Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENGANTAR FILSAFAT PENDIDIKAN

Dosen Pengampu: Shobrina Fitri, M.Pd

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2

Vivi Suci Lestari (22042811127)

Lindya Sepitri Amelia (22042811056)

Putri Ayu (222042811084)

Hambali (22042811040)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MERANGIN

TAHUN 2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan “Makalah tentang
Pengantar Filsafat Pendidikan” dalam mata kuliah Filsafat Pendidikan ini dengan
baik dan tepat waktu.

Makalah ini dapat diselesaikan berkat bantuan, doa dan dukungan dari
beberapa pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada dosen
pengampu mata kuliah Filsafat Pendidikan Ibu Shobrina Fitri, M.Pd.

Penulis menyadari bahwa isi dari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak
untuk memperbaiki kualitas makalah ini. Sebagai bantuan dan dorongan serta
bimbingan yang telah diberikan kepada penulis supaya diterima oleh Allah SWT
sebagai sebuah kebaikan. Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi penulis
dan para pembaca pada umumnya.

Merangin, 19 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................2
C. Tujuan..............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2

A. Pengertian Filsafat Pendidikan.........................................................3


B. Perkembangan Beberapa Aliran Filsafat Pendidikan.......................4
C. Problema Esensial Filsafat dan Pendidikan.....................................9
D. Ciri Khas Filsafat.............................................................................9
E. Cabang Cabang Filsafat...................................................................10

BAB III PENUTUP ................................................................................................12

A. Kesimpulan......................................................................................12
B. Saran ..............................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................13

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya manusia sebagai makhluk hidup berpikir dan selalu


berusaha untuk mengetahui segala sesuatu, tidak mau menerima begitu saja
apa adanya sesuatu itu, selalu ingin tahu apa yang ada dibalik yang dilihat dan
diamati. Segala sesuatu yang dilihatnya, dialaminya, dan gejala yang terjadi
dilingkungannya selalu dipertanyakan dan dianalisis atau dikaji (Tim
Pengajar Filsafat Pendidikan Unimed). Ada tiga hal yang mendorong manusia
untuk berfilsafat yaitu keheranan, kesangsian, dan kesadaran atas
keterbatasan. Berfilsafat kerap kali didorong untuk mengetahui apa yang telah
tahu dan apa yang belum tahu, berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak
semuanya akan pernah diketahui dalam kemestaan yang seakan tak terbatas.
Filsafat memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Setidaknya ada tiga peran utama yang dimiliki yaitu sebagai
pendobrak, pembebas, dan pembimbing ( Jan Hendrik Rapar dalam Diktat
Filsafat Pendidikan). Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-
potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun
karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam
perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan
universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan,
kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup
kemanusiaan.
Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi
mengenai masalah-masalah pendidikan.Filsafat pendidikan tidak akan
terlepas dari kajian Ilmu Filsafat. Filsafat pendidikan merupakan aplikasi
filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971). Pendidikan membutuhkan filsafat
karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan

1
pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih
luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman
maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau
oleh sains pendidikan. Dalam tulisan ini akan membahas hubungan antara
filsafat dengan filsafat pendidikan agar lebih memudahkan pembaca dalam
memahami keterkaitan antara keduanya.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat pendidikan?
2. Bagaimana perkembangan beberapa aliran filsafat pendidikan?
3. Apa problema esensial filsafat dan pendidikan?
4. Apa ciri khas filsafat?
5. Apa cabang cabang filsafat?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan filsafat pendidikan
2. Mengetahui perkembangan beberapa aliran filsafat pendidikan
3. Mengetahui problema esensial filsafat dan pendidikan
4. Mengetahui ciri khas filsafat
5. Mengetahui cabang cabang filsafat

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Pendidikan

Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai filsafat


pendidikan. Randal Curren (via Chambliss, 2009: 324) mengatakan bahwa
filsafat pendidikan adalah penerapan serangkaian keyakinan-keyakinan
filsafati dalam praktik pendidikan.
Kneller (1971: 4) juga mengatakan bahwa filsafat pendidikan bersandar
pada filsafat umum atau filsafat formal: artinya masalah-masalah pendidikan
juga merupakan bagian dari cara berpikir filsafat secara umum. Seseorang
tidak dapat memberikan kritik pada kebijakan pendidikan yang ada atau
menyarankan kebijakan yang baru tanpa memikirkan masalah-masalah
filsafati yang umum seperti hakikat kehidupan yang baik sebagai arah yang
akan dituju oleh pendidikan, kodrat manusia itu sendiri, sebab yang mendidik
itu adalah manusia, dan yang dicari adalah hakikat kenyataan yang terdalam,
yang menjadi semua pencarian cabang ilmu. Oleh karena itu, filsafat
pendidikan merupakan penerapan filsafat formal dalam lapangan pendidikan.
Filsafat pendidikan bersifat spekulatif, preskriptif, dan analitik. Bersifat
spekulatif artinya bahwa filsafat membangun teori-teori tentang hakikat
manusia, masyarakat dan dunia dengan cara mrnyusun sedemikian rupa dan
menginterpretasikan berbagai data dari penelitian pendidikan dan penelitian
ilmu-ilmu perilaku (psikologi behavioristik).
Filsafat bersifat preskriptif artinya filsafat pendidikan mengkhususkan
tujuan-tujuannya, yaitu bahwa pendidikan seharusnya mengikuti tujuan-
tujuan itu dan cara-cara yang umum harus digunakan untuk mencapai tujuan-
tujuan tersebut.
Filsafat pendidikan bersifat analitik tatkala filsafat pendidikan berupaya
menjelaskan pernyataan-pernyataan spekulatif dan preskriptif, menguji

3
rasionalitas ide-ide pendidikan, baik konsistensinya dengan ide-ide yang lain
maupun cara-cara yang berkaitan dengan adanya distorsi pemikiran. yang
bersifat hakikih, maka kajian filsafati tentang pendidikan akan ditelaah oleh
cabang filsafat yang bernama metafisika atau ontologi.

B. Perkembangan Beberapa Aliran Filsafat Pendidikan

1) Aliran Filsafat Pendidikan Eksistensialisme


Eksistensi berarti keberadaan, akan tetapi di dalam filsafat
eksistensialisme istilah eksistensi memiliki arti tersendiri. Tampaknya
di dalam filsafat eksistensialisme istilah eksistensi memiliki arti cara
manusia berada di dalam dunia, dan hal ini berada dengan cara berada
benda-benda, sebab benda-benda tidak sadar akan keberadaannya
sebagai sesuatu yang memiliki hubungan dengan yang lain, dan berada
di samping yang lain. Secara lengkap eksistensi memiliki arti bahwa
manusia berdiri sebagai dirinya dengan keluar dari diri sendiri.
Maksudnya ialah manusia sadar bahwa dirinya ada.
Menurut Heidegger (Sudarsono, 1993:345-346), persoalan
tentang “berada” ini hanya dapat dijawab melalui ontology, artinya :
jika persoalan ini dihubungkan dengan manusia dan dicari artinya
dalam hubungan itu.
J.P Sartre menyatakan eksistensi manusia mendahului esensinya.
Pandangan ini amat janggal sebab biasanya sesuatu harus ada esensinya
lebih dulu sebelum keberadaannya. Menurut ajaran eksistensialisme,
eksistensi manusia mendahului esensinya. Hal ini berbeda dari
tumbuhan, hewan, dan bebatuan yang esensinya mendahului
eksistensinya, seandainya mereka punya eksistensi. Di dalam filsafat
idealism, wujud nyata (existence) dianggap mengikuti hakikat
(essence).
Ada beberapa pandangan penganut filsafat ini sehubungan dengan
eksistensi, yakni:

4
a. Eksistensi adalah cara manusia berada. Hanya manusialah yang
bereksistensi, manusialah sebagai pusat perhatian, sehingga
bersifat humanistis.
b. Bereksistensi tidak statis tetapi dinamis, yang berarti menciptakan
dirinya secara aktif, merencanakan,berbuat dan menjadi.
c. Manusia dipandang selalu dalam proses menjadi belum selesai dan
terbuka serta realistis. Namun demikian manusia terikat dengan
dunia sekitarnya terutama sesama manusia.

Power, 1982 (Tim Pengajar, 2009: 92) menjelaskan penerapan


filsafat pendidikan eksistensialisme dalam praktik pelaksanaan
pndidikan seperti berikut ini :

1) Tujuan pendidikan
Pendidikan memberikan bekal pengalaman yang luas dan
komperhensif dalam semua bentuk kehidupan.
2) Status peserta didik
Peserta didik adalah manusia yang rasional, bebas memilih dan
bertanggung jawab atas pilihannya. Membutuhkan komitmen
akan pemenuhan tujuan pribadi.
3) Kurikulum
Kurikulum bersifat liberal, yakni memiliki kebebasan
menmilih dan menentukan aturan-aturan serta pegalaman
belajar sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik dari
kehidupan mereka. Di sekolah dibina agar terbentukpada diri
peserta didik rasa hormat (respek), respek terhadap kebebasan
bagi yang lain seperti dalam dirinya, karena itu diajarkan
pendidikan sosial.
4) Peranan guru
Guru berperan melindungi dan memelihara kebebasan
akademik, tidak jarang terjadi bahwa mungkin suatu hari ini
adalah guru, besok lusa mungkin mejadi peserta didik.

5
5) Metode
Metode merupakan cara untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh
karena itu, penggunaan metode tidak terlalu dipikirkan secara
mendalam.

2. Aliran Filsafat Pendidikan Esensialisme

Esensialisme bukan merupakan suatu aliran filsafat tersendiri,


yang mendirikan suatu bangunan filsafat tersendiri, melainkan sutu
gerakan dalam pendidikan yang memprotes pendidikan progresivisme.
Penganut faham ini berpendapat bahwa betul-betul ada yang esensial
dari pengalaman peserta didik yang memiliki nilai esensial dan perlu
dipertahankan. Esensi (essence) ialah hakikat barang sesuatu yang
khusus sebagai sifat terdalam dari sesuatu sebagai satuan yang
konseptual dan akali. Esensi adalah apa yang membuat sesuatu menjadi
apa adanya. Esensi mengacu pada aspek-aspek yang lebih permanen
dan mantap dari sesuatu yang berlawanan dengan yang berubah-ubah,
parsial, atau fenomenal.

Filsafat pendidikan esensial bertitik tolak dari kebenaran yang


telah terbukti berabad-abad lamanya. Kebenaran seperti itulah yang
esensial, yang lain adalah suatu kebenaran secara kebetulan saja.
Kebenaran yang esensial itu ialah kebudayaan klasik yang muncul pada
zaman Romawi yang menggunakan buku-buku klasik yang ditulis
dengan bahasa Latin yang dikenal dengan nama Great Book. Buku ini
sudah berabad-abad lamanya mampu membentuk manusia-manusia
berkaliber internasional. Esensialisme yang berkembang pada zaman
Renaissance mempunyai tinjauan yang berbeda dengan progressivisme
mengenai pendidikan dan kebudayaan.

Ciri-ciri filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh


William C. Bagley adalah sebagai berikut :

6
1) Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-
upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan
karena dorongan dari dalam diri siswa.
2) Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa
adalah melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan
ketergantungan yang khusus pada spsies manusia.
3) Oleh karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi
tujuan pendidikan, maka menegakan disiplin adalah suatu cara
yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
4) Esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang
pendidikan,sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme)
memberikan sebuah teori yang lemah.

3. Aliran Filsafat Pendidikan Progresivisme


Filsafat pendidikan progresiv lahir di Amerika Serikat. Filsafat ini
sejalan dengan jiwa bangsa Amerika pada waktu itu, sebagai bangsa yang
dinamis berjuang mencari hidup baru di negeri seberang. Bagi mereka
tidak da hidup yang tetap, apalagi nilai-nilai yang abadi. Yang ada adalah
perubahan. Mereka sangat menekankan kehidupan sehari-hari, maka
segala tindakan mereka diukur dari kegunaan praktisnya.
Menurut penganut aliran ini bahwa kehidupan manusia
berkembang terus menerus dalam suatu arah positif. Apa yang dipandang
benar sekarang belum tentu benar pada masa yang akan dating. Oleh
sebab itu, peserta didik bukan dipersiapkan untuk menghidupi kehidupan
masa kini, melainkan mereka harus dipersiapkan untuk menghadapi
kehidupan masa datang.
Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan
asas progresivisme dalam semua realita, terutama dalam kehidupan untuk
tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia, harus praktis
dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya. Progresivisme
dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa

7
kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk
kesejahteraan, untuk mengembangkan kepribadian manusia.

4. Aliran Filsafat Pendidikan Perenialisme


Filsafat ini muncul pada abad pertengahan pada zaman keemasan
agama Katolik-Kristen. Pada zaman itu tokoh-tokoh agam menguasai
hamper semua bidang kemasyarakatan. Sehingga sangat logis kalau
sekolah-sekolah yang berintikan ajaran agama muncul di sana-sini.
Ajaran agam itulah merupakan suatu kebenaran yang patut dipelajari dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tokoh filsafat ini ialah
Agustinus dan Thomas Aquino.
Ajaran Plato tentang dunia ide dalam filsafat Idealis, yang muncul
lebih dahulu dari perenialis, mirip dengan paham Agustinus. Sebab
menurut Plato kebenaran hanya ada di dunia ide, diluar itu adalah semu
saja. Sebab iti Plato sering dimasukkan sebagai penganut perenialis.
Pengaruh filsafat ini menyebar ke seluruh dunia. Bukan saja di
kalangan Katolik dan Protestan, tetapi juga pada agama-agama lain.
Demikianlah kita lihat di Indonesia banyak sekolah diwarnai keagaam
seperti Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama di samping sekolah-sekolah
Katolik dan Kristen (Pidarta, 2007:91-92).
Perenialisme merupakan aliran yang menentang ajaran
progesivisme. Perenialisme mengambil jalan regresif karena mempunyai
pandangan bahwa tidak ada jalan kecuali kembali kepada prinsip-prinsip
umum yang telah menjadi dasar tingkah laku dan perubahan zaman kuno
dan abad pertengahan. Motif perenialisme dengan mengambil jalan
regresif bukanlah hanya nostalgia atau rindu akan nilai-nilai lama untuk
diingat atau dipuja, melainkan berpendapat bahwa nilai tersebut
mempunyai kedudukan vital bagi pembangunan kebudayaan abad kedua
puluh. Prinsip-prinsip aksiomatis yang terikat oleh waktu terkandung
dalam sejarah.

8
C. Problema Esensial Filsafat dan Pendidikan
Filsafat sebagai ilmu yang mengadakan tinjauan dan mempelajari
objeknya dari sudut hakikat, juga mengadakan tinjauan dari segi sistematik.
Dalam tinjauan dari segi ini filsafat berhadapan dengan tiga problem utama,
yaitu:
1. Realitas
Mengenai kenyataan, yang selanjutnya menjurus kepada masalah
kebenaran. Kebenaran akan timbul bila orang telah dapat menarik
kesimpulan bahwa pengetahuan yang telah dimiliki ini telah nyata.
Realitas atau kenyataan ini dipelajari oleh metafisika.
2. Pengetahuan
Berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan, seperti apa hak
pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan itu,
dan jenis-jenis pengetahuan. Pengetahuan dipelajari oleh epistemologi.
3. Nilai
Dipelajari oleh cabang filsafat yang disebut aksiologi. Pertanyaan
yang dicari jawanya, antara lain nilai-nilai yang bagaimanakah yang
dikehendaki oleh manusia dan yang dapat digunakan sebagai dasar
hidupnya.
Menurut John S. Brubacher, problema-problema filsafat tersebut
juga merupakan problema esensial dan pendidikan, antara filsafat dan
pendidikan mempunyai hubungan yang erat. Pendidikan dalam
pengembangan konsep-konsepnya, antara lain, dapat menggunakannya
sebagai dasar hasil-hasil yang dicapai oleh cabang-cabang di atas.

D. Ciri Khas Filsafat


Selain menurut pada pengertiannya, kita juga lebih dapat melalui ciri
ciri filsafat menurut Nur A Fadhil Lubis, filsafat mmeliki tiga ciri utama,
yakni:
1. Universal (menyeluruh), yaitu pemikiran yang luas dan tidak aspek
tertentu saja.

9
2. Radikal (mendasar), yaitu pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang
fundamental dan essensial.
3. Sistematis, yaitu mengikuti pola dan metode berpikir yang runtut dan logis
meskipun spekulatif.
E. Cabang Cabang Filsafat
1. Metafisika
Metafisika adalah suatu cabang filsafat sistematis yang membahas
keberadaan. Ini berkaitan dengan proses analitis atas hakikat
fundamental mengenai keberadaan dan realitas yang menyertainya.
2. Epistemologi
Epistemologi merupakan suatu cabang filsafat sistematis yang
membahas pengetahuan. Ahli epistemologi mempelajari sumber
pengetahuan, termasuk intuisi, argumen a priori, ingatan, pengetahuan
perseptual, pengetahuan diri dan kesaksian.
3. Metodologi
Metodologi merupakan cabang filsafat sistematis yang membahas
metode. Metode adalah suatu tata cara, teknik, atau jalan yang telah
dirancang dan dipakai dalam proses memperoleh pengetahuan jenis
apa pun.
4. Logika
Logika adalah cabang filosofi yang membahas penalaran.
Penalaran adalah suatu corak pemikiran khas yang dimiliki manusia
dari pengetahuan yang ada untuk memperoleh pengetahuan lainnya,
terutama sebagai sarana dalam pemecahan suatu masalah.
5. Etika.
Etika merupakan satu cabang filsafat sistematis yang membahas
moralitas. Moralitas ialah suatu himpunan ide mengenai hal-hal yang
baik atau buruk pada perilaku manusia dan hal-hal yang benar atau
salah pada tindakan manusia.
6. Estetika.

10
Estetika merupakan cabang ilmu filsafat yang membahas
keindahan. Estetika adalah ilmu yang membahas bagaimana keindahan
dapat terbentuk, serta bagaimana dapat merasakannnya.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Filsafat pendidikan bersifat spekulatif, preskriptif, dan analitik. Bersifat
spekulatif artinya bahwa filsafat membangun teori-teori tentang hakikat
manusia, masyarakat dan dunia dengan cara mrnyusun sedemikian rupa dan
menginterpretasikan berbagai data dari penelitian pendidikan dan penelitian
ilmu-ilmu perilaku (psikologi behavioristik).
Aliran Filsafat Pendidikan Eksistensialisme, Aliran Filsafat Pendidikan
Esensialisme, Aliran Filsafat Pendidikan Progresivisme dan Aliran Filsafat
Pendidikan Perenialisme. Ciri khas filsafat universal, radikal dan sistematis.
Cabang Cabang Filsafat Metafisika, Epistemologi, Metodologi, Logika,
Etika. Dan Estetika.

B. Saran
Untuk mempelajari sesuatu tidaklah cukup hanya dengan melihat saja,
penyaji menyarankan kepada semuanya agar lebih banyak membaca guna
memahami tentangkonsep dasar dari makalah ini. Semoga apa yang di
sampaikan dalam makalah memberimanfaat untuk kita semua.

12
DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, Imam. 1987. Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode. Yogyakarta:


Andi Offset

Gandhi, Teguh. 2013. Filsafat Pendidikan Madzhab-Madzhab Filsafat


Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Ihsan, A.Fuad. Filsafat Ilmu. 2010. Jakarta: Rineka Cipta

Muis, Imam. 2004. Pendidikan Partisipatif Menimbang Konsep Fitrah dan


Progresivisme John Dewey. Yogyakarta: Safira Insani Press

Pidarta, made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Purba, Edward & Yusnadi. 2015. Filsafat Pendidikan. Medan: UNIMED PRESS

Rahayu Sri, 2017. Filsafat Pendidikan (diakses pada tanggal 19 Maret 2023)

Sadulloh, Uyoh. 2010. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta, CV

Sudarsono. 1993. Ilmu Filsfat suatu pengantar. Jakarta: Rineka Cipta

Tim Pengajar. 2009. Diktat Filsafat Pendidikan. Medan: UNIMED

Wahyudin, dkk. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka

Zuhairini. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

13

Anda mungkin juga menyukai