Anda di halaman 1dari 16

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

MAKALAH MANJEMEN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN

Dosen Pengampu:
Dr. NUZMI SASFERI, M.Pd

Disusun Oleh: Kelompok II


ALPIANTO
SUSMAYENTI

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


MAGISTER PASCA SARJANA
INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
TAHUN AKADEMIK 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT,


karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan dan mudah-
mudahan sesuai dengan yang diharapkan. Shalawat berangkaikan salam semoga
tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya,
sahabatnya, serta seluruh umatnyanya hingga akhir zaman.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang "Landasan
Pengembangan Kurikulum ". Tentunya dalam menyusun makalah ini, kami
mendapat bimbingan, saran, masukan, arahan dan koreksi, untuk itu rasa terima
kasih yang sedalam- dalamnya kami sampaikan kepada:
1. Bapak Dr.Nuzmi Sasferi, M.Pd selaku dosen mata kuliah Manajemen
Kurikulum dan Pembelajaran.
2. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan masukan untuk
makalah ini.
Akhirnya, atas segala kesalahan dan kekurangan yang banyak terdapat
didalam makalah ini, kami mohon agar dibetulkan sebagaimana mestinya,
demikian juga atas saran maupun usul perbaikan untuk penyempurnaan lebih
lanjut yang disampaikan kepada kami, benar-benar menjadi sesuatu yang kami
harapkan.
Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat.

Sungai Penuh, 4 Oktober 2023.

Penyusun

Kelompok II

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan
Masalah......................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan...................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Landasan filosofis.................................................................................. 2
B. Landasan Sosiologis.............................................................................. 6
C. Landasan Psikologis.............................................................................. 7
D. Landasan Organisatoris......................................................................... 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................. 14
B. Saran....................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pengembangan kurikulum, banyak hal yang harus diperhatikan
dan dipertimbangkan sebelum mengambil suatu keputusan. Apapun jenis
kurikulumnya pasti memerlukan landasan/asas-asas yang harus dipegang.
Asas-asas tersebut cukup kompleks dan tidak jarang memiliki hal-hal yang
bertentangan, karenanya harus menemukan seleksi.
Perkembangan kurikulum dalam suatu Negara, baik di Negara-negara
berkembang, Negara terbelakang dan Negara-negara maju bisa dipastikan
mempunyai perbedaan-perbedaan mendasar namun tetap ada persamaannya.
Falsafah yang berlainan, bersifat otoriter, demokrasi, sekuler dan religious,
akan memberi warna yang berbeda dengan kurikulum yang dimiliki oleh
bangsa besangkutan. Begitu juga apabila dilihat dari perbedaan masyarakat,
organisasi bahan yang digunakan, dan pilihan psikologi belajar dalam
pengembangan kurikulum tersebut. Lebih lanjut akan diuraikan empat asas
pengembangan kurikulum tersebut dalam makalah berikut ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud landasan filosofis?
2. Apa yang dimaksud landasan sosiologis?
3. Apa yang dimaksud landasan psikologis?
4. Apa yang dimaksud landasan organisatoris?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui landasan filosofis
2. Untuk mengetahui landasan sosiologis
3. Untuk mengetahui landasan psikologis
4. Untuk mengetahui landasan organisatoris
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Filosofis
Filsafah dalam arti sebenarnya adalah cinta akan kebenaran, yang merupakan
rangkaian dari dua pengertian, yakni philein (cinta) dan shopia (kebajikan). Dalam
batasan modern, filsafat diartikan sebagai ilmu yang berusaha memahami semua
hal yang muncul didalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia, yang
berharap agar manusia dapat mengerti dan mempunyai pandangan menyeluruh
dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia di dalamnya. Intinya,
manusia merupakan bagian dari dunia.[1]
Pandangan menyeluruh dan sistematis yang diharapkan dapat dikuasai oleh
manusia adalah lebih dari sekedar pengetahuan. Barangkali yang dimaksud
dengan dikuasai disini adalah pengetahuan itu sendiri, dan juga menemukan
adanya kesalinghubungan dan pertalian semua unsur hingga pada akhirnya akan
ditemukan adanya unsur kebajikan.

Sebagai induk dari semua pengetahuan (the mother of knowledge), filsafat


dapat dirumuskan sebagai kajian tentang:
1. Metafisika, yakni studi tentang hakikat kenyataan atau realitas
2. Epistimologi, yakni studi tentang hakikat pengetahuan
3. Aksiologi, yakni studi tentang nilai
4. Etika, yakni studi tentang hakikat kebaikan
5. Estetika, yakni studi tentang hakikat keindahan
6. Logika, yakni studi tentang hakikat penalaran[2]

Pengembang kurikulum adalah, dalam mengembangkan kurikulum,


pengembang tidak hanya menonjolkan atau mementingkan filsafat pribadinya,
tetapi juga perlu mempertimbangkan falsafah yang lain, antara lain: falsafah
Negara, falsafah lembaga pendidikan, dan staf pengajar atau pendidik.
1. Falsafah bangsa
Setiap Negara di dunia ini, baik Negara berkembang maupun Negara
maju, memiliki falsafah atau pandangan pokok mengenai pendidikan. Setiap
individu memiliki pandangan tertentu mengenai pendidikan. Setiap individu
memiliki pandangan tertentu mengenai pendidikan yang kadang tidak sama
dengan pandangan umum. Keberadaan kurikulum adalah untuk memelihara
keutuhan dan persatuan bangsa dan Negara. Persoalannya, bagaimana berupaya
menyatukan beragam pandangan yang ada pada masyarakat ke dalam satu
kerangka pemikiran yang konsisten dalam upaya menyongkong proses
pengembangan kurikulum yang dapat disetujui oleh semua kalangan.
Sementara itu, tujuan filsafat pendidikan islam pada dasarnya sam
dengan dasar dan tujuan agama islam. Filsafat pendidikan islam berisi teori
umum tentang pendidikan islam yang tercantum dalm Al Qur’an dan Al
Hadist. Jadi, tujuan filsafat pendidikan islam adalah mencapai tingkat
penciptaan manusia. Tujuan filosofis pendidikan nasional dan pendidikan islam
tidaklah saling bertentangan bahkan saling mengisi, mengingat tujuan
pendidikan nasional sangat mementingkan persoalan iman, taqwa dan
keterampilan sebagaimana halnya dengan tujuan filosofi pendidikan islam,
namun tujuan filosofi pendidikan islam bersifat hakiki dan mutlak atas
keberadaannya.
Dari pemahaman mengenai dua tujuan (filosofis) pendidikan diatas,
dapattlah dimengerti bahwa dalam menentukan (proses) filsafat pendidikan
nasional indonesia bukanlah hal yang mudah, ternyata masih banyak lagi aspek
lain yang perlu diperhatikan oleh para pengembang (developers), agar
keberadaan suatu kurikulum pendidikan nasional memang betul-betul menjadi
milik semua pihak.
2. Falsafah lembaga pendidikan
Pancasila merupakan falsafah nasional yang tegas dan diterima oleh
segenap bangsa Indonesia. Dalam konteks pendidikan, pancasila dijadikan
pedoman bagi lembaga pendidikan untuk mengembangkan falsafah atau
pandangan masing-masing sesuai dengan misi dan tujuan nasional serta nilai-
nilai masyarakat yang dilayaninya. Lembaga pendidikan, sebagai contoh
UIN/IAIN, mempunyai misi yang merupakan bagian dari system pendidikan
nasional, namun tiap UIN/IAIN bisa jadi mempunyai sesuatu yang khas yang
ada perbedaannya dengan UIN/IAIN/STAIN di daerah lain.[4]
3. Falsafah pendidik
Adanya pengetahuan tentang falsafah lembaga pendidikan dimana dia
betugas menjadi suatu tuntutan pokok. Keberadaan falsafah membuat seorang
pendidik di tuntut untuk selalu relevan dengan falsafah yang berlaku,
sebagaimana di rumuskan dalam kurikulum yang ditetapkan lembaga
pendidikan itu.
Dalam operasional kurikulum, peran pendidik memang sangat penting ia
selalu terlibat dan karenanya peran falsafahnya dalam perencanaan,
pengorganisasian dan penyampaian pelajaran merupakan suatu hal yang
menentukan tercapainya tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum
sekolah bersangkutan akan sangat tidak berarti suatu kurikulum yang baik jika
pendidik memiliki falsafah yang berbeda dalam memahami, menafsirkan dan
melaksanakan kurikulum tersebut. Jadi, dalam konteks operasional kurikulum,
pendidik merupakan pemegang peran utama.

B. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologi mempunyai peran penting dalam mengembangkan
kurikulum pendidikan pada masyarakat dan bangsa di muka bumi ini. Suatu
kurikulum pada prinsipnya mencerminkan keinginan, cita-cita tertentu dan
kebutuhan masyarakat. Karena itu, sudah sewajarnya kalau pendidikan
memerhatikan aspirasi masyarakat, dan pendidikan mesti memberi jawaban
atas tekanan-tekanan yang datang dari kekuatan sosio-politik-ekonomi yang
dominan. Berbagai kesukaran juga akan muncul apabila kelompok-kelompok
sosial dalam masyarakat, seperti: militer, politik, agama, industri, pemerintah,
swasta, ekonomi, dan lain-lain, mengajukan keinginan yang bertentangan
dengan kepentingan kelompok masing-masing. Akhirnya, sangat mungkin
muncul tekanan dari sumber eksternal, dari negara lain (terutama negara maju),
organisasi internal, dan lain-lain. Karena pada dasarnya persoalan pendidikan
mempunyai keterkaitan dengan aspek lain: politik, ekonomi dan lain-lain.
Banyak lagi aspek-aspek lain yang turut memberikan pengaruh mengenai apa
yang harus dimasukkan ke dalam kurikulum, yakni yang menjadi kebutuhan
masyarakat (the need of society), antara lain:
1. Interaksi yang kompleks antara kekuatan-kekuatan sosial, politik, ekonomi,
militer, industri, dan kultural dengan masyarakat
2. Berbagai kekuatan dominan, sebagaimana diungkapkan di atas, di bagian
dunia lainnya yang erat hubungannya dengan negara bersangkutan
3. Pribadi pimpinan dan yokoh-tokoh yang memegang kekuatan formal dan
informal di berbagai lapisan masyarakat.
Sangat banyak kebutuhan masyarakat yang perlu dipilah-pilah, disaring, dan
diseleksi. Agar kebutuhan itu menjadi suatu keputusan dalam
pengembangan kurikulum, maka tugas pengembang kurikulum pun sangat
kompleks. Menurut Abu Ahamdi dan Nur Uhbiyati (1991: 225) ,
kompleksnya kehidupanm dalam masyarakat disebabkan karena:
1. Dalam masyarakat terdapat tata kehidupan yang beraneka ragam
2. Kepentingan antar-individu berbeda-beda
3. Masyarakat selalu mengalami perubahan dan perkembangan
Kurikulum sedapat mungkin dibangun dan dikembangkan dengan tetap
merujuk pada asas kemasyarakatan sekaligus dengan kebutuhan masyarakat.[8]
C. Landasan Psikologis
Kontribusi psikologi terhadap studi kurikulum memiliki dua bentuk.
Pertama, model konseptual dan informasi yang akan membangun perencanaan
pendidikan. Kedua, berisikan berbagai metodelogi yang dapat diadaptasi untuk
penelitian pendidikan.(Meggi Ing 1978:29). Definisi kurikulum menurut Kerr
(1968) adalah: as all the learning which is planned and guided by the school.
Karenanya, sejak awal definisi tentang kurikulum sudah bersifat luas, yang
mencakup individu anak didik, antar individu, kelompok dan lain lain.
Dalam memilih pengalaman belajar yang akurat, psokologi secara umum
sangat membantu. Teori – teori belajar, teori kognitif, pengembangan
emosional, dinamika group, perbedaan kemampuan individu, kepribadian,
model formasi sikap dan perubahan, dan mengetahui motivasi, semuanya
sangat relevan dalam merencanakan pengalaman pendidikan (eduacational
experience). [9]
Ketika berusaha mengiluminasi proses pikiran anak didik, ada bebrapa
pertimbangan atas hakikat ilmu pengetahuan.[10]
Untuk merencanakan suatu kurikulum, sangat penting memiliki teori
bagaimana pembelajaran ditentukan dan bagaimana kondisi pembelajaran
menjadi pembelajaran yang lebih efisien. Berbagai teori psikologi tentang cara
belajar, setidaknya secara eksplisit, membuat petunjuk –petunjuk akurat bagi
para pendidik untuk dipratikan ke anak didik.
Dalam tradisi ilmiah, pencarian teori digunakan untuk menjelaskan jumlah
maksimum fenomena-fenomena dengan jumlah minimal peraturan-peraturan,
dan itu merupakan tugas khusus yang sulit dalam menghadapi kompleksitas
kesadaran dan tingkah laku manusia. Sebagai pendidik, kita tidak
memerhatikan dengan apa sesungguhnya belajar itu, dan kita itu memerhatikan
perbedaan diantara anak didik dan juga persamannya. Kita berharap bisa
mendapatkan teori-teori psikologi yang membantu kita sebagai pendidik meski
tidak secara langsung.
a. Behaviorisme
Prinsip utama aliran behaviorisme adalah berdasarkan unit belajar.
Dalam kondisi kelas, yang dipelopori oleh Pavlov, respons dalam
pertanyaan bersifat reflektif, yang mana dalam pekerjaan thorndike dan
kemudian skinner, respon tersebut lebih kompleks. Sangatlah cocok dalam
laboratorium untuk mencoba mengisolasi “respon tunggal” (single) dan
stimuli agar dapat mempelajari hubungan diantara keduannya (meskipun
studi semacam ini lebih kompleks dan lebih banyak di text book awal saat
studi itu muncul) serta menggunakan organism yang berkapabilitas tidak
kurang dari kapabilitas pendidik. Namun dalam mengajar, pendidik
dihadapkan dengan jumlah stimulus yang kompleks, simultan, dan tidak
dapat diprediksi, sehingga untuk memikirkan suatu kondisi sebagai basis
belajar menjadi sesuatu yang terbatas sebagai kita, khususnya ketika kita
memerhatikan kesadaran pendidik maupun anak didik.[11]
Dalam program belajar rasional, yang biasanya terwujud dalam
program kurikulum bahasa, matematika dan juga membaca. Pendekatan
serupa juga digunakan untuk menghindari goncangan pemikiran individu
anak didik. Goncangan tersebut bisa berbentuk unit belajar yang bisa
menjadi bagian terpisah dengan anak didik atau juga bagian dari unit yang
lebih besar yang ia peroleh. Contoh: nama anak didik ini sering menjadi
sebuah unit bagi dia, meskipun huruf-huruf yang sama dengan kata lain
masih terpisah dalam bentuk bagian-bagian atau potongan. Seorang
behavioris melihat anak didik sebagai organisme yang merespon stimulus
dari dunia sekitarnya.
b. Teori gestalt (teori lapangan)
Kata gestalt tidak sama dengan yang ada dalam istilah bahasa inggris.
Gestalt mempunyai arti pattern atau configuration. Awalnya teori presespsi
dikembangkan untuk pembelajaran, khususnya untuk pemecahan masalah
(problem solving). Gambaran umumnya adalah bahwa bentuk itu
menggambarkan perhatian pembawaan lahir dan mempelajari pengaturan
proses yang kita miliki, ketimbang kondisi respon yang bersifat eksternal.
Teori gestalt sangat mementingkan anak didik dalam proses belajar
mengajar. Individu merupakan sentral dalam proses belajar bukan sekedar
akumulasi ilmu pengetahuan, yakni menambah suatu segmen pengetahuan
kepada pengetahuan yang telah ada.
c. Teori psikologi daya
Penganut teori psikologi daya berpandangan bahwa belajar merupakan
mendisiplinkan dan menguatkan daya mental, terutama daya piker, melalui
latihan mental yang ketat, dapat dicontohkan bahwa jika otak telah
dikembangan melalui studi matematika klasik dan humaniora anak didik
akan mampu berpikir rasional sehingga memudahkan proses belajar pada
bidang studi yang lain. Jadi , yang menjadi focus utama ialah cara
mempelajari materi pelajaran yang sulit, seperti matematika dan bahasa
klasik, agar mendisiplinkan dan mengembangkan proses mental.
d. Teori pengembangan kognitif
Menurut teori ini, kematangan mental tumbuh secara bertahap pada
anak didik sebagai follow-up dari interaksinya dengan lingkungan. Anak
didik mesti dibimbing dengan teliti bahan belajarnya harus seimbang
dengan tingkat perkembangan kognitifnya, dan perlu didorong agar mereka
maju kearah tingkat perkembangan selanjutnya.[12]

D. Landasan Organisatoris
Herbert Spencer, lebih seperempat abad yang lalu, pernah menyatakan
bahwa: What knowledge is of most morth (pengetahuan apa yang paling
bernilai)? Pengetahuan yang bernilai itu akan berarti bila mampu
menentukan bahan yang serasi dengan anak didik, setelah melalui proses
penyeleksian dari bahan pengetahuan sangat luas yang berkembang dari
waktu ke waktu secara pesat.

Disamping pendekatan organisasi, bahan pelajaran yang dipilih dengan


serasi tersebut mempunyai tujuan dan sasaran kurikulum yang pada
dasarnya disusun dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari yang
kongkret kepada yang abstrak, dan dari yang ranah (domain) tingkat rendah
kepada yang lebih tinggi, kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Sebagai konklusi dari uraian asas organisatoris tersebut, ada 3 hal
utama yang perlu diperhatikan, yakni:
1. Tujuan bahan pembelajaran
Mengajarkan keterampilan untuk masa sekarang atau mengerjakan
keterampilan untuk keperluan masa depan, untuk membantu siswa
dalam memecahkan masalah, untuk mengembangkan nilai-nilai, untuk
mengembangkan ciri ilmiah, untuk memupuk jiwa warga negara yang
baik.
2. Sasaran bahan pelajaran
Siapakah pelajar itu, apakah latar belakang pendidikan dan
pengalannya, sampai dimanakah tingkat perkembangannya,
bagaimanakah profil kepribadian dan motivasinya.
3. Pengorganisasian bahan
Bagaimana bahan pelajaran diorganisasi: apakah berdasarkan topik,
konsep, kronologi, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Sebagai induk dari semua pengetahuan (the mother of knowledge), filsafat dapat
dirumuskan sebagai kajian tentang: Metafisika, Epistimologi, Aksiologi, Etika,
Estetika, dan Logika. Namun, suatu hal yang perlu diperhatikan oleh pengembang
kurikulum adalah, dalam mengembangkan kurikulum, pengembang tidak hanya
menonjolkan atau mementingkan filsafat pribadinya, tetapi juga perlu
mempertimbangkan falsafah yang lain, antara lain: falsafah Negara, falsafah
lembaga pendidikan, dan staf pengajar atau pendidik.
Asas sosiologi mempunyai peran penting dalam mengembangkan kurikulum
pendidikan pada masyarakat dan bangsa di muka bumi ini. Suatu kurikulum pada
prinsipnya mencerminkan keinginan, cita-cita tertentu dan kebutuhan masyarakat.
Karena itu, sudah sewajarnya kalau pendidikan memerhatikan aspirasi
masyarakat, dan pendidikan mesti memberi jawaban atas tekanan-tekanan yang
datang dari kekuatan sosio-politik-ekonomi yang dominan.
Kontribusi psikologi terhadap studi kurikulum memiliki dua bentuk. Pertama,
model konseptual dan informasi yang akan membangun perencanaan pendidikan.
Kedua, berisikan berbagai metodelogi yang dapat diadaptasi untuk penelitian
pendidikan. Definisi tentang kurikulum bersifat luas, mencakup individu anak
didik, antar individu, kelompok dan lain lain. Kemudian kerr juga membagikan
kurikulum kedalam empat bagian, yakni: curriculum objectives, knowledge,
learning, experiences, and curriculum evaluation.
Keadaan masyarakat senantiasa berubah dan mengalami kemajuan pesat, sehingga
tentu akan memberi beban baru bagi pengembang kurikulum (curriculum
developers), yang berperan sebagai pembuat keputusan (decision makers) dan
memilih terhadap apa yang harus diajarkan kepada siapa.
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat, dengan penuh kekurangan dan ketidak
sempurnaan mohon kritik dan saran dari ibu dosen Dr.Nuzmi Sasferi, M.Pd
agar kami dapat belajar dari ketidak sempurnaan ini dan selanjutnya tidak
mengulangi kesalahan yang sama.
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Hamdani. Pengembangan Kurikulum Pendidikan, Bandung: CV PUSTAKA SETIA. 2012.


Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2007.
Imron, Ali. Manajemen Peserta didik. Malang: Universitas Negeri Malang, 2012.
Nasution, S. Asas-asas kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara. 2009.
Pusat Kurikulum. Kurikulum tingkat satuan pendidikan, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
2007.
Sukwadinata, Nana syaudih. Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007
Triwiyanto, Teguh. Manajemen kurikulum dan pembelajaran, Jakarta: PT Bumi Aksara. 2015.

[1] Hamdani Hamid, Pengembangan Kurikulum Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012). 47

[2] Abdullah idi, Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta: Ar Ruzz, 2007). 69

[3] Abdullah idi, Pengembangan Kurikulum. 2007. 70

[4] Abdullah idi. Pengembangan Kurikulum. 2007. 71

[5] Abdullah idi, Pengembangan Kurikulum, 2007. 72

[6] Nana Syaudih Sukwadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007). 46

[7] Nana Syaudih Sukwadinata, Pengembangan Kurikulum, 2007. 47

[8] Abdullah idi, Pengembangan Kurikulum, 2007. 75

[9] Teguh triwiyanto. Manajemen kurikulum dan pembelajaran. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015). 58

[10] Abdullah idi, Pengembangan Kurikulum, 2007. 85

[11] Abdullah idi, Pengembangan Kurikulum, 2007. 86

[12] Abdullah idi. Pengembangan Kurikulum. 2007. 88

[13] Ali Imron. Manajemen Peserta didik. (Malang: Universitas Negeri Malang, 2012). 33

[14] Ali Imron. Manajemen Peserta didik. 2012. 33

[15] S. Nasution. Asas-asas kurikulum. (Jakarta: Bumi Aksara, 2009). 49

[16] S. Nasution, Asas-asas kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009). 50

[17] Pusat Kurikulum, Kurikulum tingkat satuan pendidikan, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,
2007). 77

Anda mungkin juga menyukai