Anda di halaman 1dari 75

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah


SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Konsentrasi Pendidikan Agama Islam

Oleh :

NUR LAILY ROVIQI

PAI III B

20.11.0101.0037

Dosen Pembimbing

MUHAMMAD GUNTUR, S.Pd.I, M.Pd.I

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH MUHAMMADIYAH

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TANJUNG REDEB

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Karena rahmat serta
hidayahnya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyusun makalah yang
berjudul “Sosiologi Pendidikan” ini dengan baik dan tepat waktu. Shalawat serta
salam dicurahkan kepada rasulullah shallahualaihiwasallam yang mengantarkan
manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.

Adapun tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi


tugas mata kuliah Sosiologi Pendidikan. Penulis berharap agar makalah ini dapat
diterima dan dapat memenuhi nilai tugas mata kuliah sosiologi pendidikan ini.

Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada ketua pipmpinan


STIT Muhammadiyah Tanjung Redeb yaitu Bpk. Fatahuddin T,S.Ag,M,Pd.I
karena telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di
STIT Muhammadiyah ini.

Tak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen


pembimbing yaitu Bpk. Muhammad Guntur, M.Pd.I karena telah memberikan
tugas ini agar penulis lebih memahami Sosiologi Pendidikan tersebut, serta
melatih penulis agar terbiasa dan lebih memahami cara penyusunan atau
sitematika awal dalam membuat makalah yang nantinya akan berguna pada
penulisan skripsi kelak.

Dalam penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna,
maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Apabila sewaktu pembaca
menemukan kata-kata yang kurang berkenan, penulis meminta maaf yang sebesar
besarnya kepada pembaca. Terimakasih atas perhatian dan waktunya dan penulis
berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Tanjung Redeb, 12 Oktober 2021

i
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1. Latar Belakang Masalah................................................................................1
2. Rumusan Masalah.........................................................................................2
3. Tujuan Penulisan Makalah............................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................4
1. SOSIOLOGI................................................................................................4
1.1 Definisi Sosiologi..................................................................................4
1.2 Objek Sosiologi dan Orientasi Sosiologi...............................................5
1.3 Ciri-ciri dan Hakikat Sosiologi..............................................................6
1.4 Pembagian Cabang-cabang Sosiologi....................................................7
1.5 Pendekatan, Fungsi, Tujuan, Metode Penelitian dan Perspektif
Sosiologi...........................................................................................................8
1.6 LAHIRNYA SOSIOLOGI..................................................................13
1.7 MASYARAKAT SEBAGAI SISTEM SOSIAL YANG DINAMIS..18
2. Sosiologi Pendidikan.................................................................................20
2.1 Pengertian Sosiologi Pendidikan.........................................................20
2.2 Objek Sosiologi Pendidikan................................................................21
2.3 Sejarah Sosiologi Pendidikan..............................................................22
2.4 Tokoh-Tokoh Sosiologi Pendidikan....................................................24
2.5 Kapan Lahirnya Sosiologi Pendidikan................................................26
3. SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM.....................................................28
3.1 Pengertian sosiologi pendidikan islam................................................28
3.2 Latar belakang Munculnya Sosiologi Pendidikan Islam.....................29
3.3 Tujuan Sosiologi Pendidikan Islam.....................................................30
3.4 Pendekatan- Pendekata Dalam Kajian Sosiologi Pendidikan Islam....33
4. SOSIOLOGI MENURUT IBNU KHALDUN........................................35

ii
4.1 Biogragfi Ibnu Khaldun.......................................................................35
4.2 Perjalanan Intelektual Ibnu Khaldun...................................................35
4.3 Mukaddimah karya Ibnu Khaldun Ibn Khaldun menghimpun aliran
sosiologinya dalam karyanya Mukaddimah...................................................37
4.4 Beberapa Pemikiran Ibnu Khaldun......................................................38
5. PERBANDINGAN ANTARA SOSIOLOGI PENDIDIKAN IBNU
KHALDUN DAN IBNU SINA........................................................................44
5.1 IBNU KHALDUN...............................................................................44
5.2 Karya-karya Ibnu Khaldun..................................................................44
5.3 Pendidikan islam menurut Ibnu Khaldun............................................45
5.4 Biografi Ibnu Sina................................................................................48
5.5 Karya-karya Ibnu Sina.........................................................................48
5.6 Pendidikan islam menurut Ibnu Sina...................................................50
5.7 Tujuan Pendidikan...............................................................................61
6 SOSIOLOGI PERKOTAAN DAN PEDESAAN...................................62
6.1 Pengertian Sosiologi dan Masyarakat..................................................62
6.2 Masyarakat Perkotaan..........................................................................63
6.3 Definisi dan pembahasan modernisasi.................................................63
6.4 Masyarakat Pedesaan...........................................................................64
6.5 Hubungan Masyarakat Perkotaan dan Pedesaan.................................65
BAB III..................................................................................................................67
PENUTUP..............................................................................................................67
1. Kesimpulan.................................................................................................67
2. Saran............................................................................................................69
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................70
BIODATA DIRI....................................................................................................71

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Secara umum sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari
masyarakat secara keseluruhan, yakni hubungan antara manusia dengan manusia,
manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik formal maupun
material, baik statis maupun dinamis. Sosiologi juga dapat diartikan sebagai ilmu
yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan-
perubahan sosial. Sosiologi merupakan ilmu umum artinya sosiologi mempelajari
gejala umum yang ada pada setiap interaksi manusia, bukan mempelajari ilmu
dengan gejala khusus. Maka dari itu sosiologi mencakup segala aspek dalam
kehidupan manusia, karena manusia adalah makhluk sosial yang hidup
bermasyarakat dan selalu melakukan interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Di
dalam penelitian ini peneliti melihat dari sudut pandang sosiologi pendidikan.
Menurut Dr. Ellwood, “sosiologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang proses belajar dan mempelajari antara orang yang satu
dengan orang yang lain” Manusia dalam kehidupannya selalu mengalami proses
belajar dan mempelajari sesuatu.

Di dalam proses tersebut setiap orang mempelajari orang lain baik secara
langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu sosiologi pendidikan tidak lepas
dari hubungan antara individu sebagai aktor yang mempelajari lingkungan
sosialnya. Dalam studi sosiologi pendidikan yang memadai mencakup pengertian
individu dan lingkungan sosialnya, dimana individu dan lingkungan sosialnya tadi
tidaklah berdiri sendiri-sendiri, tetapi terjalinlah hubungan timbal balik antara
keduanya. Tingkah laku individu dari semenjak lahir sampai meninggal dunia
adalah terus-menerus dikondisikan oleh kebudayaan masyarakat, maka sosiologi
pendidikan tidak hanya bersasaran khusus kepada lembaga-lembaga atau medan
pendidikan yang formalseperti sekolah tetapi harus meliputi juga lembaga-
lembaga yang lain misalnya keluarga, kelompok permainan, lembaga-lembaga
agama dan media-media lain.

1
2

Sasaran utama di dalam sosiologi pendidikan adalah peserta didik dan


lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial tersebut dapat mempengaruhi peserta
didik dalam proses belajar. Tidak hanya itu sosiologi pendidikan juga bersasaran
pada lembaga-lembaga, baik lembaga formal seperti sekolah atau lembaga non
formal seperti keluarga dan lain-lain. Sosiologi pendidikan lebih mengutamakan
pembahasan pendidikan karakter dari sisi sosialisasi peserta didik sebagai individu
(self) dalam hubungannya dengan masyarakat (society), termasuk nilai-nilai
bersama yang dibangun dalam hubungan itu. Ahli-ahli pendidikan mengatakan
bahwa sosiologi pendidikan tidak hanya berhubungan dengan tujuan-tujuan
pendidikan, kurikulum, metode dan pengukuran, tetapi juga berhubungan dengan
sekolah dan seluruh masyarakat. Salah satu lingkungan sosial dari pada individu si
anak ini berhubungan dengan sikap orang tuanya, berhubungan dengan keluarga
perbedaan bahasa dan cita-cita. Misalnya orang tua mengingankan agar anaknya
melebihi dari pada orang tuanya.

Terdapat beberapa tujuan sosiologi pendidikan, salah satunya yaitu


sosiologi pendidikan sebagai analisis proses sosialisasi. Di antara para ahli
sosiologi pendidikan ada yang beranggapan bahwa seluruh proses sosiologi anak-
anak merupakan pusat perhatian bidang studi ini. Mereka ini mengutamakan
proses bagaimana kelompok-kelompok sosial mempengaruhi kelakuan individu.
Pendidikan sudah dimulai semenjak seorang individu pertama kali berinteraksi
dengan lingkungan eksternal di luar dirinya, yakni keluarga. Keluarga mempunyai
fungsi utama dalam pembentukan pribadi seseorang, keluarga memiliki fungsi
pengantar pada masyarakat besar. Sebagai penghubung pribadi dengan struktur
sosial yang lebih besar.

2. Rumusan Masalah
1. Apa itu Sosiologi ?
2. Apa itu Sosiologi Pendidikan ?
3. Apa itu Sosiologi Pendidikan Islam ?
4. Siapa itu Ibnu Khaldun ?
5. Bagaimana pemikiran Ibnu Khaldun terhadap pendidikan islam?
6. Siapa itu Ibnu Sina?
7. Dan apa itu sosiologi perkotaan dan pedesaan?
3

3. Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk mengetahui apa itu sosiologi.
2. Untuk mengetahui apa itu sosiologi pendidikan.
3. Untuk mengetahui apa itu sosiologi pendidikan islam.
4. Untuk mengetahui siapa itu Ibnu Khaldun.
5. Untuk mengetahui apa saja pemikiran Ibnu Khaldun dalam perspektif
sosiologi ?
6. Untuk mengetahui siapa itu Ibnu Sina.
7. Dan untuk mengetahui bagaimana sosiologi perkotaan dan pedesaan.
BAB II

PEMBAHASAN

1. SOSIOLOGI
Sosiologi berasal dari bahasa Latin socius yang artinya kawan dan logos
yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi, sosiologi ialah ilmu pengetahuan yang
mempelajari hubungan antara teman dan teman, yaitu hubungan antara seorang
dengan seorang, seorang dengan golongan maupun golongan dengan golongan.
Dalam perumusan ini terdapat perkataan hubungan antara teman dengan teman.
Pengertian teman di sini berbeda dengan pengertian seharihari yang biasa kita
pakai. Pengertian teman di sini ialah bahwa di dalamnya termasuk pengertian
kawan dan lawan.

1.1 Definisi Sosiologi


Definisi-definisi sosiologi itu, antara lain sebagai berikut.
a. Roucek dan Warren
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan
kelompok-kelompok.
b. William F. Orgburn dan Meyer F. Nimkoff
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan
hasilnya, yaitu organisasi sosial.
c. J.A.A. Van Doorn dan C.J. Lammers
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-
proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
d. Pitirim A. Sorokin
Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hal-hal sebagai berikut.
Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial.
Misalnya antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral,
hukum dengan ekonomi, dan gerak masyarakat dengan politik. Hubungan dan
pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala nonsosial.
Misalnya gejala geografis dan gejala biologis. Ciri-ciri umum daripada semua
jenis gejala-gejala sosial.

4
5

e. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi


Sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial
dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Struktur
sosial, yaitu keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu
kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial
serta lapisan-lapisan sosial. Proses sosial, yaitu pengaruh timbal balik
berbagai segi kehidupan bersama.
1.2 Objek Sosiologi dan Orientasi Sosiologi
Objek Sosiologi ada dua macam, yaitu objek material dan objek formal.
a. Objek Material
Objek material sosiologi adalah kehidupan sosial, gejala-gejala, dan proses
hubungan antarmanusia yang mempengaruhi kesatuan hidup manusia itu
sendiri.
b. Objek Formal
Objek formal sosiologi, yaitu ditekankan pada manusia sebagai makhluk sosial
atau masyarakat. Dengan demikian, objek formal sosiologi adalah hubungan
antarmanusia serta proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam
masyarakat.
Orientasi sosiologi di masyarakat meliputi hal-hal sebagai berikut.
 Keluarga adalah soko guru dari kelompok masyarakat.
 Kelangsungan hidup masyarakat memerlukan sejumlah ketentuan untuk
mengatur tingkah laku manusia.
 Kehidupan manusia banyak dipengaruhi oleh lembaga-lembaga sosial
yang ada di sekelilingnya, dan harus mampu menyesuaikan diri dengan
lembaga-lembaga tersebut.
 Individu, keluarga, dan masyarakat mempunyai kecenderungan untuk
mengklasifikasikan dirinya secara sosial menurut keturunan, tingkat
kemakmuran, pendidikan, jabatan, keanggotaan kelompok, dan status
sosial lainnya.
 Adanya komunikasi dengan kebudayaan dan masyarakat lain akan
menimbulkan perubahan-perubahan nilai budaya.
 Kerja sama dan saling menghormati merupakan tuntutan kemanusiaan.
6

 Realisasi kehidupan pribadi dibentuk melalui hubungannya dengan


yang lain.
 Perbuatan-perbuatan yang dapat diterima oleh suatu masyarakat dapat
merupakan perbuatan yang tabu bagi masyarakat yang lain.
 Migrasi atau perpindahan bangsa-bangsa menimbulkan percampuran
budaya antarindividu dan antar kelompok.
 Lingkungan sekitar baik fisik dan sosial akan mempengaruhi kehidupan
manusia, dan manusia pun akan mempengaruhi lingkungannya.
1.3 Ciri-ciri dan Hakikat Sosiologi
Sosiologi merupakan salah satu cabang dari kelompok-kelompok ilmu sosial
yang mempunyai sifat dan ciri-ciri tersendiri sebagai berikut.
a. Empiris, artinya ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi
terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.
b. Teoretis, artinya suatu ilmu pengetahuan yang selalu berusaha untuk
menyusun abstraksi dari hasil-hasil pengamatan. Abstraksi tersebut
merupakan kesimpulan logis yang bertujuan menjelaskan hubungan sebab
akibat sehingga menjadi teori.
c. Komulatif, artinya disusun atas dasar teori-teori yang sudah ada atau
memperbaiki, memperluas, serta memperkuat teori-teori yang lama.
d. No etis, artinya pembahasan suatu masalah tidak mempersoalkan buruk
atau baik masalah tersebut, tetapi lebih bertujuan untuk menjelaskan
masalah tersebut secara mendalam. Hakikat sosiologi sebagai ilmu
pengetahuan antara lain sebagai berikut.
e. Sosiologi adalah ilmu sosial, hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa
sosiologi mempelajari atau berhubungan dengan gejala-gejala
kemasyarakatan.
f. Dalam sosiologi objek yang dipelajari dibatasi pada apa yang terjadi
sekarang dan bukan apa yang seharusnya terjadi pada saat ini. Oleh karena
itu, sosiologi disebut pula ilmu pengetahuan normatif.
g. Dilihat dari segi penerapannya, sosiologi dapat digolongkan ke dalam ilmu
pengetahuan murni (pure science) dan dapat pula menjadi ilmu terapan
(applied science).
7

h. Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan pengetahuan


yang konkret. Artinya, yang menjadi perhatian adalah bentuk dan pola-
pola peristiwa dalam masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya
peristiwa itu sendiri.
i. Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-
pola umum manusia dan masyarakatnya. Sosiologi meneliti dan mencari
apa yang menjadi prinsip dan hukum-hukum umum dari interaksi manusia
serta sifat, bentuk, isi dan struktur masyarakat.
j. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum, bukan khusus, artinya
sosiologi mempelajari gejala-gejala umum yang ada pada interaksi
antarmanusia.
1.4 Pembagian Cabang-cabang Sosiologi
Objek sosiologi, yaitu masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antara
manusia dan proses yang timbul akibat hubungan manusia dalam masyarakat.
Jadi, yang dipelajari dalam sosiologi itu sangat luas antara lain sebagai berikut.
 Hubungan timbal balik antara manusia dengan manusia lain.
 Hubungan antara individu dengan kelompok.
 Hubungan antara kelompok satu dengan kelompok lain.
 Sifat-sifat dari kelompok-kelompok sosial yang bermacam-macam
coraknya.
Berdasarkan kekhususan dari ruang lingkupnya, menurut Soerjono Soekanto
sosiologi dapat diklasifikasikan menjadi dua macam cabang, yaitu sosiologi
umum dan khusus.
a. Sosiologi Umum
Mempelajari dan menyelidiki tingkah laku manusia pada umumnya, dalam
mengadakan hubungan masyarakat.
b. Sosiologi Khusus
Mempelajari dan menyelidiki berbagai sektor kehidupan bermasyarakat,
dari suatu segi kehidupan tertentu.
Contoh:
1) Sosiologi pembangunan, membahas masyarakat di dalam pembangunan.
2) Sosiologi industri, membahas masyarakat dalam dunia industri.
8

3) Sosiologi politik, membahas masyarakat dalam hubungannya dengan


politik.
4) Sosiologi hukum, membahas tingkah laku manusia dan masyarakat dalam
kaitannya dengan hukum yang berlaku.
5) Sosiologi pedesaan, membahas masyarakat di pedesaan.
6) Sosiologi perkotaan, membahas masyarakat di kota-kota.
7) Sosiologi pendidikan, membahas hubungan gejala kemasyarakatan dengan
pendidikan. Dan masih ada sosiologi yang lain.
Beberapa teori-teori sosiologi itu yang paling banyak adalah berasal dari barat.
Orang yang pertama kali memakai istilah atau pengertian sosiologi adalah
Auguste Comte. Dialah yang dianggap sebagai bapak sosiologi pertama.
1.5 Pendekatan, Fungsi, Tujuan, Metode Penelitian dan Perspektif Sosiologi
1.2.1 Pendekatan Sosiologi
Sosiologi disebut ilmu kemasyarakatan karena mempelajari struktur-
struktur dan proses-proses kemasyarakatan. Sosiologi termasuk kelompok ilmu
sosial, tetapi masih muda usianya.
Dilihat dari segi pendekatan sosiologi menurut Drs. Kuswanto ada duaciri khas,
yaitu bersifat komparatif dan bersifat holistik.
a. Pendekatan Komparatif
Pendekatan komparatif, yaitu pendekatan yang melihat manusia dengan
pandangan yang luas, tidak hanya masyarakat yang terisolasi atau hanya dalam
tradisi sosial tertentu saja. Ciri-ciri pendekatan komparatif, antara lain:
1) berusaha mengenali persamaan-persamaan dan perbedaanperbedaan
sampai kepada generalisasi;
2) berusaha memberikan uraian keterangan ilmiah yang dapat diterima;
3) membanding-bandingkan antarmasyarakat yang satu dengan masyarakat
yang lain, termasuk tradisi satu dengan tradisi yang lain dalam seluruh
ruang dan waktu; dan
4) memberikan uraian tentang variasi bentuk-bentuk sosial dan mencatat
asal-usul serta perkembangan manusia dengan adat-istiadatnya,
mencakup dimensi waktu.
b. Pendekatan Holistik
9

Pendekatan holistik, yaitu suatu pendekatan berdasarkan pendapat bahwa


masyarakat itu dapat diselidiki sebagai keseluruhan, sebagai unit-unit yang
bersifat fungsional, atau sebagai sistem-sistem tertentu.
Sosiologi mencoba mencakup keseluruhan ruang lingkup dari segala
sesuatu yang berhubungan dengan kemanusiaan sampai kepada generalisasi-
generalisasi. Secara khusus pendekatan holistik dalam sosiologi mempunyai dua
aspek primer sebagai berikut.
1) Mencoba meninjau kebudayaan manusia sebagai jaringan tunggal yang
saling berkaitan, sebagai kesatuan yang teratur, dan sebagai keseluruhan
yang berfungsi. Di dalamnya semua bagian saling berhubungan sebagai
komponen suatu sistem. Suatu kejadian yang terjadi pada komponen yang
satu akan berpengaruh pada struktur dan kerja secara keseluruhan.
2) Mempelajari ciri-ciri biologis dan ciri-ciri sosial budaya dari
spesiesspesies. Evolusi fisik manusia dan evolusi budaya tidak dipandang
tanpa berkait-kaitan untuk mendapatkan pemahaman yang tepat.
1.2.2 Fungsi dan Tujuan Mempelajari Sosiologi
Ada empat fungsi mempelajari sosiologi, yaitu sebagai berikut.
1) Dengan mempelajari sosiologi, kita akan dapat melihat dengan lebih jelas
siapa diri kita, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota kelompok
atau masyarakat.
2) Sosiologi membantu kita untuk mampu mengkaji tempat kita di
masyarakat, serta dapat melihat budaya lain yang belum kita ketahui.
3) Dengan bantuan sosiologi, kita akan semakin memahami pula norma,
tradisi, keyakinan, dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat lain, dan
memahami perbedaan-perbedaan yang ada tanpa hal itu menjadi alasan
untuk timbulnya konflik di antara anggota masyarakat yang berbeda.
4) Kita sebagai generasi penerus, mempelajari sosiologi membuat kita lebih
tanggap, kritis, dan rasional menghadapi gejala-gejala sosial masyarakat
yang makin kompleks dewasa ini, serta mampu mengambil sikap dan
tindakan yang tepat dan akurat terhadap setiap situasi sosial yang kita
hadapi sehari-hari.
Tujuan peserta didik mempelajari sosiologi, yaitu sebagai berikut.
10

1) Memahami konsep-konsep sosiologi seperti sosialisasi, kelompok sosial,


struktur sosial, lembaga sosial, perubahan sosial, konflik, dan integrasi
sosial.
2) Memahami berbagai peran sosial dalam kehidupan masyarakat.
3) Menumbuhkan sikap, kesadaran, dan kepedulian sosial dalam kehidupan
bermasyarakat.
1.2.3 Metode Penelitian Sosiologi
Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa pada dasarnya terdapat dua jenis
metode atau teknik yang dipergunakan dalam sosiologi.
a. Metode Kualitatif
Mengutamakan hasil pengamatan yang sukar diukur dengan angka-angka
atau ukuran-ukuran yang matematis, meskipun kejadiankejadian itu nyata ada di
masyarakat.
Yang termasuk metode kualitatif sebagai berikut
1) Metode komparatif, yaitu metode pengamatan dengan membandingkan
bermacam-macam masyarakat dan bidang-bidangnya untuk memperoleh
perbedaan dan persamaan sebagai petunjuk tentang perilaku masyarakat
pertanian Indonesia pada masa lalu dan masa yang akan datang.
2) Metode historis, yaitu metode pengamatan yang menganalisis peristiwa-
peristiwa dalam masa silam untuk merumuskan prinsip - prinsip umum
(secara makro).
3) Metode studi kasus, yaitu metode pengamatan tentang suatu keadaan,
kelompok, masyarakat setempat, lembaga-lembaga maupun individu-
individu. Alat-alat yang dipergunakan dalam studi kasus adalah:
a) wawancara (interview),
b) daftar pertanyaan (questionnaire), dan
c) participant observer technique, di mana pengamat ikut dalam
kehidupan masyarakat yang diamati.
b. Metode Kuantitatif
Mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka-angka sehingga gejala
gejala yang diteliti dapat diukur dengan menggunakan skala, indeks, tabel, dan
11

formula. Termasuk dalam metode ini adalah metode statistik di mana gejala-gejala
masyarakat dianalisis.
Di samping metode-metode di atas, masih ada beberapa metode lain sebagai
berikut.
1) Metode empiris, yaitu suatu metode yang mengutamakan
keadaankeadaan nyata di dalam masyarakat.
2) Metode rasional, yaitu suatu metode yang mengutamakan penalaran dan
logika akal sehat untuk mencapai pengertian tentang masalah
kemasyarakatan.
3) Metode deduktif, yaitu metode yang dimulai dari hal-hal yang berlaku
umum untuk menarik kesimpulan yang khusus.
4) Metode induktif, yaitu metode yang mempelajari suatu gejala khusus
untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum.
5) Metode fungsional, yaitu metode yang dipergunakan untuk menilai
kegunaan lembaga-lembaga sosial masyarakat dan struktur sosial
masyarakat.
1.2.4 Perspektif Sosiologi dan Hubungan Sosiologi Dengan Ilmu Lain
Untuk mempelajari sesuatu di masyarakat sebaiknya dimulai dengan
membuat asumsi tentang sifat-sifat objek yang akan dipelajari. Asumsi ini disebut
perspektif atau paradigma, yaitu suatu cara memandang atau cara memahami
gejala tertentu menurut keyakinan kita. Di dalam sosiologi terdapat beberapa
perspektif, yaitu sebagai berikut.
a. Perspektif Interaksionis
Memusatkan perhatian terhadap interaksi antara individu dengan kelompok,
terutama dengan menggunakan simbol-simbol, antara lain tanda, isyarat, dan kata-
kata baik lisan maupun tulisan.
b. Perspektif Evolusionis
Paradigma utama dalam sosiologi yang memusatkan perhatian pada pola
perubahan dan perkembangan yang muncul dalam masyarakat yang berbeda untuk
mengetahui urutan umum yang ada.
c. Perspektif Fungsionalis
12

Melihat masyarakat sebagai suatu jaringan kelompok yang bekerja sama


secara terorganisir dan memiliki seperangkat aturan dan nilai kelompok atau
lembaga yang melaksanakan tugas tertentu secara terus-menerus sesuai dengan
fungsinya yang dianut oleh sebagian besar anggotanya.
Masyarakat dipandang sebagai sesuatu yang stabil dengan kecenderungan ke
arah keseimbangan, yaitu untuk mempertahankan sistem kerja yang selaras dan
seimbang.
d. Perspektif Konflik
Memandang adanya pertentangan antarkelas dan eksploitasi kelas di dalam
masyarakat sebagai penggerak utama kekuatan-kekuatan dalam sejarah.
Masyarakat terikat sebab ada kekuatan dari kelompok kelas yang dominan.
Kelompok ini menciptakan suatu konsensus untuk melaksanakan nilai-nilai dan
peraturan di masyarakat. Ilmu pengetahuan dibagi atas dua kelompok besar, yakni
kelompok ilmu-ilmu alam (natural sciences) dan kelompok ilmu-ilmu sosial
(social sciences). Ilmu-ilmu alam secara khusus mempelajari fenomena fisik,
meliputi antara lain fisika, kimia, biologi, astronomi, dan geologi.
Sedangkan ilmu-ilmu sosial mempelajari fenomena nonfisik, yakni segala
sesuatu yang berhubungan dengan perilaku manusia. Karena fenomena nonfisik
itu sangat luas maka ruang lingkup ilmuilmu sosial pun sangat luas, meliputi
psikologi (ilmu tentang perilaku manusia individu), sosiologi (ilmu tentang
perilaku kelompok), politik (ilmu tentang pengendalian pemerintahan dan
administrasi negara), ekonomi (ilmu tentang produksi, distribusi, dan konsumsi
barang dan jasa), dan antropologi (ilmu tentang manusia, kebudayaan, bahasa,
evolusi, dan sebagainya).
Disiplin ilmu politik, antropologi budaya, antropologi sosial, dan psikologi
sosial, memiliki banyak persamaan dalam konsep. Semua merupakan ilmu
penunjang bagi Sosiologi. Begitu juga halnya dengan Geografi Sosial (ilmu
tentang peran manusia dalam berbagai proses seperti pertumbuhan, penurunan,
dan mobilitas penduduk), dan Sejarah (catatan dan penjelasan tentang peristiwa-
peristiwa masa lampau yang berkaitan dengan manusia).
13

1.6 LAHIRNYA SOSIOLOGI


Sebenarnya pemikiran tentang masyarakat sudah ada sejak dulu. Sebelum
Auguste Comte, yang dianggap sebagai titik tolak sosiologi, sudah banyak orang
yang mencoba menelaah masyarakat secara sistematis, antara lain Plato,
Aristoteles, Ibnu Khaldun, John Locke, dan J.J. Rousseau. Akan tetapi,
penelitian mereka masih tercampur dengan disiplin ilmu lain, seperti, politik,
psikologi, sejarah, dan sebagainya. Dengan demikian, lahirnya sosiologi sebagai
ilmu baru dihitung sejak Auguste Comte. Berikut ini merupakan tokoh sosiologi
mulai dari Comte.
1. Auguste Comte (1789 - 1857)
Perkataan ”sosiologi” pertama kali diciptakan pada tahun 1839 oleh Auguste
Comte, seorang ahli filsafat berkebangsaan Perancis. Comte-lah yang pertama kali
menggunakan nama ”sosiologi”. Selain itu, Comte memberi sumbangan yang
begitu penting terhadap sosiologi. Oleh karena itu, para ahli umumnya sepakat
untuk menjulukinya sebagai ”Bapak Sosiologi”. Comte sangat berjasa terhadap
sosiologi. Beberapa sumbangan penting Comte terhadap sosiologi sebagai berikut.
Dibandingkan dengan ilmu-ilmu sosial lainnya (geografi, sejarah, ekonomi,
hukum), sosiologi merupakan ilmu-ilmu sosial yang paling luas dasar-dasarnya.
Sosiologi, merupakan sifat-sifat atau ciri-ciri yang timbul dari kehidupan
masyarakat dan relasi sosial yang dilembagakan.
a. Ia mengatakan bahwa ilmu sosiologi harus didasarkan pada pengamatan,
perbandingan, eksperimen, dan metode historis secara sistematik. Objek
yang dikaji pun harus berupa fakta artinya bukan harapan atau prediksi.
Jadi, harus objektif dan harus pula bermanfaat dan mengarah kepada
kepastian dan kecermatan.
b. Ia mengatakan pula bahwa sosiologi merupakan ratu ilmu-ilmu sosial,
dan menempati peringkat teratas dalam hierarki ilmu-ilmu sosial.
c. Ia membagi sosiologi ke dalam dua bagian besar, yaitu statika sosial
yang mewakili stabilitas atau kemantapan, dan dinamika sosial yang
mewakili perubahan.
14

d. Ia menyumbangkan pemikiran yang mendorong perkembangan sosiologi


dalam bukunya Positive Philosophy yang dikenal dengan hukum
kemajuan manusia atau hukum tiga jenjang. Dalam menjelaskan gejala
alam dan gejala sosial, manusia akan melewati tiga jenjang berikut.
 Jenjang I (jenjang teologi): segala sesuatu dijelaskan dengan
mengacu kepada hal-hal yang bersifat adikodrati.
 Jenjang II (jenjang metafisika): pada jenjang ini manusia
memahami sesuatu dengan mengacu kepada kekuatan-kekuatan
metafisik atau hal-hal yang abstrak.
 Jenjang III (jenjang positif): gejala alam dan sosial dijelaskan
dengan mengacu kepada deskripsi ilmiah (jenjang ilmiah).
2. Karl Marx (1818 - 1883)
Karl Marx lebih dikenal sebagai tokoh sejarah ekonomi daripada seorang
perintis sosiologi dan ahli filsafat. Karl Marx mengembangkan teori mengenai
sosialisme yang kemudian dikenal dengan nama ”Marxisme”. Meskipun
demikian, Marx merupakan seorang tokoh teori sosiologi yang terkenal juga.
Sumbangan Marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai kelas. Marx
berpandangan bahwa sejarah masyarakat manusia merupakan sejarah perjuangan
kelas. Menurut Marx, perkembangan pembagian kerja dalam ekonomi
kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda, yaitu kaum proletar dan kaum
borjuis.
a) Kaum proletar adalah kelas yang terdiri atas orang-orang yang tidak
mempunyai alat produksi dan modal sehingga dieksploitasi untuk
kepentingan kaum kapitalis.
b) Kaum borjuis (kaum kapitalis) adalah kelas yang terdiri atas orangorang
yang menguasai alat-alat produksi dan modal.
Menurut Marx, pada suatu saat kaum proletar akan menyadari kepentingan
bersama mereka sehingga bersatu dan memberontak terhadap kaum kapitalis.
Mereka akan memperoleh kemenangan yang akan mengakibatkan terhapusnya
pertentangan kelas sehingga masyarakat proletar akan mendirikan masyarakat
tanpa kelas.
3. Herbert Spencer (1820 - 1903)
15

Herbert Spencer, orang Inggris, pada tahun 1876 mengetengahkan sebuah


teori tentang ”evolusi sosial”, yang hingga kini masih dianut walaupun di sana-
sini ada perubahan. la menerapkan secara analog teori Darwin mengenai ”teori
evolusi” terhadap masyarakat manusia. la yakin bahwa masyarakat mengalami
evolusi dari masyarakat primitif ke masyarakat industri.
Spencer membagi tiga aspek dalam proses evolusi, yaitu diferensiasi
struktural, spesialisasi fungsional, dan integrasi yang meningkat. Lalu Spencer
membagi stuktur-struktur, bagian-bagian, atau sistem-sistem yang timbul dalam
evolusi masyarakat menjadi tiga.
1. Sistem pengatur, berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan
dengan masyarakat lainnya dan mengatur hubungan-hubungan yang
terjadi di antara anggotanya.
2. Sistem penopang, berfungsi untuk mencukupi keperluan-keperluan bagi
ketahanan hidup anggota masyarakat.
3. Sistem pembagi, berfungsi untuk mengangkut barang-barang dari suatu
sistem ke sistem lainnya.
Tahap-tahap dalam proses evolusi sosial dengan tipe-tipe masyarakat, dibagi oleh
Spencer menjadi tiga bagian sebagai berikut.
a. Tipe Masyarakat Primitif
Pada masyarakat primitif dikatakan bahwa belum ada diferensiasi dan
spesialisasi fungsional. Pembagian kerja masih sedikit. Hubungan kekuasaan
belum jelas terlihat. Masyarakat dengan tipe ini sangat tergantung kepada
lingkungan. Kerja sama sudah terjadi dengan spontan dan didukung oleh
hubungan kekeluargaan.
b. Tipe Masyarakat Militan
Pada masyarakat militan ini, heterogenitas sudah mulai meningkat karena
bertambahnya jumlah penduduk atau karena penaklukan. Hal yang penting ialah
koordinasi tugas-tugas yang dikhususkan, dilakukan dengan paksaan. Cara ini
memerlukan sistem-sistem atau bagian-bagian yang dapat mengatur dirinya
sendiri. Kerja sama yang tidak sukarela ini dijamin keberlangsungannya oleh
seorang pemimpin, kemudian oleh negara secara nasional. Pengendalian oleh
negara terbatas pada produksi, distribusi, dan pada bidang-bidang kehidupan.
16

c. Tipe Masyarakat Industri


Pada masyarakat industri bercirikan suatu tingkat kompleksitas yang
sangat tinggi, yang tidak lagi dikendalikan oleh kekuasaan negara. Sebagai
penggantinya masyarakat mengendalikan diri sendiri, seperti hak menentukan diri
sendiri, kerja sama sukarela, dan keseimbangan berbagai kepentingan. Kondisi ini
mengakibatkan individualisasi yang ditandai dengan berkurangnya campur tangan
pemerintah daerah.
4. Emile Durkheim (1858 - 1917)
Durkheim merupakan salah seorang peletak dasar-dasar sosiologi modern.
Durkheim terpengaruh oleh tradisi para pemikir bangsa Perancis dan Jerman.
Contoh:
 Memandang De Saint Simon sebagai orang yang meletakkan dasar
metode positivisme, pelopor industrialisme, dan pembagian kerja, yang
selanjutnya menjadi tema penting dalam karya Durkheim.
 Memuji Auguste Comte atas penekanan pada sifat khas hal ihwal sosial
dan kesatuan metode dalam berbagai ilmu.
 Sependapat dengan Montesquieu bahwa gejala-gejala sosial merupakan
jenis tersendiri, juga sependapat tentang morfologi sosial dan metode
perbandingan.
 Sependapat dengan Rousseau bahwa orang-orang memerlukan aturan
kolektif bagi perilaku mereka, yang mereka interaksikan dalam proses
pendidikan.
Semua pengaruh ini diolah dengan kreatif oleh Durkheim sehingga
sumbangannya sangat mengesankan dan berpengaruh besar terhadap
perkembangan sosiologi abad ke-20. Durkheim dalam karya besarnya yang
pertama, membahas masalah pembagian kerja yang berfungsi untuk meningkatkan
solidaritas. Pembagian kerja yang berkembang pada masyarakat tidak
mengakibatkan disintegrasi masyarakat yang bersangkutan, tetapi justru
meningkatkan solidaritas karena bagian-bagian dari masyarakat menjadi saling
tergantung satu sama lain.
Ada dua tipe utama solidaritas menurut Durkheim, yaitu solidaritas mekanis
dan organis.
17

a. Solidaritas Mekanis
Tipe solidaritas yang didasarkan atas persamaan. Bisa dijumpai pada
masyarakat yang masih sederhana dan mempunyai struktur sosial yang
bersifat segmenter. Struktur sosial terdiri atas segmensegmen yang homogen
dan kurang menunjukkan keterpaduan. Dalam masyarakat ini, semua
anggotanya mempunyai kesadaran kolektif yang sama. Apabila satu segmen
hilang maka kehilangan ini boleh dikatakan tidak berpengaruh terhadap
keseluruhan struktur masyarakat.
b. Solidaritas Organis
Merupakan sistem terpadu dalam organisme yang didasarkan atas
keragaman fungsi-fungsi demi kepentingan keseluruhan. Setiap organ
memiliki ciri-cirinya masing-masing yang tidak dapat diambil alih oleh
organ yang lain. Dalam masyarakat solidaritas organis terdapat saling
ketergantungan yang besar sehingga mengharuskan adanya kerja sama.
5. Max Weber (1864 - 1920)
Max Weber berpendapat bahwa metode-metode yang digunakan dalam
ilmu-ilmu alam tidak dapat diterapkan begitu saja pada masalahmasalah yang
dikaji dalam ilmu-ilmu sosial. Menurut beliau, karena para ilmuwan sosial
mempelajari dunia sosial di mana mereka hidup, tentu ada hal-hal yang subjektif
dalam penelitian mereka. Oleh karena itu, sosiologi seharusnya ”bebas - nilai”
(value free), tidak boleh terdapat bias yang mempengaruhi penelitian dan hasil-
hasilnya. Ia menyebutkan bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami
tindakan sosial. Dalam analisis yang dilakukan Weber terhadap masyarakat,
konflik menduduki tempat sentral. Konflik merupakan unsur dasar kehidupan
manusia dan tidak dapat dilenyapkan dari kehidupan budaya. Manusia dapat
mengubah sarana, objek, asas-asas, atau pendukung-pendukungnya, tetapi tidak
dapat membuang konflik itu sendiri.
Konflik terletak pada dasar integrasi sosial maupun perubahan sosial. Hal
ini terlihat paling nyata dalam politik dan dalam persaingan ekonomi. Max Weber
adalah seorang ilmuwan yang produktif dan berhasil menulis sejumlah buku.
Salah satu bukunya yang terkenal adalah The Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalism. Ia mengemukakan pendapatnya yang terkenal mengenai keterkaitan
18

antara etika Protestan dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat. Menurut


Weber, muncul dan berkembangnya kapitalisme berlangsung secara bersamaan
dengan perkembangan sekte kalvinisme dalam agama Protestan. Ajaran
kalvinisme mengharuskan umatnya bekerja keras, disiplin, hidup sederhana, dan
hemat. Keuntungan yang diperoleh melalui kerja keras ini tidak digunakan untuk
berfoya foya atau konsumsi berlebihan karena ajaran kalvinisme mewajibkan
hidup sederhana dan melarang bentuk kemewahan dan foyafoya.
Dampak positifnya, penganut agama Protestan menjadi makmur sebab
keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha tidak dikonsumsi, tetapi ditanamkan
kembali dalam usaha mereka. Melalui cara itulah, menurut Weber, kapitalisme di
Eropa Barat berkembang dengan baik.
1.7 MASYARAKAT SEBAGAI SISTEM SOSIAL YANG DINAMIS
1.7.1 Pengertian Masyarakat dan Ciri-ciri Masyarakat
Dalam bahasa Inggris masyarakat adalah society yang pengertiannya
mencakup interaksi sosial, perubahan sosial, dan rasa kebersamaan. Istilah
masyarakat disebut pula sistem sosial. Untuk pemahaman lebih luas tentang
pengertian masyarakat sebaiknya kita kemukakan beberapa definisi masyarakat
sebagai berikut.
J.L. Gilin dan J.P. Gilin
Masyarakat adalah kelompok yang tersebar dengan perasaan persatuan yang
sama.
Max Weber
Masyarakat adalah suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh
harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.
Emile Durkheim
Menurut sosiolog ini masyarakat adalah suatu kenyataan objektif individu-
individu yang merupakan anggota-anggotanya.
Karl Marx
Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita ketegangan organisasi ataupun
perkembangan karena adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang
terpecah-pecah secara ekonomis.
M.J. Herskovits
19

Masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti suatu


cara hidup tertentu.
Selo Soemardjan
Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan
kebudayaan.
Ciri-ciri suatu masyarakat pada umumnya sebagai berikut.
a. Manusia yang hidup bersama sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang.
b. Bergaul dalam waktu cukup lama. Sebagai akibat hidup bersama itu,
timbul sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan antar manusia.
c. Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan.
d. Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama
menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa dirinya terkait satu
dengan yang lainnya.
1.7.2 Terbentuknya Masyarakat
Kelompok sosial terbentuk karena manusia-manusia menggunakan
pikiran, perasaan, dan keinginan-keinginannya dalam memberikan reaksi terhadap
lingkungannya. Hal ini terjadi sebab manusia mempunyai dua keinginan pokok,
yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lainnya dan keinginan untuk
menyatu dengan lingkungannya. Terbentuknya suatu masyarakat paling tidak
syarat-syaratnya terpenuhi sebagai berikut.
 Terdapat sekumpulan orang.
 Berdiam atau bermukim di suatu wilayah dalam jangka waktu yang
relatif lama.
 Akibat dari hidup bersama dalam jangka waktu yang lama itu
menghasilkan kebudayaan.
20

2. Sosiologi Pendidikan
2.1 Pengertian Sosiologi Pendidikan
Sosiologi pendidikan terdiri dari dua kata, sosiologi dan pendidikan.
Keduanya secara etimologi tentu berbeda maksudnya, tetapi dalam sejarah
kehidupan manusia yang selalu bersentuhan dengan proses pendidikan kedua
istilah ini menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, artinya sosiologi
dalam arti masyarakat membutuhkan pendidikan dan sebaliknya pendidikan juga
membutuhkan masyarakat.Persoalan-persoalan pendidikan bisa diselesaikan
dengan menggunakan pendekatan sosiologis dan sebaliknya persoalan-persoalan
sosial juga bisa diselesaikan dengan menggunakan pendekatan pendidikan. Kata
sosiologi pendidikan merupakan dua kata yang integral dalam pengetahuan ilmiah
ilmu pendidikan dan mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan usaha-usaha
pencapaian tujuan pendidikan secara universal.
Sosiologi pendidikan menurut Dictionary of sociology adalah sosiologi
yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang
fundamental (Ary H. Gunawan, 2000: 45). George Payne, menjelaskan bahwa
sosiologi pendidikan ialah studi yang komprehensif tentang segala aspek
pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan. Bagi Payne sosiologi
pendidikan tidak hanya meliputi segala sesuatu dalam bidang sosiologi yang dapat
bertalian dengan proses belajar dan sosialisasi, akan tetapi juga segala sesuatu
dalam pendidikan yang dapat dikenakan analisis sosiologis.
Tujuan utamanya adalah memberikan guru-guru, para peneliti dan orang
lain yang menaruh perhatian akan pendidikan latihan yang serasi dan efektif
dalam sosiologi yang dapat memberikan sumbangannya kepada pemahaman yang
lebih mendalam tentang pendidikan. (George Payne dalam Nasution, 1994: 4)
Lebih lanjut dijelaskan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang berusaha
untuk mengetahui cara-cara individu agar lebih baik.
Pengertian lain tentang sosiologi pendidikan disampaikan oleh F. G.
Robins dan Brown bahwa sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang
bertugas menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan.. Sosiologi
pendidikan adalah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-
hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta
21

mengorganisasikan pengalamannya. Sosiologi pendidikan mempelajari kelakuan


sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.
Charles A. Ellwood menjelaskan bahwa Education Sociology is the
science which aims to reveal the connections at all points between the educative
process and social process, Sosiologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari/menuju untuk melahirkan maksud hubungan-hubungan antar semua
pokok masalah antara proses pendidikan dan proses sosial. (Muhyi Batubara,
2005:2)
Dari beberapa pengertian tentang sosiologi pendidikan tersebut di atas
dapat saya simpulkan bahwa sosiologi pendidikan ialah suatu ilmu yang mengkaji
masalah-masalah fundamental pendidikan dari perspektif sosiologis atau dengan
menggunakan pendekatan sosiologis.
2.2 Objek Sosiologi Pendidikan
Objek sosiologi pendidikan adalah masyarakat pendidikan (baik formal, in
formal dan non formal) dan permasalahannya, objek sosiologi pendidikan tidak
hanya terbatas pada studi di sekolah saja tetapi lebih luas lagi yaitu mencakup
institusi institusi sosial dengan wilayah kajiannya tidak terlepas dari berbagai
persoalan pendidikan (yang memungkinkan institusi pendidikan merekam
berbagai persoalan pendidikan dalam masyarakat tersebut). Menurut Nasution,
pokokpokok kajian (ruang lingkup) sosiologi pendidikan adalah;
 Hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat,
meliputi :
 Hubungan pendidikan dengan sistem sosial atau struktur sosial
 Hubungan antara sistem pendidikan dengan proses kontrol sosial dan
sistem pendidikan
 Fungsi pendidikan dalam kebudayaan
 Fungsi sistem pendidikan dalam proses perubahan sosial dan kultural
atau usaha mempertahankan status quo
 Fungsi sistem pendidikan formal bertalian dengan kelompok rasial,
kultural dan sebagainya.
 Hubungan antar manusia di dalam sekolah, meliputi
 Hakeikat kebudayaan sekolah sejauh ada perbedaannya dengan
kebudayaan di luar sekolah
22

 Pola interaksi sosial dan struktur masyarakat sekolah, yang antara lain
meliputi berbagai hubungan antara berbagai unsur di sekolah,
kepemimpinan dan hubungan kekuasaan, stratifikasi sosial dan pola
interaksi informal dan lain sebagainya
 Pengaruh sekolah terhadap perilaku dan kepribadian semua pihak di sekolah/
lembaga pendidikan, meliputi :
 Peranan sosial guru-guru/tenaga pendidikan
 Hakekat kepribadian guru/tenaga pendidikan
 Pengaruh kepribadian guru/tenaga pendidikan terhadap kelakuan
anak/peserta didik
 Fungsi sekolah/lembaga pendidikan dalam sosialisasi murid
 Sekolah dalam masyarakat, meliputi :
 Pengaruh masyarakat atas organisasi sekolah
 Analisis proses pendidikan yang terdapat dalam sistem sosial dalam
masyarakat luar sekolah
 Hubungan antar sekolah dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan.
 Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam masyarakat berkaitan dengan
organisasi sekolah.
2.3 Sejarah Sosiologi Pendidikan
Sosiologi lahir sejak manusia bertanya tentang masyarakat, terutama
tentang perubahannya. Ratusan tahun sebelum masehi, pertanyaan tentang
perubahan masyarakat sudah muncul. Namun, sosiologi dalam pengertian sebagai
ilmu yang mempelajari masyarakat baru lahir belasan abad kemudian 

 Perkembangan Awal

Para pemikir Yunani kuno, terutama Sokrates, Plato, dan Aritoteles,


beranggapan bahwa masyarakat terbentuk begitu saja. Tanpa ada yang bisa
mencegah, masyarakat mengalami perkembangan dan kemunduran. Kemakmuran
maupun krisis dalam masyarakat merupakan masalah yang tidak terelakkan.
Anggapan tersebut terus dianut semasa Abad Pertengahan (abad ke-5 M sampai
akhir abad ke-14 M). para pemikir seperti Agustinus, Avicenna,  dan Thomas
Aquinas  menegaskan bahwa nasib masyarakat harus diterima sebagai bagian dari
kehendak Ilahi. Sebagai makhluk yang fana, manusia tidak bisa mengetahui,
23

apalagi menentukan apa yang terjadi pada masyarakat. Pertanyaan (mengapa bisa
begini atau mengapa bisa begitu) dan pertanggungjawaban ilmiah (buktinya ini
atau itu) tentang perubahan masyarakat belum terpikirkan pada masa itu.

 Abad Pencerahan: Rintisan Kelahiran Sosiologi

Sosiologi modern berakar pada karya para penikir Abad Pencerahan, pada
abad ke-17 M. abad itu ditandai oleh beragam penemuan di bidang ilmu
pengetahuan. Derasnya perkembangan ilmu pengetahuan membawa pengaruh
terhadap pandangan mengenai perubahan masyarakat. Pandangan itu harus juga
berciri ilmiah. Artinya, perubahan yang terjadi di dalam masyarakat harus dapat
dijelaskan secara masuk akal (rasional), berpedoman pada akal budi manusia.
Caranya dengan menggunakan metode ilmiah. Francis Bacon  dari Inggris, Rene
Descartes  dari Prancis,  dan Wilhelm Leibnitz  dari Jerman merupakan sejumlah
pemikir yang menekankan pentingnya metode ilmiah untuk mengamati
masyarakat

 Abad Revolusi: Pemicu Lahirnya Sosiologi

Dengan perubahan pada abad pencerahan, terjadi perubahan revolusioner di


sepanjang abad ke-18 M. perubahan itu dikatakan revolusioner karena dengan
cepat struktur (tatanan) masyarakat lama berganti dengan struktur yang baru.
Revolusi social paling jelas tampak jelas dalam Revolusi Amerika, Revolusi
Industri, dan Revolusi Perancis. Ketiga revolusi itu berpengaruh ke seluruh dunia.
Hal ini wajar mengingat kawasan Asia dan Afrika ketika itu menjadi koloni
Eropa.

Revolusi-revolusi ini mengakibatkan perubahan-perubahan dan gejolak dalam


masyarakat. Tatanan yang telah berusia ratusan tahun dalam masyarakat diobrak-
abrik dan dijungkirbalikkan. Perubahan ini tak jarang juga disertai peperangan,
pemberontakan, dan kerusuhan yang membawa kemiskinan dan kekacauan.
Karena itulah, para ilmuwan tergugah untuk mencari cara menganalisis perubahan
secara rasional dan ilmiah sehingga dapat diketahui sebab dan akibatnya.
Tujuannya, agar bencana yang terjadi akibat perubahan-perubahan dalam
masyarakat bisa diantisipasi dan dihindari.
24

2.4 Tokoh-Tokoh Sosiologi Pendidikan


2.1.1 Auguste Marie Francois Xavier Comte
Auguste Comte merupakan seorang tokoh brilian yang disebut sebagai
peletak dasar sosiologi. Comte melihat hasil dari Revolusi Prancis cenderung ke
arah reorganisasi masyarakat secara besar-besaran. Menurutnya, reorganisasi
masyarakat hanya dapat berhasil jika orang mengembangkan cara berpikir yang
baru tentang masyarakat. Jika ingin menciptakan masyarakat yang adil maka
harus ada kesepakatan tntang dasar-dasarnya. Dasar-dasar itu hanya dapat dicapai
apabila ada suatu metode yang dapat diandalkan sebagai hasil-hasilnya
meyakinkan setiap orang.
Comte memperkenalkan metode positif, yaitu hukum mengenai urutan
gejala-gejala sosial. Dia memperkenalkan hukum tiga stadia (tahap) yang
berhubungan dengan perkembangan cara berpikir yang mendasari perkembangan
masyarakat.

1. Tahap Teologis.  Pada tahap ini orang lebih suka dengan pertanyaan yang
tidak dapat dipecahkan, yaitu tentang hal-hal yang tidak data diamati.

2. Tahap Metafisik. Pada tahap ini jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang


sama dicari jawabannya pada hal-hal abstrak yang diibaratkan sebagai
esensi (hakikat) dan eksistensi (keberadaan)

3. Tahap Positif. Pada tahap ini, manusia mulai mencari jawaban yang tidak
bersifat mutlak, dengan mempertanyakan kaitan statis serta dinamis dari
gejala-gejala yang muncul.

2.1.2 Emile Durkheim

Durkheim merupakan salah seorang peletak dasar-dasar sosiologi modern.


Durkheim terpengaruh oleh tradisi para pemikir bangsa Prancis dan Jerman.
Semua peengaruh ini diolah dengan kreatif oleh Durkheim sehingga
sumbangannya sangat mengesankan dan berpengaruh besar terhadap sosiologi
abad ke-20.

Dalam karya besarnya yang pertama, Duekheim membahas masalah


pembagian kerja yang berfungsi untuk meningkatkan solidaritas. Duekheim
membagi dua tipe utama solidaritas.
25

1. Solidaritas Mekanis.  Merupakan tipe solidaritas yang didasarkan atas


persamaan.

2. Solidaritas Organis. Merupakan system terpadu dalam organisme yang


didasarkan atas keragaman fungsi-fungsi demi kepentingan keseluruhan.

Menurut Durkheim, yang harus dipelajari sosiologi adalah fakta-fakta social


mengenai cara bertindak, berpikir, dan merasakan apa yang ada di luar individu
dan memiliki daya paksa atas dirinya.

2.1.3 Karl Marx


Karl Marx lebih dikenal sebagai tokoh sejarah ekonomi daripada seorang
perintis sosiologi. Ahli filsafat dan aktivis ini mengembangkan teori mengenai
sosialisme yang di kemudian hari di kenal dengan nama “Marxisme”. Meskipun
demikian Marx merupakan seorang tokoh teori sosiologi yang patut
diperhitungkan.
Menurut Marx, perkembangan pembagian kerja dalam ekonomi
kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda, yaitu:

1. Kaum borjuis (kaum kapitalis), adalah kelas yang terdiri dari orang-orang
yang menguasai alat-alat produksi dan modal.

2. Kaum proletar, adalah kelas yang terdiri dari orang-orang yang tidak
mempunyai alat produksi dan modal sehingga di eksploitasi untuk
kepentingan kaum kapitalis.

2.1.4 Herbert Spencer


Menurut Herbert Spencer, fakta pertama yang penting dalam proses
evolusi social adalah peningkatan jumlah penduduk. Pertumbuhan ini tergantung
pada persediaan makanan dan kesempatan-kesempatan yang disajikan oleh alam.
Spencer membagi 3 aspek dalam proses evolusi, yaitu diferensiasi
structural, spesialisasi fungsional,  dan integrasi yang meningkat.  Lalu, Spencer
membagi struktur, bagian, atau system yang timbul dalam evolusi masyarakat
menjadi 3, yaitu:

1. Sistem Penopang,  berfungsi mencukupi keperluan-keperluan bagi


ketahanan hidup anggota masyarakat.
26

2. Sistem Pengatur,  berfungsi memelihara hubunga-hubungan dengan


masyarakat lainnya dan mengatur hubungan-hubungan yang terjadi di
antara amggotanya.

3. Sistem Pembagi (distributive),  berfungsi mengangkut barang-barang dari


suatu sistem ke sistem lainnya.

Tahap-tahap dalam proses evolusi social dengan tipe-tipe masyarakat, dibagi oleh
Spencer menjadi 3 bagian, yaitu:

1)  Tipe masyarakat primitive


2) Tipe masyarakat militant
3) Tipe masyarakat industry
2.4.4 Max Weber
Max Weber menyatakan bahwa yang dipelajari oleh sosiologi
adalah tindakan social.  Menurut Weber, suatu tindakan manusia disebut tindakan
social apabila tindakan ini dihubungkan dengan tingkah laku orang lain dan
diorientasikan kepada apa yang terjadi sesudahnya.
Tidak semua kontak dengan manusia lain merupakan tindakan social.
Individu yang melakukan tindakan social bersifat aktid juga reaktif. Kelakuan
massa dengan individu-individu yang dipengaruhi oleh anggota lainnya secara
pasif bukan termasuk tindakan social. Tindakan social juga merupakan kegiatan
individu dan tidak pernah merupakan kegiatan kelompok. Weber menyebutkan
dengan istilah bangunan social (soziale gebilde),  seperti kegiatan Negara,
perkumpulan, dan perusahaan.

2.5 Kapan Lahirnya Sosiologi Pendidikan


Pada abad ke-19, sejumlah ilmuwan menyadari perlunya secara khusus
mempelajari kondisi dan perubahan social. Para ilmuwan itu berupaya
membangun suatu teori social berdasarkan cirri-ciri hakiki masyarakat pada tiap
tahap peradaban manusia. Untuk membangun teori itu, perhatian mereka tercurah
pada perbandingan masyarakat dan peradaban manusia, dari masa ke masa.

Ilmuwan yang sampai sekarang diakui sebagai bapak


sosiologi  adalah Auguste Comte.  Dalam bukunya Cours de Philosophie
Positive  (filsafat positif), ilmuwan Perancis ini memperkenalkan istiah “sosiologi”
27

sebagai pendekatan khusus untuk mempelajari masyarakat. Pendekatan khusus itu


sebetulnya metode ilmiah yang biasa digunakan dalam ilmu alam (sains). Dengan
demikian, Comte merintis upaya penelitian terhadap masyarakat, yang selama
berabad-abad sebelumnya dianggap mustahil.

Rintisan Comte mendapat sambutan luas, tampak dari tampilnya sejumlah


ilmuwan besar di bidang sosiologi. Mereka antara lain Pitirim Sorokin, Herbert
Spencer, Karl Marx, Emile Duekheim, Georg Simmel,  dan Max
Weber.  Semuanya berasal dari Eropa. Masing-masing berjasa besar
menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat
berguna untuk perkembangan sosiologi.
28

3. SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM


3.1 Pengertian sosiologi pendidikan islam
Sosiologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat.
Sosiologi berasal dari kata “socius” yang berarti kawan atau teman dan “logis”
yang berarti ilmu. Secara harfiah sosiologi dapat dimaknai sebagai ilmu tentang
perawanan atau pertemanan. Istilah sosiologi diperkenalkan pertama kali oleh
August Comte (1798-1857) pada abad ke-19. istilah ini dipublikasikan elalui
tulisannya yang berjudul “Cours de Philosphie Positive”.

Sosiologi Pendidikan Islam terdiri dari tiga kata, yaitu Sosiologi yang
diartikan sebagai “Ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial,
terutama di dalamnya perubahan-perubahan sosial”

Sedangkan pendidikan berasal dari kata didik , lalu kata ini mendapat
awalan pe dan akhiran an sehingga menjadi .pendidikan, yang artinya proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia, melalui upaya pengajaran dan pelatihan atau proses
perbuatan cara mendidik.

Adapun pengertian pendidikan menurut Muhibbin Syah, yaitu memelihara


dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya
ajaran, tuntunan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

Dalam bahasa Inggris, education (pendidikan) berasal dari


kata educate (mendidik) artinya memberi peringatan (to elicit, to give rise to ) ,
dan mengembangkan (to evolve, to develop). Dalam pengertian yang sempit,
education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk
memperoleh pengetahuan.

Pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term at-


Tarbiyah, at-Ta’dib dan at-Ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang paling
populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term at-
tarbiyah, sedangkan term at-ta’dib dan at-ta’lim jarang sekali digunakan.
Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan
pendidikan Islam.
29

Menurut Prof. DR. S. Nasution, M.A., Sosiologi Pendidikan adalah ilmu


yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan
untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik. Sedangkan menurut
F.G. Robbins dan Brown, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu yang membicarakan
dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk
mendapatkan serta mengorganisasikan pengalaman. 

Dari pengertian-pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa Sosiologi


Pendidikan Islam adalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara
mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu
agar lebih baik sesuai dengan ajaran agama Islam, mengatur bagaimana seorang
individu berhubungan dengan individu yang lain sesuai dengan kaidah-kaidah
Islam yang akan mempengaruhi individu tersebut dalam mendapatkan serta
mengorganisasikan pengalamannya.

3.2 Latar belakang Munculnya Sosiologi Pendidikan Islam


Saat ini fakta menunjukkan bahwa masyarakat mengalami perubahan yang
sangat cepat, progresif, dan sering menunjukkan gejala desintegratif
(berkurangnya kesetiaan terhadap nilai-nilai umum), jika nilai-nilai umum saja
sudah tidak diperhatikan lagi, apalagi dengan nilai-nilai agama. Perubahan sosial
yang cepat juga menimbulkan cultural lag (ketinggalan kebudayaan akibat adanya
hambatan-hambatan), yang menjadi sumber masalah-masalah dalam sosial
masyarakat. Masalah-masalah sosial juga dialami dunia pendidikan. Oleh karena
itu, para ahli sosiologi diharapkan mampu menyumbangkan pemikirannya untuk
memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental.

Pendidikan formal di sekolah tidak akan pernah lepas dari campur tangan
guru. Guru merupakan seorang administrator, informator, konduktor, dan
sebagainya, yang diharuskan memiliki kelakuan dan kandas yang sesuai dengan
harapan masyarakat. Sebagai pendidik dan pembangun generasi, seorang guru
diharapkan memiliki tingkah laku yang bermoral tinggi yang dapat ditiru dan
dijadikan tauladan bagi para siswa demi masa depan bangsa dan Negara.

Kepribadian guru dapat mempengaruhi suasana kelas maupun sekolah, yang


akibatnya siswa dapat bebas dalam mengeluarkan pendapat dan mengembangkan
30

kreatifitasnya, atau bahkan sebaliknya, terkekang dan selalu menuruti kemauan


guru tanpa bisa berkembang.

Anak dalam perkembangannya dipengaruhi oleh orang tua (pendidikan


informal), guru-guru/sekolah (pendidikan formal), dan masyarakat (pendidikan
non formal). Dari ketiga aspek tersebut, pengaruh lingkunganlah yang paling
menentukan. Pendidikan sendiri dapat dipandang sebagai sosialisasi yang terjadi
dalam interaksi sosial. Maka sudah sewajarnya bila seorang guru/pendidik harus
berusaha menganalisis pendidikan dari segi sosiologi, mengenai hubungan antar
manusia baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat (dengan sistem
sosialnya).

3.3 Tujuan Sosiologi Pendidikan Islam


Adapun konsep tujuan dari sosiologi pendidikan ialah sebagai berikut:

1) Sosiologi pendidikan Islam sebagai proses sosialisasi Dalam hal ini


sosiologi pendidikan Islam mengutamakan proses bagaimana kelompok
sosial masyarakat mempengaruhi kelakuan individu. Dengan
bermacamnya kultur dan struktur diharapkan dengan pendidikan Islam
merupakan wadah bagi individu dalam memperoleh pengalamannya.
2) Sosilogi pendidikan Islam sebagai analisis kedudukan pendidikan dalam
masyarakat. pada poin ini lebih mengutamakan fungsi lembaga pendidikan
Islam diadakan masyarakat dan hubungan sekolah dengan masyarakat
yang terdiri dari beberapa aspek. Apabila pendidikan Islam tidak dapat
menempatkan diri dalam masyarakat yang berbeda-beda kulturnya maka
manusia tidak sesuai cita-cita Islam yang mencerminkan hakikat Islam
tidak bisa terwujud.
3) Sosiologi pendidikan Islam sebagai anilisis social di sekolah dan antara
sekolah dan masyarakat. Diharapka terjadinya hubungan antara orang-
orang dalam sekolah dengan masyarakat lingkungan sekolah. Peranan
social tenaga sekolah dengan masyarakat sekitar sekolah.
4) Sosiologi pendidikan Islam sebagai alat kemajuan perkembagan social
Pendidikan Islamn sebagai disiplin ilmu dapat melestarikan dan
memajuakan tradisi budaya moral yang Islami sehingga terwujud
31

komunikasi sosial dalam masyarakat dan membawa kebudayaan kepuncak


yang setinggi-tingginya.
5) Sosiologi pendidikan Islam sebagai dasar menentukan tujuan pendidikan
Diharapakan pendidikan Islam mampu mendasari jiwa generasi muda
dengan iman dan takwa serta berilmu pengetahuan sehingga dapat
memotivasi daya kreativitasnya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
yang sesuai al-Quran.
6) Sosiologi pendidikan Islam sebagai sosiologi terapan Sosiologi pendidikan
dianggap bukan ilmu yang murni akan tetapi sebuah ilmu yang
diterapakan untuk mengendalikan pendidikan antara sosiologi dengan
pendidikan Islam dipadukan dengan menerapkan prinsip-prinsip sosiologi
pada seluruh pendidikan.
7) Sosiologi pendidikan Islam sebagai latihan bagi petugas pendidikan agar
para pendidik memahani betul masyarakat dan latar belakang social
mengajarnya agar selara dan dapat menjawab sesuai dengan tujuan
pendidikan Islam. Prinsip-prinsip pendidikan islam sebagai disiplin ilmu
Sebagai disiplin ilmu, pendidikan islam bertugas mengilmiahkan wawasan
tentang kependidikan yang terdapat dalam sumber-sumber pokok dengan
bantuan dari penapat para ulama/ilmuan muslim. Nilai-nilai ketuhanan
berada di atas nilai-nilai keilmiahan an ilmu pengetahuan.

Agama islam bukan ilmu pengetahuan karena bukan ciptaan budaya


manusia. Agama islam adalah agama Tuhan yang diturunkan kepada umat
manusia melalui rasul-Nya untuk dijadikan pedoman hidup dan harus diyakini
kebenarannya.

 Ada tiga komponen yang harus dibaca dalam pendidikan islam, yaitu;

1) 1.Tujuan pendidikan islam harus dirumuskan dan ditetapkan secara jelas


dan sma bagi seluruh umat islam sehingga bersifat universal.
2) 2.Metode pendidikan islam yang kita ciptakan harus efektif dalam proses
pencapaian tujuan pendidikan itu sendiri.
3) 3.Konsepsi al-Quran tentang ilmu pengetahuan tidak membeda-bedakan
antaran ilmu pengetahuan agama dan ilmu umum. Kedua ilmu tersebut
32

tidak dapat terpisahkan karena ilmu pengetahuan merupakan manifestasi


dari ilmu pengetahuan yang satuy yaitu  ilmu pengetahuan Allah yang
tercantum dalam al-Quran.

Tujuan pendidikan islam Pendidikan islam berhubungan erat dengan agama


islam itu sendiri, lengkap dengan akidah, syariah, dan system kehidupannya.
Keduanya ibarat dua jalur yang berjalan di atas jalur yang seimbang, baik dari
segi tujuan maupun rambu-rambunya yang disyariat bagi hamba Allah yang
membekali diri dengan takwa, ilmu, hidayah, serta akhlak untuk menempuh
perjalanan hidup. "berbekallah, karena sebaik-baik bekal adalah takwa. (Q.s. al-
Baqarah,2:197)

Hubungan antara pendidikan islam dan agama islam dapat digambarkan dalam
pokok-pokok sebagai berikut:

a. Agama islam menyeru manusia agar beriman dan bertakwa. Pendidikan


islam berupaya menamkan ketakwaan itu dan mengembangkan agar
bertambah terus sejalan dengan pertambahan ilmu. Maka, bertakwalah
kamu kepada allah menurut kesanggupanmu. (Q.S. al-Taghabun, 64:16)
Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu. (Q.S. al- Baqarah, 2:
282)
b. Agama islam menekankan pentingnya ilmu pengetahuan dan menyeru
manusia agar berfikir tentang kerajaan Allah. Sedangkan pendidikan islam
dibangun di atas ilmu dan pengetahuan. Ya tuhan kami utuslah untuk
mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan
kepada engkau ayat-ayat engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-
Kitab(al-Quran) dan al- Hikmah (al-Sunah) serta mensucikan mereka.
Sesungguhnya engkaulah maha perkasa lagi maha bijaksana. (Q.S.al-
Baqarah, 2:129)
c. Agama islam menetapkan amal shalih bahwa iman selalu diwujudkan
dengan amal salih tersebut. Hampir semua ayat yang menyebut orang yang
beriman selalu diikuti dengan amal salih. Dalam pendidikan islam
menekankan pentingnya belajar dengan jalan berbuat (learning by doing);
bukan sekedar menghafal teori dan pengetahuan yang tidak membimbing
33

orang untuk tidak melakukan perbuatan baik di berbagai lapangan


hidup. ....dan sesunggunya manusia tiada memperoleh selain apa yang
telah diusahakannya. (Q.S. al-Najm, 53:39). Islam harus bisa
mencerminkan ilmu-ilmu sains yang dibutuhkan oleh manusia karena
antara religious dan ilmu sekuler tidak bias dipisah-pisahkan, semuanya
harus dipelajari oleh umat manusia.

Pola kajian pendidikan islam di Indonesia. Kajian islam belum terorganisasi


secara serius dan menyeluruh. Pola kajian pendidikan islam jauh tertinggal dan
jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan ilmu kalam. Misalnya kajian ini
langka dan dapat dikatakan bahwa pemikiran kepandidikan islam juga tidak
berkembang sesuai apa yang diharapkan. Seiring perubahan pemikiran dan
peradaban umat muslim kepada pendidikan islam semakin banyak. Mereka
mengharapkan system pendidikan islam mampu membangun generasi muda ke
arah masa depan yang lebih cerah.

3.4 Pendekatan- Pendekata Dalam Kajian Sosiologi Pendidikan Islam


Sosiologi pendidikan sebagai disiplin ilmu pengetahuan yang mempelajari
secara khusus tentang interaksi diantara individu – individu, antar kelompok,
institusi – institusi sosial, proses sosial, relasi sosial dimana di dalam dan
denganya manusia memperoleh dan mengorganisir pengalaman. Menurut Abu
Ahmadi, sosiologi pendidikan memiliki pendekatan psiko-pedagogis.

Pendekatan sosiologi sebagai pendekatan sosiologi pendidikan terdiri dari :

3.4.1 Pendekatan Individu (Pendekatan Individu)

Dalam sosiologi, individu digunakan untuk menunjuk orang – orang atau


manusia perorangan, yang berarti satu manusia bukan kelompok manusia.
Individu dibatasi oleh diri sendiri dan tidak terbagi, ibaratnya individu sebagai
atom masyarakat, atom sosial. Apabila kita dapat memahami tingka laku individu
satu persatu, seperti cara berfikir, perasaan, kemauan, perbuatan, sikap dan
ucapannya maka akan dapat dimengerti keberadaan suatu masyarakat.

Pada intinya, individu adalah manusia yang tidak hanya memiliki peranan
khas dan lingkungan sosialnya, maliankan juga mempunyai kepribadian serta pola
34

tingkah laku spesifik dirinya, karena dalam diri individu manusia mempunyai tiga
aspek, yaitu apek organik jasmani, aspek psikis rohaniah dan aspek sosial
kebersamaan. Ketiga aspek tersebut saling mempengaruhi dan keguncangan pada
satu aspek akan membawa akibat pada aspek yang lain

3.4.2 Pendekatan Sosial (Pendekatan Sosial)

Secara pribadi manusia merupakan makhluk individu, tetapi dalam


kenyataannya sejak lahir manusia sendiri sebenarnya menunjukkan makhluk
sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Secara
ekstrim, manusia tidak dapat dipisahkan dengan keluarganya, teman, kelompok
dan masyarakatnya.  Menurut CA. Elwood dalam bukunya The Psycology of
Human Society menyatakn bahwa ada 3 unsur biologis yang menyebabkan
manusia hidup bermasyarakat dan saling ketergantuungan, yaitu dorongan untuk
makan, dorongan untuk mempertahankan diri dan dorongan untuk melangsungkan
jenisnya.

Pendekataan sosial beranggapan bahwa tingkah laku individu secara mutlak


ditentukan oleh masyarakat dan budaya, dimana iindividualitas tenggelam dalam
sosialitas manusia.

3.4.3 Pendekatan Interakksi (Pendekatan Interaksi)

Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih, individu
manusia dimana kalakuan individu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki
kelakuan individu lainnya atau sebaliknya. Definidi ini menekankan pada
hubunagn timbak balik interaksi sosial antara dua atau lebih manusia. Interaksi
sosial dilakukan dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan afeksi atau cinta
kasih, kkebutuhan inklusi atau mendapatkan kepuasan dan mempertahankan serta
memenuhi kebutuhan kontrol. Beberapa faktor yang melatarbelakangi tejadinya
interaksi adalah adanya imitasi, sugesti, identifikasi, simpati dan motivasi.
35

4. SOSIOLOGI MENURUT IBNU KHALDUN


4.1 Biogragfi Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun merupakan tokoh yang banyak memberikan kontribusi dalam
wacana pengembangan peradaban dunia, khususnya umat Islam. Konsep dan teori
yang tertuang dalam magnum opusnya, Muqaddimah, telah memberikan inspirasi
para intelektual Barat maupun Islam dalam membangun peradaban. Sejarawan
Inggris, A.J. Toynbee menyebut Muqaddimah sebagai karya monumental yang
sangat berharga.

Bahkan Misbâh alÂmily menjadikan pemikiran Ibnu Khaldun sebagai variable


dalam melakukan studi komparatif antara pemikiran Arab dengan pemikiran
Yunani. Di samping itu, banyak sosiolog, filosuf, sejarawan dan ahli politik yang
memuji kehebatan dan keluasan wawasannya. Genealogi pemikiran Ibnu
Khaldun, khususnya teori sejarahnya telah merambah ke seluruh struktur
masyarakat. Semua kalangan; baik rakyat, pemerintah maupun kaum terpelajar
mempunyai semangat yang tinggi untuk mempelajari pemikiran sejarahnya. Hal
ini karena sejarah merupakan disiplin ilmu yang dipelajari secara luas oleh
bangsa-bangsa dari berbagai generasi.

Sejarah mengeksplorasi keterangan tentang peristiwa-peristiwa politik, negara


dan peristiwa-peristiwa masa lampau. Ia tampil dengan berbagai bentuk ungkapan
dan perumpamaan. Peristiwa itu mengajak kita dengan memahami keadaan
makhluk, bagaimana situasi dan kondisi manusia dalam membentuk peradaban.
Bagaimana pemerintah memperluas wilayah kekuasaannya, dan bagaimana
memakmurkan bumi sehingga terdorong mengadakan perjalanan jauh, hingga
ditelan waktu dan menyusuri bumi. Makalah ini akan merekam wacana di atas
perspektif Ibnu Khaldun.

4.2 Perjalanan Intelektual Ibnu Khaldun


Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Waliyuddîn Abu Zaid Abdurrahmân bin
Muhammad Ibnu Khaldun al-Hadrami al-Ishbili. Beliau dilahirkan di Tunisia
pada awal Ramadlan 732 H atau tanggal 27 Mei 13322 dan wafat di Kairo pada
tanggal 17 Maret 1406. Keluarganya berasal dari Hadramant yang kemudian
berimigrasi ke Seville (Spanyol) pada abad ke-8 setelah semenanjung itu dikuasai
36

Arab Muslim. Keluarga ini pro-Umayyah dan selama bertahuntahun menduduki


posisi tinggi dalam politik di Spanyol sampai akhirnya hijrah ke Maroko. Setelah
dari Maroko, mereka menetap di Tunisia dan di Negara ini mereka dihormati
pihak istana dan diberi tanah milik dinasti Hafsiah.

Sejak kecil Ibnu Khaldun terlibat dalam kegiatan intelektual di kota


kelahirannya, di samping mengamati dari dekat kehidupan politik. Kakeknya
pernah menjabat menteri keuangan di Tunis, sementara ayahnya sendiri adalah
seorang administrator dan perwira militer. Ibnu Khaldun di masa kecilnya
ternyata lebih tertarik pada dunia ilmu pengetahuan. Di usianya yang relatif
muda, ia telah menguasai ilmu sejarah, sosiologi dan beberapa ilmu klasik,
termasuk ulum aqliyah (ilmu filsafat, tasawuf dan metafisika).

Ibnu Khaldun mempelajari ilmu pada sejumlah guru, yang terpenting adalah:
Abu Abdillah Muhammad bin al-Arabi al-Hashasyiri, Abu al-Abbas Ahmad bin
al-Qushshar, dan guru lainnya. Ia mempunyai kecerdasan yang cemerlang,
sehingga banyak yang mengatakan bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang
Ensiklopedis (kamus berjalan).

Setelah menginjak dewasa, Ibnu Khaldun aktif dalam kegiatan politik yang
mengantarkannya menduduki posisistrategis. Khaldun muda oleh Sultan Abu
Inan dari Fez, Maroko mendapatkan kepercayaan untuk menjadi sekretarisnya,
padahal waktu itu usianya masih 20 tahun. Dia menetap di Maroko antara tahun
1354 sampai 1362 dan akhirnya meninggalkan Afrika Utara menuju Granada,
Spanyol pada tanggal 26 Desember 1362.

Keputusan ini diambil karena situasi politik Maroko menghangat dan


sebelumnya dia sempat dipenjara selama 21 bulan karena dituduh berkomplot
dengan Pangeran Muhammad, menggulingkan Abu Inan. Di Granada Spanyol,
Khaldun disambut hangat oleh penguasa di sana. Bahkan di tahun berikutnya,
Sultan menunjuknya sebagai duta Raja Castilla, Pedro, untuk mengadakan
perdamaian antara keduanya. Tugas ini diselesaikan dengan baik dan ia menjadi
seorang tokoh politik peringkat pertama. Keberhasilannya ini ternyata membuat
iri Ibnu Khatib yang merusak hubungannya dengan Sultan. Sehingga,
sebagaimana diuraikan dalam atTa’rif, Ibnu Khaldun pergi ke Bijayah.
37

Kedatangannya di sana mendapatkan sambutan baik dari sang Sultan dan ia


diberi jabatan “Hijabah”, setingkat Perdana Menteri. Kemudian ia pindah lagi
menuju ke Biskarah, karena kedekatannya dengan penguasa di sana, Ahmad
Ibnu Yusuf Ibnu Mazni.

Di akhir kehidupannya, ia tidak lagi tertarik dengan glamour kehidupan


dunia. Bahkan banyak sekali jabatan politik yang ia tolak, karena ia ingin
konsentrasi dalam kontribusi intelektual. Pengalamannya yang begitu banyak
menjadi bahan penting baginya untuk menyusun teori dan pokok pikirannya
dalam Muqaddimah dan beberapa buku lainnya yang menjadi referensi sejarah
peradaban umat manusia.

4.3 Mukaddimah karya Ibnu Khaldun Ibn Khaldun menghimpun aliran sosiologinya
dalam karyanya Mukaddimah.
Pikiran-pikiran Ibn Khaldun sangat luas. Dia memahami masyarakat dalam
segala totalisnya, dia menunjukkan segala fenomena untuk bahan studinya. Dia
mencoba untuk memahami gejala-gejala itu dan menjelaskan hubungan
kausalitas (sebab akibat) di bawah sorotan sinar sejarah. Dia mensistematik
proses peristiwa-peristiwa dan kaitannya dalam suatu kaidah sosial yang umum.
Diantara beberapa keunggulan dari Mukaddimah karya Ibn Khaldun sebagai
berikut:

a. Falsafah sejarah, penemuan ini telah memberi kita pengertian tentang


pemahaman yang baru tentang sejarah, yaitu pengetahuan bahwa sejarah ialah
ilmu dan memiliki filsafat. Disamping itu sejarah adalah ilmu tentang fakta-
fakta dan sebab-sebabnya.
b. Metodologi sejarah, ibn khaldun melihat bahwa kriteria logika tidak sejalan
dengan watak benda-benda nyata karena kegunaannya adalah observasi.
Prinsip ini merangsang para sejarawan untuk mengorientasikan pemikirannya
kepada berbagai eksperimen. Dialah yang pertama kali mengungkapkan
bahwa terdapat hubungan antara sejarah dengan ekonomi. Ibnu Khaldun
berpendapat bahwa faktor utama dalam revolusi dan perubahan ialah
ekonomi. Ibnu Khaldun berkata “ Kemiskinanlah yang mendorong manusia
untuk merampok dan perang”.
38

c. Ibnu Khaldun merupakan pengasas ilmu peradaban atau falsafat sosial. Pokok
bahasannya ialah kesejahteraan masyarakat manusia dan kesejahteraan sosial.
Dalam karya Mukaddimah ini, Ibnu Khaldun membagi topik kedalam 6 fasal
besar, yaitu:
1. Tentang masyarakat manusia secara keseluruhan dan jenis-jenisnya
dan perimbangannya dengan bumi, “Ilmu Sosiologi Umum”.
2. Tentang masyarakat pengembara dengan menyebut kabilah-kabilah
dan etnis yang biadab, “Sosiologi Pedesaan”.
3. Tentang negara, khilafah dan pergantian sultan-sultan, “Sosiologi
Politik”
4. Tentang masyarakat menetap, negeri-negeri dan kota, “Sosiologi
Kota”.
5. Tentang pertukangan, kehidupan, penghasilan dan aspek-aspeknya,
“Sosiologi Industri”.
6. Tentang ilmu pengetahuan, cara memperolehnya dan
mengajarkannya, “Sosiologi Pendidikan”.

Mukaddimah bukanlah kajian sederhana bagi ilmu kemasyarakatan, tetapi


suatu percobaan yang berhasil dalam memperbarui ilmu sosial. Oleh karena itu
Ibnu Khaldun mengajak menjadikan ilmu sosial sebagai ilmu yang berdiri sendiri.

4.4 Beberapa Pemikiran Ibnu Khaldun


1. Al-Umrân (Membangun Paradigma Peradaban Masyarakat)

Ibnu Khaldun menyatakan bahwa ilmu ini merupakan kumpulan dari segala
ilmu pengetahuan, termasuk di antaranya ilmu sosiologi. Al-Umrân mempunyai
makna luas, meliputi seluruh aspek aktifitas kemanusiaan, di antaranya frame
geografi peradaban, perekonomian, sosial, politik, dan ilmu pengetahuan.

Maksud dari al-umrân dalam kerangka pemikiran Ibnu Khaldun adalah ilmu
metodologi umum yang membahas tentang dasar-dasar peradaban, dan
dengannya, tercapai puncak peradaban bumi. Secara natural, menurut Ibn
Khaldun, manusia membutuhkan interaksi dalam menumbuhkan peradaban,
karena menurutnya manusia secara tabiat adalah makhluk sosial. Oleh karena itu,
manusia harus berkumpul, karena hal ini merupakan karakteristik kesosialannya.
39

Hal seperti ini mengandung makna esensial dari sebuah peradaban. Pertemuan
sangat urgen bagi kehidupan manusia. Tanpa pertemuan, keberadaannya tidak
sempurna. Tuhan berkeinginan memakmurkan bumi ini oleh mereka semua dan
memberikan khilafahnya hanyalah kepada mereka.

Ibn Khaldun terkenal dengan teorinya, “tingkat keberadaan kekayaan” bisa


menentukan kelas sosial. Dalam hal ini, ia berkata; …kemudian kekayaan itu
terbagi-bagi di masyarakat, dan membentuk tingkat kedudukan sosialnya. Kelas
paling tinggi adalah kedudukan raja, tidak ada yang tinggi lagi yang bisa
memberikan sesuatu kepada manusia lainnya. Sedangkan kelas bawahan adalah
dari orang yang tidak mempunyai apa-apa di kalangan yang sejenisnya, serta di
antara kalangan yang berbedabeda kelasnya.

Kemudian ia menghubungkan sifat kebaikan dengan kefakiran. Menurutnya


bahwa kita banyak menemukan dari orangorang yang selalu berbuat senang-
senang dengan kemewahan dan kemuliaan, tetapi tidak mencapai pada tingkat
kebahagiaan, melainkan mereka mencari-cari lahan kehidupan pada
pekerjaannya, sehingga mereka pun menjadi fakir dan miskin.

2. Peletak Dasar Sosiologi

Ibnu Khaldun bukan hanya seorang filosuf, melainkan juga sosiolog,


politikus dan ahli sejarah. Sosiologi menurutnya merupakan sarana untuk
memahami sejarah dan kondisi sosial masyarakat pada suatu generasi, proses
perubahan dalam suatu masyarakat, faktor dan pengaruhnya dalam peta
peradaban suatu bangsa. Dalam konteks sosiologi, Ibnu

Khaldun membagi masyarakat menjadi tiga tingkatan:

Pertama, masyarakat primitif (wahsy), dimana mereka belum mengenal


peradaban, hidup berpindah-pindah dan hidup secara liar.

Kedua, masyarakat pedesaan, hidup menetap walaupun masih sederhana.


Mata pencaharian mereka dari pertanian dan peternakan. Dalam kelas ekonomi
mereka dibagi menjadi tiga, yaitu: petani, penggembala sapi dan kambing serta
penggembala unta.
40

Sedangkan yang ketiga, masyarakat kota. Masyarakat ini menurutnya sebagai


masyarakat berperadaban, di mana mata pencahariannya dari perdagangan dan
perindustrian. Tingkat ekonomi dan kebudayaan cukup tinggi, mampu
mencukupi kebutuhannya bukan hanya kebutuhan pokok, melainkan juga
kebutuhan sekunder dan mewah.

Ibn Khaldun menyebutkan moral badui dan berperadaban terbagi ke dalam


dua macam; datang secara alami dan muncul dengan direkayasa. Menurutnya,
masyarakat badui lebih memiliki sifat pemberani ketimbang kalangan masyarakat
kota. Sebab utamanya, masyarakat kota banyak menikmati ketenangan,
beristirahat, tenggelam dalam kenikmatan dan bermewahmewahan. Generasi
demi generasi telah lahir dari kedua orang tuanya, baik lelaki atau wanita. Anak
lelaki mengikuti kebiasaan bapaknya, sedangkan yang wanita mengikuti ibunya.
Sementara masyarakat badui kurang mengadakan perkumpulan dalam sebuah
komunitas, mereka melakukan pertahanan terhadap diri mereka sendiri, tidak
mengandalkan orang lain, dan condong menggunakan senjata.

Ibn Khaldun menganalisa juga tentang “pengaruh iklim terhadap moral


manusia.” Wilayah yang diduduki oleh orangorang dengan udara panas seperti
Sudan dan negara Arab, biasanya mereka kurang berhati-hati dan banyak
bergembira. Begitu juga dengan masyarakat yang berasal dari teluk. Sedangkan
penduduk yang wilayahnya kering biasanya mereka mempunyai tabiat selalu
merasakan kesedihan. Sebab utamanya, kemungkinan masih menurut
pandangannya karena mereka tinggal di wilayah dan daerah yang iklimnya bisa
mempengaruhi moral mereka.

Ketika menganalisa struktur masyarakat, ia membaginya dalam tiga format,


yaitu: bangsa Arab, Barbar dan ‘Ajam. Dari tiga struktur tersebut, ia
menempatkan bangsa Arab pada masyarakat pedesaan yang primitif, karena
mereka hidup sebagai penggembala unta yang harus berpindah-pindah. Maksud
Arab ini konotasinya lebih dekat ke pemaknaan badui. Mereka terbiasa
mempertahankan diri dari musuh dan tantangan yang setiap saat menghantui.
Begitu juga dengan alam yang tidak bersahabat. Mereka tidak pernah melepaskan
senjatanya, karena setiap saat bahaya akan mengancam. Dengan pengalaman ini,
41

bangsa Arab menurut Ibnu Khaldun mampu merebut kekuasaan dari pihak lain
dengan ‘ashabiyahnya. Namun, kekuasaan ini cepat lepas karena kondisi mereka
yang berpindah-pindah. Padahal, kekuasaan itu bisa dipertahankan melalui
dukungan solidaritas dari golongannya yang terus membantu dan membelanya
dalam setiap waktu. Hal ini sulit diperoleh karena setiap waktu, sebagai
penggembala, mereka dituntut untuk berkelana.

Kondisi di atas, menurut Ibnu Khaldun semakin lama mengalami pergeseran,


dengan bergantinya waktu. Struktur masyarakat Arab juga mengalami perubahan
berdasarkan perubahan orientasi dan sosiologi, sebagaimana yang dianalisa oleh
Mahmûd Isma’il, dalam bukunya Sosiologiy al-Fikr al-Islâmy. Perubahan yang
terjadi dalam masyarakat, bukanlah merupakan pengaruh dari luar, melainkan
merupakan reaksi yang timbul dalam intern masyarakat yang menjadi tabiatnya.
Menurutnya, akar sosiologi Arab dapat ditelusuri dari tiga fase dan struktur sosial
yang merupakan bentangan sejarah Arab klasik, sebelum masa kenabian. Ketiga
struktur ini nantinya akan mempengaruhi wacana pemikiran sesudahnya.
Pertama, struktur rohaniawan. Kelompok ini hidup dan berkembang di daerah
gurun. Mereka sangat fasih melantunkan syair-syair Arab. Kedua, struktur
feodalisme yang dimulai sejak 1300-527 SM. Dari tinjauan sejarah, struktur ini
merupakan generasi pertama yang telah mengalami perubahan. Perubahan dari
rohaniawan ke feodalisme ditandai dengan tumbuhnya solidaritas Arab, seperti
negeri Qitban, Muayan, Saba’ dan negeri Hamir. Namun pengaruh dari
perubahan ini menjadikan negeri-negeri yang pada mulanya bekerja sama dalam
hal pengairan, selanjutnya berangsur menjadi kekerasan. Kelompok yang kuat
menindas yang lemah, yang kaya memeras yang miskin dan sejak saat itulah
mereka terbagi dalam kasta. Tanah-tanah pertanian dibagikan kepada para
pemimpin sektor/wilayah. Ketiga, struktur borjuisme. Di antara indikasi yang
dipandang representatif untuk menggambarkan kehidupan kaum borjuis Arab
saat itu, antara lain, lukisan yang tertera pada mata uang. Lukisan tersebut
meliputi nama-nama raja, kota dan lambang kebesaran. Menurut para sosiolog,
lukisan namanama raja menunjukkan bahwa masyarakat Arab pra-kenabian
dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu: kelompok yang berpegang pada
agama, tetapi cenderung berperilaku sekuler dan kelompok yang cenderung
42

sekuler an sich. Contoh formulasi yang kedua ini adalah negeri Saba’. Sebelum
Islam datang, Arab merupakan komunitas badui yang terbelakang dan tidak
diperhitungkan dalam peradaban dunia.

Sikap kebinatangan mengalahkan prinsip humanisme, yang kuat menindas


yang lemah, yang kaya menindas yang miskin. Sehingga persaudaraan berubah
menjadi permusuhan. Tamaddun dalam kontek dunia Arab, jelas mempunyai
korelasi yang erat dengan datangnya Islam yang memberikan jiwa bagi lahirnya
peradaban.Pasca kenabian, ideologi menjadi mainstream dan tatanan baru yang
menyikapi seluruh aspek duniawi. Pada saat itu, secara sosio-historis Nabi
Muhammad merupakan pemegang risalah sekaligus penggerak peradaban umat
Islam. Amanat ini diteruskan oleh Khalîfah yang berjalan secara estafet.

3. Tradisi Hermeneutika dalam Pemikiran Ibnu Khaldun

Tradisi ini dirintis oleh Ibnu Khaldun, yang kemudian dikembangkan oleh
generasi sesudahnya, termasuk di antaranya Arkaun dan Nashr Hamid Abu
Zaid.10 Dalam wacana hermeneutika, sebuah tradisi akan mati, kering dan
mandeg jika tidak dihidupkan secara terus-menerus melalui penafsiran ulang
sejalan dengan dinamika sosial. Sebagai seorang sosiolog yang juga pemerhati
sejarah, Ibnu Khaldun menganjurkan untuk memahami sejarah, sebagai substansi
dan kondisi pelaku sejarah tersebut.

Hermeneutika terdiri dari tiga elemen pokok, yaitu: pengarang, teks dan
pembaca. Ketiganya mempunyai dunia tersendiri, sehingga harus terjalin
hubungan yang dinamis, dialogis dan terbuka. Ada interaksi yang saling terkait
antara ketiganya. Di satu sisi seorang pembaca ketika berhadapan dengan teks,
hasil yang ia peroleh tergantung pada keberaniannya mengenali arti dan muatan
teks. Sedangkan di sisi lain, pembaca dituntut untuk mengenali lebih jauh
terhadap pribadi pengarang sehingga mampu menangkap aspirasi yang ada dalam
nurani pengarang secara keseluruhan. Sering pembaca menarik benang merah
yang tidak sesuai dengan pesan pengarang, karena kurang memahami maksud
pengarang.
43

Sedangkan dalam filsafat sejarah Ibnu Khaldun, struktur ini terdiri: pelaku
sejarah, substansi sejarah dan pembaca sejarah. Seorang pembaca sejarah harus
menguasai kaidah dalam periwayatan sejarah, karakteristik pelaku sejarah, tabiat
yang ada, problematika perpecahan umat dan sebagainya. Hal ini agar sejarah
yang dibacanya dapat dipahami secara utuh dan terhindar dari keterputusan mata
rantai generasi. Ketiganya harus saling berkaitan dan tidak mungkin
meninggalkan salah satunya. Menurutnya, seorang ahli sejarah ketika menerima
riwayat atau memaparkan suatu peristiwa harus memahami fenomena dan kondisi
sosial masyarakat pada waktu itu. Sebab, sejarah pada masa lalu tidak mungkin
terulang, demikian halnya dengan prestasi-prestasi sejarah yang terjadi. Kalaupun
seseorang ingin memahami substansi sejarah, berarti harus menafsirkan sejarah
berikut kondisi sosial yang ada. Sejarah menurutnya terdiri dari dua unsur, yaitu:
pertama, unsur keabsahan riwayat (tarikh dzahir) dan kedua, unsur sosiologis
(tarikh batin).
44

5. PERBANDINGAN ANTARA SOSIOLOGI PENDIDIKAN IBNU


KHALDUN DAN IBNU SINA
5.1 IBNU KHALDUN
Ibnu Khaldun yang nama lengkapnya Abdurrahman Zaid Waliuddin ibnu
Muhammad bin Muhammad ibnu al-Hasan bin Jabir ibnu Muhammad ibnu
Ibrahim ibnu Abdirrahman ibnu Khaldun al-Khadlrami al-Tunisi kemudian
termashur dengan nama Ibnu Khaldun. Ia dilahirkan pada tanggal 27 Mei1332
M/734 H6di Tunisia dari keluarga Spanyol-Arab dan dikenal sebagai sejarawan
dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alquran sejak usia dini. Perjalanan hidupnya
dipenuhi dengan berbagai peristiwa, pengembaraan, dan perubahan dengan
sejumlah tugas besar.
Dari jabatan yang diembannya dan pengembaraan tersebut melahirkan
sejumlah pemikiran yang sangat berpengaruh bagi intelektual Barat dan Timur
baik Muslim maupun non-Muslim dalam bidang sejarah, politik, ekonomi,
pendidikan dan filsafat.dari kisah yang panjang tentang Ibnu Khaldun, setidak-
tidaknya dapat dikelompokkan kedalam tiga periode yang amat penting yakni,

1. Masa dimana Ibnu Khaldun menuntut berbagai bidang ilmu pengetahuan.


Yakni, ia belajar al-Quran, tafsir, hadis, usul fikih, tauhid, fikih madzhab
Maliki, ilmu nahwu dan sharaf, ilmu balaghah, fisika dan matematika8.
2. Ibnu Khaldun terjun dalam dunia politikdan sempat menjabat berbagai
posisi penting kenegaraan seperti qadhi al-qudhat (Hakim Tertinggi).
Namun, akibat fitnah dari lawan-lawan politiknya, Ibnu Khaldun sempat
juga dijebloskan ke dalam penjara9.
3. Ibnu Khaldun keluar penjara, Ibnu Khaldun berkonsentrasi pada bidang
penelitian dan penulisan.
5.2 Karya-karya Ibnu Khaldun
Karya – karya Ibnu Khaldun antara lain :

1) at Ta‟riif bi Ibn Khaldun10(sebuah kitab autobiografi, catatan dari


kitab sejarahnya);
45

2) kitab al-ibar (tujuh jilid) yang menjadi Kitab al Ibarwa Diwanul


Mubtada‟ awil Khabar fi Ayyamil „Arab wal „Ajam wal Barbarwa
Man „Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar11.

3) Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang


permasalahan dan pendapat-pendapat teologi)

4) Muqaddimah” memuat pokok-pokokpikiran tentang gejala-gejala


sosial kemasyarakatan, sistem pemerintahan dan politik di
masyarakat, ekonomi dalam individu, bermasayarakat dan
bernegara,gejala manusia dan pengaruh faktor lingkungan geografis
serta paedagogik dan ilmu pengetahuan beserta alatnya.

5.3 Pendidikan islam menurut Ibnu Khaldun


Pemikiran-pemikiran Ibnu Khaldun dalam masalah pendidikan tertuang
dalam karya besarnya, Muqaddimah pada bab VI yang terdiri dari 50 pasal, yang
antara lain sebagi berikut:

5.3.1 Pembagian Ilmu

Menurut Ibnu Khaldun Ilmu itu ada dua macam; pertama ilmu yang
menjadi tujuan (ulumun maqsudan bidzatiha) seperti ilmu-ilmu syariah dan kedua
ilmu alat atau pelantara untuk memahami ilmu pertama, seperti ilmu bahasa, ilmu
hitung, ilmu ushul fiqh, ilmu logika dan lain-lain.

5.3.2 Tujuan Pendidikan Islam

Ibnu Khaldun mengatakan:”Tujuan pendidikan Islam adalah dapat


menanamkan keyakinan imaniyah di dalam hati/jiwa peserta didik,
menginternalisasi nilai-nilai moral yang luhur melalui nilai-nilai agama sehingga
mampu member pencerahan jiwa, penguatan moral dan memotivasi prilaku yang
baik”

Ibnu Khaldun juga mengatakan tujuan pendidikan Islam secara praktis


adalah: Memberi peluang kepada peserta didik mampu berpikir untuk berbuat
dengan benar, member peluang kepada peserta didik untuk dapat hidup
berkualitas di dalam masyarakat yang maju, memberikan kemampuan untuk
mendapatkan pekerjaan sebagai sumber penghasilan dan dapat mengembangkan
46

perilaku yang terpuji dalam kehidupan sehari-hari. Kesemuanya harus


dikembangkan melalui pendidikan yang berasaskan ajaran dan nilai-nilai Qur’ani.

Tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun ada enam tujuan pendidikan, yaitu :

a. menyiapkan seseorang dari segi keagamaan dengan memperkuat potensi


iman, sebagaimana dengan potensi-potensi lain;
b. menyiapkan seseorang dari segi akhlak;
c. menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial;
d. menyiapkan seseorang dari segi pekerjaan;
e. menyiapkan seseorang darisegi pemikiran, sebab dengan pemikiran
seseorang dapat memegang berbagai pekerjaan atau ketrampilan tertentu
dan
f. menyiapkan seseorang dari segi kesenian.
5.3.3 Sumber Ilmu

Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu yang ada di tengah-tengah masyarakat


sumbernya dari dua jalur: Pertamaal-Ulum an-Naqliyah, yaitu ilmu-ilmu yang
diperoleh manusia secara berantai dan akhirnya berujung pada penerima ilmu
tersebut dari sumber pokoknya, yaitu Tuhan dengan melalui wahyu. Ini yang
dimaksud ilmu agama yang akal manusia tidak mempunyai banyak otorita dalam
ilmu tersebt kecuali terbatas kepada penafsiran dan dalam aplikaisnya tetapi tidka
dapat merubah atau menggantikannya.Kedua al-Ulum al-Aqliyah, yang diperoleh
manusia melalui kemampuan nalarnya dan kekuatan akalnya, seperti ilmu-ilmu
pengetahuan alam, ilmu kedokteran, logika dan filsafat.

5.3.4 Pendidikan harus dilaksanakan secara bertahap

Pendidikan terhadap anak supaya berlangsung secara bertahap, dari satu


tingkat ke tingkat yang lebih tinggi, sejalan dengan kesiapan peserta didik dan
kemampuan akalnya. Maka proses pembelajaran satu bidnag studi harus dimulai
dari penegrtian paling mendasar dan diberikan secara garis besarnya. Baru setelah
peserta didik tersebut memahami dengan baik, dapat dilanjutkan dan
dikembangkan lebih rinci dengan deferensi dan variabelnya, sehingga mereka
dapat memahami bidang tersebut secara utuh dan mendasar.
47

5.3.5 Sikap guru

Ibnu Khaldun menganjurkan agar para guru bersikap dan berprilaku penuh
kasih sayang kepada peserta didiknya, mengajar mereka dengan sikap lembut dan
saling pengertian, tidak menerapkan prilaku keras dan kasar sebab sikap demikian
dapat membahayakan peserta didik, bahkan dapat merusak mental mereka. Peserta
didik yang diperlakukan secara kasar akan berlaku bohong, malas, bicara kotor
dan penuh kepura-puraan, karena didorong rasa takut dimarahi guru atau takut
dipukul.

Sikap-sikap demikian apabila berlangsung dalam waktu yang relative lama


akan berubah menajdi tradisi dan watak yang tidka terpuji. Dan hal demikian bisa
merusak arti kemanusiaan yang justru harus dikembangkan dalam proses balajar-
mengajar.

Keteladanan guru merupakan keniscayaan dalam pendidikan, sebab peserta


didik - menurut Ibnu Khaldun- lebih mudah dipengaruhi dengan cara peniruan
dan peneladanan serta nilai-nilai luhur yang mereka saksikan, dari pada nasehat,
pengajaran atau perintah. Dalam masalah ini Ibnu Khaldun meneladani perkataan
Amru bin Utbah dalam pesannya kepada salah seorang guru yang mengajar
putranya, “Mulailah dalam upayamu memperbaiki anakku, dengan lebih dulu
memperbaiki sikap dan prilakumu sendiri. Sebab pandangan anak-anak itu terikat
pada pandanganmu, maka apa yang engkau lakukan akan dianggap baik bagi
mereka, dan apa yang engkau tinggalkan akan dianggap jelek bagi mereka.”

5.3.6 Kemajuan Pendidikan Tidak Terlepas dari Kemajuan Ekonomi dan


Peradaban

Ibnu Khaldun berkata,”Ilmu-ilmu itu bertambah banayk sejalan denagn


besarnya kemakmuran dan tingginya tingkat peradaban”. Sebagai seorang yang
pengalaman dalam bidang pemerintahan dan mendalami masalah sosiologi, Ibnu
Khaldun berulang kali mengatakan bahwa salah satu tujuan pendidikan Islam
adalah meningkatkan kualitas hidup, disamping meningkatkan kualitas iman dan
ketaatan, kualitas nalar, kualitas moral dan kulitas kerja./http://santrinulis.com
48

5.4 Biografi Ibnu Sina


Ibnu Sina bernama yang meiliki lengkap Abu Ali Al-Husain bin Abdullah
bin Sina Ia dilahirkanTahun 370 H/ 980 M di Afshana, sebuah kota kecil dekat
Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (bagian dari Persia).Ketika lahir ayahnya
menjabat Gubernur di salah satu pemukiman Nuh ibnuMansur (Sekarang wilayah
Afganistan). Ibn Sina memiliki kepintaran dan ingatan luar biasa. Sejak
kecil,banyak orang yang mengaguminya, sebab ia adalah seorang anak yang luar
biasa kepandaiannya, bahkan pada usia 10 tahun telah hafal al-Qur'an
seluruhnya.dan pada usia 17 tahun, ia telah memahami seluruh teorikedokteran.

Karena kepintarannya ia diangkat sebagai konsultan dokter-dokterpraktisi.


ini terjadi setelah ia berhasil mengobati Pangeran Nuh ibn Manshur, karena tidak
seorang pun yang dapat menyembuhkannya. Dan iadiberi kebebasan belajar di
perpustakaan istana karena hal tersebut. Ia jugapernah jadi menteri oleh Sultan
Syams al-Daulah yang berkuasa di Hamdan.Usia yang relatif muda ia
memperoleh predikat sebagai seorangfisikawan di usia 18 tahun, dan menemukan
bahwa Kedokteran tidaklahilmu yang sulit ataupun menjengkelkan, seperti
matematika dan metafisika,Di antara guru yang mendidiknya adalah Abu 'Abd
Allah al-Natili danIsma'il sang Zahid. Karena kejeniusannya, sampai-sampai ia
mampumelampaui ilmu gurunya.

Sebagai pemikir ulung Ibnu Sina tidaklah terlepas dari cobaan


yangmenimpanya. Tatkala perpustakaan istana terbakar, musuh-
musuhnyamenuduh Ibn Sina yang membakarnya supaya orang tidak bisa
menguasai ilmu yang ada di sana, kecuali Ibn Sina sendiri sehingga ia tidak
tertandingi. Bahkan ia sempat dipenjarakan Putra Al-Syam al-daulah
karenakedengkiannya, yang akhirnya ia melarikan diri ke Isfahan, dan
dikotainilah ia menjalani kiprahnya sebagai seorang intelektual.

Ibnu Sina wafat pada usia 58 tahun, tepatnya pada tahun 1037 M
diHamadan, Iran, karena penyakit maag yang kronis. Beliau wafat ketikasedang
mengajar di sebuah sekolah.

5.5 Karya-karya Ibnu Sina


1. Kitab Qanun fi al-Tibb (Canon of Medicine).
49

Karyanya dalam bidang ilmu kedokteran. Buku yang terbagi atas 3 jilid
ini pernah menjadi satu-satunya rujukan dalam bidang kedokteran di Eropa
selama lebih kurang lima abad. Buku ini merupakan iktisar pengobatan Islam dan
diajarkan hingga kini di timur. Buku ini di telah diterjemahkan ke bahasa Latin. 

2. Kitab Ash-Shifa’

Sebuah karya kitab dalam bidang filsafat. Kitab ini antara lain berisikan
tentang uraian filsafat dengan segala aspeknya, dan karena sangat lus
cakupannya, maka bermunculan nama-nama terjemahan yang dilakukan oleh
para ahli terhadap hasil karya filsafat Ibn Sina ini. Karya ini merupakan titik
puncak filsafat parapatetik dalam Islam. 

3. Kitab An-Najat.

Sebuah karya kitab yang berisikan ringkasan dari kitab Ash-Shifa’, kitab ini ia


tulis untuk para pelajar yang ingin mempelajari dasar-dasar ilmu hikmah, selain
itu buku ini juga secara lengkap membahas tentang pemikiran Ibn Sina tentang
ilmu Jiwa.

4. Kitab fi Aqsami al-‘Ulumi al-‘Aqliyyah.

Sebuah karya kitab dalam bidang ilmu fisika. Buku ini ditulis dalam bahasa
Arab dan masih tersimpan dalam berbagai perpustakaan di Istanbul,
penerbitannya pertama kali dilakukan di Kairo pada tahun 1910 M, sedangkan
terjemahannya dalam bahasa Yahudi dan Latin masih terdapat hingga sekarang.

5. Kitab Lisanu al-‘Arab.

Kitab ini merupakan hasil karyanya dalam bidang sastra Arab. Kitab ini
berjumlah mencapai 10 jilid. Menurut suatu informasi menjelaskan bahwa buku
ini Ibn Sina susun sebagai jawaban terhadap tantangan dari seorang pujangga
sastra bernama Abu Manshur al- ubba’I di hadapan Amir ‘Ala ad-Daulah di
Ishfaha.

6. Kitab Al-Isharat wa al-Tanbihat, 

Sebuah karya berisikan tentang logika dan hikmah.


50

5.6 Pendidikan islam menurut Ibnu Sina


Menurut Ibnu Sina pendidikan merupakan pengembangan seluruh potensi
yang dimiliki seseorang kearah perkembangan yang sempurna, yaitu aspek pada
diri manusia mulai dari perkembangan fisik, intelektual, budi pekerti, mental
maupun moral.

Dalam pandangan Ibnu Sina, pendidikan tak hanya memperhatikan aspek


moral, namun juga membentuk individu yang menyeluruh termasuk jiwa, pikiran
dan karakter. Menurutnya, pendidikan sangat penting diberikan kepada anak-
anak untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi masa dewasa.

Ibnu Sina menegaskan tahap awal pendidikan anak adalah pendidikan akhlak.
Ibnu Sina menggunakan istilah Ta’dib bagi menjelaskan kepentingan pendidikan
akhlak yang bersifat definsif iaitu sebelum kanak-kanak ini berhadapan dengan
tingkahlaku yang tidak baik dan kecenderungan yang buruk ( al-akhlak al-
laimah ). Ini sesudah tentu dalam kontek pergaulan dengan rakan sebaya dan lain-
lain. Alasan Ibnu Sina dalam konteks ini ialah biasanya kanak-kanak itu cepat
boleh terpengaruh dengan bentuk-bentuk akhlak yang buruk atau tabiat yang tidak
baik.

Mereka juga katanya belum tahu tentang nilai dan perbezaan baik-buruk dan
belum tahu untuk mengelak darinya. Justeru itu adalah lebih berfaedah kepada
mereka sendiri supaya senantiasa berjauhan dari bentuk-bentuk berkenaan. Inilah
pendekatan definsif yang ditekankan oleh Ibnu Sina pada tahap awal ini.

Dalam akhlak, Ibnu Sina berpendapat bahwa siapa yang akan membimbing
orang lain, haruslah terlebih dahulu dapat membimbing dirinya sendiri, kerana
dirinya itulah yang terdekat kepadanya, paling mulia dan paling perlu mendapat
perhatian. Bahkan mengendalikan diri itu lebih susah daripada mengendalikan
orang lain. Sehingga siapa yang sanggup mengendalikan dirinya dengan sebaik-
baiknya, tidak akan susah mengatur suatu bandar, malah suatu negara.

Kekuatan jiwa ada tiga, yaitu syahwat, marah (ghadhab) dan akal, yang
merupakan tiga kehinaan (razilah). Tetapi ketiga macam keluruhan/kekuatan ini,
terdapat keluruhan yang disebut keadilan, yaitu yang menghimpunkan segala
macam keluruhan itu. Ketika melengkapkan setiap kumpulan itu dengan cabang-
51

cabangnya sebagai unsur yang membentuknya. Misalnya suci diri (iffah),


pemurah (sakha’) dan berpuas diri (qana’ah) yang termasuk dalam keluruhan
syahwat. Manakala keluruhan ghadab adalah keberanian (syaja’ah), kesabaran
(shabr), penyayang (hilm) dan lapang dada (rahh al-baa). Keluruhan akal (al-
Quwah al- Natiqah) adalah bijaksana (hikmat), cerdik (fathonah), keaslian (asalah
al-ray), tegas (hazm), kebenaran (siddiq), setia (wafa), pengasih (rahmah), malu
(haya), keras kemahuan (izamul himmah), memelihara janji (husnul wal
muhafazah) dan merendah diri (tawadhu’). Dan induk segala keluruhan ini adalah
keadilan adalah, yang mengikut Ibnu Sina adalah kesimbangan semua keluruhan
itu sehingga yang satu tidak melebihi orang lain.

5.6.1 Tugas dan fungsi pendidikan Islam

Pada hakikatnya, pendidikan adalah proses yang berlangsung secara kontuniu


dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu
diemban oleh pendidikan Islam pendidikan manusia seutuhnya yang berlangsung
sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan
memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dam berkembang
secara dinamis mulai dari kandungan hingga akhir hayat.

Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan


pertumbuhan dan perkembangan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke
tahap kehidupan sampai mencapai titik kemampuan optimal. Secara sruktural,
pendidiakn Islam menuntut adanya struktur organisasi yang mengatur jalannya
proses pendidikan, baik dalam dimensi vertikal maupun horizontal. Sementara
secara institusional, ia mengandung implikasi bahwa proses pendidikan yang
berjalan hendaknya dapat memenuhi kebutuhan dan mengikuti perkembangan
zaman yang terus berkembang.

Menurut Ibnu Sina fungsi pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk, yakni:

1. Alat untuk memelihara, memeperluas dan menghubungkan tingkat


kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide masyarakat dan
nasional
52

2. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi dan perkembangan. Pada garis


besarnya, upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill
yang dimiliki, serta melatih tenaga manusia (peserta didik) yang produktif
dalam menemukan perimbangan perubahan sosial ekonomi yang demikian
dinamis.

5.6.2 Dasar Dan Tujuan Pendidikan Islam

Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian


muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang dijadikan
landasan kerja. Dengan dasar ini akan memberikan arah bagi pelaksanaan
pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini, dasar yang menjadi
acuan pendidikan Islam merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang
menghantarkan peserta didik kearah pencapaian pendidikan. Oleh karena itu dasar
yang terpenting dari pendidikan Islam Al-Qur’an dan hadits.

Dalam pendidikan Islam, sunnah Rasul mempunyai dua fungsi, yaitu:

1. Menjelaskan sistem pendidikan Islam dalam al-Qur’an dan menjelaskan


hal-hal yang tidak terdapat didalamnya.

2. Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah bersama


para sahabat.

Menurut Ibnu Sina tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan


(sa’adat) kebahagian dicapai secara bertingkat, sesuai dengan tingkat pendidikan
yang dikemukakannya, yaitu kebahagiaan pribadi, kebahagiaan rumah tangga,
kebahagiaan masyarakat, kebahagian manusia secara menyeluruh dan kebahagian
akhir adalah kebahagian manusia di hari akhirat. Kebahagian manusia secara
menyeluruh menurut Ibnu Sina hanya akan mungkin dicapai melalui risalah
kenabian. Jadi para nabilah yang membawa manusia mencapai kebahagian secara
menyeluruh.

Menurut Ibnu Sina, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada


pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya
yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu
tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan
53

seseorang agar dapat hidup dimasyarakat secara bersama-sama dengan melakukan


pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan,
kecendrungan dan potensi yang dimilikinya.

Khusus pendidikan yang bersifat jasmani, ibnu sina mengatakan hendaknya


tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan segala sesuatu yang
berkaitan dengannya seperti olah raga, makan, minum, tidur dan menjaga
kebersihan. Ibnu Sina berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah untuk
mencapai kebahagiaan (sa’adat).

Melalui pendidikan jasmani olahraga, seorang anak diarahkan agar terbina


pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan dengan pendidikan budi
pekerti di harapkan seorang anak memiliki kebiasaan bersopan santun dalam
pergaulan hidup sehari-hari. Dan dengan pendidikan kesenian seorang anak
diharapkan dapat mempertajam perasaannya dan meningkat daya hayalnya.

Ibnu Sina juga mengemukakan tujuan pendidikan yang bersifat keterampilan


yang ditujukan pada pendidikan bidang perkayuan, penyablonan dsb. Sehingga
akan muncul tenaga-tenaga pekerja yang professional yang mampu mengerjakan
pekerjaan secara professional.

Selain itu tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibnu Sina tersebut tampak
didasarkan pada pandangannya tentang Insan Kamil  (manusia yang sempurna),
yaitu manusia yang terbina seluruh potensi diinya secara seimbang dan
menyeluruh. Selain harus mengenbangkan potensi dan bakat dirinya secara
optimal dan menyeluruh, juga harus mampu menolong manusia agar eksis dalam
melaksanakan fungsinya sebagai khalifah  di masyarakat.

5.6.3 Kurikulum pendidikan Islam

Secara sederhana istilah kurikulum digunakan untuk menunjukkan sejumlah


mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai satu gelar atau ijazah.
Pengertian ini sejalan dengan pendapat Crow dan Crow yang mengatakan bahwa
kurikulum adalah rancangan pengajaran yang isisnya sejumlah mata pelajaran
yang disusun secara sistematik yang diperlukan sebagai syarat untuk
menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu. Kurikulim disini berfungsi
54

sebagai alat mempertemukan kedua pihak sehingga anak didik dapat mewujudkan
bakatnya secara optimal dean belajar menyumbangkan jasanya untuk
meningkatkan mutu kehidupan dalam masyarakatnya.

Konsep Ibnu Sina tentang kurikulum  didasarkan pada tingkat perkembangan


usia anak didik. Untuk usia anak 3 sampai 5 tahun misalnya, menurut Ibnu Sina
perlu diberikan mata pelajaran olahraga, budi pekerti, kebersihan, seni suara, dan
kesenian.

Pelajaran olahraga tersebut diarahkan untuk membina kesempurnaan


pertumbuhan fisik si anak dan berfungsinya organ tubuh secara optimal.
Sedangkan pelajaran budi pekerti diarahkan untuk membekali si anak agar
memiliki kebiasaan sopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya
dengan pendidikan kebersihan diarahkan agar si anak memiliki kebiasaan
mencintai kebersihan. Dan dengan pendidikan seni suara dan kesenian diarahkan
agar si anak memiliki ketajaman perasaan dalam mencintai serta meningkatkan
daya khayalnya sebagaimana telah disinggung di atas.

Mengenai mata pelajaran olah raga, Ibnu Sina memiliki pandangan yang
banyak dipengaruhi oleh pandangan psikologisnya. Dalam hubungan ini Ibnu Sina
menjelaskan ketentuan dalam berolahraga yang disesuaikan dengan tingkat
perkembangan usia anak didik serta bakat yang dimilikinya. Dengan cara
demikian dapat diketahui dengan pasti mana saja diantara anak didik yang perlu
diberikan pendidikan olahraga sekedarnya saja, dan mana saja diantara anak didik
yang perlu dilatih olah raga lebih banyak lagi. Ibnu Sina lebih lanjut memperinci
tentang mana saja olahraga yang memerlukan dukungan fisik yang kuat serta
keahlian dan mana saja olahraga yang tergolong ringa, cepat, lambat, memerlukan
peralatan dan sabagainya. Menurutnya semua jenis  olahraga ini disesuaikan
dengan kebutuhan bagi kehidupan anak didik. Dari sekian banyak olahraga,
menurut Ibnu Sina yang perlu dimasukan kedalam kurikulum adalah olahraga
kekuatan, gulat meloncat, jalan cepat, memanah, berjalan dengan satu kaki dan
mengendarai unta.

Mengenai pelajaran kebesihan, Ibnu Sina mengatakan bahwa pelajaran hidup


berusia dimulai dai sejak anak bangun tidur, ketika hendak makan, sampai ketika
55

hendak bangun kembali. Dengan cara demikian, dapat diketahui mana saja anak
yang telah dapat menerapkan hidup sehat, dan mana saja anak yang
berpenampilan kotor dan kurang sehat. Selanjutnya kurikulum untuk usia 6
sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina adalah mencakup pelajaran membaca dan
menghafal Al-Qur’an, pelajaran agama, pelajaran sya’ir dan pelajaran olah raga.

Pelajaran membaca dan menghafal menurut Ibnu Sina berguna di samping


untuk mendukung pelaksanaan ibadah yang memerlukan bacaan ayat-ayat al-
qur’an, juga untuk mendukung keberhasilan dalam mempelajari agama islam
seperti pelajaran Tfasi Al-Qur’an, Fiqh, Tauhid, Akhlak dan pelajaran agama
lainnya yang sumber utamanya Al-qur’an. Selain itu pelajara membaca dan
menghafal Al-Qur’an juga mendukung keberhasilan dalam mempelajari bahasa
arab, karena dengan menguasai Al-Qur’an berarti ia telah menguasai kosa kata
bahasa arab atau bahasa Al-qur’an.dengan demikian penetapan pelajaran
membaca Al-qur’an tampak bersifat startegis dan mendasar, baik dilihat daru segi
pembinaan sebagai pribadi muslim, maupun dari segi pembentukan ilmuwan
muslim, sebagaimana yang diperlihatkan Ibnu Sina sendiri. Sudah menjadi alat
kebiasaan umat islam mendahulukan pelajaran Al-Qur’an dari yang lain-lain.

Hikmahnya :

1. untuk mengambil berkat dan mengharapkan pahala

2. khawatir kalau anak-anak tidak terus belajar lalu keluar sebelum sampai
membaca/ menghafal al-qur’an. Akhirnya anak-anak tidak mengenal al-
qur’an sama sekali.

Selanjutnya kurikiulum untuk usia 14 tahun ke atas menurut Ibnu Sina mata
pelajaran yang diberikan amat banyak jumlahnya, namun pelajaran tersebut perlu
dipilih sesuai dengan bakat dan minat si anak. Ini menunjukkan perlu adanya
pertimbangan dengan kesiapan anak didik. Dengan cara demikian, si anak akan
memiliki kesiapan untuk menerima pelajaran tersebut dengan baik. Ibnu Sina
menganjurkan kepada para pendidikagar memilihkan jenis pelajaran yang
berkaitan dengan keahlian tertentu yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh
muridnya.
56

Kedua, bahwa startegi penyusunan kurikulum yang ditawarkan Ibnu Sina


juga didasarkan pada pemikiran yang bersifat pragmatis fungsional, yakni dengan
melihat segi kegunaan dari ilmu dan keterampilan yang dipelajari dengan tuntutan
masyarakat, atau berorientasi pasar (marketing oriented). Dengan cara demikian,
setiap lulusan pendidikan akan siap difungsikan dalam berbagai lapangan
pekerjaan yang ada dimasyarakat.

Ketiga, strategi pembentukan kurikulum Ibnu Sina tampak sangat


dipengaruhi oleh pengalaman yang terdapat dalam dirinya. Pengalaman
pribadinya dalam mempelajari berbagai macam, ilmu dan keterampialan ia coba
tuangkan dalam konsep kurikulumnya. Dengan kata lain, ia menghendaki agar
setiap orang yang mempelajari berbagai ilmu dan keahliaan menempuh
sebagaimana cara yang ia lakukan.

Dengan meliha ciri-ciri tersebut dapat dikatakan bahwa konsep kurikulum


Ibnu Sina telah memenuhi persyaratan penyusunan kurikulum yang dikehendaki
masyarakat modern saat ini. Konsep kurikulum untuk anak 3 sampai 5 tahun
misalnya, tampak masih cocok untuk diterapkan dimasa sekarang, sepeti pada
kurikulum Taman Kanak-Kanak.

5.6.4 Metode pengajaran

Konsep metode yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain terlihat pada setiap
materi pelajaran. Dalam setiap pembahasan materi pelajaran Ibnu Sina selalu
membicarakan tentang cara mengajarkan kepada anak didik. Berdasarkan
pertimbangan psikologinya, Ibnu Sina berpendapat bahwa suatu materi pelajaran
tertentu tidak akan dapat dijelaskan kepada bermacam-macam anak didik dengan
satu cara saja, melainkan harus dicapai dengan berbagai cara sesuai dengan
perkembangan psikologisnya.

Penyampaian materi pelajaran pada anak menurutnya harus disesuaikan


dengan sifat dari materi pelajaran tersebut, sehingga antara metode dengan materi
yang diajarkan tidak akan kehilangan daya relevansinya. Metode pengajaran yang
ditawarkan Ibnu Sina antara lain metode talqin, demonstrasi, pembiasaan dan
teladan, diskusi magang, dan penugasan.
57

Yang dimaksud dengan metode talqin dalam cara kerjanya digunakan untuk
mengajarkan membaca al-qur’an, dimulai dengan cara memperdengerkan bacaan
al-qur’an kepada anak didik sebagian demi sebagian. Setelah itu anak tersebut
disuruh mendengarkan dan disuruh mengulangi bacaan tersebut perlahan-lahan
dan dilakukan berulang-ulang hingga hafal. Cara seperti ini dalam ilmu
pendidikan modern dikenal dengan nama tutor sebaya, sebagaimana dikenal
dalam pengajaran dengan modul.

Selanjutnya mengenai metode demontrasi menurut Ibnu Sina dapat digunakan


dalam cara mengajar menulis. Menurutnya jika seorang guru akan
mempergunakan metode tersebut, maka terlebih dahulu ia mencontohkan tulisan
huruf hijaiyah di hadapan murid-muriodnya. Setelah itu barulah menyuruh para
murid untuk mendengarkan ucapan huruf-huruf hijaiyyah sesuai dengan
makhrajnya dan dilanjutkan dengan mendemonstrasikan cara menulisnya.

Berkenaan dengan metode pembiasaan dan teladan, Ibnu Sina mengatakan


bahwa pembiasaan adalah termasuk salah satu metode pengajaran yang paling
efektif, khususnya dmengajarkan akhlak. Cara tersebut secara umum dilakukan
dengan pembiasaan dan teladan yang disesuaikan denganm perkembangan jiwa si
anak, sebagaimana hal ini telah disinggung pada uraian diatas.

Selanjutnya metode diskusi dapat dilakukan dengan cara penyajian pelajaran


dimana siswa dihadapkan pada suatu masalah yang dapat berupa pertanyaan yang
bersifat problematic untuk dibahas dan dipecahkan bersama.

Berkenaan dengan metode magang, Ibnu Sina telah menggunakan metode ini
dalam kegiatan pengajaran yang dilakukannya. Para murid Ibnu Sina yang
mempelajari ilmu kedokteran dianjurkan agar menggabungkan teori dan praktek.
Yaitu satu hari diruang kelas untuk mempelajari teori dan hari berikutnya
mempraktekan teori tersebut dirumah sakit atau balai kesehatan.

Selanjutnya berkenaan dengan metode penugasan adalah cara penyajian


bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan
kegiatan belajar. Dalam bahasa arab pengajaran dengan penugasan ini dikenal
58

dengan istilah at-ta’iim bi al-marasil (pengajaran dengan mengirimkan sejumlah


naskah atau modul).

Dalam keseluruhan urasian mengenai metode pengajaran tersebut diatas


terdaoat empat ciri penting, yakni uraian tentang berbagai metode tersebut
memperlihatkan adanya keinginan yang besar dari ibnu sina terhadap keberhasilan
pengajaran. Metode pengajaran yang ditawarkan Ibnu Sina juga selalu
memperhatikan minat dan bakat si anak didik.

Metode yang ditawarkan ibnu Sina telah mencakup pengajaran yang


menyeluruh mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan tingka
perguruan tinggi. Ciri-ciri metode tersebut hingga sekarang masih banyak
digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini menunjukkan bahwa
pemikiran Ibnu Sina dalam bidang metode pengajaran masih relevan dengan
tuntutan zaman.

5.6.5 Konsep hukuman dalam pengajaran

Ibnu Sina pada dasarnya tidak berkenan menggunakan hukuman dalam


kegiatan pengajaran. Hal ini didasarkan pada sikapnya yang sangat menghargai
martabat manusia. Namun dalam keadaan terpaksa hukuman dapat dilakukan
dengan cara yang amat hati-hati. Ibnu Sina menyadari sepenuhnya, bahwa
manusia memiliki naluri yang selalu ingin disayang, tidak suka diperlakukan
kasar dan lebih suka diperlakukan halus. Atas dasar pandangan kemanusiaan
inilah maka Ibnu Sina sangat membatasi pelaksanaan hukuman.

Penggunaan-penggunaan bantuan tangan adalah pembantu paling diandalkan


dan merupakan seni bagi seorang pendidik. Dengan ada control secara terus-
menerus, maka mendidik anak dapat diawasi dan diarahkan sesuai dengan tujuan
pendidikan.

Ibnu Sina membolehkan pelaksanaan hukuman dengan cara yang ekstra hati-
hati, dan hal itu hanya boleh dilakukan dalam keadaan terpaksa atau tidak normal.
Sedangkan dalam keadaan normal, hukuman tidak boleh dilakukan. Sikap
humanistic ini sangat sejalan dengan alam demokrasi yang menuntut keadilan,
kemanusiaan, kesederajatan, dan sebagainya.
59

5.6.6 Kelembagaan pendidikan Islam

Didalam salah satu karangan Ibnu Sina menyebutkan bahwa keluarga


merupakan institusi terpentik dalam pendidikan. Karena keluarga merupakan
pranata sosial pertama dan utama, mempunyai arti paling strategis dan membekali
nilai-nilai kehidupan yang dibutuhkan anggotanya dalam mencai makna
kehidupan. Didalam keluarga mereka mempelajari sifat-sifat mulia, kesetiaan,
kasih sayang, dan sebagainya. Dari kehidupan seorang ayah dan ibu terpupk sifat
keuletan, keberanian, sekaligus tempat berlindung, bertanya, dan mengarahkan
bagi anggotanya.

Keluarga merupakan denyut nadi kehidupan yang dinamis dan termasuk salah
satu pranata yang secara kontributif mempunyai andil besar dalam pembentukan,
pertumbuhan, dan pengembangan pendidiakn karakter anak, karena keluarga
dibangun lewat hubungan-hubungan kemanusiaan yang akrab dan harmonis, sarta
lahir dan tumbuh gejala sosial dan pendidikan dilingkungan pergaulan keluarga.

Ibnu Sina memandang penting institusi keluarga. Karena didalam keluarga


terdapat suatu ikatan perkawinan. Perkawinan itu sendiri adalah tiang yang utuh
kearah pembentukan masyarakat. Menurut Ibnu sina betapa pentingnya negara
menerangkan undang-undang perkawinan. Perkawinan boleh membawa kepada
penerusan generasi, justeru itu ia perlu diurus di bawah penentuan undang-undang
negara. Untuk mengelak lahirnya gejala-gejala yang kurang sihat dalam
masyarakat, maka Ibnu Sina merakamkan bahawa semua upacara dalam
perkahwinan itu mestilah mengikut norma-norma agama. Kaum wanita mestilah
dijaga dan diawasi, baik pakaiannya atau pun keselamatannya.

Disini juga ada dijelaskan bahawa ibu bapak mestilah memberikan


pendidikan yang sempurna kepada anak-anak. Anak-anak perempuan hendaklah
dijuruskan dalam bidang-bidang yang sesuai dengan ”nature” mereka (fii ma
yakhussuha) sementara lelaki dibidang-bidang untuk mencari nafkah hidup (ai-
nafaqa).

Menurut Ibnu Sina dalam pelaksanaan pendidikan disini tidak terhadap


kepada perancancangan (planing) dan pelaksanaan (implementation), tetapi juga
60

lebih luas daripada itu. Pelaksanaan berkait rapat dan takrif ilmu, yang
pembagiannya kepada ilmu teoritikal dan ilmu pratikal, ta’rif ilmu pratikal
menurut Ibnu sina adalah pengetahuan terhadap perkara-perkara yang wujudnya
bergantung pada perbuatan dan kemauan kita, seperti akhlak, politik, keluarga,
syariat. Tujuan ilmu ini adalah kebaikan, sedangkan tujuan ilmu teorikal adalah
kebenaran. Oleh itu ilmu yang dikaitkan dengan amalan dan kemauan kita disebut
ilmu pratikal, dan itulah yang kita maksudkan dengan pelaksanaan, seperti yang
kita lihat, pelaksanaan memang melibatkan perancangan, pentadbiran, pengajaran,
kaidah dan aspek-aspek lain yang boleh disebut sebagai pelaksanaan itu. Falsafah
pratikal ini menurut Ibnu Sina, terbagi empat bahagian ilmu yaitu akhlak,
pengurusan bandar, pengurusan keluarga dan ilmu Nabi.

5.6.7 Konsep guru

Konsep guru yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain berkisar tentang guru
yang baik. Dalam hubungan ini Ibnu Sina mengatakan bahwa guru yang baik
adalah berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam
mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main
dihadapan muridnya, tidak bermuka masam, sopan santun, dan suci murni.

Lebih lanjut Ibnu Sina menambahkan bahwa seorang guru itu sebaiknya dari
kaum pria yang terhormat dan menonjol budi pekertinya, cerdas, teliti, sabar,
telaten dalam membingbing anak-anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu,
gemar bergaul dengan anak-anak dll.

Berkenaan dengan tugas pendidikan, maka tugas seorang guru tidaklah


mudah. Sebab pada hakekatnya tugas pendidikan yang utama adalah membentuk
perkembangan anak dan membiasakan kebiasaan yang baik dan sifat-sifat yang
baik menjadi factor utama guna mencapai kebahagiaan anak, oleh karena itu
orang yang ditiru hendaklah menjadi pemimpin yang baik, contoh yang bagus dan
berakhlak hingga tidak meninggalkan kesan  buruk dalam jiwa anak yang
menirunya.

Jika diamati secara seksama, tampak bahwa potret guru yang dikehendaki
Ibnu Sina adalah guru yang lebih lengkap dari potret guru yang dikemukakan para
61

ahli sebelumnya. Dalam pendapatnya itu Ibnu Sina selain menekankan unsure
kompetensi atau kecakapan dalam mengajar, juga berkepribadian yang baik.
Dengan kompetensi itu, seorang guru akan dapat mencerdaskan anak didiknya
dengan berbagai pengetahuan yang diajarkannya, dan dengan akhlak ia dapat
membina mental dan akhlak anak. Ibnu Sina mengungkapkan, seseorang harus
memiliki profesi tertentu dan harus bisa berkontribusi bagi masyarakat.

Menurut Ibnu Sina seorang guru yang baik adalah guru yang bijak dan
beragama, sentiasa praktis akhlak yang baik dan ada minat untuk menolong kanak
atau pelajar, bersih, amanah, mudah mestra, mempunyai adab, makan-minum,
berbicara dan bersosial.

5.7 Tujuan Pendidikan


Ibnu Sina berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah "pendidikan harus
diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah
perkembangannya yang sempuma, yaituperkembangan fisik, intelektual dan budi
pekerti."

Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibn Sina harus diarahkan pada upaya
mempersiapkan seseeorang agar dapat hidup di masyarakatsecara bersama-sama
dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat,
kesiapan, kecenderungan dan potensiyang dimilikinya.

Pendidikan yang bersifat jasmani, Ibn Sina berpendapat tujuanpendidikan


tidak melupakan pembinaan fisik. seperti olahraga, makan,minum, tidur dan
menjaga kebersihan. Sedangkan tujuan pendidikanyang bersifat keterampilan
ditujukan adalah menyiapkan tenagaprofessional. Dan juga memberikan
pendidikan budi pekerti (akhlak)agar ada kepaduan antara keterampilan dengan
budi pekerti.
62

6 SOSIOLOGI PERKOTAAN DAN PEDESAAN


6.1 Pengertian Sosiologi dan Masyarakat
Sosiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari seluruh tingkah laku
kehidupan manusia di suatu lingkungan yang di mana di dalamnya terdapat
manusia-manusia lain yang saling berhubugan antara yang satunya dengan yang
lainnya lagi, sehingga terjadi suatu interaksi di seluruh bidang kehidupan.
Mengenai arti masyarakat, disini kita kemukakan beberapa definisi mengenai
masyarakat darti para sarjana, misalnya :
a. R. Linton : Seorang ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat
adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan
bekerjasama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berpikir
tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
b. M.J Herskovits : Mengatakan bahawa masyarakat adalah kelompok individu
yang diorganisasikan dan mengikuti satu cara hidup tertentu.
c. J.L. Gillin dan J.P. Gillin : mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok
manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan
persatuan yang sama.
d. S.R. Steinmetz : seorang sosiolog bangsa belanda mengatakan, bahwa
masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar, yang meliputi
pengelompokan-pengelompokan manusia yang lebih kecil, yang mempunyai
perhubungan yang erat dan teratur.
e. Hasan Shadily : mendifinisikan masyarakat adalah golongan besar atau kecil
terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian
secara golongan dan pengaruh-mempengaruhi satu sama lain.
Mengingat definisi-definisi masyarakat tersebut di atas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa masyarakat harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
a. Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan
binatang.
b. Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu.
c. Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk
menuju kepadakepentingan dan tujuan bersama.
63

6.2 Masyarakat Perkotaan


6.2.1 Pengertian Kota
Masyarakat perkotaan atau urban community adalah masyarakat kota yang
tidak tertentu jumlah penduduknya,. Tekanan pengertian “kota” terletak pada sifat
serta ciri kehidupan yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.
6.2.2 Ciri-ciri masyarakat Perkotaan 
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan, yaitu :
a. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus
bergantung pada orang lain.
b. Pembagian kerja diantara warga kota juga lebih tegas dan punya batas-
batas yang nyata.
c. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih
banyak diperoleh warga kota dariapada warga desa.
d. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan,
menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor
kepentingan daripada faktor pribadi.
e. Jalan kehidupan yang cepat dikota, mengakibatkan pentingnya faktor
waktu, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat
mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
f. Perubahan-perubahan sosial tampak denagn nyata  dikota-kota, karena
kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.
6.3 Definisi dan pembahasan modernisasi
Berikut beberapa pendapat tentang modernisasi :
 Astrid S. Susanto, modernisasi adalah proses menggunakan kesempatan
yang diberikan oleh perubahan demikemajuan. Dalam negara yang
menganut sistem demokrasi, manusia yang menjadi pkok tujuan.
 Alex Inkeles, mengemukakan bahwa ada sikap-sikap tertentu yang
menandaimanusia dalam setiap masyarakat modern. Dan di antara sikap-
sikap ini, ada kecenderungan menerima gagasan-gagasan baru serta
mencoba metode-metode baru .
64

 Louis Irving Horowitz, Modernisasi yang non ideologis pada dasarnya


merupakan suatu istilah teknologi, bukan suatu istilah penilaian. Ia
menyangkut penggantian tenaga kerja manusia oleh mesin-mesin,
modernisasi berkaitan dengan komunikasi informasi dalam  tempo cepat,
memindah orang an barang dengan cepat, otomasi jasa-jasa, dan
sebagainya.
 Soerjono Soekanto, Modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan
sosial, yang biasanya merupakan perubahan sosial yang terarah yang
didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakansosial
planning.
 Dalam bahasa sosiologi, modernisasi merupakan proses peniruan oleh
masyarakat atau negara tentang kebudayaan dari negara-negara Barat yang
dianggap lebih baik dari kebudayaan negara sendiri.
6.4 Masyarakat Pedesaan
6.4.1 Pengertian desa

Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartodikusuma


mengemukakan sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana
bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri.
Sedang menurut Paul H. Landis:
Desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa.
6.4.2 Ciri-ciri Masyarakat desa
Adapun ciri-ciri masyarakat pedesaan adalah:
a) Masyarakat pedesaan diantara warganya mempunyai hubungan yang lebih
mendalam dan erat bila dibandingkan dengan hubungan mereka dengan
masyarakat lainnya di luar batas-batas wilayahnya.
b) Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar sistem
kekeluargaan.
c) Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian dan
pekerjaan-pekerjaan yang bukan agraris hanya bersifat pedesaan bersifat
waktu luang.
65

6.5 Hubungan Masyarakat Perkotaan dan Pedesaan


Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas yang
terpisah sama sekali sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara
keduanya terdapat hubungan yang erat. Bersifat ketergantungan, karena diantara
mereka saling membutuhkan. Kota tergantung dalam memenuhi kebutuhan
warganya akan bahan-bahan pangan seperti beras sayur mayur , daging dan ikan.
Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis pekerjaan tertentu dikota.
Misalnya saja buruh bangunan dalam proyek perumahan. Proyek pembangunan
atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya
adalah pekerja musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah.
Bila pekerjaan dibidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa
panen mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja
yang tersedia.
Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yang juga diperlukan oleh
orang desa seperti bahan-bahan pakaian, alat dan obat-obatan pembasmi hama
pertanian, minyak tanah, obat-obatan untuk memelihara kesehatan dan alat
transportasi. Kota juga menyadiakan tenaga-tenaga yang melayani bidang-bidang
jasa.
Hubungan kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan
menang, karena itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin
berpengaruh dan makin menentukan kehidupan perdesaan.
Salah satu bentuk hubungan antara kota dan desa adalah :
1. Urbanisasi.
Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa dan Kota  yang saling
ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka timbulah masalah baru
yakni ; Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota
atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya
masyarakat perkotaan.
2. Sebab-sebab Urbanisasi
 Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah
kediamannya.
66

a. Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan


lahan pertanian,
b. Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
c. Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat
istiadat yang ketat sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang
monoton.
d. Didesa tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
e. Kegagalan panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir,
serangan hama, kemarau panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk
desa untuk mencari penghidupan lain dikota.
 Faktor-faktor yang ada dikota yang menarik penduduk desa untuk pindah
dan menetap dikota
a. Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota  banyak
pekerjaan dan lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan
b. Dikota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha
kerajinan rumah menjadi industri kerajinan.
c. Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih
mudah didapat.
d. Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan
merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
1) Sosiologi disebut ilmu kemasyarakatan karena mempelajari struktur-struktur
dan proses-proses kemasyarakatan. Sosiologi termasuk kelompok ilmu sosial,
tetapi masih muda usianya.
2) Dari beberapa pengertian tentang sosiologi pendidikan tersebut di atas dapat
saya simpulkan bahwa sosiologi pendidikan ialah suatu ilmu yang mengkaji
masalah-masalah fundamental pendidikan dari perspektif sosiologis atau
dengan menggunakan pendekatan sosiologis.
3) dapat kita simpulkan bahwa Sosiologi Pendidikan Islam adalah ilmu yang
berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk
mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik sesuai dengan ajaran
agama Islam, mengatur bagaimana seorang individu berhubungan dengan
individu yang lain sesuai dengan kaidah-kaidah Islam yang akan
mempengaruhi individu tersebut dalam mendapatkan serta
mengorganisasikan pengalamannya.
4) Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Waliyuddîn Abu Zaid Abdurrahmân bin
Muhammad Ibnu Khaldun al-Hadrami al-Ishbili. Beliau dilahirkan di Tunisia
pada awal Ramadlan 732 H atau tanggal 27 Mei 13322 dan wafat di Kairo
pada tanggal 17 Maret 1406. Keluarganya berasal dari Hadramant yang
kemudian berimigrasi ke Seville (Spanyol) pada abad ke-8 setelah
semenanjung itu dikuasai Arab Muslim. Ibnu Khaldun merupakan tokoh yang
banyak memberikan kontribusi dalam wacana pengembangan peradaban
dunia, khususnya umat Islam. Konsep dan teori yang tertuang dalam magnum
opusnya, Muqaddimah, telah memberikan inspirasi para intelektual Barat
maupun Islam dalam membangun peradaban. Sejarawan Inggris, A.J.
Toynbee menyebut Muqaddimah sebagai karya monumental yang sangat
berharga.
5) Beberapa pemikiran Ibnu Khaldun ialah sebagai berikut :

67
68

1. Al Umran (membangun paradigma peradaban masyarakat). Maksud


dari al-umran dalam kerangka pemikiran Ibnu Khaldun adalah ilmu
metodologi umum yang membahas tentang dasar-dasar peradaban.
2. Peletak Dasar Sosiologi. Setelah menelaah masyarakat Ibnu Khaldun
membagi masyarakat menjadi tiga tingkatan yaitu: Pertama,
masyarakat primitif, kedua, masyarakat pedesaan dan ketiga
masyarakat kota.
3. Tradisi Hermeneutika dalam Pemikiran Ibnu Khaldun
Hermeneutika terdiri dari tiga elemen pokok, yaitu: pengarang, teks
dan pembaca. Ketiganya mempunyai dunia tersendiri, sehingga harus
terjalin hubungan yang dinamis, dialogis dan terbuka. Ada interaksi
yang saling terkait antara ketiganya. Di satu sisi seorang pembaca
ketika berhadapan dengan teks, hasil yang ia peroleh tergantung pada
keberaniannya mengenali arti dan muatan teks. Sedangkan di sisi lain,
pembaca dituntut untuk mengenali lebih jauh terhadap pribadi
pengarang sehingga mampu menangkap aspirasi yang ada dalam
nurani pengarang secara keseluruhan. Sering pembaca menarik
benang merah yang tidak sesuai dengan pesan pengarang, karena
kurang memahami maksud pengarang.
6) Ibnu Sina bernama yang meiliki lengkap Abu Ali Al-Husain bin Abdullah bin
Sina Ia dilahirkanTahun 370 H/ 980 M di Afshana, sebuah kota kecil dekat
Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (bagian dari Persia).Ketika lahir
ayahnya menjabat Gubernur di salah satu pemukiman Nuh ibnuMansur
(Sekarang wilayah Afganistan). Ibn Sina memiliki kepintaran dan ingatan
luar biasa. Sejak kecil,banyak orang yang mengaguminya, sebab ia adalah
seorang anak yang luar biasa kepandaiannya, bahkan pada usia 10 tahun telah
hafal al-Qur'an seluruhnya.dan pada usia 17 tahun, ia telah memahami
seluruh teorikedokteran.
7) Sosiologi perkotaan adalah studi sosiologi tentang kehidupan sosial dan
interaksi manusia di wilayah metropolitan. Studi ini adalah
disiplin sosiologi norma yang mempelajari struktur, proses, perubahan dan
masalah di sebuah wilayah urban dan memberi masukan untuk perencanaan
dan pembuatan kebijakan. Sosiologi pedesaan adalah cabang dari disiplin
69

ilmiah sosiologi yang mempelajari tentang struktur sosial, kondisi, proses dan


sistem sosial dari masyarakat pedesaan beserta segala hal yang
terkait. Sosiologi pedesaan merupakan bagian dari ilmu sosiologi terapan
yang ditujukan bagi masyarakat pedesaan.

2. Saran
1) Dalam hidup ini, ada baiknya kita mempelajari mana sosiologi (ilmu
bermasyarakat) yang benar dan salah dalam kehidupan sehari – hari agar
dapat bersosialisai dengan benar dan baik kepada masyarakat.
2) Dalam dunia pendidikan sebaiknya kita sebagai tenaga pendidik untuk lebih
memahami sosiologi pendidikan agar dapat menciptakan hubungan yang baik
antara guru dan murid.
3) Sangat di sarankan untuk mengetahui sosiologi pendidikan islam agar
nantinya seorang tenaga didik mampu memberikan ilmu yang berguna bagi
anak didik baik dari segi duniawi maupun ukhrowi (akhirat).
4) Setelah pembaca mengetahui siapa itu ibnu khaldun kita dapat ambil banyak
pengajaran dari pengalaman kehidupan beliau di mulai dari kecil sampai
dengan sekarang yang sudah menjadi bapak sosiologi islam.
5) Setelah melihat dan mengetahui pemikiran atau pandangan Ibnu Khaldun
terhadap sosiologi penulis berharap agar pembaca dapat dengan bijak
memilah ilmu yang baik dan benar.
6) Setelah mengetahui biografi Ibnu Sina, penulis berharap semoga pembaca
mampu dan mengetahui hidup seorang Ibnu Sina.
7) penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu
penulis berharap agar pembaca mampu memahami dan memberikan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi sebuah perbaikan karya karya
berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

 Subadi, Tjipto.”SOSIOLOGI DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN”.2009


 Kasdi, Abdurrahman. P EMIKIRAN IBNU KHALDUN DALAM
PERSPEKTIF SOSIOLOGI DAN FILSAFAT SEJARAH. Dosen STAIN,
Kudus. Pdf
 Aliqodin, Mohammad. Hafidho, Qonitatun.Harianti, Lusi. Dan Hakim,
Rifki Nasrul. IBNU KHALDUN SEBAGAI AHLI SOSIOLOGI. Malang:
UIN Malik Ibrahim, 2016. Pdf
 Makalah sosiologi pendidikan islam - CALON SARJANA
(calonsarjanabangsa.blogspot.com)
 2158-Article Text-6649-1-10-20201201.pdf
 Konsep Pendidikan Islam Menurut Ibn Khaldun - Afdhal Ilahi | Portal
Berita dan Pendidikan
 sejarah sosiologi | odevitaselly (wordpress.com)
 PENDIDIKAN ISLAM MENURUT IBNU SINA | irfanyudhistira
(wordpress.com)
 Bab 1.pdf (uinsby.ac.id)
 SOSIOLOGI PERKOTAAN.pdf (unp.ac.id)

70
BIODATA DIRI

Nama : Nur Laily Roviqi


Nama Panggilan : Laily/Lay
Tempat/tgl lahir : Berau, 1 Juni 2001
Agama : Islam sejak lahir
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Ayah : Aminullah
Nama Ibu : Zaenab
Anak ke : Dua
Jumlah Saudara : Empat bersaudara
Riwayat Pendidikan
 TK : TK Tunas Melati kmp. Melati Jaya
 SD : SDN 001 Melati Jaya
 SMP : SMPN 2 Gunung Tabur
 SMK : SMK Sehat Persada
 Sekolah Tinggi : Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
Muhammadiyah
Hobi : Menonton
Alamat Rumah : Jl. Bone RT.10 kmp. Melati Jaya
Cita-cita : Guru yang bijaksana dan rendah hati
E-Mail : nurlailyroviqi001@gmail.com
Nomor HP/WhattSapp : 081258267628

MOTO HIDUP

Kejarlah Akhirat maka dunia akam mengikutimu”


“Dunia ini ibaratkan bayangan. Kalau kamu berusaha mengejarnya, ia akan lari.
Tapi kalau kamu membelakanginya, ia tak punya pilihan lain selain mengikutimu”

71

Anda mungkin juga menyukai