Anda di halaman 1dari 18

RELASI FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

DENGAN ILMU PENGETAHUAN

DISUSUN OLEH:

NAMA :
NIM :

PRODI : KPI
MAKUL : FILSAFAT PENDIDIKAN

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
LHOKSEUMAWE
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang
akan datang.

Matangglumpangdua, Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTARA.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat dan Pendidikan....................................................... 2
B. Dasar atau Tujuan Filosofi dalam Pendidikan....................................... 4
C. Pemikiran Filsuf Yunani yang Mempengaruhi Filosof Islam dalam
Bidang Filsafat Pendidikan..................................................................... 5
D. Prinsip yang Mendasari Filsafat Pendidikan Islam dan Non Islam...... 6
E. Kandungan, Sumber, dan Syarat Filsafat Pendidikan Islam................. 8
F. Korelasi Filsafat, Ilmu dan Agama....................................................... 10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................................... 14
B. Saran......................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semua orang mempunyai ide-ide perihal benda-benda, perihal sejarah, arti
kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan
sebagainya. Banyak orang terdiam pada suatu waktu alasannya ada kejadian yang
membingungkan dan kadang kala hanya alasannya ingin tahu, dan berfikir
sungguh-sungguh perihal soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan
mengapa saya berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan
kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu dekat atau bermusuhan?
Apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan? atau alasannya mekanisme,
atau alasannya ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda.
Untuk mendapatkan balasan atau pemecahan terhadap permasalahan telah
menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran mirip idealisme, realisme,
pragmatisme. Oleh alasannya itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan
memikir perihal asumsi-asumsi kita yang mendasar (mendasar), maka kita
perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah dasar atau tujuan filosofi dalam pendidikan islam?
2. Adakah pemikiran filsuf yunani yang mempengaruhi filosof islam dalam
bidang filsafat pendidikan?
3. Apa saja prinsip yang mendasari filsafat pendidikan islam dan non islam?
4. Apa kandungan, sumber, dan syarat filsafat pendidikan islam?
5. Apa yang di maksud dengan korelasi filsafat, ilmu dan agama?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat dan Pendidikan


     Istilah filsafat sanggup ditinjau dari dua segi.
1. Segi sistematik, filsafat berasal dari kata arab  yang berarti cinta akan
hikmah/ilmu. Dan berasal dari bahasa Yunani “philo sophia” yang berarti
pengetahuan, pesan yang tersirat (wisdom). Kaprikornus philosophia berarti
cinta pada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran, orang yang cinta kepada
pengetahuan disebut philosopher ( ‫فيلسوف‬  ).
2. Segi praktis, filsafat yakni alam pikiran / alam berpikir, bahwa berfilsafat
yakni berfikir secara mendlam dan sungguh-sungguh.
           Filsafat juga sebagai ilmu yang didalamnya mengandung empat
pertanyaan: bagaimanakah, mengapakah, kemanakah dan apakah. Dengan 4
pertanyaan tersebut ada 3 balasan yang diperoleh dalam jenis pengetahuan:
1. Pengetahuan yang timbul dari hal-hal yang selalu berulang-ulang (kebiasaan)
yang nantinya pengetahuan tersebut sanggup dijadikan pedoman.
2. Pengetahuan yang timbul dari pedoman yang terkandung dalam adat istiadat
yang berlaku dalam masyarakat.
3. Pengetahuan yang timbul dari pedoman yang digunakan (hukum) sebagai
suatu hal yang dijadikan pegangan.1
            Pendidikan yakni bimbingan atau usaha sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si pendidik menuju terbentuknya kepribadian
yang utama. Ada juga beberapa filosof mengemukakan pengertian filsafat yang
kaitannya dengan kasus pendidikan.
a. John Dewey memandang pendidikan yakni sebagai salah satu proses
pembentukan kemampuan dasar yang mendasar baik menyangkut daya pikir
(intelektual) maupun daya perasaan/emosional) yang menuju ke arah watak
manusia. Maka dari itu filsafat pendidikan sanggup juga diartikan sebagai

1
Ahmad, Syadali . Filsafat Umum. (Bandung: Pustaka Setia. 2010), hal 105

2
teori umum pendidikan. John Dewey juga memandang bahwa ada
kekerabatan yang erat antara filsafat dengan pendidikan.
b. Van Cleve Morns menyatakan bahwa pendidikan yakni studi filosofis
alasannya ia intinya menyeluruh kepada setiap generasi tetapiia juga menjadi
biro (lembaga) yang melayani hati nurani masyarakat dalam mencapai hari
atau masa depan yang lebih baik. Jadi kiprah dan fungsi pendidikan yakni
harus sanggup menyerap, mengelola danmengalisa seta menjabarkan aspirasi
dan idealis masyarakat ke dalam jiwa generasi penerusnya.
            Dengan demikian, filsafat dalam dunia pendidikan yakni filsafat yang
memikirkan perihal kasus kependidikan. Untuk menuntaskan permasalahan
kependidikan, ada 3 disiplin ilmu yang membantu filsafat dalam pendidikan yaitu:
a. Etika atau teori perihal nilai
b. Teori ilmu pengetahuan atau epistimologi
c. Teori perihal realitas atau kenyataan dan yang ada dibalik kenyataan       yang
disebut metafisika.
Menurut W.H. Kilpatrick filsafat dalam pendidikan mempunyai 3 kiprah
pokok:
1. Memberikan kritik-kritik terhadap perkiraan yang dipegang oleh para
pendidik.
2. Membantu memperjelas tujuan-tujuan pendidikan.
3. Melakukan penilaian secara kritis perihal aneka macam metode
pendidikan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan kependidikan
yang  telah dipilih.
            Adapun referensi dan sistem pemikiran filosofis kependidikan yang
berdimensi mikro yakni yang menyangkut proses pendidikan yang mencakup 3
faktor yaitu: pendidik, anak didik dan alat-alat pendidikan yang bersifat materiil
maupun non materiil. Dengan demikian akan tampak terang bahwa hasil
pemikiran filsafat perihal pendidikan Islam itu merupakan pattern of mind (pola
pikir) dari pemikir-pemikir yang bernafaskan Islam atau berkepribadian muslim.2

2
Muzayyin, Ariffin. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara. 2013). Hal 111

3
B. Dasar atau Tujuan Filosofi dalam Pendidikan
            Dasar individu dan dasar sosial sanggup kita peroleh memalui berfikir
secara induktif berdasarkan kenyataan atau realita yang terdapat pada individu
atau masyarakat. Maka dasar filosofi ini kita peroleh melalui berfikir deduktif
yang berdasarkan pada hal-hal yang umum yaitu kebenaran dan hasil refleksi atau
perenungan di dalam filsafat selanjutnya yang diterapkan pada hal yang khusus di
dalam masalah-masalah pendidikan. Misalnya tujuan pendidikan sanggup kita
tentukan bedasarkan pandangan perihal hakikat insan sebagi hasil perenungan
didalam filsafat kemanusiaan atau antopologi.
            Menurut prof. Kohustamin bahwa pendidikan yakni usaha untuk
membentuk insan tidak hanya memperoleh dasar dan tujuannya dengan
berdasarlan pada kebutuhan masyarakat melainkan juga sanggup memilih dasar
dan tujuan secara apriori yaitu berdasarkan pandangan terhadap insan
(mensbeschuwing) yang berlaku dalam tiap-tiap masyarakat.
            Tujuan pendidikan secara filosofi maka sesungguhnya kita telah memasuki
dilema yang menjadi salah satu target yang utama dan filsafat dimana terdapat
pertemuan antara pandangan filosofis dan pandangan paedagogik antropologi,
dimana pendidikan dalam memilih tujuannya itu banyak menerima pinjaman dari
setiap para filosof. Sebab didalam tujuan pendidikan, kita mempersoalkan insan
atau bagaimana insan itu akan mencapai pendidikan yang telah dicita – citakan.
            Bahwa filsafat dalam pendidikan yaitu mempunyai kiprah untuk
menemukan hakikat pendidikan akan berakhir pada inovasi kasus mudah yang
ditelusuri dari masalah-masalah teoritis, walaupun tidak semua kasus mudah
tersebut sanggup dipecahkan oleh filsafat pendidikan. 
            Beberapa aliran mendeskripsikan mengenai tujuan pendidikan itu tidak
sama, ada yang progressive ( tujuan pendidikan untuk menjadikan anak didik
yang berkualitas dalam menghadapi tantangan zaman ), essensialisme ( untuk
membentuk pribadi senang dunia dan alam abadi ), dan perenalisme ( membuat
anak didik yang bisa dan mengenal kejadian penting ).

4
C. Pemikiran Filsuf Yunani yang Mempengaruhi Filosof Islam dalam
Bidang Filsafat Pendidikan
            Tidak perlu diragukan lagi bahwa pikiran – pikiran falsafah Yunanilah
yang paling banyak dikaji dengan sungguh – sungguh oleh para filosof Muslim.
Mereka merasa berhutang kebijaksanaan dan berterimakasih terutama kepada para
filsof Yunani masa kemudian yang telah bersusah payah mencari kebenaran. Para
filosof Muslim yakni bahwa butir – butir kebenaran itu jumlahnya amat banyak
dan tdak mungkin sanggup ditemukan oleh satu dua orang yang diberi
kesempatan hidup sepanjang masa, dan tidak pula sanggup ditemukan oleh semua
insan dalam satu masa terbatas. Pencarian butir – butir kebenaran itu
membutuhkan kerja keras para pencari kebenaran sepanjang masa
            Setiap pencarian kebenaran mungkin hanya bisa mendapatkan sedikit saja
dari butir – butir kebenaran itu, tapi kalau dihimpun satu demi satu dari kebenaran
yang dijumpai, maka jumlahnya tertentu akan banyak. Pikiran – pikiran dalam
falsafah Yunani terang menjadi materi kajian oleh para filosof Muslim. Bila
materi – materi yang dikaji yang berasal dari falsafat Yunani itu, mempunyai
bentuk – bentuk atau rumusan – rumusan yang sejalan atau tidak bertentangan
dengan fatwa – fatwa wahyu dalam Islam, maka materi – materi dengan bentuk
demikian sanggup saja eksklusif diambil sepenuhnya menjadi kepingan dari
filsafat Islam.3
            Falsafat Aristoteles perihal Tuhan dijadikan materi kajian oleh para filosof
Muslim dan tidak dibiarkan berbentuk mirip yang diajukan oleh Aristoteles, tetapi
dikembangkan dan diberi bentuk yang sesuai atau sejalan dengan fatwa wahyu
dalam Islam.
            Contoh lain yakni paham reinkarnasi jiwa yang terdapat dalam falsafat
Pitagoras dan Plotinus atau paham tidak  adanya kehidupan insan setelah matinya
(Hidup di alam abadi) seperti dalam paham Demokritos dan Aristoteles.Kedua
paham itu tidak sesuai dengan fatwa wahyu dalam Islam, dan oleh alasannya itu
para filosof Muslim menolak paham reinkarnasi jiwa dan juga menolak paham

3
Abdul Aziz, Dahlan. Pemikiran Falsafi dalam ISLAM. (Jakarta: Djambatan. 2013), hal
54

5
yang mengingkari adanya akhirat. Untuk penolakan kedua paham tersebut mereka
mengajukan argumen falsafi.
            Dengan demikian sanggup dipahami bahwa kekerabatan falsafat Yunani
dengan Islam dalam Falsafat Islam sanggup diibaratkan mirip kekerabatan materi
dan bentuk. Islam ( Yakin wahyu-Nya ) telah memberi bentuk kepada falsafat
Yunani sehingga falsafat dengan bentuk yang gres itu tidak pantas lagi disebut
dengan falsafat Yunani. la hanya pantas disebut falsafat Islam alasannya referensi
– referensi fatwa Islam yang erat kaitannya dengan kasus – kasus falsafat, telah
membentuk falsafat Yunani sedemikian rupa sehingga butir – butir falsafatnya tak
ada lagi yang bertentangan dengan fatwa wahyu dalarn Islam.
 
D. Prinsip yang Mendasari Filsafat Pendidikan Islam dan Non Islam
            Enam prinsip filsafat pendidikan juga diperkenalkan oleh Al-Nadawi.
Prinsip yang diperkenalkan olehnya mempunyai kegunaan untuk menyokong
pondasi dalam memahami filsafat pendidikan Islam. Keenam prinsip tersebut
yaitu sebagai berikut:
1. Studi dan penelitian haruslah berkaitan dengan konteks Al-Qur'an
dan    ajaran Nabi Muhammad;
2. Adanya interaksi antara dua pihak yaitu murid dan guru. Guru di
sini sebagai orang yang menunjukkan pemahaman terhadap muridnya;
3. Aktivitas pendidikan haruslah berorientasi pada tujuan, meskipun  kadang-
kadang dilakukan tanpa niat;
4. Pendidikan haruslah komprehensif dan lengkap yang
mencakup      pertumbuhan individu dalam aneka macam sisi: rohani,
biologis, intelektual, psikologis, dan sosial;
5. endidikan haruslah diberikan secara kontinyu atau seumur hidup,  meliputi
rentang hidup individu dari lahir hingga mati
6. Pendidikan diarahkan ke tujuan memungkinkan individu
untuk   melaksanakan aneka macam acara yang aman untuk
membangun  masyarakat Islam dan peradaban Islam.

6
Sedangkan prinsip yang mendasari Filsafat Pendidikan Non Islam yakni.4
a.  Menurut Socrates (470-399 SM)
Adapun prinsip-prinsip dasar pendidikan berdasarkan Socrates adalah:
1. Metode dialektis yang digunakan oleh Socrates yang mana telah menjadi dasar
teknis pendidikan yang direncanakan untuk mendorong seseorang belajar
2. untuk berpikir secara cermat
3. untuk menguji coba diri sendiri
b.      Menurut Plato (427-347 SM)
            Bagi Plato, pendidikan yakni suatu bangsa dengan kiprah yang harus
dilaksanakan untuk kepentingan negara dan perorangan. Bagi negara, beliau
bertanggung jawab untuk menunjukkan perkembangan kepada warga negaranya
sanggup berlatih, terdidik, dan mencicipi senang dalam menjalankan kiprahnya
untuk melaksanakan kehidupan kemasyarakatan.
            Menurut Plato di dalam negara idealnya pendidikan memperoleh daerah
yang paling utama dan menerima perhatian yang paling khusus bahkan sanggup
dikatakan bahwa pendidikan yakni kiprah dan panggilan yang sangat mulia yang
harus diselenggarakan oleh negara. Pendidikan itu sesungguhnya merupakan
suatu tindakan pembebasan dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran.
            Dengan pendidikan, orang-orang akan mengenal apa yang baik dan apa
yang buruk, dengan pendidikan pula orang-orang akan mengetahui apa yang benar
dan apa yang tidak benar, dan juga menyadari apa yang patut dan apa yang tidak
patut, dan yang paling secara umum dikuasai dari itu semua yakni bahwa
pendidikan mereka akan lahir kembali (they shell be born again).
c.       Menurut Aristoteles (367-345 SM)
            Menurut Aristoteles, biar orang sanggup hidup baik maka ia harus
mendapatkan pendidikan. Pendidikan bukanlah soal logika semata-mata akan
tetapi soal memberi bimbingan kepada perasaan – perasaan yang lebih tinggi
supaya mengarah kepada logika sehingga sanggup digunakan logika guna
mengatur nafsu – nafsu. Aristoteles mengemukakan bahwa pendidikan yang baik
yakni yang mempunyai tujuan untuk kebahagiaan, kebahagiaan tertinggi yakni
4
Jalaluddin, Rahmat. Islam Alternatif: Ceramah-ceramah di Kampus. Bandung. 2011,
hal 34

7
hidup spekulatif. Aristoteles juga menganggap penting pula pembentukan
kebiasaan pada tingkat pendidikan rendah, sebagaimana pada tingkat pendidikan
usia muda itu perlu ditanamkan kesadaran aturan-aturan moral.
            Menurut Aristoteles untuk memperoleh pengetahuan insan harus lebih dari
binatang-binatang lain berdasarkan kekuatannya untuk berpikir, harus mengamati
dan secara hati-hati menganalisa struktur-struktur, fungsi-fungsi organisme itu,
dan segala yang ada dalam alam. Oleh alasannya itu prinsip pokok pendidikan
berdasarkan Aristoteles yakni pengumpulan serta penelitian fakta-fakta suatu
berguru induktif, suatu pencarian yang obyektif akan kebenaran sebagai dasar dari
semua ilmu pengetahuan. Aristoteles berkata bahwa sebaiknya menunjukkan
pendidikan yang baik bagi semua anak-anak.5

E. Kandungan, Sumber, dan Syarat Filsafat Pendidikan Islam


1.  Kandungan Filsafat Pendidikan Islam
Secara umum cakupan perihal filsafat pendidikan islam menyangkt kasus
hal-hal sebagai berikut:
a. Filsafat pendidikan islam mengandung perubahan dalam bentuk     proses
pendidikan Islam menjadi lebih baik.
b. Mengandung tujua untuk berusaha menyelaraskan antara pendidikan dan
kebudayaan masyarakat.
c. Tidak keluar dari makna yang terkandung dari dua prinsip diatas.
2.  Sumber-Sumber Filsafat Pendidikan Islam
            Sumber-sumber yang sanggup dijadikan pegangan dan pedoman bagi
Filsafat Penddikan Islam dalam  dibagi dalam dua kategori, yaitu sumber normatif
dan sumber historis. Sumber normatif yakni konsep-konsep Fisafat Pendidikan
Islam yang berasal dari al-Qur'an dan Sunnah, sedangkan sumber historis yakni
pemikiran-pemikiran perihal Filsafat Penddikan Islam yang dambil dari al-Qur'an
dan Sunnah yang sejalan dengan semangat fatwa Islam.

5
. Omar Mohammad al-Toumy, Al-Syaibany. Falsafah Pendidikan Islam. Surabaya.
2011, hal 85

8
            Sementara itu, Sunnah sebagai sumber normatif kedua senantiasa
menunjukkan perhatian yang besar terhadap kasus pendidikan. Salah satu konsep
pendidikan yang ditawarkan Rasulullah yakni konsep pendidikan tanpa batas (no
limits education),baik tanpa batas dalam arti ruang (tempat) maupun tanpa batas
dalam arti waktu, yang sering disebut pendidikan sepanjang hayat (long life
education).
            Selain melalui hadis-hadisnya, Rasulullah sendiri sesungguhnya
merupakan figur seorang pendidik yang besar. Robert L. Gullick
dalam Muhammad The Educator menulis: "Muhammad betul-betul seorang
pendidik yang membimbing insan menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang
lebih besar... Tidak sanggup dibantah lagi bahwa Muhammada sungguh tela
melahirkan ketertiban dan kestabilan yang mendorong perkembangan budaya
Islam, suatu revolusi yang mempunyai tempo yang tidak tertandingi dan gairah
yang menantang... Hanya konsep pendidikan yang dangkallah yang berani
menolak keabsahan meletakkan Muhammad di antara pendidik-pendidik besar
sepanjang masa."
             Dari beberapa sumber historis ini, berdasarkan Langgulung, yang perlu
diperhatikan yakni bahwa sumber-sumber itu selaras semangat fatwa Islam,
relevan dengan masyarakat Muslim, merupakan hasil pengalaman insan yang
saleh, telah melewati masa percobaan yang lama, bersifat menyeluruh dengan
memperhatikan aspek sosial budaya, ekonomi, politik masyarakat Muslim, hasil
seleksi sehingga mempunyai nilai gna dan manfaat, tidak mengandung unsur-
unsur yang kontradiktif dengan ideologi Islam, bersifat terang dan relistis,
fleksibel serta sanggup dikembangkan berdasarkan kebutuhan masyarakat
muslim.6
3.  Syarat Filsafat Pendidikan Islam
Secara garis besar syarat-syarat filsafat pendidikan islam menyangkut
masalah:
a. Prinsip, kepercayaan dan kandungannya, sesuai dengan ruh atau spiritual
islam

6
Toto, Suharto. Filsafat Pendidikan Islam. (Yogyakarta: ar-Ruzz Media. 2011), hal 90

9
b. Filsafat pendidikan islam itu berkaitan dengan realitas masyarakat dan
kebudayaan serta sistem sosial, ekonomi dan poitiknya.
c. Bersifat terbuka
d. Dalam pembinaannya berdasarkan hasil dan pengaaman yang lama.
e. Bersifat universal
f. Menyangkut segala disiplin ilmu pengetahuan.
g. Tidak bertentangan dengan prinsip dan kepercayaan.
F. Korelasi Filsafat, Ilmu Dan Agama
a. Hubungan Filsafat dengan Ilmu

Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu
kesatuan, namun dalam perkembangannya mengalami divergensi, dimana
dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini
mendorong pada upaya untuk memposisikan ke duanya secara tepat sesuai dengan
batas wilayahnya masing-masing, bukan untuk mengisolasinya melainkan untuk
lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih memahami
khazanah intelektual manusia.7

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu,


“Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,”
maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan
Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan. (QS : Al-Mujadalah ayat 11).
Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan
ringkas mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan
7
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 17

10
sekaligus perbedaan antara ilmu dan filsafat, di samping di kalangan ilmuwan
sendiri terdapat perbedaan pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu,
demikian juga di kalangan filsuf terdapat perbedaan pandangan dalam
memberikan makna dan tugas filsafat.8
Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat
adalah bahwa keduanya menggunakan berpikir reflektif dalam upaya
menghadapi/memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal
tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat
konsen pada kebenaran, di samping perhatiannya pada pengetahuan yang
terorganisir dan sistematis.
Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik
tekan, dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan
deskriptif dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan
klasifikasi data pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-
hukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji
pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup hal-
hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat
sintetis dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi kehidupan
secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan
bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus dengan
skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji hubungan antara temuan-
temuan ilmu dengan klaim agama, moral serta seni.
Dengan memperhatikan ungkapan di atas nampak bahwa filsafat
mempunyai batasan yang lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti
bahwa apa yang sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya
mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau dijadikan
objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian filsafat dan ilmu mempunyai

8
Harold H Titus, Living Issues in Philosophy, (New York, American Book, 1959). Yang
dikutip oleh Uhar Suharsaputra, dalam Filsafat Ilmu, Jilid I, (Jakarta: Universitas Kuningan,
2004), hal. 88

11
kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berpikir reflektif dan
sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang berbeda.
Dengan demikian, Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat
dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang
tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan
Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab
oleh filsafat dan jawabannya bersifat mutlak/dogmatis. Menurut Sidi Gazalba,
Pengetahuan ilmu lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau
eksperimen); batasnya sampai kepada yang tidak atau belum dapat dilakukan
penelitian. Pengetahuan filsafat : segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi
(rasio) manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi; batasnya ialah batas alam
namun demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatu yang di luar alam, yang
disebut oleh agama “Tuhan”.9 Sementara itu Oemar Amin Hoesin mengatakan
bahwa ilmu memberikan kepada kita pengetahuan, dan filsafat
memberikanhikmat.10 Dari sini nampak jelas bahwa ilmu dan filsafat mempunyai
wilayah kajiannya sendiri-sendiri.
b. Hubungan Filsafat dan Agama
Sebagian ahli memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam memikirkan
berbagai hal yang mencakup alam, manusia bahkan Tuhan yang disembah oleh
manusia. Dalam konteks ini, terdapat hal-hal tertentu yang cenderung memiliki
kesamaan antara agama dan filsafat. Tidak mengherankan dalam khazanah Islam,
dianggap seseorang yang mampu dalam hal pemikiran melebihi manusia
kebanyakan, dianggap sebagai Nabi. Lalu, sebagian yang lain, karena kemampuan
seorang Nabi terutama dalam mengucapkan ungkapan-ungkapan bijaksana
adakalanya juga dikatakan sebagai filosof. Untuk itu, Logika yang ada dalam
Islam memiliki corak tersendiri dibandingkan logika Barat yang bebas nilai-nilai
keagamaan.
Filsafat, sebagai sebuah metode berpikir yang sistematis merupakan salah
satu pendekatan tersendiri dalam memahami kebenaran. Dalam konteks
9
Sidi Gazalba, Sistimatika Filsafat (Jilid 1 sampai 4), (Jakarta: Bulan Bintang: 2010), hal
45.
10
Oemar Amin Hoesen, Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2010), hal. 65.

12
keagamaan, pemikiran tentang berbagai hal dan urusan. Karenanya dalam filsafat
juga dibicarakan bagaimana keberadaan Tuhan, dan juga persoalan kenabian,
kedudukan dan fungsi akal dan wahyu, penciptaan manusia serta ibadah yang
dilakukan oleh manusia. Secara lebih jelas, hal ini dapat dilihat pada uraian
tentang objek filsafat, yaitu antara lain sebagai berikut:
- Dari apakah benda-benda dapat berubah menjadi lainnya, seperti perubahan
oksigen dan hidrogen menjadi air?
- Apakah zaman itu yang menjadi ukuran gerakan dan ukuran wujud seua
perkara?
- Apakah bedanya makhluk hidup dengan makhluk yang tidak hidup?
- Apakah ciri-ciri khas makhluk hidup itu?
- Apa jiwa itu, jiwa itu ada, apakah jiwa manusia itu abadi atau musnah?
- Dan masih ada pertanyaan-pertanyaan yang lain.11
Pengungkapan pertanyaan-pertanyaan di atas, dalam Islam merupakan
sesuatu yang dapat menjadikan pemikir tersebut menjadi yakin akan keberadaan
Tuhan. Dan semakin berkeinginan untuk menjadikan hidupnya lebih bermakna.
Filsafat memasuki lapangan-lapangan ilmu keislaman dan mempengaruhi
pembatasan-pembatasannya. Penyelidikan terhadap keilmuan meliputi kegiatan
filsafat dalam dunia Islam. Dengan demikian filsafat Islam secara khusus
memisahkan diri sebagai ilmu yang mandiri. Walaupun hasil juga ditemukan
keidentikan dengan pemandangan orang Yunani (Aristoteles) dalam masalah teori
tentang pembagian filsafat oleh filosof-filosof Islam.
Para ulama Islam memikirkan sesuatu dengan jalan filsafat. Ada yang
lebih berani dan lebih bebas daripada pemikiran-pemikiran mereka yang biasa
dikenal dengan nama filosuf-filosuf Islam. Di mana perlu diketahui bahwa
pembahasan ilmu Kalam dan Tasawuf banyak terdapat pikiran dan teori-teori
yang tidak kalah teliti daripada filosuf-filosuf Islam.

BAB III
PENUTUP

11
HA Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2017), hal. 19.

13
A. Kesimpulan
           Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa antara filsafat dengan
ilmu serta dengan agama, memiliki hubungan yang sangat erat. Hal ini didasarkan
pada tujuan ketiganya, yaitu mencari kebenaran. Namun demikian, ketiga aspek
dimaksud secara horizontal saling berhubungan, namun secara vertikal, menurut
penulis, hanya agama saja yang memilikinya. Agama selain memiliki hubungan
horizontal dengan filsafat dan ilmu, juga memiliki hubungan vertikal dengan
Tuhan sebagai sembahan manusia itu sendiri.
Ajaran islam yang memuliakan insan menjadi misi pendidikan islam,
terwujudnya insan yang sehat jasmani, rohani , dan logika pikiran, serta
mempunyai ilmu pengetahuan, keterampilan, sopan santun yang mulia,
keterampilan hidup ( Skill life ) yang memungkinkan sanggup memanfaatkan
aneka macam peluang yang diberikan oleh Allah termasuk pula mengelola
kekayaan alam yang ada di darat, di laut, bahkan di ruang angkasa yakni
merupakan misi pendidikan Islam.
            Sedangkan dasar atau tujuan filosofi dalam pendidikan Islam dapat kita
peroleh memalui berfikir secara induktif berdasarkan kenyataan atau realita yang
terdapat pada individu atau masyarakat.

B. Saran
Dengan memahami definisi, fungsi dan prinsip-prinsip dalam penulisan
kutipan diharapkan penulis dalam menulis atau menyusun suatu karya sesuai
dengan kaidah yang baik dan benar. Setidaknya, dalam penulisan makalah
ataupun karya lain, penulis dapat menghindari sifat plagiat yang dapat merugikan
orang lain serta dengan adanya kutipan pembaca dapat lebih mudah untuk mencari
kebenaran dari karya tersebut dengan merujuk kepada sumber yang telah dikutip.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Syadali. Filsafat Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia. 2010.

Muzayyin, Ariffin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2013.

Abdul Aziz, Dahlan. Pemikiran Falsafi dalam ISLAM. Jakarta: Djambatan. 2013.

Jalaluddin, Rahmat. Islam Alternatif: Ceramah-ceramah di Kampus. Bandung.


2011.

Omar Mohammad al-Toumy, Al-Syaibany. Falsafah Pendidikan Islam. 2011.

Toto, Suharto. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: ar-Ruzz Media. 2011.

Kahmad Dadang, Sosiologi Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal.


17

Harold H Titus, Living Issues in Philosophy, (New York, American Book, 1959).


Yang dikutip oleh Uhar Suharsaputra, dalam Filsafat Ilmu, Jilid I,
(Jakarta: Universitas Kuningan, 2004).

Sidi Gazalba, Sistimatika Filsafat (Jilid 1 sampai 4), (Jakarta: Bulan Bintang:


2010)

Oemar Amin Hoesen, Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2010).

HA Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2017).

Anda mungkin juga menyukai