Anda di halaman 1dari 18

FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Daimun Hambali, M.Pd.

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK : 3 (Tiga)
Semester/ Kelas : 1 (satu)
Nama Kelompok :
1. Laila Sofiatun Janna (A2G021032)
2. Linda Nirmala (A2G021036)
3. Novia Kurnia Sari (A2G021047)
4. Ogy Agiustora (A2G021049)
5. Sadela Nurhayani (A2G021057)
6. Yeni Puspita Sari (A2G021066)
7. Yubi Juliadi (A2G021067)

PROGRAM PASCASARJANA
PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2020
1
DAFTAR ISI

Halaman
Daftar Isi....................................................................................................... 2
Kata Pengantar............................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 4
1.1 Latar Belakang............................................................................ 4
1.2 Rumusan masalah........................................................................ 4
1.3 Tujuan......................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 6
2.1 AliranFilsafat Ilmu Pendidikan Modern Ditinjau Dari Ontologi,
Epistemologi, dan Aksiologi.......................................................... 6
2.2 Tokoh-tokoh Filsafat................................................................... 15

BAB III PENUTUP..................................................................................... 17


3.1 Kesimpulan................................................................................. 17

Daftar Pustaka.............................................................................................. 18
13

2
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini berjudul “Filsafat Pendidikan”.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu,
penulis mengucapkan terima kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha
Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materi. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhirnya, besar harapan penulis agar kehadiran makalah ini dapat memberikan
manfaat yang berarti untuk pembaca. Dan yang terpenting adalah semoga dapat turut serta
memajukan ilmu pengetahuan.

Bengkulu, September 2021

Kelompok 3

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani Kuno Philos dan Sophia. Philos berarti cinta dan
Sophia berarti kebajikan, kebaikan atau kebenaran, atau bisa juga diartikan kebajikan,
kebaikan atau kebenaran, atau bisa juga diartikan cinta atau hikmah. Maka filsuf adalah orang
mencintai hikmah dan berusaha mendapakannya, memusatkan perhatian padanya, dan
menciptakan sikap positif terhadapnya. Selain itu, filsuf juga mencari hakikat sesuatu,
berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berupaya melakukan penafsiran-penafsiran atas
pengalaman-pengalaman manusia.
Menururt Hasbullah Bakry mengatakan ilmu filsafat merupakan suatu ilmu yang
mempelajari sesuatu secara mendetail, seperti ketuhanan, alam semesta dan manusia,
sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikat yang dapat dicapai akal
manusia dan bagaimana tentang sikap manusia semestinya ketika telah memperoleh
pengetahuan.Disamping itu mengatakan bahwa filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang
dapat dicapai dengan budi pekerti.
Dalam kehidupan modern ini, filsafat bisa diartikan sebagai ilmu yang berupaya
memahami semua hal yang muncul di dalam keseluruhan ruang lingkungan pandangan dan
pengalaman umat manusia. Dengan kata lain, berfilsafat adalah satu uapaya untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam berbagai bidang kehidupan manusia.
Perkembangan dan perubahan yang terjadi dari zaman ke zaman memiliki corak dan ciri
yang berbeda. Kondisi ini cenderung memacu manusia untuk selalu berfikir mencari
kebenaran itu. Namun, karena ada perbedaan cara pandang dalam menafsirkan kebenaran
tersebut, maka belum ada kesepakatan mengenai hakikat dan define filsafat.
Peran filsafat dalam dunia pendidikan adalah memberi kerangka acuan bidang filsafat
pendidikan guna mewujudkan cita-cita pendidikan yang diharapkan oleh suatu masyarakat
atau bangsa. Karena itu tak heran bila filsafat pendidikan yang terdapat pada suatu Negara
dipengaruhi oleh filsafat hidup yang menjadi panutan bangsa di Negara tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja aliran filsafat ilmu ?
2. Siapakah tokoh-tokoh filsafat?

4
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa saja aliran filsafat ilmu.
2. Mengetahui siapa saja tokoh-tokoh filsafat.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ALIRAN FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN MODERN DITINJAU DARI


ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI.
Ontologi berarti ilmu hakikat yang menyelidiki alam nyata dan bagaimana keadaan yang
sebenarnya, apakah hakikat di balik alam nyata ini. Ontologi menyelidiki hakikat dari segala
sesuatu dari alam nyata yang sangat terbatas bagi pancaindra kita. Bagaimana realita yang ada
ini, apakah materi saja, apakah wujud sesuatu ini bersifat tetap, kekal tanpa perubahan,
apakah realita berbentuk satu unsur (monoisme), dua unsur (dualisme), ataukah terdiri dari
unsur yang banyak (pluralisme).
Epistemologi adalah pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan
seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan
jenis-jenis pengetahuan. Menurut epistemologi, setiap pengetahuan manusia merupakan hasil
dari pemeriksaan dan penyelidikan benda hingga akhirnya diketahui manusia (Salam, 1988 :
19). Epistemologi membahas sumber, proses, syarat, batas fasilitas dan hakikat pengetahuan
yang memberikan kepercayaan dann jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran
kepada murid-muridnya (Muhammad Noor Syam, 1986 : 32).
Sedangkan aksiologi menyangkut nilai-nilai yang berupa pertanyaan apakah yang baik
atau bagus itu. Dalam definisi lain, aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji dan
mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia. Untuk selanjutnya, nilai-
nilai tersebut ditanamkan dalam kepribadian anak (Muhammad Noor Syam, 1986 : 95).

A. Aliran Filsafat Pendidikan Idealisme


Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Socrates. Aliran idealisme
merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah
gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli
(cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan
cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap
bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan
serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea. Keberadaan idea tidak
tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa
murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya
tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli.

6
Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga
melahirkan dua macam realita. Pertama, yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku
makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan
ada yang demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal
dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang
murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang
tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini hanya
idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata
seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan
tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali
kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun
tidak mengalami perubahan.
Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara
metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk
menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil
adaptasi individu dengan individu lainnya. Walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih
luas dari aliran yang lain karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang
sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh materi.

B. Aliran Filsafat Pendidikan Realisme


Menurut realisme, kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara konseptual, melainkan
tergantung dari apa atau bagaimana keadaannya bisa dihayatioleh subjek tertentu dan
selanjutnya akan tergantung pula dari sikap subjek tersebut. Teori lain yang muncul dari
realisme disebut determinismetis. Dikatakan bahwa semua yang ada dalam alam ini, termasuk
manusia, mempunyai hubungan hingga merupakan rantai sebab akibat.
Realisme dalam berbagai bentuk menurut Kattsoff (1996:126) menarik garis pemisah
yang tajam antara yang mengetahui dan yang diketahui, dan pada umumnya cenderung ke
arah dualisme atau monisme materialistik.
Menurut Amos Comenius: Manusia selalu berusaha untuk mencapai tujuan hidup
berupa keselamatan dan kebahagiaan hidup yang abadi dan kehidupn dunia yang sejahtera
serta damai. Oleh karena itu dalam pembelajaran sangat ditekankan dengan penggunaan
metode peragaan atau metode peragaan merupakan suatu keharusan dalam proses belajar
mengajar, sehingga beliau dijuluki sebagai Bapak Keperagaan dalam Belajar Mengajar

7
Dengan demikian pandangan-pandangan realisme mengenai pendidikan
mencerminkan dua jenis determinasi mutlak dan determinasi terbatas. Determinisme Mutlak,
menunjukkan bahwa belajar adalah mengenal hal-hal yang tidak dapat dihalang-halangi
adanya, jadi harus ada yang bersama-sama membentuk dunia ini. Determinisme Terbatas,
memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar. Bahwa meskipun pengenalan
terhadap hal-hal yang kuantitatif didunia ini tidak berarti dimungkinkan adanya penguasaan
terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawasan diperlukan.

C. Aliran Filsafat Pendidikan Materialisme


Aliran materialisme adalah suatu aliran filsafat yang berisikan tentang ajaran
kebendaan, dimana benda merupakan sumber segalanya, sedangkan yang dikatakan
materialistis mementingkan kebendaan menurut materialisme (Poerwadarminta, 1984:638).
Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta
badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki
dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis. Menurut Noor Syam,
(1986:162-163) semuanya adalah materi, serba zat, serba benda, manusia merupakan makhluk
ilmiah yang tidak punya perbedaan dengan alam semesta demikian juga wujudnya yang
merupakan makrokosmos, dan tingkah laku manusia pada prosesnya sejalan dengan sifat dan
gerakan peristiwa alamiah, yang terkait dengan benda dan menjadi bagian dari hukum alam.
Karl Marx, memberikan suatu pandangan bahwa kenyataan yang ada adalah dunia
materi, dan didalam suatu susunan kehidupan yaitu masyarakat, pada muatannya terdapat
berupa kesadaran-kesadaran yang menumbuhkan ide serta teori serta pandangan yang
semuanya adalah suatu gambaran yang nyata.

D. Aliran Filsafat Pendidikan Pragmatisme


Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak
(absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan manusia. Filsafat ini
dipandang sebagai filsafat Amerika asli, pada hal kenyataan yang sebenarnya adalah
berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa sumber pengetahuan
manusia adalah apa yang manusia alami. Tokoh yang terkenal filsafat ini adalah Charles
Sandre Pierce (1839-1914), William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952).
Pragmatisme berasal dari kata ”pagma” yang berarti praktik atau aku berbuat. Pendidikan
menurut pandangan pragmatisme bukan merupakan suatu proses pembentukan dari luar dan
juga bukan merupakan suatu pemerkahan kekuatan-kekuatan laten dengan sendirinya
(unfolding), melainkan merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari
8
pengalaman-pengalaman individu yang berarti bahwa setiap manusia selalu belajar dari
pengalamannya.Menurut John Dewey (Sadulloh. 2003), pendidikan perlu didasarkan pada
tiga pokok pemikiran, yakni:
1. Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup
2. Pendidikan sebagai pertumbuhan
3. Pendidikan sebagai fungsi sosial

E. Aliran Filsafat Pendidikan Eksistensialisme


Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu
yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam
mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana
yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran
bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang
menurutnya benar.
Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat
Barat. Eksistensialisme mempersoalkan keberadaan manusia, dan keberadaan itu dihadirkan
lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah melulu
soal kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai
dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk
determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri. Dalam studi sekolahan filsafat
eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya
"human is condemned to be free", manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya
itulah kemudian manusia bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi
kebebasan eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas atau "dalam istilah
orde baru", apakah eksistensialisme mengenal "kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi
eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari
kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain. Namun, menjadi eksistensialis
bukan selalu harus menjadi seorang yang lain daripada yang lain, sadar bahwa keberadaan
dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu
yang unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah
pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah
inti dari eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi
seperti dokter, desainer, insinyur, pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan oleh
eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi dokter atas keinginan orang tua, atau keinginan
sendiri.
9
Filsafat ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum,
eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan
kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau
realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini : Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber,
Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich, Eksistensialisme:
1. Menekankan pada individual dalam proses progresifnya dengan pemikiran yang
merdeka dan otentik.
2. Pada dasarnya perhatian dengan kehidupan sebagai apa adanya dan tidak dengan
kualitas-kualitas abstraknya.
3. Membantu individu memahami kebebasan dan tanggung jawab pribadinya. Jadi,
menggunakan pendidikan sebagai jalan mendorong manusia menjadi lebih terlibat
dalam kehidupan sebagaimana pula dengan komitmen tindakannya.
4. Individu seharusnya senantiasa memperbaiki diri dalam kehidupan dunia yang terus
berubah.
5. Menekankan pendekatan “I-Thou” (Aku-Kamu) dalam proses pendidikan, baik guru
maupun murid.
6. Promosikan pendekatan langsung-mendalam (inner-directed) yang humanistik;
dimana siswa bebas memilih kurikulum dan hasil pendidikannya.

F. Aliran Filsafat Pendidikan Progresivisme


Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum dan bahwa manusia
berkembang terus menerus dalam arah yang posisitif. Apa yang dipandang benar sekarang
belum tentu benar pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu, peserta didik bukan
dipersiapkan untuk menghidupi kehidupan masa kini, melainkan mereka harus dipersiapkan
menghadapi kehidupan masa datang. Permasalahan hidup masa kini tidk akan sama dengan
permasalahan hidup masa yang akan dating. Pengalaman menurut progresivisme bersifat
dinamis dan temporal; menyala tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta
pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-
pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar
berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang
baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat
disesuaikan dengan kebutuhan.
Guru pendidik harus berperan sebagai pembimbing dan fasilitator agar peserta didik
terdorong dan terbantu untuk mempelajari dan memiliki pengalaman tentang hal yang penting
bagi kehidupan mereka, bukan memberikan sejumlah kebenaran yang disebut abadi.
10
Progresivisme menekankan pada perubahan dan sesuatu yang baru. Progresivisme
berpendapat bahwa tidak ada teori realita yang umum dan ini bertentangan dengan
perenialisme. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal, tidak pernah
sampai pada yang paling extrim serta pluralistis. Menurutnya nilai berkembang terus karena
adanya pengalaman -pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan.
Progresivisme:
1. Suka melihat manusia sebagai pemecah persoalan (problem-solver) yang baik.
2. Oposisi bagi setiap upaya pencarian kebenaran absolut.
3. Lebih tertarik kepada perilaku pragmatis yang dapat berfungsi dan berguna dalam hidup.
4. Pendidikan dipandang sebagai suatu proses.
5. Mencoba menyiapkan orang untuk mampu menghadapi persoalan aktual atau potensial
dengan keterampilan yang memadai.
6. Mempromosikan pendekatan sinoptik dengan menghasilkan sekolah dan masyarakat bagi
humanisasi.
7. Bercorak student-centered.
8. Pendidik adalah motivator dalam iklim demoktratis dan menyenangkan.
9. Bergerak sebagai eksperimentasi alamiah dan promosi perubahan yang berguna untuk
pribadi atau masyarakat.

G. Aliran Filsafat Pendidikan Perenialisme


Perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan kacau balau seperti
sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang
telah teruji. Menurut perenialisme, kenyataan yang kita hadapi adalah dunia dengan segala
isinya. Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab
hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik.
Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:
1. Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan dan
akal (Plato)
2. Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai
alat untuk mencapainya ( Aristoteles)
3. Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi
aktif atau nyata (Thomas Aquinas)
Adapun norma fundamental pendidikan menurut J. Maritain adalah cinta kebenaran,
cinta kebaikan dan keadilan, kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi serta cinta
kerjasama.
11
Perenialisme:
1. Berhubungan dengan perihal sesuatu yang terakhir. Cenderung menekankan seni dan
sains dengan dimensi perennial yang bersifat integral dengan sejarah manusia.
2. Pertama yang harus diajarkan adalah tentang manusia, bukan mesin atau teknik.
Sehingga tegas aspek manusiawinya dalam sains dan nalar dalam setiap tindakan.
3. Mengajarkan prinsip-prinsip dan penalaran ilmiah, bukan fakta.
4. Mencari hukum atau ide yang terbukti bernilai bagi dunia yang kita diami.
5. Fungsi pendidikan adalah untuk belajar hal-hal tersebut dan mencari kebenaran baru
yang mungkin.
6. Orientasi bersifat philosophically-minded. Jadi, fokus pada perkembangan personal.
7. Memiliki dua corak:
Perennial Religius: Membimbing individu kepada kebenaran utama (doktrin, etika dan
penyelamatan religius). Memakai metode trial and error untuk memperoleh pengetahuan
proposisional.
Perennial Sekuler: Promosikan pendekatan literari dalam belajar serta pemakaian seminar
dan diskusi sebagai cara yang tepat untuk mengkaji hal-hal yang terbaik bagi dunia (Socratic
method). Disini, individu dibimbing untuk membaca materi pengetahuan secara langsung dari
buku-buku sumber yang asli sekaligus teks modern. Pembimbing berfungsi memformulasikan
masalah yang kemudian didiskusikan dan disimpulkan oleh kelas. Sehingga, dengan iklim
kritis dan demokratis yang dibangun dalam kultur ini, individu dapat mengetahui pendapatnya
sendiri sekaligus menghargai perbedaan pemikiran yang ada.

H. Aliran Filsafat Pendidikan Esensialisme


Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela yang
mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh idealisme
modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia
berada. Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif yang berpendapat hahwa alam
semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata ada
dalam arti spiritual. Realisme berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan
bagaimana keadaannya, apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pula
pada subjek tersebut. Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari
oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau
menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu
mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang
mengenai nilai tersehut. Menunut realisme, pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus
12
dan tanggapan tententu menjadi satu kesatuan.Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan
timbul karena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme
berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai-nilai yang telah teruji
ketangguhan-ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa
Essensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya
dirumuskan sebagai suatu kritik terhadap trend-trend progreif di sekolah-sekolah.
Essensialisme, berpendapat bahwa kultur kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum
yang harus diberikan di sekolah-sekolah dalam suatu cara yang sistematik dan berdisiplin.
Essensialisme menekankan pada apa yang mendukung pengetahuan dan keterampilan yang
diyakini penting yang harus diketahui oleh para anggota masyarakat yang produktif.
Essensialisme, sepertihalnya perenialisme dan progresivisme bukan merupakan suatu
aliran filsafat tersendiri, yang mendirikan suatu bangunan filsafat, malainkan suatu gerakan
dalam pendidikan yang memprotes terhadap pendidikan progresivisme.Essensialisme
mengadakan protes tersebut tidak menolak atau menentang secara keseluruhan pandangan
progresivisme seperti halnya yang dilakukan perenislisme.
Dua aliran filsafat (idealisme dan realisme) yang membentuk corak essensialisme
sebagai pendukung essensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan
sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
1. Berkaitan dengan hal-hal esensial atau mendasar yang seharusnya manusia tahu dan
menyadari sepenuhnya tentang dunia dimana mereka tinggal dan juga bagi
kelangsungan hidupnya.
2. Menekankan data fakta dengan kurikulum yang tampak bercorak vokasional.
3. Konsentrasi studi pada materi-materi dasar tradisional seperti: membaca, menulis,
sastra, bahasa asing, matematika, sejarah, sains, seni dan musik.
4. Pola orientasinya bergerak dari skill dasar menuju skill yang bersifat semakin
kompleks.
5. Perhatian pada pendidikan yang bersifat menarik dan efisien.
6. Yakin pada nilai pengetahuan untuk kepentingan pengetahuan itu sendiri.
7. Disiplin mental diperlukan untuk mengkaji informasi mendasar tentang dunia yang
didiami serta tertarik pada kemajuan masyarakat teknis.

I. Aliran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme


Rekonstruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir
progresifisme dalam pendidikan. Tidak cukup kalau individu belajar hanya dari pengalaman-
13
pengalaman kemasyarakatan di sekolah. Tujuan pendidikan adalah untuk menumbuhkan
kesadaran peserta didik akan masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi
manusia bukan hanya nasional, regional, akan tetapi juga ecara global.
Brameld (Sadulloh:2003) mengemukakan teori pendidikan rekonstruksionisme terdiri dari
lima tesis.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya
bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini
merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan
seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme
mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan
mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses
saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara
aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah
ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini
berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau
sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman
pelajar untuk menarik miknat pelajar.
Konstruktivisme merupakan satu pendekatan yang didapati sesuai dipraktikkan dalam
pengajaran dan pembelajaran sains. Dalam pendekatan ini murid dianggap telah mempunyai
idea yang tersendiri tentang sesuatu konsep yang belum dipelajari. Idea tersebut mungkin
benar atau tidak.
Rekonstruksionisme:
1. Promosi pemakaian problem solving tetapi tidak harus dirangkaikan dengan
penyelesaian problema sosial yang signifikan.
2. Mengkritik pola life-adjustment (perbaikan tambal-sulam) para Progresivist.
3. Pendidikan perlu berfikir tentang tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
Untuk itu pendekatan utopia pun menjadi penting guna menstimuli pemikiran tentang
dunia masa depan yang perlu diciptakan.
14
4. Pesimis terhadap pendekatan akademis, tetapi lebih fokus pada penciptaan agen
perubahan melalui partisipasi langsung dalam unsur-unsur kehidupan.
5. Pendidikan berdasar fakta bahwa belajar terbaik bagi manusia adalah terjadi dalam
aktivitas hidup yang nyata bersama sesamanya.

2.2 TOKOH – TOKOH FILSAFAT


A. Ki Hajar Dewantara (1994)
Hakikat pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah memasukkan kebudayaan ke
dalam diri anak dan memasukkan anak ke dalam kebudayaan supaya anak menjadi makhluk
yang insani. Filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara disebut filsafat pendidikan among
yang di dalamnya merupakan konvergensi dari filsafat progresivisme tentang kemampuan
kodrati anak didik untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi dengan memberikan
kebebasan berpikir seluas-luasnya. Di samping itu digunakan kebudayaan yang sudah teruji
oleh waktu, menurut esensialisme, sebagai dasar pendidikan anak untuk pencapaian
tujuannya. Khusus mengenai kebebasan berpikir, menurut Ki Hadjar Dewantara, bila
membahayakan anak didik berbuat salah maka akan diambil alih pamongnya (Tutwuri
Handayani). Selain itu Ki Hadjar Dewantara menggunakan kebudayaan asli Indonesia,
sedangkan nilai-nilai dari Barat diambil secara selektif adaptatif sesuai dengan teori
trikon (kontinyuitas, konvergen dan konsentris).
Kontribusi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara terhadap pendidikan pesantren
modern yang sering dikenal dengan MBS (Modern Boarding School). Namun secara jelas
adalah dibangunnya SMA Taruna Nusantara yang benar-benar menerapkan sistem paguron
dari Ki Hadjar Dewantara.pendidikan di Indonesia adalah dengan munculnya model-model.

B. John Dewey (1859-1952)


Pelopor Pendidikan Progresif masa itu adalah ketika Dewey menjabat seorang profesor
filsafat dan kepala Universitas Chicago, yang memberikan pengaruh paling besar dalam
pendidikan dan dipromosikan banyak reformasi pendidikan melalui sekolah
eksperimentalnya. Adalah pandangan Dewey bahwa anak-anak harus didorong untuk
mengembangkan “free personalities” dan bahwa mereka harus diajarkan bagaimana untuk
berpikir dan untuk membuat penilaian daripada hanya memiliki kepala mereka diisi
dengan pengetahuan. Dia juga percaya bahwa sekolah adalah tempat di mana anak-anak
harus belajar untuk hidup secara kooperatif. Seorang anggota serikat guru pertama, ia adalah
orang yang serius dalam bidang hak guru dan kebebasan belajar (academic freedom).

15
C. Al-Kindi (185 H/801 M-260/873 M)
Al-Kindi adalah filosof Muslim pertama. Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’kub
ibn Ishaq ibn Sabbah ibn Imran ibn Ismail bin Qais al-Kindi. Kindah adalah salah satu suku
Arab besar pra-Islam. Ia dilahirkan di Kufah dan di sana ia mempelajari berbagai macam
pengetahuan terutama sastra dan filsafat. Ia juga menguasai bahasa Yunani dan
menerjemahkan karya-karya Yunani seperti Enneads karya Plotinus.

D. Jalaluddin Rumi
Rumi lahir di Balk, Afghanistan pada tahun 604 H/1207 M. Ia lebih dikenal sebagai
mistikus Islam (sufi). Karyanya-karyanya dalam bentuk syair-syair di antaranya Matsani dan
Divani. Menurut Rumi, tujuan utama penciptaan terpenuhi melalui diri para nabi dan orang-
orang suci. Mereka dapat mengaktualisasikan seluruh potensi yang dimiliki manusia. Para
nabi dan Adam adalah prototipe kesempurnaan manusia. Rumi menunjuk pada Adam, dan
menggunakan istilah adami, yang berarti “manusia” dan kesempurnaan kondisi rohaniahnya.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perbedaan-perbedaan cara dalam meng-approach suatu masalah akan melahirkan
kesimpulan-kesimpulan yang berbeda-beda tentang masalah yang sama. Perbedaan-perbedaan
itu dapat juga disebabkan latar belakang pribadi para ahli tersebut, di samping pengaruh
zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat. Kenyataan-kenyataan itu melatar
belakangi perbedaan-perbedaan tiap-tiap pokok suatu ajaran filsafat. Dengan demikian suatu
ajaran filsafat dapat merupakan reaksi dan aksi atas sesuatu realita di dalam kehidupan
manusia. Aliran-aliran filsafat ilmu :
1. Aliran Filsafat Pendidikan Idealisme
2. Aliran Filsafat Pendidikan Realisme
3. Aliran Filsafat Pendidikan Materialisme
4. Aliran Filsafat Pendidikan Pragmatisme
5. Aliran Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
6. Aliran Filsafat Pendidikan Progresivisme
7. Aliran Filsafat Pendidikan Perenialisme
8. Aliran Filsafat Pendidikan Esensialisme
9. Aliran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme
Filsafat dibagi menjadi dua bagian, yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis.
Filsafat teoritis adalah filsafat yang membahas berbagai hal sesuai dengan apa adanya,
sedangkan filsat praktis adalah bagian studi filsafat yang mempelajari tentang apa yang
semestinya ada. Oleh karena itu, filsafat praktis disebut juga filsafat normatif. Yang termasuk
filsafat teoritis adalah: ontologi (metafisika), dan epistemologi. Sedangkan aksiologi adalah
filsafat praktis.

17
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Idi Abdullah, M. Ed, Prof. Dr Jalauddin. 2011. Filsafat Pendidikan. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.

Dr. H. Amka, M.Si. 2019. Filsafat Pendidikan. Bandung: Nizamia Learning Center.

Rachmat Aceng. 2011. Filsafat Ilmu Lanjutan, Jakarta: Kencana.

Turats. 2010. Studi Deskriptif Tentang Tokoh-tokoh Filsafat Pendidikan Barat. Jurnal Filsafat
Indonesia, 6 (1), 1-33.

http://hansseba.blogspot.com/2011/09/aliran-filsafat-yang-digunakan-di.html

18

Anda mungkin juga menyukai