Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

LANDASAN DASAR FILSAFAT DAN


IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Disusun oleh :

Nama : Winda Pebrilia Cessa Rina


NPM : A1G020092
Kelas : 1D

Dosen Pengampu :
Dr. Bambang Permadie M. Pd.

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
Tahun ajaran 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat-Nya, sehingga


penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Filsafat Pendidikan tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam juga semoga selalu tercurahkan kepada baginda
Rasulullah SAW, sang manajer sejati Islam yang selalu becahaya dalam sejarah
hingga saat ini.
Dalam pembuatan makalah ini, tentu tak lupa penulis mengucapkan terima
kasih kepada Dosen Pengampu yang telah membimbing penulis selama ini.
Tentunya makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu penulis
senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin Yaa Robbal ‘Aalamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Bengkulu, 03 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................1
DAFTAR ISI.......................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................3

1.1 Latar Belakang....................................................................................4


1.2 Tujuan..................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................6

2.1 Implikasi Filsafat Dalam Pendidikan.......................................................7


2.2 Dasar-Dasar Filsafat Pendidikan..............................................................8
a. Dasar Ontologi.......................................................................................9
b. Dasar Epistemologi..............................................................................10
c. Dasar Aksiologi....................................................................................11
BAB III PENUTUP..........................................................................................12

3.1 Kesimpulan............................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................14
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filsafat merupakan sikap atau pandangan hidup dan sebuah


bidang terapan untuk membantu individu untuk mengevaluasi keberadaannya
dengan cara yang lebih memuaskan. Filsafat membawa kita kepada pemahaman
dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang telah layak, filsafat perlu
pemahaman bagi seseorang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan karena
ia menentukan pikiran dan pengarahan tindakan seseorang untuk mencapai
tujuan.
Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada
baik bersifat abstrak ataupun riil meliputi Tuhan, manusia dan alam semesta.
Sehingga untuk paham betul semua masalah filsafat sangatlah sulit tanpa
adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita hanya bisa menguasai sebagian
dari luasnya ruang lingkup filsafat.
Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau
bagian yaitu; epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana
kita memperoleh pengetahuan, ontologi atau teori hakikat yang membahas
tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau
teori nilai yang membahas tentang guna pengetahuan. Sehingga, mempelajari
ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu
luas ruang lingkup dan pembahansannya.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penyususan makalah ini adalah sebagai bahan untuk


mempelajari materi dalam mata kuliah filsafat pendidikan dan disamping itu
untuk lebih mengetahui apa itu ontologi, epistimologi, dan aksilogi beserta
contohnya agar dapat lebih memahami dengan baik tentang filsafat ilmu. Untuk
membedah permasalahan pendidikan di Indonesia dengan melihat Implikasi dan
aplikasi filsafat ilmu dalam pendidikan. Jika permasalahan itu dapat
diselesaikan maka akan dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan
pemerataan pendidikan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1    IMPLIKASI  FILSAFAT ILMU DALAM PENDIDIKAN

1.      Pengertian
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia: Implikasi adalah keterlibatan
Dengan demikian Implikasi filsafat ilmu dalam pendidikan adalah keterlibatan
filsafat imu dalam mengembangkan pendidikan
Beberapa ajaran filsafat yang  telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah
ilmu adalah:
 Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah
alam semesta badaniah.Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual.
Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan
materialisme humanistis.
 Idealisme, yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang
sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif
dan idealisme objektif.
 Realisme, aliran ini berpendapat bahwa dunia batin atau rohani dan dunia
materi murupakan hakitat yang asli dan abadi.
 Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap
mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan
manusia.

2.      Konsep Dasar Filsafat Umum Idiologis

a.      Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas
hakikat realitas (segala sesuatu yang ada) secara menyelurh (komprehensif).
b.      Hakikat Realistis
Para filsuf idealis mengklaim bahwa hakikat realitas bersifat spiritual atau
ideal. Bagi penganut idealisme, realitas diturunkan dari suatu substansi
fundamental, adapun substansi fundamental itu sifatnya nonmaterial, yaitu
pikiran atau spirit atau roh. Benda-benda yang bersifat material yang tampak
nyata, sesungguhnya diturunkan dari pikiran ataujiwa atau roh.
c.       Hakikat Manusia
            Menurut para filsuf idealisme bahwa manusia hakikatnya bersifat
spiritual atau kejiwaan. Menurut Plato, setiap manusia memiliki tiga bagian
jiwa, yaitu nous (akal fikiran) yang merupakan bagian
rasional,thumos (semangat atau keberanian), dan epithumia (keinginan,
kebutuhan atau nafsu). Dari ketiga bagian jiwa tersebut akan muncul salah
satunya yang dominan. Jadi, hakikat manusia bukanlah badannya, melainkan
jiwa atau spiritnya, manusia adalah makhluk berfikir, mampu memilih atau
makhluk yang memiliki kebebasan, hidup dengan suatu aturan moral yang jelas
dan bertujuan.

3.      Aliran-aliran Filsafat Pendidikan


Beberapa aliran filsafat pendidikan, yaitu sebagai berikut :

1. Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat pragmatisme.

            Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat


yang berdiri sendiri, melainkanmerupakan suatugerakan dan perkumpulan yang
didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang
benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan
harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang
muatan.

 Kelebihan Filsafat Pendidikan Progresivisme

1. Siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan bakat dan


kemampuannya.
2. Siswa diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapatnya.
3. Siswa belajar untuk mencari tahu sendiri jawaban dari masalah atau
pertanyaan yang timbul di awal pembelajaran. Dengan mendapatkan
sendiri jawaban itu, siswa pasti akan lebih mengingat materi yang sedang
dipelajari.
4. Membentuk output yang dihasilkan dari pendidikan di sekolah memilki
keahlian dan kecakapan yang langsung dapat diterapkan di masyarakat
luas.

 Kekurangan Filsafat Pendidikan Progresivisme

1. Mengabaikan kurikulum yang telah ditentukan, yang menjadi tradisi


sekolah.
2. Mengurangi bimbingan dan pengaruh guru. Siswa memilih aktivitas
sendiri.
3. Siswa menjadi orang yang mementingkan diri sendiri, ia menjadi manusia
yang tidak memiliki self discipline, dan tidak mau berkorban demi
kepentingan umum.
       Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum.
Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala.
tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut
progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman
baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan.
Belajar berfungsi untuk mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat
kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu
kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

2.  Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme dan realisme.

Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai


kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme
muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan
progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar
berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk
perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.
Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai
yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-
nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak
esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan
tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada
dirinya masing-masing. Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah
timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul
pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir
modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi
terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah
konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta,
yang memenuhi tuntutan zaman.

 Kelebihan  Filsafat Esensialisme

a. Esensialisme membantu untuk mengembalikan subject matter ke dalam


proses pendidikan, namun tidak mendukung perenialisme bahwa subject
matter yang benar adalah realitas abadi yang disajikan dalam buku-buku
besar dari peradaban barat. Great Book tersebut dapat digunakan namun
bukan untuk mereka sendiri melainkan untuk dihubungkan dengan
kenyataan-kenyataan yang ada pada dewasa ini.
b. Esensialis berpendapat bahwa perubahan merupaka suatu kenyataan
yang tidak dapat diubah dalam kehidupan sosial. Mereka mengakui
evolusi manusia dalam sejarah, namun evolusi itu harus terjadi sebagai
hasil desakan masyarakat secara terus-menerus. Perubahan terjadi sebagai
kemampuan imtelegensi manusia yang mampu mengenal kebutuhan
untuk mengadakan amandemen cara-cara bertindak, organisasi, dan
fungsi sosial.

 Kekurangan Filsafat Esensialisme

a. Menurut esensialis, sekolah tidak boleh mempengaruhi atau menetapkan


kebijakan-kebijakan sosial. Hal ini mengakibatkan adanya orientasi yang
terikat tradisi pada pendidikan sekolah yang akan mengindoktrinasi siswa
dan mengenyampingkan kemungkinan perubahan.
b. Para pemikir esensialis pada umumnya tidak memiliki kesatuan garis
karena mereka berpedoman pada filsafat yang berbeda. Beberapa pemikir
esensialis bahkan memandang seni dan ilmu sastra sebagai embel-embel
dan merasa bahwa pelajaran IPA dan teknik serta kejuruan yang sukar
adalah hal-hal yang benar-benar penting yang diperlukan siswa agar
dapat memberi kontribusi pada masyarakat.
c. Peran guru sangat dominan sebagai seorang yang menguasai lapangan,
dan merupakan model yang sangat baik untuk digugu dan ditiru. Guru
merupakan orang yang menguasai pengetahuan dan kelas dibawah
pengaruh dan pengawasan guru. Jadi, inisiatif dalam pendidikan
ditekankan pada guru, bukan pada siswa.

       Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Socrates.
Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa.
Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan
jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang
ditangkap oleh panca indera.Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu
angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa
yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami
perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
       Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran
yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan
idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap.
Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli.
Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa
dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia
yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak
bertubuh yang dikatakan dunia idea.
       Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis
mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil
adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas
menurut kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan.
Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat
menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari
atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja
dan budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah
bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan
sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan
cara hidup menurut kebenaran tertinggi.
       Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan
istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu,
sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan.Tugas ide adalah memimpin budi
manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah
menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat
menggunakan sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai
segala sesuatu yang dialami sehari-hari.

3.  Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.

Aliran Perenialisme Perenialisme merupakan suatu aliran dalam


pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata
perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu. Perenialisme lahir
sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang
pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.
Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke
belakang, dengan menggunakan kembali nilai nilai atau prinsip prinsip umum
yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan
abad pertengahan.

Kelebihan  Filsafat Perenialisme
a. Perenialisme tetap percaya terhadap asas pembentukan kebiasaan
dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis,
dan berhitung merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan
pentahapan itu maka learning to reason menjadi tujuan pokok
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Belajar sebagai persiapan hidup. Perenialisme memandang pendidikan
sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia
sekarang seperti dalam kebudayaan ideal. Perenialisme memberikan
sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik bagi
kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang.
b. Pendidikan ditekankan pada kebenaran absolut yang bersifat universal
yang tidak terikat pada tempat dan waktu.
Perenialisme menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran, dan
keindahan Perenialisme mengangkat kembali nilai-nilai atau prinsip-
prinsip umum yang menjadi pandangan hidup yang kokoh pada zaman
kuno dan abad pertengahan. Dalam pandangan perenialisme
pendidikan lebih banyak mengarahkan perhatiannya pada kebudayaan
ideal yang telah teruji dan tangguh.
c. Kurikulum menekankan pada perkembangan intelektual siswa pada
seni dan sains. Untuk menjadi terpelajar secara kultural, para siswa
harus berhadapan pada bidang-bidang seni dan sains yang merupakan
karya terbaik dan paling significant yang diciptakan oleh manusia.
Contohnya, seorang guru bahasa Inggris mengharuskan siswanya
untuk membaca Moby Dick nya Melville atau drama-drama
Shakespeare.

Kekurangan Filsafat Perenialisme


a. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan
sehari-hari. Pendidikan yang menganut paham ini menekankan pada
kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terkait pada tempat
dan waktu aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b. Perenialis kurang menerima adanya perubahan-perubahan, karena
menurut mereka perubahan banyak menimbulkan kekacauan,
ketidakpastian,dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral,
intelektual, dan sosio-kultural.
c. Focus perenialis mengenai kurikulum adalah pada disiplin-disiplin
pengetahuan abadi , hal ini akan berdampak pada kurangnya perhatian
pada realitas peserta didik dan minat-minat siswa.

Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan rohani yang berupa angan-angan


untuk mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan metafisis di
luar alam yang nyata. Menurut Berguseon, rohani merupakan sasaran untuk
mewujudkan suatu visi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan
melihat kenyataan bukan sebagai materi yang beku maupun dunia luar yang tak
dapat dikenal, melainkan dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978:36).
Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan
sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama, yang tampak yaitu apa yang
dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang
datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua,
adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea),
gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan
asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang
tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di
alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak
sama dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan
ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea
adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut
dunia idea dengan Tuhan,arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami
perubahan.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau
sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi
kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang
sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh
atau sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang
keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan
dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni
pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan
individu lainnya. Oleh karena itu, adanya hubungan rohani yang akhirnya
membentuk kebudayaan dan peradaban baru (Bakry, 1992:56). Maka apabila
kita menganalisa pelbagai macam pendapat tentang isi aliran idealisme, yang
pada dasarnya membicarakan tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-
angan untuk mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir bahwa sumber
pengetahuan terletak pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan hanya bisa
dicapai dan dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam
idealisme disebut dengan idea.
Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana pengenalan
terhadap idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada di hadapan
manusia. Sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa di
balik alam nyata. Memang kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang
ada dalam ajaran idealisme khususnya dengan Plato. Ini disebabkan aliran
Platonisme ini bersifat lebih banyak membahas tentang hakikat sesuatu daripada
menampilkannya dan mencari dalil dan keterangan hakikat itu sendiri. Oleh
karena itu dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu bersifat dinamis dan tetap
berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun adanya buah pikiran Plato itu maka ahli
sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagian pendapat dan
buah pikirannya yang pokok dan utama.
Antara lain Betran Russel berkata: Adapun buah pikiran penting yang
dibicarakan oleh filsafat Plato adalah: kota utama yang merupakan idea yang
belum pernah dikenal dan dikemukakan orang sebelumnya. Yang kedua,
pendapatnya tentang idea yang merupakan buah pikiran utama yang mencoba
memecahkan persoalan-persoalan menyeluruh persoalan itu yang sampai
sekarang belum terpecahkan. Yang ketiga, pembahasan dan dalil yang
dikemukakannya tentang keabadian. Yang keempat, buah pikiran tentang
alam/cosmos, yang kelima, pandangannya tentang ilmu pengetahuan (Ali,
1990:28).
Plato adalah generasi awal yang telah membangun prinsip-prinsip filosofi
aliran idealis. George WE Hegel kemudian merumuskan aliran idealisme ini
secara komprehensif ditinjau secara filosofi maupun sejarah. Tokoh-tokoh lain
yang juga mendukung aliran idealisme antara lain Plotinus, George Berkeley,
Leinbiz, Fichte, dan Schelling serta Kant. Ilmuan Islam yang sejalan dengan
idealisme adalah Imam Al Ghozali.

 Konsep dasar Aliran Idealisme

Menurut paham Idealisme bahwa yang sesungguhnya nyata adalah ruh,


mental atau jiwa. Alam semesta ini tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada
manusia yang punya kecerdasan dan kesadaran atas keberadaannya.Materi
apapun ada karena diindra dan dipersepsikan oleh otak manusia. Waktu dan
sejarah baru ada karena adanya gambaran mental hasil pemikiran
manusia.Dahulu, sekarang atau nanti adalah gambaran mental manusia. Ludwig
Noiré berpendapat "The only space or place of the world is the soul," and "Time
must not be assumed to exist outside the soul”.

EKSISTENSIALISME PENDIDIKAN

Eksistensialisme yaitu suatu usaha untuk menjadikan masalah menjadi


konkret karena adanya manusia dan dunia. Menurut Sartre eksistensialisme
yaitu filsafat yang memberi penekanan eksistensi yang mendahului esensi.
Memandang segala gejala yang ada berpangkal kepada eksistensi. Dengan
adanya eksistensi akan penuh dengan lukisan-lukisan yang konkret dengan
metode fenomenologi (cara keberadaan manusia).
Eksistensi sendiri yaitu eks artinya keluar, sintesi artinya berdiri; jadi eksistensi
adalah berdiri sebagai diri sendiri. Menurut Heideggard “Das wesen des daseins
liegh in seiner Existenz” , da-sein adalah tersusun dari dad an sein. “da” disana.
Sein berarti berada. Jadi artinya manusia sadar dengan tempatnya. Menurut
Sartre adanya manusia itu bukanlah “etre” melainkan “ a etre” yang artinya
manusia itu tidak hanya ada tetapi dia selamanya harus dibentuk tidak henti-
hentinya.
Menurut Parkey (1998) aliran eksistensialisme terbagi menjadi 2, yaitu; bersifat
theistic(bertuhan) dan atheistic. Menurut eksistensialisme sendiri ada 3 jenis;
tradisional, spekulatif dan skeptif.
Eksistensialisme sangat berhubungan dengan pendidikan karena pusat
pembicaraan eksistensialisme adalah keberadaan manusia sedangkan
pendidikan hanya dilakukan oleh manusia.
 Kelebihan Eksistensialisme

1. Menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup


dan makna.
2. Memberi semangat dan sikap yang dapat diterapkan dalam usaha
pendidikan.

 Kekurangan Eksistensialisme

1. Sangat  tidak puas  dengan sistem filsafat tradisional yang bersifat


dangkal, akademis dan jauh dari kehidupan
2. Penolakan untuk dimasukkan dalam aliran filsafat tertentu

2.2 Dasar-Dasar Filsafat Dalam Pendidikan

a. Dasar Ontologi

Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua
kata, yaitu ta onta berarti “yang berada”, dan logi berarti ilmu pengetahuan
atau ajaran. Maka ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang
keberadaan.[1]
Namun pada dasarnya term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh
Rudolf
Goclenius pada tahun 1636 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang
ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembanganya Cristian Wolff membagi
metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus.
Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi.[2]
Bidang pembicaraan teori hakikat luas sekali, segala yang ada yang
mungkin ada, yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang dicarinya
ialah hakikat pengetahuan dan hakikat nilai). Nama lain untuk teori hakikat
ialah teori tentang keadaan. Hakikat ialah realitas, realitas ialah kerealan, real
artinya kenyataan yang sebenarnya, jadi hakikat adalah kenyataan yang
sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau
keadaan yang menipu, bukan keadaan yang meberubah.[3]
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental
dan cara yang berbeda dimana entitas (wujud)  dari kategori-kategori yang logis
yang berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada
dalam rangka tradisional. ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-
prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini
ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.
Ontologi sering diindetikan dengan metafisika yang juga disebut proto-
filsafia atau filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan yang bahasanya
adalah hakikat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab akibat, realita, atau Tuhan
dengan segala sifatnya.[4]
Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat
yang membicarakan prinsip paling dasar atau dalam dari segala sesuatu yang
ada.
Para ahli memberikan pendapatnya tentang realita itu sendiri, diantaranya
Bramel. Ia mengatakan bahwa ontologi ialah interpretasi tentang suatu realita
dapat bervariasi, misalnya apakah bentuk dari suatu meja, pasti setiap orang
berbeda-beda pendapat mengenai bentuknya, tetapi jika ditanyakan bahanya
pastilah meja itu substansi dengan kualitas materi, inilah yang dimaksud dari
setiap orang bahwa suatu meja itu suatu realita yang kongkrit. Plato mengatakan
jika berada di dua dunia yang kita lihat dan kita hayati dengan kelima panca
indra kita nampaknya cukup nyata atau real.
Adapun mengenai objek material ontologi ialah yang ada, yaitu ada
individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak,
termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian maupun sumber
segala yang ada. Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas, bagi
pendekatan kualitif, realitas tranpil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya
menjadi telaah monism, paralerisme atau plurarisme.[5]
Fungsi dan manfaat mempelajari ontologi sebagai cabang filsafat ilmu
antara lain:
1. Berfungsi sebagai refleksi kritis atas objek atau bidang garapan, konsep-
konsep, asumsi-asumsi dan postulat-postulat ilmu. Di antara asumsi dasar
keilmuan antara lain:       
a. dunia ini ada, dan kita dapat mengetahui bahwa dunia ini benar-benar
ada.
b. dunia empiris itu dapat diketahui oleh manusia dengan pancaindera.
c. fenomena yang terdapat di di dunia ini berhubungan satu dengan
lainnya secara kausal.
2. Ontologi membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia yang
integral, komphrehensif dan koheren. Ilmu dengan ciri khasnya mengkaji hal-
hal yang khusus untuk dikaji secara tuntas yang pada akhirnya diharapkan
dapat memperoleh gambaran tentang objek telaahannya, namun pada
kenyataannya kadang hasil temuan ilmiah berhenti pada simpulan-simpulan
yang parsial dan terpisah-pisah. Jika terjadi seperti itu, ilmuwan berarti tidak
mampu mengintegrasikan pengetahuan tersebut dengan pengetahuan lain.
3. Ontologi memberikan masukan informasi untuk mengatasi permasalahan
yang tidak mampu dipecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Pembagian objek
kajian ilmu yang satu dengan lainnya kadang menimbulkan berbagai
permasalahan, di antaranya ada kemungkinan terjadinya konflik perebutan
bidang kajian, misalnya ilmu bioetika itu masuk disiplin etika atau disiplin
biologi. Kemungkinan lain adalah justru terbukanya bidang kajian yang sama
sekali belum dikaji oleh ilmu apa pun. Dalam hal ini ontologi berfungsi
membantu memetakan batas-batas kajian ilmu. Dengan demikian
berkembanglah ilmu-ilmu yang dapat diketahui manusia itu dari tahun ke
tahun atau dari abad ke abad.

Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang


mempelajari realitas atau kemyataan konkrit secara kritis. Beberapa aliran
dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, dan empirism. Istilah-
istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:
 Yang-ada (being)
 Kenyataan/realitas (reality)
 Eksistensi (existence)
 Esensi (essence)
 Substansi ( substance )
 Perubahan ( change)
 Tunggal (one)
 Jamak (many)

Ontologi ini pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara
menyeluruh tentang dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris
( misalnya, antropologi, sosiologi,ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu
teknik, dan sebagainya).

b. Dasar Epistemologi

Secara etimologis “Epistemologi” berasal dari dua suku kata (Yunani),


yakni ‘epistem’ yang berarti pengetahuan atau ilmu (pengetahuan) dan
‘logos’ yang berarti ‘disiplin’ atau teori. Dalam Kamus Webster disebutkan
bahwa epistemologi merupakan “Teori ilmu pengetahuan (science) yang
melakukan investigasi mengenai asal-usul, dasar, metode, dan batas-batas
ilmu pengetahuan.” Hollingdale menyatakan bahwa epistemologi merupakan
bagian dari filsafat pengetahuan yang membahas tentang cara dan alat untuk
mengetahui. Ia mendefinisikan epistemologi secara sederhana sebagai teori
mengenai asal usul pengetahuan dan merupakan alat “to know” (untuk
mengetahui) dan “means” (alat-alat) menjadi kata kunci dalam proses
epistemologis. Bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu, serta metode
(teknik, instrument, dan prosedur) apa yang kita gunakan untuk mencapai
pengetahuan yang bersifat ilmiah? Inilah inti pembahasan yang menjadi
perhatian epistemologi.
 Metode Epistemologi

Dengan memperhatikan definisi dan pengertian epistemologi, maka


menjadi jelaslah bahwa metode ilmu ini adalah menggunakan akal dan rasio,
karena untuk menjelaskan pokok-pokok bahasannya memerlukan analisa akal.
Yang dimaksud metode akal di sini adalah meliputi seluruh analisa rasional
dalam koridor ilmu-ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî. Dari dimensi lain, untuk
menguraikan sumber kajian epistemologi dan perubahan yang terjadi di
sepanjang sejarah, juga menggunakan metode analisa sejarah. Adapun metode
dalam epistemologi itu antara lain adalah sebagai berikut.
a. Metode Induktif adalah suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-
pernyataan hasil observasi dalam suatu pernyataan yang lebih umum
misalnya dalam melihat sesuatu bertolak dari pernyataan tunggal
sampai pada yang universal.
b. Metode Deduktif adalah metode yang menyimpulkan bahwa data-data
empiris diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.
c. Metode Positivismeyang dipelopori oleh Auguste Comte (1798-1857).
Metode ini berpangkal dari apa yang diketahui, faktual, dan positif. Ia
mengenyampingkan segala uraian dan persoalan di luar dari pada
fakta. Oleh karenanya ia menolak metafisika. Apa yang diketahui
secara positif adalah segala yang tampak dan segala gejala.Menurut
Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga
tahap, yaitu teologis, metafisis, dan positif.
d. Metode Kontemplatif, pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini
bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh
al-Ghazali.
e. Metode Dialektis, tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan
metode-metode penuturan juga analisa sistematis tentang ide-ide untuk
mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.

 Ruang Lingkup Epistemologi


Dengan memperhatikan definisi epistemologi, bisa dikatakan bahwa tema
dan pokok pengkajian epistemologi ialah ilmu, makrifat dan
pengetahuan.Dalam hal ini, dua poin penting akan dijelaskan:
a. Cakupan pokok bahasan
Yakni apakah subyek epistemologi adalah ilmu secara umum atau ilmu
dalam pengertian khusus seperti ilmu hushûlî.Ilmu itu sendiri memiliki istilah
yang berbeda dan setiap istilah menunjukkan batasan dari ilmu itu. Istilah-
istilah ilmu tersebut adalah sebagai berikut:
1. Makna leksikal ilmu adalah sama dengan pengideraan secara umum dan
mencakup segala hal yang hakiki, sains, teknologi, keterampilan,kemahiran
dan juga meliputi ilmu-ilmu seperti hudhûrî, hushûlî,ilmu Tuhan, ilmu para
malaikat dan ilmu manusia.
2. Ilmu adalah kehadiran (hudhûrî) dan segala bentuk penyingkapan. Istilah ini
digunakan dalam filsafat Islam. Makna ini mencakup ilmu hushûlî dan ilmu
hudhûrî.
3. Ilmu yang hanya dimaknakan sebagai ilmu hushûlî dimana berhubungan
dengan ilmu logika (mantik).
4. Ilmu adalah pembenaran (at-tashdiq) dan hukum yang meliputi kebenaran
yang diyakini dan belum diyakini.
5. Ilmu ialah kebenaran dan keyakinan yang bersesuaian dengan kenyataan dan
realitas eksternal.
6. Ilmu ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang saling bersesuaian
dimana tidak berhubungan dengan masalah-masalah sejarah dan geografi.
7. Ilmu ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang bersifat empirik.
a. Sudut pembahasan
Yakni apabila subyek epistemologi adalah ilmu dan makrifat, maka dari
sudut mana subyek ini dibahas,karena ilmu dan makrifat juga dikaji dalam
ontologi, logika, dan psikologi.Sudut-sudut yang berbeda bisa menjadi pokok
bahasan dalam ilmu. Terkadang yang menjadi titik tekan adalah dari sisi hakikat
keberadaan ilmu. Sisi ini menjadi salah satu pembahasan dibidang ontologi dan
filsafat. Sisi pengungkapan dan kesesuian ilmu dengan realitas eksternal juga
menjadi pokok kajian epistemologi. Sementara aspek penyingkapan ilmu baru
dengan perantaraan ilmu-ilmu sebelumnya dan faktor riil yang menjadi
penyebab hadirnya pengindraan adalah dibahas dalam ilmu logika. Dan ilmu
psikologi mengkaji subyek ilmu dari aspek pengaruh umur manusia terhadap
tingkatan dan pencapaian suatu ilmu. Sudut pandang pembahasan akan sangat
berpengaruh dalam pemahaman mendalam tentang perbedaan-perbedaan ilmu.
Dalam epistemologi akan dikaji kesesuaian dan probabilitas pengetahuan,
pembagian dan observasi ilmu, dan batasan-batasan pengetahuan.Dan dari sisi
ini, ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî juga akan menjadi pokok-pokok
pembahasannya. Dengan demikian, ilmu yang diartikan sebagai keumuman
penyingkapan dan pengindraan adalah bisa dijadikan sebagai subyek dalam
epistemologi.

 Aliran-aliran Epistemologi
Dalam teori epistemologi terdapat beberapa aliran. Aliran-aliran tersebut
mencoba menjawab pertanyaan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan.

Pertama, golongan yang mengemukakan asal atau sumber pengetahuan


yaitu aliran:
a. Rasionalisme, yaitu aliran yang mengemukakan, bahwa sumber pengetahuan
manusia ialah pikiran, rasio dan jiwa.
b. Empirisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa pengetahuan manusia
berasal dari pengalaman manusia itu sendiri, melalui dunia luar yang
ditangkap oleh panca inderanya.
c. Kritisme (transendentalisme), yaitu aliran yang berpendapat bahwa
pengetahuan manusia itu berasal dari dunia luar dan dari jiwa atau pikiran
manusia sendiri.

Kedua, golongan yang mengemukakan hakikat pengetahuan manusia


inklusif di dalamnya aliran-aliran:
a. Realisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan manusia
adalah gambaran yang baik dan tepat tentang kebenaran. Dalam
pengetahuan yang baik tergambar kebenaran seperti sesungguhnya.
b. Idealisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan hanyalah
kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kanyataan yang diketahui
manusia semuanya terletak di luar dirinya.

c. Dasar Aksiologi

Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan


bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang
berasal dari kata Yunani yaitu: axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan
logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun
S.Suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair,
dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem
seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang
berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari
hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu
pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan
tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula.
Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang
lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu
tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus
disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga
nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan
bencana.
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan yaitu :
1. Etika
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis
masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada perilaku, norma dan adat
istiadat manusia. Etika merupakan salah satu cabang filsafat tertua. Setidaknya
ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum
shopis. Disitu dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan
dan sebagainya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz
Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-
pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma,
adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri,
etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan
sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar
manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia
lakukan.
Di dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral
persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab,
baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap
Tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem
filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi.
Hedoisme adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan
moral dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia
mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah
kebahagiaan.
Selanjutnya utilitarisme yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah
memajukan kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-
perintah ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya
deontologi, adalah pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel
Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah
kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat.
Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak
manusia.

2. Estetika
Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang
nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu
terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu
kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang
indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus
juga mempunyai kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek,
melainkan sesuatu yang senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya
kita bangun pagi, matahari memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara
umum kita merasakan kenikmatan. Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri
tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat. Dalam hal ini
orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya
memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya
tetap merupakan perasaan.
Aksiologi berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun
ilmu agama, tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat
bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.
Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh
Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan” apakah
kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia.
Memang kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita
tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu
sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya,
lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk
melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk
apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat
sebagai tiga hal, yaitu:
a.       Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia
pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu
ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem
kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya
mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori
filsafat ilmu.
b.      Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima
kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai
pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
c.       Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batu didepan
pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah.
Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah itu dapat diselesaikan. Ada
banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai
yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya
masalah tidak terselesaikan secara tuntas, penyelesaian yang detail itu biasanya
dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Filsafat sangat luas pembahasannya yang mana objek materinya meliputi


segala yang ada bahkan yang mungkin ada sekalipun baik tampak maupun
tidak.Penelitian tentang filsafat terus berkembang dan takkan pernah berhenti,
sehingga sampai saat ini banyak sekali penemuan-penemuan para filsuf.
Secara garis besar ada tiga bagian struktur filsafat yaitu: epistemologi,
ontologi dan aksiologi. Epistemologi atau teori pengetahuan membahas tentang
bagaimana kita memperoleh pengetahuan, ontologi atau teori hakikat membahas
tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau
teori nilai membahas tentang guna pengetahuan.
Epistemologi sebagai teori pengetahuan membahas tentang bagaimana
mendapat pengetahuan, bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan
dengan yang lain. Ontologi membahas tentang apa objek yang kita kaji,
bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir.
Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang pengetahuan kita
akan pengetahuan di atas, klasifikasi, tujuan dan perkembangannya.
Dalam penyelesaian masalah dan pertanyaan tentang hakikat, lahirlah
mazhab-mazhab ontologi yang mencoba menjawab semuanya melalui beberapa
pendekatan yang berbeda yaitu Materialisme, Idealisme, dualisme, agnostisme.
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan yaitu: Pertama
Etika atau cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-
masalah moral dan yang Kedua Estetika atau bidang studi manusia yang
mempersoalkan tentang nilai keindahan.

DAFTAR PUSTAKA

 Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat Pendidikan:


Manusia, Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama
 Kristiawan Muhammad. 2016. Filsafat Pendidikan: The Choice
Is Yours. Jogjakarta: Valia Pustaka Jokjakarta
 http://aniek24.blogspot.com/2015/02/makalah-implikasi-filsafat-
ilmu-dalam.html
 https://www.hariszubaidillah.com/2015/10/makalah-ontologi-
epistemologi-dan.html

Anda mungkin juga menyukai