dan yang fardhu bagi
seorang mukallaf
2. Tujuan Keduniaan
Tujuan ini seperti yang dinyatakan dalam tujuan pendidikan
modern saat ini yang diarahkan kepada pekerjaan yang berguna
(pragmatis), atau untuk mempersiapkan anak menghadapi kehidupan
masa depan. Tujuan ini diperkuat oleh aliran paham pragmatism yang
dipelopori oleh ahli filsafat John Dewey dan William Kilpatrick. Para
ahli filsafat pendidikan pragmatism lebih mengarahkan pendidikan anak
kepada gerakan amaliah (ketrampilan) yang bermanfaat dalam
pendidikan.

9
Adapun saat ini dan zaman teknologis, tujuan ini mengambil
kebijakan baru yang lebih menonjolkan kecekatan bekerja yang cepat di
dalam setiap peristiwakehidupan dan juga memakai strategi pendidikan
seumur hidup (life-long education). Sedangkan pendidikan Islam melihat
tujuan pendidikan ini dari aspek dan pandangan baru yaitu berdasarkan
Al-Qur’anulkarim, yang sangat memusatkan perhatian kepada
pengamalan di mana seluruh kegiatan hidup umat manusia harus
bertumpu kepadanya. Banyak sekali ayat-ayat Alquran selalu berkaitan
antara iman dengan amal perbuatan yang salah, sebagai landasan yang
kokoh dalam mengarungi kehidupan manusia.

E. Makna Bahagia Dan Kebahagiaan

Kata bahagia merupakan terjemahan dari kata Happy dalam Bahasa


Inggris dan dari kata Sa’id/sa’adah dalam bahasa Arab. Dalam kamus besar
bahasa Indonesia (KBBI) kata bahagia diartikan dengan keadaan atau
perasaan senang tentram (bebas dari segala macam yang menyusahkan.
Sehingga kata kebahagiaan yang mendapat awalan ke dan akhiran an
diartikan dengan kesenangan dan ketentraman hidup (lahir bathin),
keberuntungan, kemujuran yang bersifat lahir batin. Lebih rinci lagi, dalam
kamus Tesaurus bahagia diartikan dengan aman, baik, beruntung, cerah,
ceria, enak, gembira, lega, makmur, mujur, puas, riang, sejahtera, selamat,
senang, sentosa, suka cita, dan tentram.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa bahagia adalah suatu keadaan
dan bukan benda. Sedangkan kebahagiaan berarti kesenangan atau
ketentraman itu sendiri. Jadi secara harafiah bahagia atau kebahagiaan
merupakan suatu keadaan. Sebagai sesuatu yang menggambarkan suatu
keadaan, maka kebahagiaan adalah sesuatu yang menjadi tujuan, harapan
yang ingin dicapai oleh setiap manusia. Dan ketika tujuan dan harapannya
tercapai maka ia akan merasa puas, senang dan bahagia.

10
F. Kebahagiaan Dalam Perspektif Filsafat

Jika kita mendiskusikan masalah kebahagiaan dalam perspektif Filsafat


maka kita akan kembali merujuk pada pandangan para filosuf barat. Menurut
keyakinan para filosuf yunani, kebahagiaan merupakan suatu tingkat
pencapaian tertinggi seseorang. Semua ilmu yang dikembangkan oleh para
Filosuf pada akhirnya bertujuan untuk mencari tahu bagaimana cara manusia
mencapai “kebahagiaan”. Kebahagiaan hakiki menurut Sokrates adalah
kebahagiaan jiwa (eudaimonia). Sokrates mengemukakan bahwa jiwa
manusia bukanlah nafasnya saja, tetapi merupakan unsur terpenting dalam
hidup manusia. Jiwa merupakan inti sari manusia. Karena jiwa merupakan
inti sari manusia, maka manusia wajib mengutamakan kebahagiaan jiwanya
(eudaimonia = memiliki daimon atau jiwa yang baik), lebih daripada
kebahagiaan tubuhnya atau kebahagiaan yang lahiriah.

G. Kebahagiaan Dalam Perspektif Al-Qur’an

Dalam bahasa Arab ada empat kata yang berhubungan dengan


kebahagiaan, yaitu sa’id (bahagia), falah (beruntung) najat (selamat) dan
najah (berhasil). Dari empat kata di atas, kata sa’id adalah kata yang paling
dekat dengan makna kata bahagia. Al-Asfahany mengartikan kata Sa’id
dengan pertolongan kepada manusia terhadap perkara ketuhanan untuk
memperoleh kebaikan, dan kata sa’id (bahagia) merupakan lawan dari kata
syaqawah14/syaqiyyun (sengsara) sebagaimana firman Allah dalam surah
Hud: 105 yang berbunyi:

“Di kala datang hari itu, tidak ada seorangun yang berbicara, melainkan
dengan izin-Nya; maka diantara mereka ada yang celaka dan ada yang
berbahagia.”(al-Hud: 105)

11
Namun demikian, meski kata sa’id ini merupakan terjemahan yang paling
dekat dengan bahagia, kata falah, najat, dan najah adalah katakata yang
serumpun dalam makna bahagia. Karena pada saat orang mendapatkan
keberuntungan, keselamatan dan kesuksesan maka perasaannya pasti bahagia.
Kata sa’adah (bahagia) mengandung nuansa anugerah Allah SWT setelah
terlebih dahulu mengarungi kesulitan, sedangkan falah mengandung arti
menemukan apa yang dicari (idrak al-bughyah). Falah ada dua macam,
duniawi dan ukhrawi. Falah duniawi adalah memperoleh kebahagiaan yang
membuat hidup di dunia terasa nikmat, yakni menemukan :
1. keabadian (terbatas); umur panjang, sehat terus, kebutuhan tercukupi
terus dsb,
2. kekayaan; segala yang dimiliki jauh melebihi dari yang dibutuhkan, dan
3. kehormatan sosial.

Sedangkan falah ukhrawi terdiri dari empat macam, yaitu :


1. keabadian tanpa batas,
2. kekayaan tanpa ada lagi yang dibutuhkan,
3. kehormatan tanpa ada unsur kehinaan dan
4. pengetahuan hingga tiada lagi yang tidak diketahui.

Sedangkan najat merupakan kebahagiaan yang dirasakan karena merasa


terbebas dari ancaman yang menakutkan, misalnya ketika menerima putusan
bebas dari pidana, ketika mendapat grasi besar dari presiden, ketika ternyata
seluruh keluarganya selamat dari gelombang tsunami dan sebagainya.
Adapun najah adalah perasaan bahagia karena yang diidam-idamkan ternyata
terkabul, padahal ia sudah merasa pesimis, misalnya keluarga miskin yang
sepuluh anaknya berhasil menjadi sarjana semua. Menurut al-Qur’an ada
paling tidak ada enam cara untuk memperoleh kebahagiaan hidup yaitu:
Pertama, menanamkan keyakinan bahwa di balik kesulitan pasti ada
kemudahan. Kedua, bersyukuratas nikmat yang diberikan, ridha, sabar, dan
tawakal atas segala musibah. Ketiga, memaafkan orang lain jika melakukan
kesalahan. Keempat, menjahui buruk sangka. Kelima, menjauhi kebiasaan

12
marah-marah ketika menghadapi atau tertimpa sesuatu. Keenam, mengurangi
keinginan yang bersifat duniawi dengan zuhud dan qona’ah.

13
BAB 3 : PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian diatas, dapat kita simpulkan betapa Islam sebagai peradaban
sangat menaruh perhatian besar pada ilmu. Baik pemaknaan, sumber dan
klasifikasinya diwarnai oleh pandangan akan hadirnya Tuhan dalam setiap proses
kehidupan manusia. Ilmu sebagaimana diuraikan diatas merupakan system
pemaknaan akan realitas dan kebenaran, bersumber pada wahyu yang didukung
oleh rasio dan intuisi. Olah rasio tersebut meliputi nalar (nadzar) dan alur fikir
(fikr). Dengan proses tersebut akal akan dapat berartikulasi, menyusun proposisi,
menyatakan pendapat, berargumentasi, membuat analogi, membuat keputusan,
serta menarik kesimpulan. Islam adalah konsep komprehensif atas segenap aspek
kehidupan, bukan semata-mata berisi ritual dan doa-doa. Islam adalah al-dîn,
bukan sekedar religion atau agama.

Dengan selesainya masa pewahyuan, maka Islam telah memiliki konsep


yang khas, komprehensif (syâmil) dan lengkap (kâmil) tentang dirinya, manusia,
kehidupan, dan bagaimana menghubungkan semua itu dalam satu kesatuan
(tawhîd), demi mewujudkan pengabdian tunggal kepada Allah. Menurut al-Qur’an
ada paling tidak ada enam cara untuk memperoleh kebahagiaan hidup yaitu:
Pertama, menanamkan keyakinan bahwa di balik kesulitan pasti ada kemudahan.
Kedua, bersyukuratas nikmat yang diberikan, ridha, sabar, dan tawakal atas segala
musibah. Ketiga, memaafkan orang lain jika melakukan kesalahan. Keempat,
menjahui buruk sangka. Kelima, menjauhi kebiasaan marah-marah ketika
menghadapi atau tertimpa sesuatu. Keenam, mengurangi keinginan yang bersifat
duniawi dengan zuhud dan qona’ah. Maka dari itu tidak lah kebahagiaan yang
hakiki akan datang kepada kita, jika kita benar-benar mau belajar dan memahami
islam tersebut melalui sumber nya yaitu al-qur’an dan hadist, yang mana
didalamnya terdapat banyak sekali ilmu dan pedoman hidup dunia dan akhirat dan
juga kebahagiaan yang hakiki.

14
DAFTAR PUSTAKA

Al-Attas, S. M. (1981). Islam dan secularisme. Bandung: pustaka.

Al-Attas, S. M. (2002). Prolegomena to the mathapycic of islam. kuala Lumpur: ISTAC.

al-Faruqi, I. R. (1995). Islamisasi Pengetahuan Terj. Anas Mahyudin,. Bandung: Penerbit


Pustaka.

Irham, I. (2020). Hadis Populer Tentang Ilmu dan Relevansinya dengan Masalah
Pendidikan Islam. AL QUDS : Jurnal Studi Alquran Dan Hadis, 4(2), 235.
https://doi.org/10.29240/alquds.v4i2.1704
Mulyono. (2009). Kedudukan Ilmu serta belajar dalam islam. Volume 4.
SARJUN. (2018). Konsep Ilmu Dalam Islam dan Implikasinya dalam Praktik Kependidikan.
Al-Fikri, 1(2), 11.
Al-Maraghi, M. A. (2009). Menjadi Manusia: Belajar dari Aristoteles. Yogyakarta.

Arif, S. (2008). Orientalisme dan Diabolisme Pemikiran. jakarta: Gema Insani.

Assegaf, R. (2003). FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM. Depok: Raja Grafindo Persada.

At-Tuwaanisi, A. A.-J. (2009). Perbandingan Pendidikan Islam. jakarta: PTRineka Cipta.

Bertens, K. (1999). Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: kanisius.

Andiyanto, T., & Aminullah, W. (2019). Integrasi Pendidikan Dengan Penuntut Ilmu
Dalam Perspektif Hadis. Tarbawiyah: Jurnal Ilmiah Pendidikan, 03(1), 90–116.
Hamim, K. (2016). Kebahagiaan dalam Perspektif Al-Quran dan Filsafat. Tasamuh, 13(2),
127–150.
Gunawan, H. (2011). PENDIDIKAN ISLAM. Yogyakarta : LPPI UMY.

Gunawan, H. (2014). PENDIDIKAN ISLAM KAHJIAN TEORITIS DAN PEMIKIRAN TOKOH.


Bandung: Remaja Posdakarya.

Hasibuan, A. A. (2015). FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM : TINJAUAN PEMIKIRAN AL-ATTAS


DAN RELEVANSINYA DENGNA PENDIDIKAN DI INDONESIA. Malang: UIN Maliki
Press.

Jauhari, H. (2005). FIKIH PENDIDIKAN. Bandung: Remaja Posdakarya.

Khan, S. A. (2005). FILSAFAT PENDIDIKAN AL-GHAZZALI. Bandung : Pustaka Setia .

Mohd. Zuhri, M. M. ( 2003). Al-Ghazzali, Ihya Ulumuddin,. Semarang : Asy Syifa.

Muzakki, A. (2013). Gus Dur: Pembaharu Pendidikan Humanis Islam Indonesia.


Yogyakarta: Idea Press.

Ramly, N. (2005). Membangun Pendidikan Yang Memberdayakan Dan. Jakarta:


Grafindo.

15
Sugiyono. (2013). METODE PENELITIAN PENDIDIKAN : PENDEKATAN KUANTITATIF,
KUALITATIF, DAN R&D. Bandung : Alfabeta.

Sukmadinata, N. (2016). METODE PENELITIAN PENDIDIKAN. Bandung: PT Remaja


Posdakarya.

Susanto. (2009). PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM. Jakarta`: Amzah.

Tafsir, A. (1994). ILMU PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM. Bandung : Remaja


Posdakarya.

Al-Faruqi, A. R. H. (2015). Konsep Ilmu dalam Islam. Kalimah, 13(2), 223.


https://doi.org/10.21111/klm.v13i2.286
Madjid, N. (2007). Islam Universal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

16
Ujian Tengah Semester

Nama : Iqbal Rafiud Drajat

NIM : 190401209

1. Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni atau disingkat IPTEKS merupakan


bagian penting dalam proses perjalanan kehidupan manusia. Silakan saudara
uraikan tentang IPTEKS dan jelaskan hakikat IPTEKS bagi keseharian hidup
manusia. Penjelasan saudara awali dari definisi IPTEKS menurut bahasa dan
istilah, pentingnya IPTEKS, hakikat IPTEKS, dan kebutuhan manusia
terhadap IPTEKS dalam kehidupan!
Jawaban :

1) Pengertian Iptek
Iptek merupakan akronim dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, akronim
tersebut mempunyai artinya sendiri, baik Ilmu, Pengetahuan, maupun
Teknologi. Ilmu adalah pemahaman mengenai suatu pengetahuan, yang
mempunyai fungsi untuk mencari, menyelidiki, lalu menyelesaikan suatu
hipotesis.
2) Apa pentingnya iptek

17
Setiap inovasi Iptek diciptakan untuk memberikan manfaat
positif terhadap kehidupan manusia. Iptek telah banyak memberikan kita
kemudahan serta berbagai macam cara baru dalam melakukan beragam
aktivitas. Iptek tidak lagi hanya bermanfaat dalam sarana kehidupan,
tetapi juga untuk kebutuhan kehidupan manusia.
3) Hakikat iptek
a) Ilmu pengetahuan
Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan adalah usaha-usaha sadar
untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang
pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup
pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.

b) Teknologi
Teknologi adalah suatu penemuan melalui proses metode ilmiah,
untuk mencapai suatu tujuan yang maksimal. Atau dapat diartikan
sebagai sarana bagi manusia untuk menyediakan berbagai kebutuhan
atau dapat mempermudah aktifitas.
4) Kebutuhan manusia terhadap ipteks dalam kehidupan
a) Komunikasi.
b) Mempermudah pekerjaan yang dilakukan oleh manusia.
c) Waktu yang digunakan lebih efisien dalam mendapat informasi,
informasi yang diperoleh juga akurat.
d) Dapat membantu manusia dalam meningkatkan dan memanfaatkan
sumber energi baru yang berguna untuk kelangsungan hidup manusia.

2. Bagaimanakah bentuk penyatuan dan perpaduan antara IPTEKS dengan


ajaran-ajaran
yang terdapat di dalam Al-Qur'an sebagai Firman Allah Subhaanahu wa
ta'aalaa dan
Hadits-hadits Rasulullah Shallaallaahu 'alaihi wa sallam?
Jawaban :
1) Metode Imitasi
Proses belajar dengan cara imitasi (meniru) merupakan metode yang
dilakukan dengan cara meniru apa yang dikerjakan dan dilafalkan oleh
orang lain. Seperti halnya ibadah yang dilakukan Rasulullah saw telah
dicontoh oleh para sahabat mulai dari Rasulullah saw berdiri di mimbar,

18
bertakbir, rukuk, sujud dan sampai selesai menunaikan ibadah shalatnya
kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya aku berbuat seperti ini hanya
bertujuan supaya kalian mengikuti aku dan supaya kalian mempelajari
cara shalatku.”
2) Metode Trial and error
Trial and error merupakan cara belajar seseorang dalam memecahkan
masalah meski sering mengalami kesalahan berulang kali sampai pada
akhirnya berhasil. Dalam Al Quran telah mengisyaratkan metode belajar
trial and error, ketika Allah menganjurkan manusia untuk memperhatikan
tanda-tanda kebesaran-Nya maka manusia akan berpikir dan menjadikan
mereka belajar dengan menggunakan metode trial and error. Rasulullah
saw pun bersabda, “Bukan orang yang arif kecuali orang yang pernah
melakukan uji coba.” Menunjukkan pentingnya usaha trial and error
sebagai proses belajar. Penggalan sabda Rasulullah saw., “Kalau
memang cara itu bermanfaat bagi mereka, boleh saja mereka
melakukannya”, begitu juga dengan potongan kalimat, “Kalian lebih tau
mengenai urusan dunia kalian,” merupakan metode belajar trial and error
dan eksperimen pribadi. Melalui metode ini seseorang belajar
memberikan jawaban baru dari percobaan yang dilakukannya.
3) Metode Conditioning
Cara ini pernah dilakukan oleh Ivan Pavlov yang menggunakan seekor
anjing di dalam eksperimennya. Perlakuannya dengan membunyikan
lonceng pada saat memberikan makanan. Biasanya makanan yang
diletakkan di mulut anjing, air liurnya akan menetes. Hal ini dilakukan
secara berulang kali dan peneliti mencoba untuk membunyikan lonceng
tanpa memberikan makanan di mulut anjing tersebut. Ternyata air liur
tetap menetes keluar dari mulut anjing saat mendengar bunyi lonceng
saja. .Dengan demikian dapat diamati usaha untuk memadukan stimulus
inderawi yang menimbulkan respon naluriah dengan stimulus netral
secara secara berkali-kali ternyata bisa menyebabkan stimulus netral
memunculkan stimulus baru.Meskipun demikian pengulangan stimulus
inderawi yang dipadukan dengan stimulus netral tidak menjadi syarat

19
untuk memunculkan respon baru.Ternyata peristiwa yang terjadi hanya
sekali saja bisa memunculkan respon baru karena ada emosi yang sangat
berkesan
4) Metode berpikir
Berpikir merupakan aktivitas belajar paling tinggi karena dengan berpikir
seseorang mampu memecahkan masalahnya, mampu menelusuri
kesamaan dari perbedaan yang ada, dan mampu menarik kesimpulan dari
beberapa informasi dan data yang didapat.Sebenarnya berpikir
merupakan rangkaian metode trial and error.Namun, metode berpikir
berada di wilayah inteleksedangkan metode trial and error berada di
wilayah sensoris dan motorik.Rasulullah saw telah mengajarkan para
sahabatnya untuk bertanya. Tujuannya agar para sahabat melakukan
aktivitas berpikir. Setelah itu Rasulullah saw memberikan jawabannya
dan membekali pengetahuan. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya
di antara jenis pohon ada sebuah pohon yang daunnya tidak gugur.
Sesungguhnya pohon itu sama seperti seorang muslim. Coba beritahukan
kepadaku, pohon apakah itu?” Demikian telah dicontohkan rangsangan
berpikir yang telah diterapkan Rasulullah saw kepada para sahabatnya.
Meski Rasulullah saw ingin memberitahukan kepada sahabatnya, ia tetap
membuat pertanyaan itu agar para sahabat memutar otaknya untuk
mencari jawaban yang dimaksud

3. Jelaskan pengaruh negatif dan positif IPTEKS bagi proses kehidupan


manusia!
Jawaban :

1) Sisi positifnya seperti:


a) Dapat mengurangi pemakaian bahan-bahan alami yang semakin
kesini semakin langka.
b) IPTEK juga membawa manusia ke arah lebih maju dan modern
c) Dapat meringankan berbagai masalah yang dihadapi oleh manusia.
d) Dapat membuat segala sesuatunya menjadi lebih cepat dan mudah.

20
2) Sisi negative seperti :
a) Dapat membuat orang semakin malas, karena IPTEK memiliki
tujuan untuk mempermudah & memanjakan manusia. Jadi manusia
akan semakin malas sebab sudah ada teknologi yang dapat
menggantikan dirinya bekerja.
b) Dapat menimbulkan polusi. Perkembangan IPTEK yang semakin
pesat dan banyak dimanfaatkan. Akan tetapi disamping itu banyak
sekali polusi pencemaran yang dihasilkan dari perkembangan IPTEK
itu sendiri.
c) Dapat merusak moral, dimana Internet menjadi media IPTEK yang
dapat mempengaruhi moral dari seseorang. Seperti misalnya konten
yang berbau negatif dan yang lainnya.

21

Anda mungkin juga menyukai