Anda di halaman 1dari 14

EKSISTENSIALISME DAN PENDIDIKAN

Mata Kuliah Filsafat dan Teori Pendidikan


Yang dibimbing oleh:
Drs. Sutarno, S.Pd., M.Pd.

Oleh:
Kelompok 4

Aditya Rizki Saputra (190151602730)


Asma’ Karimah (190151602674)
Xhaviera Pratandya Christie (190151602507)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
OKTOBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya, penulis dapat
manyelesaikan makalah ini yang berjudul “Eksistensialisme dan Pendidikan” dengan lancar
dan baik. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat dan Teori
Pendidikan.
Makalah ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. Sutarno, S.Pd., M.Pd selaku dosen pengampu
mata kuliah Filsafat dan Teori Pendidikan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan penulis.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
keterbatasan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang
dapat membantu membangun demi kesempurnaan tulisan-tulisan di masa mendatang. Penulis
mengharapkan, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Malang, Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3. Tujuan dan Manfaat ................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
2.1 Pengertian dan Tokoh Eksistensialisme Pendidikan ............................... 3
2.1.1 Pengertian Eksistensialisme Pendidikan......................................... 3
2.1.2 Tokoh Eksistensialisme Pendidikan ............................................... 4
2.2 Latar Belakang Munculnya Filsafat Eksistensialisme ............................. 5
2.3 Penerapan Eksistensialisme dalam Pendidikan ....................................... 6
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 10
3.1 Simpulan .................................................................................................. 10
3.2 Saran ........................................................................................................ 10
DAFTAR RUJUKAN ......................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Filsafat dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang ada
secara mendalam. sehinga dengan adanya filsafat kita akan tahu akar akar dari berbagai
macam ilmu lainnya dan juga dasar dari segala yang ada. Filsafat dibagi menjadi
beberapa cabang ilmu salah satunya yaitu filsafat pendidikan. Dalam filsafat pendidikan
terdapat berbagai aliran filsafat yang merupakan terapan dari filsafat umum, dan yang
akan dibahas dalam Makala ini filsafat eksistensialisme dalam filsafat pendidikan.
Pengkajian secara filsafat terhadap pendidikan mutlak diperlukan karena dapat
membantu menyelesaikan masalah pendidikan. Masalah pendidikan tidak dapat
dipecahkan dengan menggunakan metode ilmiah semata. Karena diantara masalah
pendidikan itu terdapat masalah filosofis, yang harus dipecahkan dengan menggunakan
pendekatan filosofis. Analisa filsafat terhadap masalah pendidikan tersebut dengan
berbagai cara pendekatannya akan dapat menghasilkan pandangan tertentu mengenai
masalah-masalah pendidikan tersebut, dan atas dasar itu bisa disusun secara sistematis
teori pendidikan membantu dalam memberikan informasi tentang hakekat manusia
sebagai dirinya sendiri. Disisi lain, kajian filsafati memberikan informasi yang berkaitan
dengan pengetahuan, sumber pengetahuan, nilai, dan bagaimanakah pengetahuan itu
diperoleh, bagaimana manusia dapat memperoleh nilai tersebut. Dengan nilai tersebut
apakah pendidikan layak untuk diterapkan dan lebih jauh akan membantu untuk
menentukan bagaimana seharusnya pendidikan itu dilaksanakan. Pendidikan disisi lain
tidak bisa melepaskan tujuan untuk membentuk peserta didik yang memiliki nilai-nilai
mulai spritual, agama, kepribadian dan kecerdasan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan maka dapat diperoleh
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Pengertian Eksistensialisme Pendidikan.
2. Latar Belakang Munculnya Filsafat Eksistensialisme.
3. Penerapan Eksistensialisme dalam Pendidikan.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

1
2

1.3.1 Tujuan Penulisan


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijabarkan di
atas, dapat diperoleh tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian eksistensialisme pendidikan .
2. Mengetahui latar belakang munculnya filsafat eksistensialisme.
3. Penerapan eksistensialisme dalam pendidikan.
1.3.2 Manfaat Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijabarkan di
atas, dapat diperoleh manfaat dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memberikan pemahaman tentang pengertian eksistensialisme
pendidikan.
2. Mengetahui dan memberikan pemahaman tentang latar belakang munculnya
filsafat eksistensialisme.
3. Mengetahui dan memberikan pemahaman tentang penerapan eksistensialisme
dalam pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Tokoh Eksistensialisme Pendidikan


2.1.1 Pengertian Eksistensialisme Pendidikan
Secara bahasa esensi dari eksistensi yakni di luar atau eksternal sedangakan
dalam kata arti internal menempatkan secara filsafat yang berarti memberikan
propaganda terhadap manusia serta intervensinya. Insan hasil karsa teologi yang
sangat filosofis serta rasional di antara semua mahluk baik fauna, flora dan alam
irasional sebab itu insan di dunia sangat heterogen, pluralis, multikulturalis, dan
dengan adanya berbagai macam unsur di atas menyebabkan insan bereksperimen
serta berambisi mengeksplorasi sumber daya ekologi dan sumber daya insan untuk
mendominasi alam logika serta non-logika (A Anton R W, 2018 : 2).
Secara umum eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat yang lahir
karena ketidakpuasan beberapa filosof terhadap filsafat pada masa Yunani hingga
modern, seperti protes terhadap rasionalisme Yunani, khususnya pandangan
spekulatif tentang manusia. Intinya adalah penolakan untuk mengikuti suatu aliran,
penolakan terhadap kemampuan suatu kumpulan keyakinan, khususnya
kemampuan sistem, rasa tidak puas terhadap filsafat tradisional yang bersifat
dangkal, akademik dan jauh dari kehidupan, juga pemberontakan terhadap alam
yang impersonal yang memandang manusia terbelenggu dengan aktifitas teknologi
yang membuat manusia kehilangan hakekat hidupnya sebagai manusia yang
bereksistensi.
Filsafat pendidikan merupakan ilmu filsafat yang mempelajari hakikat
pelaksanaan dan pendidikan. Bahan yang dipelajari meliputi tujuan, latar belakang,
cara, hasil, dan hakikat pendidikan. Metode yang dilakuknganalisis secara kritis
struktur dan manfaat pendidikan. Filsafat pendidikan berupaya untuk memikirkan
permasalahan pendidikan. Salah satu yang dikritisi secara konkret adalah relasi
antara pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran. Salah satu yang sering
dibicakan dewasa ini adalah pendidikan yang menyentuh aspek pengalaman.
Filsafat pendidikan berusaha menjawab pertanyaan mengenai kebijakan
pendidikan, sumber daya manusia, teori kurikulum dan pembelajaran serta aspek-
aspek pendidikan yang lain.

3
4

Eksistensialisme merupakan suatu cabang aliran filsafat pendidikan yang


memiliki suatu pandangan bahwa hakikat manusia adalah suatu eksistensi dari
manusia itu sendiri. Hakikat manusia marupakan suatu yang manguasai manusia
secara menyeluruh yaitu manusia itu sendiri dan cara memandang tidak dari zat
atau ruh tetapi dipandang dari segi keberadaan manusia.

2.1.2 Tokoh Eksistensialisme Pendidikan


1. Soren Kierkegaard
Inti pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis
tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju
suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan
harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan
atau apa yang ia anggap kemungkinan.
2. Jean Paul Sartre
Menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah diciptakan
mempunyai kebebasan untuk menentukan dan mengatur dirinya. Konsep
manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan
sadar dan bebas bagi diri sendiri.
3. Friedrich Nietzsche
Menurutnya, manusia yang berkesistensi adalah manusia yang mempunyai
keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus
menjadi manusia super (ubbermensh) yang mempunyai mental majikan bukan
mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan
karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan
dirinya sendiri. pemikiran filsafat Nietzsche terarah pada upaya melahirkan ide
yang bisa menjadi jalan keluar untuk menjawab pertanyaan filosofisnya, yaitu
“bagaimana cara menjadi manusia unggul (ubbermench)”. Jawabannya adalah
manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan
diri secara jujur dan berani.
4. Karl Jaspers
Memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya
sendiri. Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan
semua pengetahuan obyektif serta mengatasi pengetahuan obyektif itu, sehingga
5

manusia sadar akan dirinya sendiri. Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu
eksistensi dan transendensi.
5. Martin Haidegger
Menurut Martin Haidegger bahwa Inti pemikirannya adalah keberadaan
manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar
manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada
diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia
karena itu benda-benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada
setiap tindakan dan tujuan mereka

2.2 Latar Belakang Munculnya Filsafat Eksistensialisme


Pandangan eksistensialisme lahir sebagai bentuk protes terhadap pandangan aliran
materialisme yang menyatakan manusia dibatasi oleh keadaan alam sehingga hukum
alam lebih berpengaruh membatasi eksistensi manusia dan juga aliran idealisme yang
menjelaskan bahwa ide berperan sebagai pembentuk jati diri manusia. Oleh karena itu,
eksistensialisme memberikan jalan keluar sebagai bentuk pemikiran yang menyatakan
bahwa kesadaran manusia menyebabkan timbulnya ide dan dari kesadaran tersebut,
manusia dapat memaknai benda-benda yang terdapat disekelilingnya. Eksistensialisme
merupakan gerakan filsafat yang muncul setelah meletusnya Perang Dunia I dan
berkembang di Perancis pasca Perang Dunia II yang pemikirannya membahas tentang
kebebasan individual, sehingga pemikiran ini berperan sebagai jalan keluar bagi korban
perang yang mengalami krisis kebebasan.
Eksistensialisme juga lahir sebagai reaksi terhadap idealisme. Idealisme dan
materialisme adalah dua pandangan filsafat tentang hakekat yang ekstrem. Materialisme
menganggap manusia hanyalah sesuatu yang ada, tanpa menjadi subjek, dan hal ini
dilebih-lebihkan pula oleh paham idealisme yang menganggap tidak ada benda lain
selain pikiran. Idealisme memandang manusia hanya sebagai subjek, dan materialisme
memandangnya sebagai objek. Maka muncullah eksistensialisme sebagai jalan keluar
dari kedua paham tersebut, yang menempatkan manusia sebagai subjek sekaligus objek.
Manusia sebagai tema sentral dalam pemikiran.
Munculnya eksistensialisme juga didorong oleh situasi dunia secara umum, terutama
dunia Eropa barat. Pada waktu itu kondisi dunia pada umumnya tidak menentu akibat
perang. Di mana-mana terjadi krisis nilai. Manusia menjadi orang yang gelisah, merasa
eksistensinya terancam oleh ulahnya sendiri. Manusia melupakan individualitasnya.
6

Dari sanalah para filosof berpikir dan mengharap adanya pegangan yang dapat
mengeluarkan manusia dari krisis tersebut. Dari proses itulah lahir eksistensialisme.
Kierkegaard seorang pemikir Denmark yang merupakan filsuf Eksistensialisme yang
terkenal abad 19 berpendapat bahwa manusia dapat menemukan arti hidup sesungguhnya
jika ia menghubungkan dirinya sendiri dengan sesuatu yang tidak terbatas dan
merenungkan hidupnya untuk melakukan hal tersebut, walaupun dirinya memiliki
keterbatasan untuk melakukan itu. Jean-Paul Sartre filsuf lain dari Eksistensialisme
berpendapat eksistensi mendahului esensi, manusia adalah mahkluk eksistensi,
memahami dirinya dan bergumul di dalam dunia. Tidak ada natur manusia, karena itu
tidak ada Tuhan yang memiliki tentang konsepsi itu. Jean-paul Sartre kemudian
menyimpulkan bahwa manusia tidak memiliki suatu apapun, namun dia dapat membuat
sesuatu bagi dirinya sendiri.

2.3 Penerapan Eksistensialisme dalam Pendidikan


Dalam hubungannya dengan pendidikan, filsafat eksistensialisme dapat ditinjau dari
berbagai implikasinya, yaitu:

1. Pengetahuan.
Teori pengetahuan eksistensialisme banyak dipengaruhi oleh filsafat
fenomenologi, suatu pandangan yang menggambarkan penampakan benda-benda dan
peristiwa-peristiwa sebagaimana benda-benda tersebut menampakan dirinya terhadap
kesadaran manusia. Pengetahuan manusia tergantung kepada pemahamannya tentang
realitas, tergantung pada interpretasi manusia terhadap realitas, pengetahuan yang
diberikan di sekolah bukan sebagai alat untuk memperoleh pekerjaan atau karir anak,
melainkan untuk dapat dijadikan alat perkembangan dan alat pemenuhan diri.
Pelajaran di sekolah akan dijadikan alat untuk merealisasikan diri, bukan merupakan
suatu disiplin yang kaku dimana anak harus patuh dan tunduk terhadap isi pelajaran
tersebut.

2. Nilai.
Pemahaman eksistensialisme terhadap nilai, menekankan kebebasan dalam
tindakan. Kebebasan bukan tujuan atau suatu cita-cita dalam dirinya sendiri,
melainkan merupakan suatu potensi untuk suatu tindakan. Manusia memiliki
kebebasan untuk memilih, namun menentukan pilihan-pilihan di antara pilihan-pilihan
yang terbaik adalah yang paling sukar. Berbuat akan menghasilkan akibat, dimana
7

seseorang harus menerima akibat-akibat tersebut sebagai pilihannya. Kebebasan tidak


pernah selesai, karena setiap akibat akan melahirkan kebutuhan untuk pilihan
berikutnya. Tindakan moral mungkin dilakukan untuk moral itu sendiri, dan mungkin
juga untuk suatu tujuan. Seseorang harus berkemampuan untuk menciptakan
tujuannya sendiri. Apabila seseorang mengambil tujuan kelompok atau masyarakat,
maka ia harus menjadikan tujuan-tujuan tersebut sebagai miliknya, sebagai tujuan
sendiri, yang harus ia capai dalam setiap situasi. Jadi, tujuan diperoleh dalam situasi.

3. Pendidikan.
Eksistensialisme sebagai filsafat sangat menekankan individualitas dan
pemenuhan diri secara pribadi. Setiap individu dipandang sebagai makhluk unik, dan
secara unik pula ia bertanggung jawab terhadap nasibnya. Dalam hubungannya
dengan pendidikan, Sikun Pribadi (1971) mengemukakan bahwa eksistensialisme
berhubungan erat sekali dengan pendidikan, karena keduanya bersinggungan satu
dengan yang lainnya pada masalah-masalah yang sama, yaitu manusia, hidup,
hubungan anatar manusia, hakikat kepribadian, dan kebebasan. Pusat pembicaraan
eksistensialisme adalah “keberadaan” manusia, sedangkan pendidikan hanya
dilakukan oleh manusia.

a. Tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu
mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri. Setiap indivudu
memiliki kebutuhan dan perhatian yang spesifik berkaitan dengan pemenuhan
dirinya, sehingga dalam menentukan kurikulum tidak ada kurikulum yang pasti dan
ditentukan berlaku secara umum.

b. Kurikulum.
Kaum eksistensialisme menilai kurikulum berdasarkan pada apakah hal itu
berkontribusi pada pencarian individu akan makna dan muncul dalam suiatu
tingkatan kepekaaan personal yang disebut Greene “kebangkitan yang luas”.
Kurikulum ideal adalah kurikulum yang memberikan para siswa kebebasan
individual yang luas dan mensyaratkan mereka untuk mengajukan pertanyaan-
pertanyaan, melaksanakan pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik
kesimpulan-kesimpulan mereka sendiri.
8

Menurut pandangan eksistensialisme, tidak ada satu mata pelajaran tertentu


yang lebih penting daripada yang lainnya. Mata pelajaran merupakan materi
dimana individu akan dapat menemukan dirinya dan kesadaran akan dunianya.
Mata pelajaran yang dapat memenuhi tuntutan di atas adalah mata pelajaran IPA,
sejarah, sastra, filsafat, dan seni. Bagi beberapa anak, pelajaran yang dapat
membantu untuk menemukan dirinya adalah IPA, namun bagi yang lainnya
mungkin saja bisa sejarah, filsafat, sastra, dan sebagainya.
Kurikulum eksistensialisme memberikan perhatian yang besar terhadap
humaniora dan seni. Karena kedua materi tersebut diperlukan agar individu dapat
mengadakan instrospeksi dan mengenalkan gambaran dirinya. Pelajar harus
didorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan
keterampilan yang dibutuhkan, serta memperoleh pengetahuan yang diharapkan.
Eksistensialisme menolak apa yang disebut penonton teori. Oleh karena itu,
sekolah harus mencoba membawa siswa ke dalam hidup yang sebenarnya.

c. Proses belajar mengajar.


Menurut Kneller, konsep belajar mengajar eksistensialisme dapat
diaplikasikan dari pandangan Martin Buber tentang “dialog”. Dialog merupakan
percakapan antara pribadi dengan pribadi, dimana setiap pribadi merupakan subjek
bagi yang lainnya. Menurut Buber kebanyakan proses pendidikan merupakan
paksaan. Anak dipaksa menyerah kepada kehendak guru, atau pada pengetahuan
yang tidak fleksibel, dimna guru menjadi penguasanya.
Dalam proses belajar mengajar, pengetahuan tidak dilimpahkan melainkan
ditawarkan. Untuk menjadikan hubungan antara guru dengan siswa sebagai suatu
dialog, maka pengetahuan yang akan diberikan kepada siswa harus menjadi bagian
dari pengalaman pribadi guru itu sendiri, sehingga guru akan berjumpa dengan
siswa sebagai pertemuan antara pribadi dengan pribadi. Pengetahuan yang
ditawarkan guru tidak merupakan suatu yang diberikan kepada siswa yang tidak
dikuasainya, melainkan merupakan suatu aspek yang telah menjadi miliknya
sendiri.

d. Peranan guru.
Menurut pemikiran eksistensialisme, kehidupan tidak bermakna apa-apa, dan
alam semesta berlainan dengan situasi yang manusia temukan sendiri di dalamnya.
Kendatipun demikian dengan kebebasan yang kita miliki, masing-masing dari kita
9

harus commit sendiri pada penentuan makna bagi kehidupan kita. Sebagaimana
yang dinyatakan oleh Maxine Greene (Parkay, 1998), seorang filosof pendidikan
terkenal yang karyanya didasarkan pada eksistensialisme “kita harus mengetahui
kehidupan kita, menjelaskan situasi-situasi kita jika kita memahami dunia dari
sudut pendirian bersama”. Urusan manusia yang paling berharga yang mungkin
paling bermanfaat dalam mengangkat pencarian pribadi akan makna merupakan
proses edukatif. Sekalipun begitu, para guru harus memberikan kebebasan kepada
siswa memilih dan memberi mereka pengalaman-pengalaman yang akan
membantu mereka menemukan makna dari kehidupan mereka. Pendekatan ini
berlawanan dengan keyakinan banyak orang, tidak berarti bahwa para siswa boleh
melakukan apa saja yang mereka suka.
Guru hendaknya memberi semangat kepada siswa untuk memikirkan dirinya
dalam suatu dialog. Guru menyatakan tentang ide-ide yang dimiliki siswa, dan
mengajukan ide-ide lain, kemudian membimbing siswa untuk memilih alternatif,
sehingga siswa akan melihat bahwa kebenaran tidak terjadi pada manusia
melainkan dipilih oleh manusia. Lebih dari itu, siswa harus menjadi faktor dalam
suatu drama belajar, bukan penonton. Siswa harus belajar keras seperti gurunya.
Guru harus mampu membimbing dan mengarahkan siswa dengan seksama
sehingga siswa mampu berpikir relative dengan melalui pertanyaan-pertanyaan.
Dalam arti, guru tidak mengarahkan dan tidak member instruksi. Guru hadir dalam
kelas dengan wawasan yang luas agar betul-betul menghasilkan diskusi tentang
mata pelajaran. Diskusi merupakan metode utama dalam pandangan
eksistemsialisme. Siswa memiliki hak untuk menolak interpretasi guru tentang
pelajaran. Sekolah merupakan suatu forum dimana para siswa mampu berdialog
dengan teman-temannya, dan guru membantu menjelaskan kemajuan siswa dalam
pemenuhan dirinya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Filsafat eksistensialisme lebih menfokuskan pada pengalaman-pengalaman manusia.
Dengan mengatakan bahwa yang nyata adalah yang dialaminya bukan diluar kita. Jika
manusia mampu menginterpretasikan semuanya terbangun atas pengalamannya. Tujuan
pendidikan adalah memberi pengalaman yang luas dan kebebasan namun memiliki
aturan-aturan. Peranan guru adalah melindungi dan memelihara kebebasan akademik
namun disisi lain guru sebagai motivator dan fasilitator.
Implikasi pendidikan pada filsafat eksistensialisme terhadap tujuan pendidikan
adalah mendorong individu mengembangkan diri. Siswa dapat mengembangkan potensi
masing masing untuk mencari jati dirinya. selain itu juga filsafat eksistensi dalam
pendidikan bertujuan untuk mengembangkan kesadaran individu, memberi kesempatan
bebas memilih etika, bertanggung jawab sendiri.

3.2 Saran
Filsafat, eksistensialisme, dan pendidikan bukanlah sekedar kegiatan pembelajaran
mengajar yang layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan
juga memberikan implikasi pendidikan yang berfungsi dan bertujuan untuk mendorong
peserta didik dan mengembangkan potensinya secara optimal. Maka diaharapkan guru
dapat memahami materi ini dengan baik.

10
DAFTAR RUJUKAN

A Anton R W. 2018. Philosophy Hantonoism. Sidoarjo: Anthena Press.


Rachmawati, Yusrina. 2014. ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK TERHADAP NILAI-
NILAI EKSISTENSIALISME DALAM NASKAH TEATER HUIS CLOS KARYA
JEAN-PAUL SARTRE. Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia.
Wikipedia. 2021. Filsafat Pendidikan. https://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_pendidikan
(Online). Diakses pada 09 Oktober 2021
Ahyan, Mohammad. 2019. KONSEPTUALISASI PENDIDIKAN DALAM PANDANGAN
ALIRAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME. https:// media. neliti .com/ media/
publications/328492-konseptualisasi-pendidikan-dalam-pandang-de2dfd08.pdf
(Online). Diakses pada 09 Oktober 2021
Achmadi, Asmoro. 2009. Filsafat Umum. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Solihin. 2020. Aliran Filsafat Eksistensialisme dalam Pendidikan.
https://www.kompasiana.com/solihin6353/5eb2e0cb097f3631d43a4973/aliran-
filsafat-eksistensialisme-dalam-pendidikan?page=2&page_images=1 (Online).
Diakses pada 09 Oktober 2021

11

Anda mungkin juga menyukai