Anda di halaman 1dari 20

ILMU DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajeman Filsafat Pendidikan


Islam
Dosen Pengampu: Ali Murtadho, M.S.I.

Disusun Oleh Kelompok 4:


Medya Silvia Wati (2111030054)
Peni Aprilia (2111030068)

Prodi : Manajemen Pendidikan Islam


Semester : 3 (Tiga)
Kelas :B

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat-NYA sehingga kami
dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Sholawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah
membawa kita dari zaman kegelapan jahiliyah menuju zaman terang benderang
addinul islam.
Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Ali Murtadho, M.S.I.
selaku dosen pengampu Filsafat Pendidikan Islam yang telah mengampu kami,
kami juga ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah
membatu kami menyelesaikan makalah ini.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
dalam pembuatan makalah kali ini masih banyak ditemukan kekurangan, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 20 September 2022

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I ................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Pokok Pembahasan .............................................................................................. 1
1.3 Tujuan .................................................................................................................. 1
BAB II ................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN .................................................................................................................. 3
2.1 Pengertian Ilmu dan Agama ................................................................................ 3
A. Pengertian Ilmu Pengetahuan .............................................................................. 3
B. Pengertian Agama................................................................................................ 5
2.2 Paradigma Ilmu dan Agama ................................................................................ 6
2.3 Paradigma Integrasi Ilmu dan Agama ................................................................. 9
2.4 Upaya Integrasi Keilmuan Pada Lembaga Pendidikan Islam Menuju
Pengembangan Pendidikan Integratif ............................................................................ 11
BAB III .............................................................................................................................. 15
PENUTUP ......................................................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 15
3.2 Saran .................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Agama Islam berperan penting dalam kehidupan umat manusia. Agama
Islam menjadi pemandu dalam mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna,
damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama Islam
bagi kehidupan manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam
kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui
pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat.
Ilmu pengetahuan Agama Islam dimaksudkan untuk peningkatan potensi
spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia. Akhlak mulia
menyangkut etika, budi pekerti, dan moral sebagai manifestasi dari
pendidikan Agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan,
pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-
nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan.
Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada
optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya
mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Allah SWT. Agama
Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada
manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada
Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan
manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin,
harmonis dan produktif, baik personal maupun social.

1.2 Pokok Pembahasan


1. Apa pengertian ilmu dan agama?
2. Apa saja pemikiran tentang paradigma ilmu dan agama?
3. Apa saja pemikiran tentang paradigma integrasi ilmu dan agama?
4. Apa saja upaya integrasi keilmuan pada lembaga pendidika islam menuju
pengembangan pendidikan integratif?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian ilmu dan agama.
2. Untuk mengetahui pemikiran tentang paradigma ilmu dan agama.
3. Untuk mengetahui pemikiran tentang paradigma integrasi ilmu dan
agama.

1
4. Untuk mengetahui upaya integrasi keilmuan pada lembaga pendidika
islam menuju pengembangan pendidikan integratif.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ilmu dan Agama


A. Pengertian Ilmu Pengetahuan
1. Ilmu
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab “alima” dan berarti pengetahuan.
Pemakaian kata ini dalam bahasa Indonesia sama dengan istilah “science”. Science
berasal dari bahasa Latin: Scio, Scire yang juga berarti pengetahuan. Ilmu
merupakan hal yang urgen dalam kehidupan manusia di dunia agar manusia
meningkat kualitas dan kemampuan diri serta mengangkat eksistensinya. Definisi
ilmu menurut Harre adalah kumpulan teori-teori yang sudah diuji coba yang
menjelaskan pola teratur ataupun tidak teratur diantara fenomena yang dipelajari
secara hati-hati 1 Ilmu adalah pengetahuan. Namun, ada berbagai macam
pengetahuan. Dengan “pengetahuan ilmu” dimaksud pengetahuan yang pasti dan
betul-betul terorganisir. Jadi, pengetahuan yang berasaskan kenyataan dan tersusun
baik.2
Ilmu mengandung tiga kategori, yaitu hipotesis, teori, dan dalil hukum.
Ilmu itu haruslah sistematis dan berdasarkan metodologi, ia berusaha mencapai
generalisasi. Dalam kajian ilmiah, kalau data yang baru terkumpul sedikit atau
belum cukup, ilmuwan membina hipotesis. Hipotesis ialah dugaan pikiran
berdasarkan sejumlah data. Hipotesis memberi arah pada penelitian dalam
menghimpun data. Data yang cukup sebagai hasil penelitian dihadapkan pada
hipotesis. Apabila data itu mensahihkan (valid)/menerima hipotesis, hipotesis
menjadi tesis atau hipotesis menjadi teori. Jika teori mencapai generalisasi yang
umum, menjadi dalil ia dan bila teori memastikan hubungan sebab-akibat yang
serba tetap, ia akan menjadi hukum. 3
Berikut ini macam-macam jenis ilmu.
1. Ilmu praktis, ia tidak hanya sampai kepada hukum umum atau abstraksi,
tidak hanya terhenti pada suatu teori, tetapi juga menuju kepada dunia
kenyataan. Ia mempelajari hubungan sebab-akibat untuk diterapkan
dalam alam kenyataan.
2. Ilmu praktis normatif, ia memberi ukuran-ukuran (kriterium) dan
normanorma.
3. Ilmu proktis positif, ia memberikan ukuran atau norma yang lebih khusus
daripada ilmu praktis normatif. Norma yang dikaji ialah bagaimana

1 Dila Rukmi Octaviana, Reza Aditya Ramadhani, Hakikat Manusia, Jurnal Tawadhu. Vol 5, No 2
(2021), h. 151
2 Suedi, Pengantar Filsafat Ilmu, (Bogor: IPB Press, 2016), h. 20
3 Ibid, h. 20

3
membuat sesuatu atau tindakan apa yang harus dilakukan untuk
mencapai hasil tertentu.
4. Ilmu spekulatif ideografis, yang tujuannya mengkaji kebenaran objek
dalam wujud nyata dalam ruang dan waktu tertentu.
5. Ilmu spekulatif nomotetis, bertujuan mendapatkan hukum umum atau
generalisasi substantif.
6. Ilmu spekulatif teoretis, bertujuan memahami kausalitas. Tujuannya
memperoleh kebenaran dari keadaan atau peristiwa tertentu. 4

2. Pengetahuan
Secara etimologis pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu
“knowledge”. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi
pengetahuan adalah kepercayaan yang benar. Sementara secara terminologi akan
dikemukakan beberapa definisi tentang pengetahuan. Menurut Drs. Sidi Gazalba,
pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu
tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu
adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian, pengetahuan merupakan
hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah
proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya
sendiri. John Dewey tidak membedakan pengetahuan dengan kebenaran (antara
knowledge dengan truth). Jadi, pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar
adalah kontradiksi.5
Pengertian pengetahuan mencakup segala kegiatan dengan cara dan sarana
yang digunakan maupun segala hasil yang diperolehnya. Pada hakikatnya
pengetahuan merupakan segenap hasil dari kegiatan mengetahui berkenaan dengan
sesuatu obyek (dapat berupa suatu hal atau peristiwa yang dialami subyek). 6 Pada
dasarnya pengetahuan manusia sebagai hasil kegiatan mengetahui merupakan
khasanah kekayaan mental yang tersimpan dalam benak pikiran dan benak hati
manusia.
Pengetahuan yang telah dimiliki oleh setiap orang tersebut kemudian
diungkapkan dan dikomunikasikan satu sama lain dalam kehidupan bersama, baik
melalui bahasa maupun kegiatan; dan dengan cara demikian orang akan semakin
diperkaya pengetahuannya satu sama lain. Selain tersimpan dalam benak pikir dan
atau benak hati setiap orang, hasil pengetahuan yang diperoleh manusia dapat
tersimpan dalam berbagai sarana, misalnya: buku, kaset, disket, maupun berbagai
hasil karya serta kebiasaan hidup manusia yang dapat diwariskan dan
dikembangkan dari generasi ke generasi berikutnya.7
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat,
dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, kategori-kategori, dan
kebenarannya diuji dengan praktis. Definisi ilmu pengetahuan secara umum adalah

4 Ibid, h. 21
5 Ibid, h. 21
6 Dila Rukmi Octaviana, Reza Aditya Ramadhani, Hakikat Manusia, Jurnal Tawadhu. Vol 5, No 2

(2021), h. 148
7 Paulus Wahana, Filsafat Ilmu (Yogjakarta: Pustaka Diamon, 2016), 46-47.

4
suatu pengetahuan tentang objek tertentu yang disusun secara sistematis objektif
rasional dan empiris sebagai hasil.

B. Pengertian Agama
Agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia
yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh suatu
generasi ke generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup
bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat yang di dalamnya
mencakup unsur kepercayaan kepada kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan
respon emosional dan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup tersebut tergantung
pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib tersebut. 8
Kata agama berasal dari bahasa sanskerta "A" berarti tidak dan "GAMA"
berarti kacau. Sehingga agama berarti tidak kacau. Atau dapat diartikan suatu
peraturan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan manusia ke arah dan tujuan
tertentu. Dilihat dari sudut pandang kebudayaan, agama dapat berarti sebagai hasil
dari suatu kebudayaan, dengan kata lain agama diciptakan oleh manusia dengan
akal budinya serta dengan adanya kemajuan dan perkembangan budaya tersebut
serta peradabanya. Bentuk penyembahan Tuhan terhadap umatnya seperti pujian,
tarian, mantra, nyanyian dan yang lainya, itu termasuk unsur kebudayaan.9
Sehingga pada sudut pandang dari pengertian Agama yang ini semakin maju
peradaban manusia maka agama juga akan mengalami kemajuanya. sedangkan jika
dilihat dari sudut pandang sosiologi, agama adalah salah satu tindakan pada suatu
sistem kemasyarakatan (sosial) yang terdapat pada diri seseorang tentang
kepercayaan terhadap kekuatan tertentu (magis atau spiritual) serta berfungsi untuk
perlindungan dirinya dan orang lain. 10
Sedangakan Agama Islam adalah agama Allah, dari Allah dan milik
Allah.Diamanatkan kepada umat pengikut utusan Allah. Jadi, sejak jaman Nabi
Adam, Musa, dan Isa agama Allah adalah Islam, meskipun sekarang agama Yahudi
diklaim sebagai agama yang dibawa oleh Musa begitu juga dengan ajaran Kristen,
diklaim sebagai ajaran yang dibawa oleh Isa. Padahal sebenarnya ajaran yang
dibawa oleh Musa dan Isa untuk masalah akidah adalah sama, sama-sama
mengesakan Allah, hanya berbeda dalam hal syara’ yang lain. Jadi, makna Islam
dapat dipersempit lagi sebagai agama yang diamanatkan kepada umat pengikut
Rasulullah, Muhammad SAW.11
Agama Islam terdiri atas akidah dan syariat: akidah atau kepercayaan
(ilmunya) syariat peribadatan syariat akhlak (moral) dan muamalah Islam adalah
satu-satunya agama yang benar dan dibenarkan serta diakui oleh Allah SWT, dalam
firmannya: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali

8 Ahmad Asira, Agama da Fungsinya Dalam Kehidupan Manusia, Jural Penelitian dan Pemikiran
Keislaman. Vol 1, No 1 (2014), h. 52
9 Moqsith Ghazali. Argumen Pluralisme Agama.(Jakarta, Kata Kita:2009).29.
10 Ahmad Asira, Agama da Fungsinya Dalam Kehidupan Manusia, Jural Penelitian dan Pemikiran

Keislaman. Vol 1, No 1 (2014), h. 52


11 Ibid, h, 53

5
tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk
orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran; 85).12

2.2 Paradigma Ilmu dan Agama


Ada tiga tanggapan ilmuwan Muslim terhadap sains modern. Yang
kemudian masing-masing pendapat itu akan menentukan bagaimana pandangan
mereka pula terhadap ide Islamisasi ilmu pengetahuan. Ziauddin Sardar mencatat–
sebagaimana dikutip M. Damhuri–ada tiga kelompok yang memandang ilmu
pengetahuan modern kini.: 13
Pertama, kelompok Muslim apologetik: kelompok ini menganggap ilmu
pengetahuan modern bersifat netral dan universal. Mereka berusaha
melegitimasi hasil-hasil penemuan ilmu pengetahuan dengan mencari padanan
ayat-ayatnya yang sesuai dengan teori dalam sains tersebut. Karena hanya
sebagai bentuk apologia saja maka pandangan kelompok ini hanya sebagai
penyembuh luka bagi umat Islam secara psikologis bahwa, umat Islam tidak
ketinggalan zaman.
Kedua, kelompok yang mengakui ilmu pengetahuan Barat, tetapi berusaha
mempelajari sejarah dan filsafat ilmuan agar dapat menyaring elemen-elemen
yang “tidak islami”.
ketiga, kelompok yang percaya dengan adanya ilmu pengetahuan Islam dan
berusaha membangun islamisasi di seluruh elemen ilmu pengetahuan tersebut.
Kata “paradigma” memiliki beberapa pengertian: pertama, cara
memandang sesuatu. Kedua, dalam ilmu pengetahuan: model, pola, ideal. Dari
model-model ini fenomena yang dipandang, dijelaskan. Ketiga, totalitas premis-
premis teoritis dan metodologis yang menentukan atau mendefinisikan suatu studi
ilmiah konkret. Keempat, dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk
memecahkan problem-problem riset.14
Yang dimaksud paradigma dalam pembahasan di sini lebih mendekati pada
pengertian yang kedua, yaitu model, pola, ideal, dalam hal ini adalah model atau
pola ilmu menurut pandangan al-Qur`an. Sedangkan kata “ilmu” di sini
pengertiannya bukan sebatas pada ilmu yang bersifat kealaman atau fisika–
sebagaimana definisi yang banyak dikemukakan oleh ilmuwan modern sekarang ini
yang lebih cenderung ke ilmu-ilmu yang empirik atau sains–akan tetapi mencakup
ilmu-ilmu metafisika atau yang non-empirik, yang diakui keberadaannya dan
kebenarannya sebagai ilmu. 15
Sejak dulu hingga saat ini, perkembangan dunia keilmuan semakin maju
dan berkembang, hal tersebut dapat dilihat dengan berbagai macam temuan ilmuan
dalam mengupas berbagai persoalan dan pertanyaan mendasar seputar kehidupan,
mulai dari ilmuan Barat hingga ke Timur fokus mencari fakta-fakta ilmiah hal-hal

12 Kementerian Agama, Al-Qur’an dan terjemah (Jakarta, Balaipustaka: 2010)


13 Imam Syafi`ie, Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al Qur`an (Yogyakarta: UII Press,
2000), h. 71.
14 Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 779.
15 Khusnul Khotimah, Paradigma dan Konsep Ilmu Pengetahuan Dalam Al-Qur’an, Jurnal Epistem.

Vol 9, No 1 (2014), h. 69

6
tentang ilmu pengetahuan itu sendiri. Paradigma keilmuan Islam merupakan suatu
kajian yang sangat berkaitan erat dengan sudut pandang dalam memahami
permasalahan yang terjadi. Munculnya paradigma merupakan hasil dari penelitian
ilmiah yang dilakukan secara mendalam hingga pada akhirnya menemukan suatu
hal yang baru hingga muncul pula paradigma baru terhadap hal tersebut. Dalam
sudut pandang Islam, mempelajari suatu ilmu merupakan suatu ibadah kepada
Allah dan terdapat beberapa matlamat tertentu dalam proses menuntut ilmu. Ilmu
juga mengizinkan manusia mengkaji alam semesta ciptaan Allah ini. Untuk
kehidupan dunia kita memerlukan ilmu yang dapat menopang kehidupan dunia,
untuk persiapan di akhirat. Sedangkan umat Islam meyakini bahwa semua cabang
ilmu sumbernya adalah satu yakni Allah SWT sebagai Tuhan semesta alam yang
menciptakan segala sesuatunya. Hal tersebut tidak diyakini oleh para ilmuan Barat
karena sebagian dari Ilmuan barat berpendapat bahwa ilmu dapat ditemukan dengan
melakukan pencarian secara ilmiah dan mengingkari adanya Tuhan sebagai sumber
utamanya. Oleh karena itu penting untuk ditelaah lebih jauh lagi sikap kita untuk
memahami hal tersebut sehingga tidak terjadi pemisahan antara ilmu agama dan
ilmu umum.16
Paradigma ilmu merupakan seperangkat keyakinan dasar untuk
mengungkapkan hakikat ilmu dan cara mendapatkannya, hal tersebut terdiri atas 5
(lima) pertanyaan mendasar yakni (Suwardi, 2012: 236):17
1) Ontologis; yakni hakikat sesuatu yang dapat diketahui.
2) Epistimologis; yakni hubungan subjek dan objek ilmu.
3) Aksiologis; yakni peran nilai dalam penelitian.
4) Retorik; yakni bahasa dalam penelitian.
5) Metodologis; yakni tentang bagaimana metode mencari dan menemukan
kebenaran ilmu.
Dalam al-Qur`an, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia
dipandang lebih unggul ketimbang makhluk lain guna menjalankan fungsi
kekhalifahannya. Ini tercermin dari kisah kejadian manusia pertama yang
dijelaskan al-Qur`an pada surat al-Baqarah, 31-32:
“Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-
Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”.
Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari
apa yang telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Yang dimaksud dengan nama-nama pada ayat di atas adalah sifat, ciri dan hukum
sesuatu. Ini berarti manusia berpotensi mengetahui rahasia alam raya. 18
Objek kajian ilmu menurut pandangan al-Qur`an luas sekali, tidak sempit
seperti pandangan sains modern yang cenderung berkutat pada alam materi yang
bisa diuji oleh panca indra manusia. Objek ilmu menurut mereka hanya mencakup
sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan

16 Maryamah dkk, Paradigma Keilmuan Islam, Jurnal Filsafat Pendidikan Islam. Vol 4, No 2 (2021),
h. 162
17 Ibid, h. 163
18 M. Quraish Shihab, Wawasan al- Qur`an (Bandung: Mizan, 2006), h. 442.

7
penggandaan, variasi terbatas, dan pengalihan antarbudaya. 19 Inilah yang
membedakan pandangan antara sains modern dan al-Qur`an mengenai objek ilmu.
Oleh karena itu, sebagian ilmuwan Muslim–khususnya kaum sufi, melalui
ayat-ayat al-Qur`an–memperkenalkan ilmu yang mereka sebut al hadlarat al
Ilahiyah al khams (lima kehadiran Ilahi) untuk menggambarkan hierarki
keseluruhan realitas wujud. Kelima hal tersebut adalah:
1). Alam nasut (alam materi),
2). Alam malakut (alam kejiwaan),
3). Alam jabarut (alam ruh),
4). Alam lahut (sifat-sifat Ilahiyah),
5). Alam hahut (wujud zat Ilahi).20
Sebelum abad 20, ilmuan profesor anatomi dan biologi sel di salah satu
universitas beserta beberapa ilmuan lainnya, kesulitan melakukan penelitian
tentang perkembangan janin karena selain keterbatasan teknologi juga tidak ada
satupun literatur yang menjelaskan tahap perkembangan janin. Sementara dalam
alqur’an telah ada menjelaskan tentang proses perkembangan janin jauh sebelum
adanya teknologi sebagaimana diabadikan dalam surah al-mu’minuun ayat 12-14
tersebut.21
Atas penemuan tersebut ditulislah suatu karya buku yang diberi judul
Human Development as Described in the Alqur’an and Sunnah (2000). Tidak
cukup sampai di sana, penemuan ilmuan tersebut mampu membawa ilmuan Keith
L. Moore kemudian memeluk agama Islam. Pada abad ke 20, seorang embriolog
melakukan penelitian tentang perkembangan manusia dari tahap ke tahap dimulai
dari perkembangan embrio dalam rahim. Hingga sampai pada suatu hari, ilmuan
menemukan beberapa ayat dalam alqur’an yang berkaitan dengan apa yang sedang
diteliti saat itu. Ayat tersebut menyinggung secara rinci tentang tahap
perkembangan zigot hingga menjadi janin. Ayat yang dimaksud ialah Q.S al-
mu’minun ayat 12-14 yang berbunyi “dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang
itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah pencipta yang paling baik. Awalnya
ilmuan mengalami kesulitan untuk memahami ayat tersebut, namun pada saat itu Ia
di bantu oleh kerajaan Arab Saudi untuk menerjemahkan makna yang terkandung
dalam ayat tersebut yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan, hingga
kemudian muncullah konsep embriologi modern. 22
Terhadap peristiwa yang diuraikan di atas, kita sebagai umat Islam tentunya
merasa sangat bahagia, dan bahkan mampu meningkatkan keimanan kepada Allah
SWT, karena alqur’an yang selama ini menjadi pedoman hidup umat muslim

19 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur`an..., h. 436.


20 Ibid., h. 437
21 Maryamah dkk, Paradigma Keilmuan Islam, Jurnal Filsafat Pendidikan Islam. Vol 4, No 2 (2021),

h. 167
22 Ibid., h. 167

8
semakin teruji kebenarannya dari hasil penemuan-penemuan yang empiris oleh para
ilmuan meskipun ilmuan yang menemukan bukanlah dari para ilmuan muslim.
Penemuan di atas adalah salah satu dari sekian banyak temuan-temuan para ilmuan
yang mengungkapkan kebenaran alqur’an. Dari penelitian tentang sesuatu yang ada
dalam tubuh manusia seperti proses perkembangan janin, sampai pada penelitian
luar angkasa. Dulu orang akan menganggap bisa sampai keluar angkasa adalah
suatu hal yang mustahil, tetapi hari ini hal tersebut menjadi suatu aktivitas biasa
para ilmuan yang ingin terus menerus melakukan penelitian terhadap aktivitas luar
angkasa.23
Menurut pandangan Islam, kebenaran agama Islam menjadi sumber
motivasi pengembangan ilmu (M. Arifin, 1995: 131). Agama Islam yang
bersumberkan Al-Qur’an dan hadist mengajarkan dan mendidik manusia untuk
beripikir dan menganalisis tentang unsur kejadian alam semesta beserta isinya.
Agama telah memberikan ruang lingkup bagi pengembangan ilmu dan teknologi,
dan pemikiran bahwa perkembangan ilmu dan teknologi jangan sampai menjauh
apalagi menghapus peran agama di dalamnya (M. Arifin, 1995: 11-12).24
Ilmu pengetahuan terus berkembang dan para ilmuan terus melakukan
penelitian ilmiah untuk memunculkan paradigma baru. Ditambah lagi kecepatan
dan kecanggihan teknologi juga ikut berperan penting terhadap berkembangnya
suatu keilmuan, jika dulu seseorang yang terpisah oleh jarak jauh tidak bisa saling
melihat dan mendengar, kini dengan alat teknologi seperti laptop dan gawai, jarak
tidak lagi menjadi penghalang satu sama lain untuk tetap dapat berkomunikasi
secara audio dan visual. Jika dulu ada orang yang bisa berbicara satu sama lain
dalam jarak yang jauh mungkin dianggap suatu hal yang mustahil, magic, ataupun
sulap, tetapi dengan berkembangnya keilmuan membuat sesuatu yang tadinya tidak
empiris menjadi empiris.25

2.3 Paradigma Integrasi Ilmu dan Agama


Menurut Murad W. Hofman, terjadinya pemisahan agama dari ilmu
pengetahuan terjadi pada abad pertengahan, yakni pada saat umat Islam kurang
memperdulikan iptek. Pada masa itu yang berpengaruh di masyarakat Islam adalah
ulama tarekat dan ulama fiqih. Keduanya menanamkan paham taklid dan
membatasi kajian agama hanya dalam bidang yang sampai sekarang masih dikenal
sebagai ilmu-ilmu agama seperti tafsir, fiqih, dan tauhid. Ilmu tersebut mempunyai
pendekatan normatif dan tarekat, tarekat hanyut dalam wirid dan dzikir dalam
rangka mensucikan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah swt dengan
menjauhkan kehidupan duniawi. 26
Integrasi ilmu juga diupayakan oleh Mulyadhi Kartanegara dengan model
pendekatan rekonstruksi holistik. Rekonstruksi holistik adalah integrasi secara
menyeluruh meliputi aspek ontologis, klasifikasi ilmu dan metodologis. Ia

23 Ibid., h. 167
24 Ibid., h. 167-168
25 Ibid., h. 168
26 Murad W. Hofman, Menengok Kembali Islam Kita, terj. Rahmani Astuti (Bandung: Pustaka

Hidayah, 2002), 75.

9
berangkapan bahwa integrasi ilmu tidak mungkin tercapai hanya dengan
mengumpulkan dua himpunan keilmuan yang mempunyai basis teoritis berbeda.
Oleh karena itu integrasi harus diupayakan hingga tingkat epistemologis. 27
Menggabungkan dua himpunan ilmu yang berbeda disebuah lembaga pendidikan
seperti banyak yang terjadi selama ini tanpa diikuti oleh konstruksi epistemologis
merupakan upaya yang tidak akan membuahkan integrasi. Hal itu hanya seperti
menghimpun dua entitas yang berjalan sendiri-sendiri dalam ruangan yang sama.
Karenanya untuk mencapai tingkat integrasi epistemologis, integrasi harus
diusahakan dalam beberapa aspek atau level yaitu integrasi ontologis, integrasi
klasifikasi ilmu, dan integrasi metodologis.28
Kuntowijoyo memaparkan bahwa fungsi integritas merupaka upaya
menyatukan antara wahyu tuhan dan temuan pikiran manusia. Dengan demikian
terwujudlah ilmu yang integral. Hal ini dengan tanpa mengesampingkan peranan
tuhan di dunia ataupun mengucilkan manusia sebagai pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. 29 Pengetahuan yang benar-benar objektif tidak perlu
diislamkan karena islam mengakui dan mengajarkan objectivitas. Suatu teknologi
tidak akan berubah ketika berada di tangan orang islam maupun orang kafir.30
Dikotomi antara sains dan agama juga terjadi didunia Barat sendiri pasca
pandangan-pandangan keilmuan yang bersifat pasti yang mendistorsi nilai-nilai
religi, justru muncul fenomena yang hendak menyatukan sains dengan agama.
Barbour dan Johan F. Houg misalnya, melihat adanya upaya-upaya di Barat untuk
memadukan sains dengan agama. Setelah masa-masa yang sangat panjang konflik
antara agama dengan sains, yang akhirnya terjadi keterpisahan satu sama lain dalam
sejarah Barat, kemudian muncul pandangan tentang perlunya dialog antara sains
dengan agama, dan akhirnya muncul gagasan reintegrasi sains dengan agama.
Diantaranya adalah model integrasi yang di usung oleh F. Hough dengan tipologi
sebagai berikut; Pendekatan Konflik, suatu keyakinan bahwa pada dasarnya sains
dan agama tidak dapat dirujukan atau dipadukan. Artinya banyak pemikir saintis
yang memandang bahwa agama tidak akan pernah dapat didamaikan dengan sains.
Masing-masing berada pada posisi yang berbeda, sains menguji semua hipotesis
dan semua teorinya berdasarkan pengalaman, sedangkan agama berdasarkan
keyakinan.31
Kaum skeptis ilmiah sering mengatakan agama dilandaskan pada asumsi-
asumsi apriori atau “keyakinan”, sedangkan sains tidak mau menerima begitu saja
segala sesuatu sebagai benar. Menurut kaum saintis, memandang agama terlalu
bersandar pada imajinasi yang liar, sedangkan sains bertumpuk pada fakta yang
dapat diamati. Agama terlalu emosional, penuh gairah dan subjektif, sedangkan

27 Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik (Bandung: Arasy PT Mizan
Pustaka kerjasama dengan UIN Jakarta Press, 2005), h. 208-223
28 Ibid, h. 208-209
29 Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika (Jakarta: Teraju, 2004), h.

55
30 Ibid, h. 8
31 Haught, John F., 1995, Sccience and Religion: From Conflict to Conversation, Paulist Press, New

York, Amerika, terj. Fransiskus Borgias, 2004, Perjumpaan Sains dan Agama, dari Konflik ke Dialog,
(Mizan, Bandung), h. 01.

10
sains berusaha untuk tidak memihak, tidak terlalu bergairah, dan objektif. Jadi,
pertautan antara keduanya tidak dengan mudah dapat dilakukan. Keduanya
memiliki perbedaan mendasar sehingga upaya menyandingkan keduanya dalam
satu ”kotak” tentu akan memicu beberapa persoalan, terutama terkait dengan
benturan-benturan konseptual, metodologis dan ontologis antara ”sains” dan
”agama”. Secara tegas dapat dikatakan, bahwa dalam sejarah, sikap ”ekspansionis”
agama maupun ”sains” menolak pengaplingan wilayah masingmasing. Keduanya
sulit dipaksa berdiam dalam kotak-kotak tertentu, tetapi ingin memperluas wilyah
signifikansinya ke kotakkotak lain. Maka, ketika satu ”kotak” didiami oleh dua
entitas ini, terbukalah peluang terjadinya konflik antara keduanya. 32

2.4 Upaya Integrasi Keilmuan Pada Lembaga Pendidikan Islam


Menuju Pengembangan Pendidikan Integratif
Pendidikan Islam yang dimaknai sebagai upaya untuk mewariskan nilai-
nilai ajaran dan budaya Islam kepada generasi penerus, masih terkendali pada
persoalan dualisme sistem pendidikannya. Pendidikan Islam saat ini terkungkung
bahkan disimpulkan sedang terjebak dalam kemunduran, keterbelakangan, dan
ketidakberdayaan sebagaimana yang dialami oleh sebagian besar negara dan
masyarakat muslim. Bahkan, pendidikan yang diberi suffix Islam, juga dianggap
berkonotasi kemunduran, meskipun saat ini secara perlahan banyak lembaga
pendidikan Islam yang telah membuktikan kesuksesan dalam pengembangan
kelembagaan.33
Oleh karena itu, pendidikan Islam dituntut untuk terus berinovasi dalam
pengembangan dirinya. Baik dari sisi kurikulum, perangkat manajemen, baik dari
sisi pengembangannya maupun strategi dan taktik operasionalnya sehingga lebih
efektif dan efisien, baik dalam secara pedagogik, maupun sosio–cultural. 34 Dari
berbagai persoalan yang menimpa pendidikan Islam di Indonesia, masalah yang
cukup serius dan perlu segera dipecahkan adalah dikotomi keilmuan antara ilmu
“agama” dan ilmu “umum”. Problematika ini kemudian termanifestasikan secara
kelembagaan ke dalam dua model sistem pendidikan di Indonesia, yaitu “sekolah”
yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan
“madrasah” yang berada di bawah naungan Kementerian Agama Republik
Indonesia.35
Tertanamnya prinsip dikotomis dalam sistem pendidikan di Indonesia
menurut Prof. Dr. Syafi’i Ma’arif adalah merupakan suatu tanda tidak kuatnya
landasan filosofis pendidikan di Indonesia. Hal ini kemudian memunculkan suatu
kesan, bahwa Islam semata-mata sebagai sistem ideologi. 36 Selain dari pada itu,

32 Zainal Abidin Bagis et al, 2005, Integrasi Ilmu dan Agama Interpretasi dan Aksi, (Mizan, Bandung),
h.19.
33 Fiska Ilyasir, Pengembangan Pendidikan Islam Integratif di Indonesia;Kajian Filosofis dan Metode

Implementasih, Jurnal Literasi. Vol 8, No 1 (2017), h. 38-39


34 HM. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1991) , h. 3
35 Fiska Ilyasir, Pengembangan Pendidikan Islam Integratif di Indonesia... h. 39
36 Ahmad Warid Khan, Membebaskan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Wacana, 2002), h. 111

11
problem yang nampak terlihat dalam diskursus ilmu pendidikan Islam adalah masih
belum terakumulasinya bidang-bidang garapan pendidikan Islam untuk menjadi
suatu disiplin ilmu tersendiri. Sudah selayaknya pendidikan Islam telah
memproyeksikan ilmu yang ilmiah dan alamiah, sehingga dapat berfungsi sebagai
sarana Pemberdayaan manusia (impowerment of people) yang benar-benar
bernafaskan Islam.37
Beragam permasalahan pendidikan Islam sebagaimana telah dibicarakan di atas,
merupakan tantangan yang harus dipecahkan oleh ummat, terutama oleh lembaga
pendidikan Islam. Selain penguatan landasan filosofis sebagai dasar pengembangan
kelembagaan, maka implementasi atas konsep dan wacana pengintegrasian nilai-
nilai ajaran Islam di lembaga pendidikan menjadi permasalahan tersendiri.
Beragam tawaran alternatif implementasi pendidikan Islam terintegrasi ini telah
dibangun oleh para cendekiawan muslim terhadap permasalahan ini. Hal Pertama
yang harus dilakukan setelah pembenahan landasan filosofis pendidikan Islam
sebagaimana yang telah dibicarakan di atas adalah perlunya peninjauan
kelembagaan terhadap fungsi lembaga pendidikan Islam yang ada. 38
Lembaga pendidikan Islam di Indonesia saat ini direpresentasikan oleh
pesantren, madrasah, dan sekolah Islam. Walaupun memiliki nama yang berbeda,
namun menurut Ihsan dalam tulisan Arief Efendi yang berjudul Peran Strategis
Lembaga Pendidikan Berbasis Islam di Indonesia, ketiga lembaga ini memiliki
fungsi dan substansi yang dapat dikatakan sama. Secara fungsional, ketiga lembaga
pendidikan ini menyatakan diri sebagai institusi pendidikan yang bertugas untuk
membina fisik, mental, dan spritual peserta didik dan menyiapkan mereka menjadi
generasi penerus yang berguna bagi bangsa dan agama. Sedangkan secara substantif,
lembaga pendidikan ini dibangun atas dasar panggilan jiwa seorang kyai ataupun
ustadz, baik secara perseorangan maupun kolegial yang tidak semata-mata
bertujuan materil, tapi sebagai bentuk pangabdian kepada Sang Pencipta. 39
Saat ini, perkembangan dan penyesuaian lembaga-lembaga pendidikan
Islam dapat dikatakan cukup menyenangkan. Lembaga-lembaga pendidikan Islam
saat ini telah menyesuaikan diri sebagai tempat untuk mempelajari ilmu umum dan
ilmu agama. Walaupun demikian, adaptasi institusional ini masih dianggap sebagai
bentuk peniruan dengan mengadopsi model pendidikan umum. Biasanya adopsi ini
berupa pelaksanaan dua kurikulum “umum” dan “agama”. Hal ini berdampak pada
peningkatan beban kurikulum yang cukup berat dan terjadi tumpang tindih. 40
Jasin Anwar dalam tulisannya yang berjudul Kerangka Dasar Pembaharuan
Islam; Tinjauan Filosofis, menyarankan sebuah solusi alternatif untuk mengatasi
ambivalensi tujuan pendidikan Islam. Yaitu masing-masing lembaga pendidikan
Islam harus memilih secara tegas satu di antara dua fungsi lembaga. Dua pilihan
tersebut yaitu adalah: Pertama, mengembangkan desain model lembaga pendidikan
umum yang terintegrasi dengan nilai-nilai ajaran Islam, serta handal dan mampu

37 Ibid, h. 112
38 Jasin, Anwar, Kerangka Dasar Pembaharuan Pendidikan Islam; Tinjauan Filosofis, (Jakarta: tp,
1995), h. 5
39 Efendi, A. Peran Strategis Lembaga Pendidikan Berbasis Islam di Indonesia, Jurnal el Tarbawy.

Vol 1, No 1 (2008), h. 3.
40 Fiska Ilyasir, Pengembangan Pendidikan Islam Integratif di Indonesia... h. 44

12
bersaing dengan lembaga pendidikan umum lain. atau pilihan kedua, fokus pada
pengembangan desain pendidikan keagamaan yang berkualitas serta mampu
mempersiapkan ahli-ahli di bidang agama.41
Lebih jauh lagi, di samping mengatasi ambivalensi tujuan kelembagaan,
solusi alternatif yang dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam
adalah dengan mengatasi permasalahan kurikulum atau materi Pendidikan Islam
yang selama ini sudah berjalan. Saat ini materi pendidikan Islam di lembaga
pendidikan Islam masih terlalu di dominasi materi dan bahan ajar yang bersifat
normatif eskatologis. Materi dan bahan ajar ini kemudian disampaikan kepada
peserta didik dengan semangat ortodoksi keagamaan. 42 Artinya, peserta didik
dipaksa patuh dan tunduk pada metanarasi-religius yang di ajarkan, tanpa diberi
kesempatan untuk menelaah secara kritis. Materi pendidikan Islam yang diajarkan
akhirnya menjadi kehilangan konteksnya terhadap kehidupan sehari-hari peserta
didik. Kegiatan pembelajaran hanya menjadi aktivitas verbal dan formal untuk
menyelesaikan materi ajar atau kurikulum yang diprogram dalam batas waktu yang
telah ditentukan.
Untuk mengatasi permasalah tersebut di atas, maka lembaga pendidikan
Islam harus mampu melakukan redesain kurikulum dengan mengintegrasikan nilai-
nilai ajaran Islam ke dalam materi-materi ajar yang sudah ada. Ada beberapa
alternatif yang bisa dilakukan oleh lembaga pendidikan dalam proses
pengintegrasian kurikulum ini. Salah satu usaha integrasi ini dapat dilakukan
dengan cara pemaduan mata pelajaran umum dan materi-materi Pendidikan Agama
Islam.
Dalam hal ini kurikulum baik mata pelajaran Science seperti biologi, fisika,
kimia, dan yang lainnya; maupun mata pelajaran sosial seperti sosiologi,
antropologi dan lainnya dicoba untuk direkayasa ulang dengan memasukan konsep,
teori dan nilai-nilai ajaran Islam, baik dalam komponen capaian pembelajaran,
metode pembelajaran, materi ajar, media belajar, atau bentuk evaluasi
pembelajaran.43
Selanjutnya, model integrasi nilai-nilai Islam berikutnya adalah dalam
bentuk pemaduan materi-materi keislaman dan materi-materi pelajaran umum. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara:44
Pertama, memasukkan materi-materi keislaman terkait dengan materi mata
pelajaran umum baik pelajaran pengetahuan alam atau pengetahuan sosial guna
perluasan pengetahuan peserta didik;
kedua, memadukan konsep atau teori-teori ilmu umum ke dalam materi
pelajaran agama Islam untuk memberikan wawasan keilmuan.
Terakhir, Pemaduan secara timbal balik antara materi pelajaran umum dan mata
pelajaran agama dengan memperhatikan kesinambungan agar dapat
menghindari tumpang tindih materi yang diberikan. Hal ini merupakan bentuk
rancang bangun kurikulum yang menghubungkan teori-teori dan materi ilmu

41 Jasin, Anwar, Kerangka Dasar Pembaharuan Pendidikan Islam; Tinjauan Filosofis, (Jakarta: tp,
1995), h. 15
42 Fiska Ilyasir, Pengembangan Pendidikan Islam Integratif di Indonesia... h. 44
43 Ibid, h. 45
44 Ibid, h. 45

13
umum dengan ilmu agama agar terjadi hubungan saling mendukung dan
memperkuat.
Model rekayasa kurikulum seperti ini sejalan dengan konsep islamisasi ilmu
pengetahuan sebagaimana yang diperkenalkan oleh Ismail Raji’ al-Faruqi dalam
tulisannya yang berjudul Islamization of Knowledge: Problems, Principles and
Prospective. Al Faruqi menyebutkan bahwa menjelaskan ada dua belas langkah
atau tahapan yang harus dilakukan dalam rangka proses islamisasi ilmu
pengetahuan untuk mencapai tujuan utama islamisasi pengetahuan, yaitu: 45
a. Penguasaan pengetahuan-pengetahuan modern
b. Penguasaan sumber-sumber pengetahuan Islam (al Qur’an dan al Hadits);
c. Membangun relevansi spesifik antara Islam dan semua area pengetahuan
modern;
d. Mencari jalan untuk melakukan sintesis secara kreatif antara khazanah Islam
dan pengetahuan modern; dan
e. Mengaplikasikan hasil pemikiran sesuai jalur yang ditetapkan dan akan
memenuhi takdir ilahi.
Oleh karena itu, sebagai konsekuensi apabila sebuah lembaga pendidikan
Islam melakukan proses pengintegrasian keilmuan ini, maka lembaga-lembaga
pendidikan tersebut harus menyediakan tenaga pendidik yang memiliki wawasan
integrasi keilmuan ini, serta mampu mengimplementasikannya di ruang kelas
secara mandiri. Namun, apabila hal ini belum memungkinkan maka lembaga dapat
membuat tim ajar (team teaching) yang terdiri dari beberapa guru-guru dengan
kompetensi yang berbeda, baik di bidang materi umum maupun materi agama Islam.
Tim ajar ini bertugas untuk menyiapkan seluruh kebutuhan proses pembelajaran di
ruang kelas, dari proses pengembangan kurikulum, capaian pembelajaran, bahan
ajar, metode pembelajaran, sistem evaluasi, dan lain sebagainya.
Di sisi lain, lembaga pendidikan juga bertugas untuk mengembangkan
lingkungan pendidikan yang islami. Setiap kegiatan peserta didik di lingkungan
sekolah harus dikondisikan sedemikian rupa sesuai dengan nilai dan prinsip
pendidikan Islam, sejak mereka masuk gerbang di hari pertama hingga mereka
pulang dan menyelesaikan pendidikan mereka. Pengkondisian ini adalah upaya
diharapkan akan berdampak pada perilaku peserta didik yang secara alami akan
beradaptasi.

45 smail Razi al Faruqi, Islamization of Knowledge: Problems, Principles and Prospective dalam
Islam: Source and porpuse of knowledge (Proceedings & Selected Papers of the Second Conference
on Islamization of Knowledge 1402H/1982 AC), (International institute
of Islamic Thought, 1998), h. 53-54

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. - Kata ilmu berasal dari bahasa Arab “alima” dan berarti pengetahuan.
Pemakaian kata ini dalam bahasa Indonesia sama dengan istilah “science”.
Science berasal dari bahasa Latin: Scio, Scire yang juga berarti pengetahuan.
Ilmu merupakan hal yang urgen dalam kehidupan manusia di dunia agar
manusia meningkat kualitas dan kemampuan diri serta mengangkat
eksistensinya. Definisi ilmu menurut Harre adalah kumpulan teori-teori yang
sudah diuji coba yang menjelaskan pola teratur ataupun tidak teratur diantara
fenomena yang dipelajari secara hati-hati.
- Agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia
yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh suatu
generasi ke generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman
hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat yang
di dalamnya mencakup unsur kepercayaan kepada kekuatan gaib yang
selanjutnya menimbulkan respon emosional dan keyakinan bahwa
kebahagiaan hidup tersebut tergantung pada adanya hubungan yang baik
dengan kekuatan gaib tersebut.
2. Paradigma keilmuan Islam merupakan suatu kajian yang sangat berkaitan
erat dengan sudut pandang dalam memahami permasalahan yang terjadi.
Munculnya paradigma merupakan hasil dari penelitian ilmiah yang dilakukan
secara mendalam hingga pada akhirnya menemukan suatu hal yang baru
hingga muncul pula paradigma baru terhadap hal tersebut. Dalam sudut
pandang Islam, mempelajari suatu ilmu merupakan suatu ibadah kepada
Allah dan terdapat beberapa matlamat tertentu dalam proses menuntut ilmu.
Ilmu juga mengizinkan manusia mengkaji alam semesta ciptaan Allah ini.
Untuk kehidupan dunia kita memerlukan ilmu yang dapat menopang
kehidupan dunia, untuk persiapan di akhirat. Sedangkan umat Islam meyakini
bahwa semua cabang ilmu sumbernya adalah satu yakni Allah SWT sebagai
Tuhan semesta alam yang menciptakan segala sesuatunya. Hal tersebut tidak
diyakini oleh para ilmuan Barat karena sebagian dari Ilmuan barat
berpendapat bahwa ilmu dapat ditemukan dengan melakukan pencarian
secara ilmiah dan mengingkari adanya Tuhan sebagai sumber utamanya.
3. Integrasi ilmu bisa dikatakan dengan model pendekatan rekonstruksi
holistik. Rekonstruksi holistik adalah integrasi secara menyeluruh meliputi
aspek ontologis, klasifikasi ilmu dan metodologis. Integrasi ilmu tidak
mungkin tercapai hanya dengan mengumpulkan dua himpunan keilmuan
yang mempunyai basis teoritis berbeda. Oleh karena itu integrasi harus
diupayakan hingga tingkat epistemologis.

15
4. Upaya integrasi keilmuan dalam pendidikan islam adalah melakukan
redesain kurikulum dengan mengintegrasikan nilai islami ke materi yang
sudah ada dan memadukan materi keislaman dengan materi pelajaran umum

3.2 Saran
Alhamdulillah kami panjatkan sebagai implementasi rasa syukur kami atas
selesainya makalah Filsafat Pendidikan Islam ini. Namun dengan selesainya
bukan berarti telah sempurna, karena kami sebagai manusia, sadar bahwa
dalam diri kami tersimpan berbagai sifat kekurangan dan ketidak sempurnaan
yang tentunya sangat mempengaruhi terhadap kinerja kami.
Oleh karena itu, saran serta kritik yang bersifat membangun dari pembaca
sangat kami perlukan guna penyempurnaan dalam tugas berikutnya dan
dijadikan suatu pertimbangan dalam setiap langkah sehingga kami terus
termotivasi ke arah yang lebih baik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Suedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press.


Biyanto. 2015. Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Muslih, Mohammad. 2016. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: LESFI
Mujiburrahman. 2015. Agama, Media, dan Imajinasi. Banjarmasin: Antasari Press
Dila Rukmi Octaviana, Reza Aditya Ramadhani, Hakikat Manusia, Jurnal
Tawadhu. Vol 5, No 2 (2021)
Ahmad Asira, Agama dan Fungsinya Dalam Kehidupan Manusia, Jural Penelitian
dan Pemikiran Keislaman. Vol 1, No 1 (2014)
Fiska Ilyasir, Pengembangan Pendidikan Islam Integratif di Indonesia;Kajian
Filosofis dan Metode Implementasih, Jurnal Literasi. Vol 8, No 1 (2017)
Khusnul Khotimah, Paradigma dan Konsep Ilmu Pengetahuan Dalam Al-Qur’an,
Jurnal Epistem. Vol 9, No 1 (2014)
Maryamah dkk, Paradigma Keilmuan Islam, Jurnal Filsafat Pendidikan Islam. Vol
4, No 2 (2021)
Mohammad Firdaus, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, (Yayasan Soebono
Mantofani: 2020)

17

Anda mungkin juga menyukai