Puji dan Syukur saya panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan karuniaNya sehingga saya dapat membuat makalah ini dengan baik dan
tepat waktunya. Dalam makalah ini saya membahas mengenai “Filsat Pebdidikan’.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas yang telah diberikan oleh dosen, dimana
dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak bantuan dari berbagai pihak untuk
membantu menyelesaikan makalah ini. Untuk itu saya mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada pembuatan
makalah ini. Oleh karena itu, saya mengundang bagi pembaca untuk memberikan
saran dan kritik yang membangun. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca dan masyarakat lainnya.
Penulis
1
DAFTAR ISI
BAB II : ISI
A. Pengertian ................................................................................................................................4
1. Filsafat ................................................................................................................................4
2. Pendidikan ..........................................................................................................................4-5
B. Filsafat Pendidikan & Kristen ...........................................................................................6-11
C. Perbedaan Filsafat Umum dengan Filsafat Kristen ..........................................................11-12
D. Hubungan Filsafat dan Teologi ........................................................................................12-14
E. Hubungan Filsafat dan Pendidikan ..................................................................................13-15
F. Peranan Filsafat Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu Pendidikan ..................16-17
G. Konsep Filosofis Mengenai Pendidikan ................................................................17-18
H. Kebutuhan Filsafat Pendidikan ........................................................................................18-20
I. Peranan Filsafat Pendidikan ..............................................................................................20-27
J. Kegunaan Filsafat dan Pendidikan .....................................................................................27-29
K. Manfaat Filsafat Pendidikan Bagi Mahasiswa Tologi .....................................................29-30
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat sering dituduh sebagai ilmu yang membingungkan, dan banyak
kalangan yang mempelajari filsafat berakhir dengan rasa pusing dan
ketidakmengertian. Padahal, sebagai ilmu pengetahuan yang usianya sudah sangat tua,
filsafat banyak diminati para pemikir atau tidak sedikit penggemar dan
pecintanya. Apakah manfaat filsafat Ilmu bagi seseorang yang belajar Teologia?
Apakah Filsafat itu ? Apakah manfaat Filasafat? Pertanyaan itu sering muncul ketika
seorang belajar teologia dan belajar tentang filsafat. Ketika mendengar kata Filsafat,
sebagian besar orang langsung mengasosiasikannya sebagai sesuatu yang sangat
abstrak dan merupakan kegiatan teoritis yang hanya dilakukan seseorang yang kurang
kerjaan, sia-sia belaka.
Anggapan itu ternyata sangat keliru, karena dengan mempelajari filsafat,
para pembaca diajak untuk berpikir secara kritis, dipacu untuk berpikir dalam
menanggapi berbagai hal sampai menemukan jaln keluarnya atau suatu simpulan.
B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
1. Mengetahui arti Filsafat
2. Filsafat Pendidikan dan Kristen
3. Perbedaan Filsafat Umum dan Filsafat Kristen
4. Hubungan Filsafat dan Teologi
5. Hubungan Filsafat dan Pendidikan
6. Peranan Filsafat Pendidikan Dalam Pengembangan Ilmu Pendidikan
7. Mengetahui Konsep Filosofi Mengenai Pendidikan
8. Mengetahui Kebutuhan Akan Filsafat Pendidikan
9. Peranan Filsafat Pendidikan
10. Mengetahui Kegunaan Filsafat Pendidikan
11. Mengetahui Manfaat Pendidikan Bagi Mahasiswa Teologi
3
BAB II
ISI
A. Pengertian
1. Filsafat
Secara etimilogis kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani: “philosophia”,
yang berasal dari kata “philosophien” yang berarti mencintai kebijaksanaan.jadi secara
singkat dapat dikataka bahwa filsafat berarti cinta akan hikmat atau kebijaksanaan.
Berdasarkan etimologinya, kata “filsafat” dalam bahasa indonesia berasal dari
bahasaYunani philosopia yang terdiri dua suku kata, yaitu philein, philos (mencintai)
dan sophia (kebijaksanaan, kearifan). Maka, filsafat dapat diartikan sebagai “cinta
kebijaksanaan”. Secara terminologis menurut concise oxford english dictionary dapat
juga diartikan sebagai studi tentang hakikat dasar dari pengetahuan, kenyataan, dan
keberadaan (eksistensi).
Sedangkan arti kata pendidikan berasal dari bahasa Yunani padegogik yaitu
ilmu menuntun anak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan
berasal dari kata dasar didik (mendidik) yaitu memelihara dan memberi latihan
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan memiliki pengertian
sebagai proses perubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran, latihan, proses perbuatan
dan cara mendidik.
Maka kesimpulannya adalah Filsafat Pendidikan merupakan aktifitas pikiran
yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai cara untuk menyelaraskan dan
memadukan proses pendidikan. Artinya bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan
nilai-nilai yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan
pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang integal atau suatu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan.
2. Pendidikan
4
teratur sesuai dengan nilai-nilai yang berkembang di dalam kehidupan bersama
sebagai manusia dengan lingkungannya. Pendidikan itu juga berjalan dan berlangsung
secara terus-menerus selama manusia itu hidup dan berhenti ketika manusia itu sudah
mati. Dari dalam kandungan ibu manusia sudah mulai dididik melalui hubungan yang
erat dengan ibu. Maka peran seorang ibu ketika mengandung sangatlah penting
terlebih setelah melahirkan. Namun sebagai manusia pasti memiliki kekurangan dan
perbedaan kemampuan. Untuk itu Tuhan sang pencipta memiliki tujuan kepada setiap
manusia yang hidup untuk dapat menerima pengetahuan melalui kekurangannya
tersebut. Karena Tuhanlah yang sumbernya segala pengetahuan sekalipun yang tidak
dapat digapai atau dinalar oleh manusia itu sendi
Yang perlu diperhatikan dalam hakikat pendidikan adalah apa itu pendidikan?
Siapa-siapa yang terkait di dalamnya? Bagaimana pendidikan itu? Siapa dan apa objek
pendidikan? Materi apa yang ada? Sasarannya apa atau siapa? Tujuan pendidikan?
Manfaat pendidikan? Dan evaluasi dalam pendidikan. Di dalam dunia pendidikan
tentu tidak lepas dari apa yang disebut pengetahuan, yakni segala sesuatu yang
diketahui oleh manusia melalui panca indera. Kemudian manusia mengelolah
pengetahuan-pengetahuan yang didapatnya menurut objenya sehingga lahirlah apa
yang disebut ilmu pengetahuan. Selanjutnya muncullah teori-teori dalam menciptakan
suatu penemuan atau teknologi dalam usaha membantu pekerjaan manusia yang
berwujud benda-benda atau mesin-mesin.
Kembali pada filsafat pendidikan yang meliputi beberapa obyek dalam dunia
pendidikan yang dibagi secara umum dan khusus.
Secara Khusus
Secara Umum
Apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang
menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah
obyek pemikiran filsafat pendidikan.
5
B. Filsafat Pendidikan dan Kristen
- Student Oriented; siswa adalah pusat dalam pengajaran. Dalam hal ini
pendidikan diberikan kepada siswa dengan tujuan agar siswa lebih mengenal
siapa itu Tuhan mereka dan karya ciptaan-Nya. Dapat mengetahui eksistensi
mereka di dunia dan mnegetahui kebanaran yang absolute dalam Tuhan Allah.
7
siswa dan mencakup keseharian siswa. Siswa tidak boleh hanya berkembang
dalam ilmu pengetahuan tetapi lemah dalam karakter. Perkembangan karakter
dan ilmu pengetahuan dalam diri siswa haruslah seimbang.
Penetapan aturan Tuhan atas semua aspek kehidupan seseorang dan dunia
adalah inti dari penciptaan dan mandate budaya yang dicatat dalam kejadian
1:28, sedangkan mandat lain akan menyusul. Semua ini memberikan tugas
kepada umat mansuia penyingkapan dan kemajuan kerajaan Allah di bumi
sebagi wakil Tuhan atau pembawa gambar Tuhan.
- Epistemologi
- Yesus adalah terang dan jalan kebenaran. Sesuai dengan iman yang kita
miliki, satu hal yang paling sesuai untuk epistemology adalah bahwa Yesus
merupakan terang dan jalan kebenaran. Kehidupan kekal hanya bisa kita
dapatkan dari Dia. Dengan kata lain, tidak ada jalan menuju kekekalan bila
tidak melalui Dia. Bagaimna kita membuktikan hal ini? Ada dua buah cara
untuk menentukan epistemology, yaitu dengan menggunakan panca indera dan
kesakasian. Dan, untuk membuktikan hal ini sudah banyak kesaksian yang
diberikan mengenai hal ini secara turun temurun.
- Tidak ada kebenaran di luar kerangka metafisika Allah. Semua kebenaran
yang ada di dunia ini tidak ada yang di luar Alkitab, tetapi semuanya juga
tertulis dalam Alkitab. Akan tetapi, semua kebenaran tersebut tercakup dalam
Alkitab. Alkitab hanya memberikan kebenaran secara garis besar, tidak
menjelaskan suatu hal secar keseluruhan. Contohnya saja air, Allah yang
menciptakan air tapi tidak dijelaskan bahwa air mengandung H2O.
- Without God we can’t, without us God will not. Satu epistemology yang
kami percayai adalah bahwa tanpa Allah kita tidak akan mampu, dan tanpa
kita, manusia Allah tidak akan. Tanpa Tuhan menyertai kehidupan kita dan saat
kita hanya menggunakan atau mengandalkan kekuatan kita sendiri, kita tidak
akan sanggup untuk melakukan apa-apa. Sedangkan, tanpa manusia kemuliaan
Tuhan tidak akan dinyatakan.
- Aspek Aksiologi
8
Aspek aksiologi merupakan aspek filsafat yang berkaitan dengan nilai tertinggi, dan
bermakna. Aspek ini terbagi dalam nilai etika dan estetika. Pada awalnya manusia
dicipta segambar dan serupa dengan Allah, dan dalam eksistensinya manusia dicipta
sebagai mahluk yang memuliakan Allah. Akan tetapi semua itu berubah sejak
kejatuhan manusia dalam dosa. Manusia tidak dapat menjalankan fungsi dan tugasnya
seperti sedia kala. Hubungan manusia dengan Tuhanpun terputus. Sebagai makhluk
yang religius, manusia terus mencari keberadaan Tuhan itu sendiri.
Hal ini dapat kita lihat dalam kehidupan dan kebudayaan manusia, khususnya di
Asia yang masih banyak melakukan pemujaan kepada berhala. Sayangnya, usaha
manusia ini tidak akan pernah berhasil dalam menemukan Tuhan. Pertemuan itu
hanya akan terjadi apabila Tuhan sendiri yang berinisiatif. Kedatangan Kristus ke
dunialah yang menjadi titik balik hubungan manusia dengan Allah. Melalui kematian
Kristus di kayu salib, Allah menunjukkan kasih dan keadilan yang sesungguhnya.
Hubungan manusia didamaikan dengan Allah, dan dilayakkan kembali untuk
datang kepada Allah, bahkan disebut anak-anak Allah. Ia menegaskan bahwa Dialah
Allah yang penuh kasih dan adil sehingga Dia harus mendisplinkan umat-Nya.
Berdasarkan hal ini, adapun maksud pendidikan dilihat dari segi moral ialah
membawa siswa untuk menyadari keberadaan dan keterbatasan dirinya yang berdosa
di hadapan Tuhan. Pendidikan mengarahkan siswa pada kesadaran akan keberdosaan
dirinya dan hanya melalui Kristulah mereka bisa kembali berdamai dengan Allah.
Di samping itu, melalui salib Kristus siswa diajak untuk melihat nilai moral yang
paling tinggi, yaitu Kristus sendiri. Dalam salib Kristus nilai-nilai moral yang
sesungguhnya terpresentasikan. Bahkan melalui salib Kristus, manusia diperdamaikan
dengan Allah dan status manusia pun menjadi baru. Manusia menjadi anak-anak Allah
yang menjadi terang dan membawa energi dari terang itu sendiri yaitu cahaya, dimana
cahaya itu yaitu siapakah sebenarnya kita ini? Kita adalah anak-anak Allah yang telah,
sehingga kita harus menjadi surat yang terbuka yang dapat dibaca setiap orang .
Nilai estetika sendiri menekankan pada keindahan. Pada saat Allah menciptakan
dunia ini, Allah selalu mengatakan bahwa segala sesuatunya baik. Nilai estetika disini
bukan menekankan pada keindahan alam namun keindahan manusia itu sendiri,
karena dicipta segambar dan serupa dengan Kristus. Setiap manusia memiliki
keindahan tersendiri, antara yang satu dengan yang lain pasti memiliki perbedaan,
baik wajah maupun karakter. Dengan begitu banyaknya populasi manusiadi dunia ini,
kita tentu bisa membayangkan betapa menakjubkan ciptaan Allah yang benama
manusia ini. Akan tetapi, karena keberdosaan kita keindahan yang terpancar bukan
lagi dari dalam jiwa kita. Kejatuhan manusia membuat manusia tidak lagi
mencerminkakan dan mempresentasikan Allah yang semula. Seperti halnya dengan
pelita, pelita tidak akan menunjukkan cahayanya apabila tidak memiliki sumber
cahaya itu sendiri. Dan dia hanya akan menjadi pelita yang pasif dan tak lagi disebut
pelita apabila tidak menjalankan fungsinya.
9
Pendidikan merupakan pelita yang harus terus menyala untuk menerangi dan
menuntun manusia-manusia berharga yang Allah ciptakan kembali kepada-Nya.
Namun, sebagai pelaku pendidikan kita harus terus diperbaharui oleh Roh Kudus,
yaitu dengan membaca firman-nya dan terus membangun hubungan pribadi dengan
Tuhan.
- Aspek Ontologis
Aspek Ontologis merupakan aspek yang mempelajari tentang sifat dasar
eksistensi (keberadaan). Apabila kita lihat dari aspek ontologisnya, eksistensi
atau keberadaan pelita tanpa cahaya tidaklah berarti. Hal ini dikarenakan, pada
esensinya pelita merupakan alat penerang, sehingga apabila pelita tanpa
cahaya, maka ia tidak lagi menghidupi esensitasnya. Ia mati dan tak berguna
tanpa cahaya. Begitu pula dengan pendidikan yang tanpa Firman Allah sebagai
sumber cahayanya adalah sia-sia.
Pendidikan akan percuma apabila di dalam pendidikan itu sendiri, ia tidak
mengajarkan ajaran Tuhan yang adalah cahayanya, seperti yang tertulis dalam
Mazmur 119:105, Firmanmu terang bagi jalanku..... Melalui hal ini, terlihat bahwa
yang menjadi fokus dari pelita atau pendidikan itu ialah cahaya itu sendiri, yaitu
Firman Allah. Adanya cahaya yang terpancar dari pelita menyala menghidupkan
fungsi pelita.
Akan tetapi, kita juga tidak boleh lupa bahwa pada realitasnya, cahaya dari pelita
yang menyala itu akan berguna apabila ia ditempatkan di tempat gelap. Adapun
kegelapan yang dimaksud ialah mengenai keberadaan manusia. Keberadaan manusia
yang walaupun secara religius dalam esensinya mempunyai kapasitas untuk
menyembah dan secara relasional dalam posisinya berhubungan dengan Tuhan, orang
lain, dan ciptaan, tidaklah lagi mencerminkan Tuhan dalam arah atau mewakili Dia
dalam tugas serta fungsinya.
Melalui hal ini, kita dapat melihat bahwa ciptaan Allah yang semenjak semula
adalah sungguh amat baik (Kejadian 1:31a) karena menggambarkan Dia dalam
struktur, sebagai makhluk religius dan relasional, dan secara moral, sebagai cerminan
dan wakil-Nya telah rusak oleh dosa. Posisi manusia yang tadinya menghadap Tuhan
sebagai bentuk perwujudan ketaatan dan responnya pada Allah, sekarang tidak ada
lagi. Manusia menjauh dari Tuhan dan berbeda arah sehingga ia tidak dapat
mencerminkan Dia. Selanjutnya, sebagai gambaran Allah dalam tugasnya, manusia
pun telah gagal.
Dosa membuat manusia tidak bisa mewakili Allah dalam tugas kerajaan, yaitu
mengasihi Tuhan secara responsif, mengasihi orang lain secara bertanggung jawab,
dan berkuasa atas ciptaan sebagai pengurus yang bertanggung jawab. Tidak hanya itu,
dosa juga telah membuat manusia tidak bisa mewakili Allah dalam fungsinya yang
melalui jabatan nabi (mengatakan kebenaran Tuhan), imam (melayani Tuhan), dan
raja (memerintah dalam nama Tuhan).
Di sinilah peran serta tujuan dari pendidikan sebagai pelita yang menyala itu. Allah
10
yang adalah Kasih dan Adil tidak membiarkan manusia terus terpuruk dalam
keadaannya. Allah menganugerahkan Yesus untuk menjadi tebusan atas dosa-dosa
manusia sehingga manusia bebas dan hidup dalam ciptaan baru dan terus bertumbuh
untuk serupa dengan Yesus. Melalui pendidikan Kristen, Allah membukakan satu per
satu rahasia-Nya. Pendidikan Kristen Allah gunakan untuk menunjukkan kemuliaan-
Nya melalui setiap komponen yang ada dalam pendidikan itu sendiri dengan
menuntun dan membawa siswa pada jalan kebenaran menuju rencana Allah yang
semula. Hal ini dikarenakan pendidikan Kristen itu sendiri bersumber pada kebenaran
firman Tuhan.
Oleh karena itu, adalah menjadi hal yang penting bahwa pelaku-pelaku pendidikan
Kristen haruslah manusia-manusia yang telah diubahkan dan telah menjadi pengikut
Kristus. Pelaku pendidikan
harus mampu menjadi Kristus kecil sehingga terang cahaya dari pelita itu semakin
terang dan menyebar. Dan sebagai pelita, pelaku pendidikan pun harus terus
diperbaharui oleh Roh Kudus dengan selalu membaca firman-Nya dan selalu berdoa
menjalin hubungan pribadi dengan-Nya. Dengan demikian, pelita itu terus menyala.
C. Perbedaan Filsafat Umum dengan Filsafat Kristen
11
adalah pikiran yang sudah dibahrui Roh Kudus melalui Firman Allah sehingga dasar
Alkitab telah dimiliki oleh seorang filsuf Kristen yaitu“Lahir Baru”. Sedangka tujuan
filsafat Kristen adalah memperkenalkan Yesus melalui pendekata filosofis (Filipi 1:9-
10).
Filsafat umum memiliki dasar dan tujuan yang berbeda-beda. Semua
tergantung dari aliran- aliran filsafat itu sendiri. Filsafat Kristen lebih berkualitas
daripada filsafat umum, sebab filsafat Kristen menguasai filsafat umum. Sedangkan
filsafat umum tidak memahami tujuan dari iman Kristen. Filsafat umum tergantung
kepada akal budi. Sedangkan filsafat Kristen memiliki kemampuan adikodrati, yaitu
Roh Kudus (1 Kor 2:10-11).
Filsafat Kristen bertugas memberi nilai yang terakhir melalui Alkitab, karena Alkitab
adalah kebenaran yang universal yang berasal dari Allah. Filsafat umum adalah
kebenaran universal yang diperoleh atas usaha manusia dengan memahami berbagai
kenyataan lewat kegiatan berpikir secara sistematis, kritis dan radikal. Jadi, filsafat
merupakan usaha manusia. Manusia terbatas adanya untuk kebenaran itu. Ada banyak
kebenaran yang dikemukakan oleh manusia untuk mengatur hidup manusia supaya
manusia hidup benar. Tetapi kebenaran itu adalah relative. Hanya ada satu kebenaran
yang am, yaitu ALKITAB.
Filsafat menjadi alat mengungkapkan misteri yang ada pada manusia (Kej 1:26-27)
sebagai puncak ciptaan Allah. Kepada manusia diberikan kuasa atau otoritas untuk
menguasai segala sesuatu dibumi ini.
12
yang tak terbatas. Allah tidak dapat salah, tetapi manusia dapat
salah.
Pendidikan dan filsafat tak terpisahkan sebab tujuan pendidikan adalah juga tujuan
filsafat-kebijaksanaan; dan jalan yang ditempuh filsafat adalah juga jalan yang dilalui
pendidikan-bertanya dan menyelidiki yang dapat membimbing ke arah kebijaksanaan.
Berfilsafat dan mendidik adalah dua phase dalam satu usaha, berfilsafat ialah
memikirkan dan mempertimbangkan nila-nilai dan cita-cita yang lebih baik,
sedangkan mendidik ialah usaha merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita itu dalam
kehidupan, dalam kepribadian manusia. Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai yang
dapat disumbangkan filsafat, dimulai dengan generasi muda, untuk membimbing
rakyat membina nilai-nilai di dalam kepribadian mereka, dan dengan cara ini demi
menemukan cita-cita tertinggi suatu filsafat dan melembagakannya di dalam
kehidupan mereka.
Menurut Brauner dan Burns peranan filsafat pendidikan suatu komponen sebagai
aktivitas berfilsafat ialah untuk membantu tujuan-tujuan pedagogis yang dapat kita
tetapkan meliputi empat aspek yang saling berhubungan yaitu: fungsi analisa,
evaluasi, spekulatif dan integrative
Bahkan sesungguhnya tak ada satu konsepsi dan ide pendidikan tanpa ide dan
latarbelakang filsafat. Apakah yang hendak diamati oleh pendidikan, bagaimana
konsepsi pelaksanaan pendidikan amat tergantung kepada latarbelakang nilai-nilai
filsafat. Tetapi konsepsi pendidikan sebagai suatu fungsi dan proses sosial tak akan
mempunyai arti secara definitif tanpa lebih dahulu adanya suatu gambaran jenis
masyarakat ideal.
Bagaimana wujud masyarakat ideal yang hendak kita ciptakan melalui proses
pendidikan, bukan sekedar gambaran dari satu pemikiran seorang tokoh atau pikiran
13
seorang filosof. Gambaran masyarakat ideal sudah mempunyai dasar-dasar filosofis di
dalam sosio kultural suatu masyarakat, suatu bangsa. Gambaran masyarakat ideal
adalah produk ide-ide filsafat yang melembaga dalam tata hidup masyarakat, telah
tumbuh sebagai bagian daripada sosio kultural yang sesuai dengan sosio-psikologis,
atau kepribadian suatu bangsa inilah yang akan tumbuh sebagai realita, sebagai filsafat
hidup.
Misalnya, apa yang kita ketahui tentang ajaran filsafat Pancasila sudah ada jauh
sebelum Indonesia merdeka. Sebelum Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, nilai-nilai
filsafat Pancasila pada dasarnya telah menjadi sosio-kultural, bahkan merupakan
kepribadian Indonesia. Oleh sebab itu ketika Indonesia merdeka, ajaran filsafat
tersebut didudukkan secara formal sebagai filsafat negara, hanyalah merupakan proses
restorasi (penempatan pada kedudukannya yang wajar).
Mengapa masalah-masalah pendidikan merupakan bagian daripada kehidupan
obyektif manusia, sebagai persolan-persoalan praktis, harus dibahas secara filosofis.
Apakah dengan demikian malahan menyebabkan pemecahan persoalan bersifat
teoritis, mengambang dari kehidupan yang realitis.
Jika ada pertanyaan-pertanyaan demikian, ini disebabkan karena pemikiran filosofis
dipandang sebagai pikiran–pikiran teoritis, perenungan-perenungan yang tidak
bertolak atas kenyataan sosio-kultural dan kebutuhan manusia.
Padahal, pikiran filosofis ialah pikiran murni yang berusaha mengerti segala sesuatu
secara hakiki, ingin mengerti sedalam-dalamnya untuk menemukan kebenaran.
Caranya dapat melalui induksi, deduksi, analisa rasional atas faktor-faktor,
perenungan atas konsepsi-konsepsi, pemahaman atas observasi, atau juga melalui
intuisi. Apabila kita mencoba mengerti persoalan-persoalan pendidikan seperti akan
nyata di bawah ini, bahwa analisa persoalan tidak mungkin semata-mata melalui
analisa ilmiah.
2. Apakah tujuan pendidikan itu sesungguhnya. Apakah pendidikan itu guna individu
sendiri, atau untuk kepentingan sosial, apakah pendidikan itu dipusatkan bagi
pembinaan manusia pribadi, ataukah untuk masyarakatnya. Apakah pembinaan
pribadi manusia itu demi hidup yang riil dalam masyarakat dan dunia ini ataukah bagi
kehidupan akherat yang kekal.
14
3. Apakah hakekat masyarakat itu, dan bagaimana kedudukan individu di dalam
masyarakat; apakah pribadi itu independen ataukah dependent di dalam masyarakat.
Apakah hakekat pribadi manusia, manakah yang utama yang sesungguhnya baik
untuk pendidikan bagi manusia, ataukah perasaan (akal, intelek atau akalnya, ataukah
kemauan, ataukah perasaan (akal, karsa, rasa); apakah pendidikan jasmani atakukah
rohani dan moral yang lebih utama. Ataukah pendidikan kecakapan-kecakapan praktis
(skill), jasmani yang sehat, ataukah semunya.
4. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal, apakah isi pendidikan yang
diutamakan yang relevan dengan pembinaan kepribadian sekaligus kecakapan
memangku suatu jabatan di dalam masyarakat. Apakah curriculum yang luas dengan
konsekuensi kurang intensif ataukah dengan curriculum yang terbatas tetapi intensif
penguasaannya sehingga praktis.
15
1. Filsafat pendidikan itu dapat menolong perancang-perancang pendidikan dan orang-
orang yang melaksanakan pendidikan dalam suatu Negara untuk membentuk
pemikiran yang sehat terhadap proses pendidikan. Disamping itu dapat menolong
terhadap tujuan-tujuan dan fungsi-fungsinya serta meningkatkan mutu penyelesaian
masalah pendidikan;
2. Filsafat pendidikan dapat membentuk azas yang khas menyangkut kurikulum,
metode, alat-alat pengajaran dan lain-lain.
3. Filsafat pendidikan menjadi azas terbaik untuk mengadakan penilaian pendidikan
dalam arti menyeluruh. Penilaian pendidikan meliputi segala usaha dan kegiatan yang
dilakukan oleh sekolah dan institusi-institusi pendidikan.
4. Filsafat pendidikan dapat menjadi sandaran intelektual bagi para pendidik untuk
membela tindakan-tindakan mereka dalam bidang pendidikan. Dalam hal ini juga
sekaligus untuk membimbing pikiran mereka di tengah kancah pertarungan filsafat
umum yang menguasai dunia pendidikan.
5. Banyak ahli filsafat yang termasyhur, telah memberikan sumbangannya dalam
pengembangan ilmu pengetahuan.
Adapun dasar alasan mengapa filsafat pendidikan harus dipelajari oleh setiap
pendidik atau guru. Argumentasi-argumentasi dalam bentuk pokok-pokok pikiran di
bawah ini akan memerikan kepada kita pengertian tentang apa yang dimaksud di atas
terdiri atas:
1. Bahwa setiap manusia atau individu harus bertindak, termasuk bertindak dalam
pendidikan, secara sadar dan terarah tujuan yang pasti serta atas keputusan batinnya
sendiri.
2. Bahwa demikian pula setiap individu harus bertanggungjawab, termasuk
tanggungjawab dalam pendidikan, yang tinggi rendahnya nilai mutu tanggungjawab
tersebut akan banyak ditentukan oleh sistem nilai dasar norma yang melandasinya.
3. Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa setiap manusia yang hidup tentu
memiliki filsafat hidup, demikian pula setiap manusia yang hidup dalam bidang dan
dunia pendidikan harus memiliki filsafat pendidikan yang merupakan “guidepost,”
tonggak papan penunjuk jalan sumber dasar dan tujuan tindakan dan
tanggungjawabnya dalam kegiatan pendidikannya.
4. Suatu kenyataan pula bahwa terdapat keragaman aliran-aliran pendidikan, terhadap
mana individu pendidik harus menentukan pilihannya secara bebas dan
bertanggungjawab , terbuka, kritis dengan meninjaunya dari segala segi, baik positif
dan negatifnya.
5. Pada suatu ketika individu pendidik telah menentukan pilihannya maka ia tidak
netral lagi dan meyakininya dan mengamalkannya aliran filsafat pendidikannya secara
penuh rasa tanggungjawab.
16
G. Konsep Filosofis Mengenai Pendidikan
Perkembangan dan perubahan dalam lapangan pendidikan menimbulkan
tantangan agar para pendidik mempunyai sikap tertentu yang telah bersendikan atas
pendirian tertentu pula. Untuk ini, yang ladzim dianut, menurut Theodor Brameld,
adalah kemungkinan-kemungkinan sikap seperti konservatif, bebas dan modifikatif,
regresif atau radikal rekonstruktif.
Beberapa sikap di atas dalam penjabarannya mengenai pendidikan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a) Menghendaki pendidikan yang pada hakikatnya progresif. Tujuan pendidikan
hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus-menerus.
Pendidikan adalah bukan hanya meyampaikan pengetahuan kepada anak didik
untuk diterima saja, melainkan yang lebih penting daripada itu adalah melatih
kemampuan berpikir dengan memberikan stimulasi-stimulasi. Yang dimaksud dengan
berpikir adalah penerapan cara-cara ilmiah seperti mengadakan analisa, mengadakan
pertimbangan, dan memilih diantara alternatif yang tersedia.
Semuanya ini diperlukan oleh pendidikan agar orang yang melaksanakan dapat maju
atau mengalami suatu progress. Dengan demikian orang akan dapat berbuat sesuatu
dengan inteligen dan mampu melakukan penyesuaian dan penyesuaian kembali sesuai
dengan tuntutan dari lingkungan.
b). Menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang tinggi, yang
hakiki kedudukannya dalam kebudayaan. Nilai-nilai ini hendaklah yang sampai
kepada manusia melalui sivilasidan yang telah teruji oleh waktu.
Tugas pendidikan adalah sebagai perantara atau pembawa nilai-nilai yang ada di
dalam “gudang” di luar ke jiwa anak didik. Ini berarti bahwa anak didik perlu dilatih
agar memiliki kemampuan absorbs yang tinggi.
c). Yang menghendaki agar pendidikan kembali kepada jiwa yang menguasai abad
pertengahan, karena jiwa abad pertengahan merupakan jiwa yang menuntun manusia
hingga dapat dimengerti adanya tata kehidupan yang telah ditentukan secara rasional.
Abad pertengahan dengan jiwanya itu telah dapat menemukan adanya prinsip-prinsip
pertama yang mempunyai peranan sebagai dasar pegangan intelektual manusia dan
yang dapat menjadi sarana untuk menemukan evidens-evidensi diri sendiri.
d). Yang menghendaki agar anak didik dapat dibangkitkan kemampuannya untuk
secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan
masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan penyesuaian seperti ini anak didik akan tetap berada dalam suasana aman dan
bebas.
17
H. Kebutuhan Akan Filsafat Pendidikan
18
pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan
interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan
menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan.
Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan
pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan
mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan
menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai
konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi
subyek terkait, agar tidakterjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta
didik.Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan.
Tujuan proses perkembangan itu secara almiah adalah kedewasaan, sebab potensi
manusia yang paling alamiah adalah bertumbuh menuju tingkat kedewasaan,
kematangan. Potensi ini akan dapat terwujud apabila prakondisi almiah dan sosial
manusia bersangkutan memungkinkan untuk perkembangan tersebut, misalnya iklim,
makanan, kesehatan, dan keamanan, relatif sesuai dengan kebutuhan manusia.
Kedewasaan yang bagaimanakah yang diinginkan dicapai oleh manusia, apakah
kedewasaan biologis-jasmaniah,atau rohaniah (pikir, rasa, dan karsa), atau moral
(tanggung jawab dan kesadaran normatif), atau kesemuanya. Persoalan ini adalah
persoalan yang amat mendasar, yang berkaitan langsung dengan sisitem nilai dan
standar normatis sebuah masyarakat .
Cara kerja dan hasil filsafat dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah hidup
dan kehidupan manusia, dimana pendidikan merupakan salah satu dari aspek
kehidupan tersebut, karena hanya manusialah yang dapat melaksanakan dan menerima
pendidikan. Oleh karena itu pendidikan memerlukan filsafat. Karena masalah-masalah
pendidikan tidak hanyamenyangkut pelaksanaan pendidikan, yang hanya terbatas pada
pengalaman.
Dalam pendidikan akan uncul masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, dan
lebih kompleks, yang tidak terbatasi oleh pengalamaan maupun fakta faktual, dan
tidak memungkinkan untuk dijangkau oleh ilmu.Tujuan pendidikan selalu berbungan
langsung dengan tujuan kehidupan individu dan masyarakat penyelenggara
pendidikan.
Hubungan antar filsafat dengan pendidikan adalah, filsafat menelaah suatu realitas
denganluas dan menyeluruh, sesuai dengan karateristikfilsafat yang radikal,
sistematis, dan menyeluruh. Konsep tentang dunia dan tujuan hidup manusia yang
merupakan hasil dari studi filsafat, akan menjadi landasan dalam menyusuntujuan
pendidikan. Nantinya membangun sistem pendidikan dan praktek pendidikan akan
dilaksanakan berorientasi kepada tujuan pendidikan ini. Brubacher .
Filsafat pendidikan tidak hanya terbatas pada fakta faktual, tetapi filsafat
pendidikan harus sampai pada penyelasaian tuntas tentang baik dan buruk, tentang
persyaratan hidup sempurna, tentang bentuk kehidupan individual maupun kehidupan
sosial yang baik dan sempurna. Ini berarti pendidikan adalah pelaksanaan dari ide-ide
19
filsafat. Dengan kata lain filsafat memberikan asas kepastian bagi nilai peranan
pendidikan, lembaga pendidikan dan aktivitas penyelengaraan pendidikan.
20
dalam kehidupan sosial yang disebut pendidikan informal ini, bahkan berlangsung
sepanjang kehidupan manusia.
Meskipun pengaruh pendidikan informal ini tak terukur dalam perkembangan
pribadi, tapi tetapdiakui adanya. Secara sederhana misalnya, orang yang tak pernah
mengalami pendidikan formal, merekayang buta huruf, namun mereka tetap dapat
hidup dan melaksanakan fungsi-fungi sosial yang sederhana.Alam dan lingkungan
sosial serta kondisi dan kebutuhan hidup telah mendidik mereka. Akan tatapi, yang
paling diharapkan ialah pendidikan formal yang relatif baik, dilengkapi dengan
suasana pendidikaninformal yang relatif baik pula. Ini ternyata dari usaha pemerintah,
pendidik dan para orang tua untuk membina masyarakat keseluruhan sebagai satu
kehidupan yang sehat lahir dan batin.
Sebab, krisisapapun yang terjadi di dalam masyarakt akan berpengaruh negatif bagi
manusia, terutama anak-anak,genarasi muda.
Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan
proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran
tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan.
Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa
implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna
mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori
pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan
tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat
dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan
dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu
menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni
mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada
diri peserta didik.
Scope dan peranan pendidikan dalam arti luas seperti dimaksud diatas, dilukiskan
oleh Prof.Richey dalam buku “Planning for Teaching, an Intriduction to Educatiomn”,
antara lain sebagai berikut :Istilah “pendidikan” berkenaan dengan fungsi yang luas
dari pemeliharaan dan perbaikankehidupan suatu masyarakat yang baru (generasi
muda) bagi penunaian kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat. Jadi
pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di
dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktifitas sosial yang efensial
yangmemungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang.
Di dalam masyarakat yang kompleks/modern,fungsi pendidikan ini mengalamai
proses spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal, yangtetap berhubungan
dengan proses pendidikan informal di luar sekolahFilsafat pendidikan harus mampu
memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan, dan orang-orang yang
bekerja didalamnya. Hal tersebut akan mewarnai perbuatan mereka secara arif dan
bijaksana, menghubungkan usaha-usaha pendidikannya dengan falsafah umum,
falsafah bangsa dan negara. Pemahaman akan filsafat pendidikan akan menjauhkan
21
mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam
menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
Prof Brubacher dalam buku “Modren Philosphies of education” menulis tentang
fungsi filsafat pendidikan secara terinci, dan pokok pemikirannya tentang fungsi
filsafat pendidikan, yang akan dibahas berikut ini :
1. Fungsi Spekulatif
Filsafat pendidikan berusaha mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan
mencobamerumuskannya dalam satu gambaran pokok sebagai pelengkap bagi data-
data yang telah ada dari segiilmiah. Filsafat pendidikan berusaha mengerti
keseluruhan persoalan pendidikan dan antar hubungannyadengan faktor-faktor lain
yang mempengaruhi pendidikan.
2. Fungsi Normatif
Sebagai penentu arah, pedoman untuk apa pendidikan itu. Asas ini tersimpul dalam
tujuan pendidikan, jenis masyarakat apa yang ideal yang akan dibina. Khususnya
norma moral yang bagaimanasebaiknya yang manusia cita-citakan. Bagaimana filsafat
pendidikan memberikan norma dan pertimbangan bagi kenyataan-kenyataan normatif
dan kenyataan-kenyataan ilmiah, yang pada akhirnyamembentuk kebudayaan.
3. Fungsi Kritik
Terutama untuk memberi dasar bagi pengertian kritis rasional dalam pertimbangan
danmenafsirkan data-data ilmiah. Misalnya, data pengukuran analisa evaluasi baik
kepribadian maupunachievement (prestasi). Fungsi kritik bararti pula analisis dan
komparatif atas sesuatu, untuk mendapatkesimpulan. Bagaimana menetapkan
klasifikasi prestasi itu secara tepat dengan data-data obyektif (angka-angka, statistik).
Juga untuk menetapkan asmsi atau hipotesa yang lebih resonable. Filsafat
haruskompeten, mengatasi kelemahan-kelemahan yang ditemukan bidang ilmiah,
melengkapinya dengan datadan argumentasi yang tak didapatkna dari data ilmiah.
5. Fungsi Integratif
Mengingat fungsi filsafat pendidikan sebagai asa kerohanian atau ronya
pendidikan, maka fungiintegratif filsafat pendidikan adalah wajar. Artinya, sebagai
pemadu fungsional semua nilai dan asasnormatif dalam ilmu pendidikan (ingat, ilmu
kependidikan sebagai ilmu normatif). Dalam mengkaji peranan filsafat pendidikan,
dapat ditinjau dari tiga lapangan filsafat, yaitu metafisika, epistimologi, dan aksiologi .
22
Jika kita ingin menkaji peranan filsafat pendidikan, dapat ditinjau dari tiga lapangan
filsafat yaitu, metafisika, epistimologi, dan aksiologi.
23
digunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu. Ontologi
membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu.
Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Berdasarkan hal
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa obyek formal dari ontologi adalah hakikat
seluruh realitas. Hal senada juga dilontarkan oleh Jujun Suriasumantri, bahwa ontologi
membahas apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan suatu
pengkajian mengenai teori .
2. Metafisika Khusus
Di dalam persoalan metafisika khusus ada beberapa permasalahan yang dibahas di
dalamnya, antara lain :
• Teology
Teologi memiliki makna yang sangat luas dan dalam. Adapun yang dimaksud dengan
teologi dalam ruang lingkup metafisika adalah filsafat ketuhanan yang bertitik tolak
semata-mata kepada kejadian alam (teologi naturalis). Dalam bukunya yang berjudul
philosophie, karl Jaspers memberikan pembahasan mengenai berbagai cara yang dapat
menyebabkan manusia mempunyai keinsafan tentang adanya tuhan, berdasarkan atas
sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indra.
Pertama-tama terdapat suatu cara yang formal, yang menunjukkan bahwa segenap
pengertian hakiki dimiliki oleh manusia pada adanya sesuatu yang tidak terbatas, yang
menyebabkan manusia menginsafi bahwa tuhan terdapat jauh di dalam lubuk hatinya.
Juga terdapat cara simbolik yang terdapat di dalam mitos serta tulisan tangan tentang
adanya tuhan. Ada beberapa pembahasn dalam hal ini, antara lain :
b. Kosmologi
Kosmologi membicarakan realitas jagat raya,yakni keseluruhan sistem alam
semesta.Kosmologi terbatas pada realitas yang lebih nyata,yaitu alam fisik ,tidak
mungkin pengamatan dan penghayatan indra mampu mencakupnya.Oleh karena
itu,kosmologi menghayati realitas kosmos secara intelektual
c. Manusia
Seperti Yang Telah diuraikan,bahwa metafisika mempersoalkan hakikat realitas,
termasuk hakikat manusia dan hakikat anak.Pendidikan merupakan kegiatan khas
manusiawi.
Apakah kebenaran itu konstan, ataukah Kebenaran itu berubah dari situasi satu ke
situasi lainnya? Dan pada akhirnya pengetahuan apakah yang paling berharga?
25
ataukah faktor-faktor luar (alam sekitar dan kpribadian).
2) Mengapa anak yang potensinya hereditasnya relatif baik, tanpa pendidikan dan
lingkungan yang baik tidak mencapai perkembangan kepribadian sebagaimana
yang diharapkan. Sebaliknya, mengapa seoraang anak abnormal, potensi-
hereditasnya relatif rendah, meskipun di didik dengan positif dan lingkungan yang
baik, tak akan berkembang normal.
5) Apakah hakikat pribadi itu, manakah yang utama untuk dididik, apakah ilmu,
intelek atau akalnya, ataukah kemauannya.
Tiap-tiap pendidik seogianya mengerti bagaimana jawaban-jawaban yang tepat
atas problema di atas, sehingga dalam melaksanakan fungsinya akan lebih mantap.
Mereka yang memilih propesi keguruan sepantasnya mengerti latar belakang
kebijaksanaan strategi dan politik pendidikan pada umumnya, khususnya
pelaksanaan sistem pendidikan nasional yang menjadi tanggung jawabnya. Asas
kesadaran kebenaran-kebenaran dari jawaban tersebut merupakan prinsip-prinsip
yang pudamental untuk keberhasilan tugas pendidikan.
Dengan mengerti asas-asas dan nilai filosofis itu dan mendasarkan segenap
pelaksanaan pendidikan menjadi norma-norma pendidikan. Filsafat pendidikan
dengan demikian merupakan asas normatif di dalam pendidikan, yaitu norma-
norma yang berlaku di dalam dunia pendidikan.
1. Filsafat membantu kita memahami bahwa sesuatu tidak selalu tampak seperti apa
adanya.
26
2. Filsafat membantu kita mengerti tentang diri kita sendiri dan dunia kita, karena filsafat
mengajarkan bagaimana kita bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar.
3. Filsafat membuat kita lebih kritis. Filsafat mengajarkan pada kita bahwa apa yang
mungkin kita terima begitu saja ternyata salah atau menyesatkan—atau hanya
merupakan sebagian dari kebenaran.
5. Dengan mempelajari karya-karya para pemikir besar, para filsuf dalam sejarah dan
tradisi filsafat, kita akan melihat betapa besar sesungguhnya pengaruh filsafat
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, agama, pemerintahan, pendidikan dan
karya seni.
6. Filsafat memberi bekal dan kemampulan pada kita untuk memperhatikan pandangan
kita sendiri dan pandangan orang lain dengan kritis. Kadang ini memang bisa
mendorong kita menolak pendapat-pendapat yang telah ditanamkan pada kita, tetapi
filsafat juga memberikan kita cara-cara berfikir baru dan yang lebih kreatif dalam
mengahadapi masalah yang mungkin tidak dapat dipecahkan dengan cara
lain.Kemampuan berfikir secara jernih, menalar secara logis, dan mengajukan dan
menilai argumen, menolak asumsi yang diterima begitu saja, dan pencarian akan
prinsip-prinsip pemikiran dan tindakan yang koheren—semuanya ini merupakan ciri
dari hasil latihan dalam ilmu filsafat
Filsafat merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat
ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni:
28
dan agama dalam usaha mereka dalam pemenuhan kebutuhannya untuk mencapai
hidup yang sejahtera.
p. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap
metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara
logis-rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum.
29
14. Menjadikan diri bersifat dinamis dan terbuka dalam menghadapi berbagai
masalah.
15. Membuat diri menjadi manusia yang penuh toleransi dan tenggang rasa di
manapun berada.
16. Menjadikan manusia lebih taat pada Tuhan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manfaat filsafat ilmu bagi seseorang yang belajar teologia yaitu menambah
wawasan keilmuan yang berkaitan dengan eksistensi tuhan dan seluruh ciptaan-nya
30
kepada anak didik (amsal 1:7), mengeuatkan iman dan memperkaya pandangan anak
didik tentang ajara-ajaran yang menjadi sumber kehidupan manusiadan sumber ilmu
pengetahuan,memeperluas penafsiran dan memperdalam pemaknaan berbagai hal
yang menyangkut ilmu pengetahuan, meyakinkan anak didik bahwa norma-norma
kependidikan ditujukan untuk pembentukan karakter dan kerohanian, memberikan
keterampilan hidup yang fungsional, mencerdaskan anak didik, membentuk akhalak
yang mulia, membentuk kepedulian social, mengembangkan lembaga
pendidikan, membangun citra lembaga pendidikan yang kharismatik, menyiapkan
generasi muda yang mumpuni dalam ilmu pendidikan, filsafat pendidikan menentukan
arah kemana anak-anak harus dibawah. sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan
oleh masyarakat untuk mendidik anak-anak ke arah yang di cita-citakan oleh
masyarakat itu., untuk mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus kita
capai, individu yang bagaimanakah yang harus kita hasilkan dengan usaha pendidikan
kita.
B. Saran
Mahasiswa harusnya memahami teologia denagn baik. Filsafat memiliki peran
yang cukup banyak dan berpengaruh dalam perkembangan teologia oleh pakar pakar
teologia dunia. Jadi marilah kita sebagai mahasiswa yang baik untuk tidak
menganggap filsafat itu hanya dari segi negatifnya tetapi kita harus memandang
31
filsafat dari segi positifnya. Jadilah mahasiswa yang memiliki kognitif yang tinggi dan
takut akan Tuhan memandang ilmu filsafat sebagai alat untuk meningkatkan
kompetensi dan kemampuan dibidang teologia. Ilmu filsafat bukan ilmu yang harus
dihindari tetapi filsafat juga membantu mahasiswa .
DAFTAR PUSTAKA
Salahuddin, Anas, Drs. Filsafat Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia. 2011
http://khofif.wordpress.com/2009/01/15/kegunaan-pelajaran-filsafat.html. (15 April
2011)
32
Situmorang, Jonar. Filsafat dalam Terang Iman Kristen. Yogyakarta: ANDI
Offset. 2009
33