Anda di halaman 1dari 20

m

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha
Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan
sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas ”Etika
pengembangan dan dan penerapan IPTEKS dalam pandangan islam”
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak.“Fatahuddin T,S.Ag, M.Pd.I”
yang telah memberikan kesempata sehingga pembuatan makalah ini dapat
terselesaikan.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis
menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.

Berau,19 mei 2022

ii
Contents
BAB I..............................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................1
A.LATAR BELAKANG...................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................2
C. TUJUAN..................................................................................................2
D. MANFAAT...............................................................................................3
BAB II.............................................................................................................4
PEMBAHASAN...............................................................................................4
Sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan nilai dan ajaran agama 4

A. Paradigma ilmu bebas nilai dan ilmu tidak bebas nilai 7

1.1 Pengertian ilmu.................................................................................7


1.2 Pengertian nilai.................................................................................8
1.3 Paradigma ilmu.................................................................................9
B. Paradigma ilmu bebas nilai.......................................................................9
C. Paradigma ilmu tidak bebas nilai............................................................11
D. Perlunya akhlak islami dalam penerapan ipteks....................................13
BAB III..........................................................................................................16
PENUTUP.....................................................................................................16
KESIMPULAN............................................................................................16
SARAN......................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Peran Islam dalam perkembangan ipteks pada dasarnya ada 2
(dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu
pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam.
Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib
dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu
pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber
segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi
segala ilmu pengetahuan.
Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam
dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya,
wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah
Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi
pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria
inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, Standar syariah
ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan ipteks, didasarkan
pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam).
Umat Islam boleh memanfaatkan iptek jika telah dihalalkan
oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek ipteks dan telah
diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam
memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk
memenuhi kebutuhan manusia.

1
Kemajuan ilmu pengetahuan teknologi dan seni dunia , yang
kini dipimpin oleh perdaban barat , mencengangkan banyak orang di
berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material
(fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan iptek modern membuat
orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban barat
tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak negatif yang
diakibatkanya.
Padahal pada dasarnya kita hidup di dunia ini tidak lain untuk
beribadah kepada Allah SWT.

RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan nilai dan
ajaran agama?
2. Bagaimana paradigma ilmu tidak bebas nilai?
3. Bagaimana paradigma ilmu bebas nilai?
4. Bagaimana perlunya akhlak islami dalam dan penerapan ipteks?

TUJUAN
1. Mendeskripsikan sinergi ilmu dan peng integrasiannya dengan nilai
dan ajaran agama
2. Mendeskripsikan paradigma ilmu tidak bebas nilai
3. Mendeskripsikan paradigma ilmu bebas nilai
4. Mendeskripsikan akhlak islami dalam penerapan ipteks

2
MANFAAT
Manfaat penyusunan makalah ini yaitu agar dapat menambah dan
memperluas wawasan penyusun dan pembaca mengenai “Etika
pengembangan dan penerapan ipteks dalam pandangan islam”.

3
BAB II

PEMBAHASAN

Sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan nilai dan ajaran agama


Agama dan ilmu sangatlah saling terkait karena orang yang
banyak ilmunya apabila tanpa di topang oleh agama semua ilmu
tidak akan membawa kemaslahatan umat, sebagai contoh negara-
negara maju yang sangat gigih mendalami ilmu dan teknologi, tetapi
sering menjadi sumber pemicu terjadinya peperangan, begitupun
juga orang yang sangat sibuk dengan belajar agama ,tetapi tidak
mau menggali ilmu dan pengetahuan alam disekitar kita , maka akan
mengalami kemunduran , sedangkan untuk mencapai kebahgiaaan
akhirat haruslah banyak berbut/beribadah dalam hal untuk
kemajuaan umat, apa jadinya apabila semua umat berkutik di
ritualitas saja, ini adalah suatu pertanyaan gambaran yang
menyedihkan.
Seperti halnya dengan ilmu dan filsafat, agama tidak hanya
untuk agama, melainkan untuk diterapkan dalam kehidupan dengan
segala aspeknya. Pengetahuan dan kebenaran agama yang berisikan
kepercayaan dan nilai- nilai dalam kehidupan, dapat dijadikan
sumber dalam menentukan tujuan dan pandangan hidup manusia,
dan sampai kepada prilaku manuisitu sendiri. Dalam agama sekurang
– kurangnya ada empat ciri yang dapat kita kemukakan, yaitu :
Adanya kepercayaan terhadap yang gaib, kudus, dan maha agung,
dan pencipta alam semesta (Tuhan) .
Melakukam hubungan dengan hal- hal diatas,dengan berbagai
cara. Seperti dengan mengadakan acara – acara ritual, pemujaan,

4
pengabdian, dan, doa.
Adanya Suatu ajaran (doktrin) yang harus dijalankan oleh setiap
penganutnya.
Menganut ajaran Islam, ajaran tersebut diturunkan oleh Tuhan rtidak
langsung kepada seluruh umat manusia, melainkan kepada Nabi –
nabi dan rasulnya. Maka menurut ajaran islam adanya rosul dan
kitab suci merupakan ciri khas dari pada agama.Agama berbeda
dengan sains dan filsafat karena agama menekankan keterlibatan
pribadi, walaupun kita dapat sepakat tidak ada definisi agama yang
dapat diterima secara universal. Kemajuan spritual manusia dapat
diukur dengan tinggi nilai yang tak terbatas yang ia berikan kepada
objek yang ia sembah. Seorang yang religius merasakan adanya
kewajiban yang tak bersyarat terhadap zat yang ia anggap sebagai
sumber yang tertinggi bagi kepribadian dan kebaikan.
Wilayah ilmu berbeda dengan wilayah agama. Jangankan
ilmu, akal saja tidak sanggup mengadili agama. Para ulama
sekalipun, meski mereka meyakini kebenaran yang dianut tetapi
tetap tidak berani mengklaim kebenaran yang dianutnya, oleh karena
i-tu mereka selalu menutup pendapatnya dengan kalimat wallohu
a`lamu bissawab, bahwa hanya Allahlah yang lebih tahu mana yang
benar. Agama berhubungan dengan Tuhan, ilmu berhubungan
dengan alam, agama membersihkan hati, ilmu mencerdaskan otak,
agama diterima dengan iman, ilmu diterima dengan logika.Meski
demikian, dalam sejarah manusia, ilmu dan agama selalu tarik
menarik dan berinteraksi satu sama lain.

5
Sangat menarik bahwa Nabi Muhammad sendiri mengatakan
bahwa, kemulian seorang mukmin itu diukur dari agamanya,
kehormatannya diukur dari akalnya dan martabatnya diukur dari
akhlaknya. Ketika nabi ditanya tentang amal yang paling utama,
hingga lima kali nabi tetap menjawab husn al khuluq, yakni akhlak
yang baik.
Agama maupun filsafat berhubungan dengan realitas yang
sama. Kedua-duanya terdiri dari subjek-subjek yang serupa dan
sama-sama melaporkan prinsip-prinsip tertinggi wujud. Keduanya
juga melaporkan tujuan puncak yang diciptakan demi manusia yaitu
kebahagiaan tertinggi. Filsafat memberikan laporan berdasarkan
persepsi intelektual. Sedangkan agama memaparkan laporannya
berdasarkan imajinasi. Dalam setiap hal yang didemonstrasikan
oleh filsafat, agama memakai metode-metode persuasivfe untuk
menjelaskannya.
Agama berusaha membawa tiruan-tiruan kebenaran filosofis
sedekat mungkin dengan esensi mereka. Filsafat dan agama
merupakan pendekatan mendasar menuju pada kebenaran. Filsafat
dapat digambarkan sebagai ilmu tentang realitas yang didasarkan
atas metode demonstrasi yang meyakinkan, suatu metode yang
merupakan gabungan dari intuisi intelektual dan putusan logis yang
pasti. Berdasarkan alasan ini, filsafat lantas disebut sebagai ilmu dari
segala ilmu, induk dari segala ilmu, kebijaksanaan dari segala
kebijaksanaan, dan seni dari segala seni.

6
Paradigma ilmu bebas nilai dan ilmu tidak bebas nilai
Pengertian ilmu
Rasionalisasi limu pengetahuan terjadi sejak Rene Descartes
dengan sikap skeptic-metodisnya meragukan segala sesuatu, kecuali
dirinya yang sedang ragu-ragu. Sikap ini berlanjut pada Auf Klarung,
suatu era yang merupakan suatu usaha manusia untuk mencapai
rasional tentang dirinya dan alam.
Istilah ilmu dalam pengertian klasik diartikan sebagai
pengetahuan tentang sebab akibat atau asal usul. Guston Buchelard
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu produk pemikiran
manusia yang sekaligus menyesuaikan antara hukum-hukum
pemikiran dengan dunia luar.
Daoed Joesoef menunjukkan bahwa pengertian ilmu mengacu
pada tiga hal, yakni produk-produk, proses dan masyarakat.
Ilmu pengetahuan sebagai produk, artinya pengetahuan yang
telah diketahui serta diakui kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan.
Ilmu pengetahuan sebagai poses, artinya kegiatan kemasyarakatan
yang di lakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami
sebagaimana adanya bukan sebagaimana yang dikehendaki.
Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat, artinya dunia pergaulan
yang tindak tanduknya, perilaku dan sikap serta tutur katanya diatur

7
oleh empat ketentuan yaitu: universalisme, komunalisme, tanpa
pamrih dan skeptisisme yang teratur.

        Van Melsen mengemukakan beberapa ciri yang menandai ilmu, yaitu :
1. Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu
keseluruhan yang secara logis koheren
2. Ilmu pengetahuan tanpa pamrih karena erat kaitannya dengan
tanggung jawab ilmuan.
3. Universalitas ilmu pengetahuan
4. Objektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak di
distorsi oleh prasangka-prasangka subjektif
5. Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah
yang bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat
dikomunikasikan.
6. Progresivitas, artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah bila
mengandung pertanyaan-pertanyaan baru dan menimbulkan problem-
problem baru lagi.
7. Kritis, tidak ada teori ilmiah yang difinitif.
8. Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan antara
teori dengan praktis.

Pengertian nilai
Filsafat sebagai “phylosophy of life” mempelajari nilai-nilai
yang ada dalam kehidupan dan berfungsi sebagai pengontrol
terhadap keilmuan manusia. Teori nilai berfungsi mirip dengan
agama yang menjadi pedoman kehidupan manusia. Dalam teori nilai

8
terkandung tujuan bagaimana manusia mengalami kehidupan dan
memberi makna terhadap kehidupan ini.
Nilai, bukan sesuatu yang tidak eksis, sesuatu yang sungguh-
sungguh berupa kenyataan, bersembunyi dibalik kenyataan yang
tampak, tidak tergantung pada kenyataan- kenyataan lain, mutlak dan
tidak pernah mengalami perubahan (pembawa nilai bisa berubah).
Paradigma ilmu
Ilmu terbagi menjadi dua pandangan yaitu ilmu bebas nilai
(value free) dan ilmu terikat nilai/ ilmu tak bebas nilai (value bound)
Paradigma ilmu bebas nilai
Ilmu bebas nilai dalam bahasa Inggris sering disebut
dengan value free, yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi
adalah bersifat otonom. Ilmu secara otonom tidak memiliki
keterkaitan sama seklai dengan nilai. Bebas nilai berarti semua
kegiatan terkait dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada
hakikat ilmu itu sendiri. Ilmu menolak campur tangan faktor
eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu itu sendiri.
Josep Situmorang menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada
3 faktor sebagai indikator bahwa ilmu itu bebas nilai, yaitu:

a.       Ilmu harus bebas dari pengendalian-pengendalian nilai.


Maksudnya adalah bahwa ilmu harus bebas dari pengaruh eksternal
seperti faktor ideologis, religious, cultural, dan social.

b.      Diperlukan adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu


terjamin. Kebebasan di sisni menyangkut kemungkinan yang tersedia
dan penentuan diri.

9
c.       Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang
sering dituding menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri
itu bersifat universal.
Dalam pandangan ilmu yang bebas nilai, eksplorasi alam
tanpa batas dapat dibenarkan, karena hal tersebut untuk kepentingan
ilmu itu sendiri, yang terkdang hal tersebut dapat merugikan
lingkungan. Contoh untuk hal ini adalah teknologi air
condition, yang ternyata berpengaruh pada pemansan global dan
lubang ozon semakin melebar, tetapi ilmu pembuatan alat pendingin
ruangan ini semata untuk pengembangan teknologi itu dengan tanpa
memperdulikan dampak yang ditimbulakan pada lingkungan sekitar.
Setidaknya, ada problem nilai ekologis dalam ilmu tersebut, tetapi
ilmu bebas nilai menganggap nilai ekologis tersebut menghambat
perkembangan ilmu.
Ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai – nilai
yang letaknya di luar ilmu pengetahuan, hal ini dapat juga di
ungkapkan dengan rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan itu
seharusnya bebas. Maksud dari kata kebebasan adalah kemungkinan
untuk memilih dan kemampuan atau hak subyek bersangkutan untuk
memilih sendiri.
Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan diri dan
bukan penentuan dari luar. Jika dalam suatu ilmu tertentu terdapat
situasi bahwa ada berbagai hipotesa atau teori yang semuanya tidak
seluruhnya memadai, maka sudah jelas akan di anggap suatu
pelanggaran kebebasan ilmu pengetahuan, bila suatu instansi dari
luar memberi petunjuk teori mana harus di terima.

10
Menerima teori berarti menentukan diri berdasarkan satu –
satunya alasan yang penting dalam bidang ilmiah, yaitu wawasan
akan benarnya teori. Apa yang menjadi tujuan seluruh kegiatan
ilmiah disini mecapai pemenuhannya. Dengan demikian penentuan
diri terwujud sunguh – sungguh.Walaupun terlihat dipaksakan,
namun penentuan diri ini sungguh bebas, karena dilakukan bukan
berdasarkan alasan – alasan yang kurang dimengerti subyek sendiri
melainkan berdasarkan wawasan sepenuhnya tentang kebenaran.
Tokoh sosiologi, Weber menyatakan bahwa ilmu sosial harus
bebas nilai, tetapi ilmu-ilmu sosial harus menjadi nilai yang relevan.
Weber tidak yakin ketika para ilmuwan sosial melakukan
aktivitasnya seperti mengajar dan menulis mengenai bidang ilmu
sosial mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai
itu harus diimplikasikan oleh bagian-bagian praktis ilmu sosial jika
praktik itu mengandung tujuan atau rasional.
Tanpa keinginan melayani kepentingan segelintir orang,
budaya, maka ilmuawan sosial tidak beralasan mengajarkan atau
menuliskan itu semua. Suatu sikap moral yang sedemikian itu tidak
mempunyai hubungan objektivitas ilmiah.Dengan bebas nilai kita
maksudkan suatu tuntutan dengan mengajukan kepada setiap
kegiatan ilmiah atas dasar hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Orang yang mendukung bebas nilai ilmu pengetahuan akan
melakukan kegiatan ilmiah berdasarkan nilai yang khusus yang
diwujudkan ilmu pengetahuan. Karena kebenaran dijunjung tinggi
sebagai nilai, maka kebenaran itu dikejar secara murni dan semua
nilai lain dikesampingkan.

11
Paradigma ilmu tidak bebas nilai
Ilmu yang tidak bebas nilai (value bond) memandang bahwa
ilmu itu selalu terikat dengan nilai dan harus dikembangkan dengan
mempertimbangkan aspek nilai. Perkembangan nilai tidak lepas dari
dari nilai-nilai ekonomis, sosial, religius, dan nilai-nilai yang
lainnya.
Menurut salah satu filsof yang mengerti teori value bond, yaitu
Jurgen Habermas berpendapat bahwa ilmu, sekalipun ilmu alam
tidak mungkin bebas nilai, karena setiap ilmu selau ada kepentingan-
kepentingan. Dia juga membedakan ilmu menjadi 3 macam, sesuai
kepentingan-kepentingan masing-masing;
a.       Pengetahuan yang pertama, berupa ilmu-ilmu alam yang
bekerja secara empiris-analitis. Ilmu ini menyelidiki gejala-gejala
alam secara empiris dan menyajikan hasil penyelidikan untuk
kepentingan-kepentingan manusia. Dari ilmu ini pula disusun teori-
teori yang ilmiah agar dapat diturunkan pengetahuan-pengetahuan
terapan yang besifat teknis. Pengetahuan teknis ini menghasilkan
teknologi sebagai upaya manusia untuk mengelola dunia atau
alamnya.
b.      Pengetahuan yang kedua, berlawanan dengan pengetahuana
yang pertama, karena tidak menyelidiki sesuatu dan tidak
menghasilkan sesuatu, melainkan memahami manusia sebagai
sesamanya, memperlancar hubungan sosial. Aspek kemasyarakatan
yang dibicarakan adalah hubungan sosial atau interaksi, sedangkan
kepentingan yang dikejar oleh pengetahuana ini adalah pemahaman
makna.

12
c.       Pengetahuan yang ketiga, teori kritis. Yaitu membongkar
penindasan dan mendewasakan manusia pada otonomi dirinya
sendiri. Sadar diri amat dipentingkan disini. Aspek sosial yang
mendasarinya adalah dominasi kekuasaan dan kepentingan yang
dikejar adalah pembebasan atau emansipasi manusia.
Ilmu yang tidak bebas nilai ini memandang bahwa ilmu itu selalu
terkait dengan nilai dan harus di kembangkan dengan
mempertimbangkan nilai. Ilmu jelas tidak mungkin bisa terlepas dari
nilai-nilai kepentingan-kepentingan baik politik, ekonomi, sosial,
keagamaan, lingkungan dan sebagainya.

Perlunya akhlak islami dalam penerapan ipteks


Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dunia, yang
kini dipimpin oleh perdaban barat satu abad terakhir ini,
mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia.
Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan
oleh perkembangan ipteks modern membuat orang lalu mengagumi
dan meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap
kritis trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya.Padahal
Islam sangat memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni dalam kehidupan umat manusia.
Martabat manusia disamping ditentukan oleh peribadahannya
kepada Allah, juga ditentukan oleh kemampuannya mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Islam sangat mendukung
umatnya untuk melakukan research dan bereksperimen dalam hal

13
apapun, termasuk dalam IPTEKS. Bagi Islam, IPTEKS adalah
termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari keberadaannya.
Artinya:    “Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian
dengan menggunakan metode ilmiah) mengenai apa yang ada di
langit dan di bumi ...”( QS. Yunus ayat 101)
Peran pertama yang dimainkan Islam dalam ipteks, yaitu aqidah
Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi ipteks. Inilah
paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah
Saw.
Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum
muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada
sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus
dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya;
dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu
pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa
menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti
orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta
tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu
menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang
bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya
Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan
Aqidah Islam.
Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu
perubahan fundamental dan perombakan total. Dengan cara
mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma
Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham

14
sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu
pengetahuan manusia.
Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah
Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek
harus bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya
adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan
tolok ukur al-Qur`an dan al-Hadits
Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah
Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-
haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur
dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang
boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam.
Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah
diharamkan syariah Islam.
Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan
juga hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan
perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan ketentuan
hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman
hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang
mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati
mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya. (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).
ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan
janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya[528].

15
Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya). (Qs.
al-Araaf [7]: 3).
[528] Maksudnya: pemimpin-pemimpin yang membawamu kepada
kesesatan.
Sabda Rasulullah Saw:
Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah
kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak. [HR. Muslim].

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
IPTEKS yaitu Ilmu Teknologi dan Seni adalah suatu hal yang sangat
diperhatikan dalam Islam, martabat manusia disamping ditentukan
oleh peribadahannya kepada Allah, juga ditentukan oleh
kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu
Islam mewajibkan setiap umat muslim untuk menuntut ilmu, karena
manusia adalah makhluk yang telah dikaruniai potensi akal yang
sepatutnya diperintahkan untuk berfikir dan berilmu. Tetapi IPTEK
dan Seni pada zaman sekarang ini telah dikuasai oleh peradaban
Barat yang mana banyak yang melenceng dari syara’. Sejatinya, ilmu
adalah amal jariyah maka IPTEK dan Seni haruslah dijalankan sesuai
dengan hukum dan syara dan yang patut dipertimbangkah adalah
mengenai halal-haramnya, bukan manfaatnya saja.

16
SARAN
Sebagai makhluk yang diciptakannya, sudah sepatutnya kita berjalan
di dunia ini sesuai dengan aturan pencipta kita, Allah Azza wa Jalla,
karena akan telah dikaruniai kepada kita, maka kewajiban menuntut
ilmu harus segera kita jalankan. Tentunya, sesuai dengan aturan
Allah SWT.

17

Anda mungkin juga menyukai