Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Psikologi Lintas Budaya


“Hubungan Psikologi Lintas Budaya dengan Kepribadian “
Dosen Pengampu : Mic Finanto Ario Bangun, S.Psi., M.Si

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :


Meyla Nur Octaviani (201910515149)
Resta Uli Vonika (201910515132)
Dian ayu nurmalasari (201910515029)

KELAS B
UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA
FAKULTAS PSIKOLOGI
PRODI ILMU PSIKOLOGI
KAMPUS II BEKASI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa  kami dapat menyelesaikan
makalah mengenai ‘hubungan psikologi lintas budaya dengan kepribadian’ ini sebatas pengetahuan
dan kemampuan yang kami miliki. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Mic Finanto Ario
Bangun S.Psi., M.Si selaku Dosen mata kuliah Psikologi Lintas Budaya  yang telah memberikan
tugas ini kepada kami.
Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi tugas kelompok Psikologi Lintas
Budaya. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam Makalah ‘Hubungan Psikologi Lintas
Budaya dengan Kepribadian’ ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga laporan Makalah ‘Hubungan Psikologi Lintas Budaya dengan Kepribadian’
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan makalah yang
telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Bekasi, 28 September 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................................1
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................................2
BAB I.................................................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN...............................................................................................................................................3
1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................................................3
1.2 RUMUSAN MASALAH.....................................................................................................................4
1.3 TUJUAN OBSERVASI.......................................................................................................................4
BAB II (Pembahan).............................................................................................................................................5
2.1 Kepribadian dalam Lintas budaya.......................................................................................................5
2.2 Budaya dan Perkembangan Kepribadian.............................................................................................7
2.3.1 Definisi Konsep Diri.......................................................................................................................7
2.3.2 Diri Individual.................................................................................................................................8
2.3.3 Diri Kolektif....................................................................................................................................9
2.4 Pengaruh Budaya.................................................................................................................................9
2.4.1 Pengaruh terhadap Persepsi Diri.....................................................................................................9
2.4.2 Pengaruh terhadap Motivasi Prestasi.............................................................................................10
2.4.3 Pengaruh terhadap Peningkatan Diri (self enhancement)..............................................................11
2.5 Review Journal dan Studi Kasus........................................................................................................12
BAB III (Penutup).............................................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................................13
3.2 Saran..................................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................................14

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Berbicara budaya adalah berbicara pada ranah sosial dan sekaligus ranah individual. Pada ranah
sosial karena budaya lahir ketika manusia bertemu dengan manusia lainnya dan membangun
kehidupan bersama yang lebih dari sekedar pertemuan-pertemuan insidental. Dari kehidupan
bersama tersebut diadakanlah aturan-aturan, nilai-nilai kebiasaan-kebiasaan hingga kadang
sampai pada kepercayaan-kepercayaan transedental yang semuanya berpengaruh sekaligus
menjadi kerangka perilaku dari individu-individu yang masuk dalam kehidupan bersama. Semua
tata nilai, perilaku, dan kepercayaan yang dimiliki sekelompok individu itulah yang disebut
budaya.
Pada ranah individual adalah budaya diawali ketika individu-individu bertemu untuk
membangun kehidupan bersama dimana individu-individu tersebut memiliki keunikan masing-
masing dan saling memberi pengaruh. Ketika budaya sudah terbentuk, setiap individu
merupakan agen-agen budaya yang memberi keunikan, membawa perubahan, sekaligus
penyebar. Individu-individu membawa budayanya pada setiap tempat dan situasi kehidupannya
sekaligus mengamati dan belajar budaya lain dari individu-individu lain yang berinteraksi
dengannya. Dari sini terlihat bahwa budaya sangat mempengaruhi perilaku individu.
Budaya telah menjadi perluasan topik ilmu psikologi di mana mekanisme berpikir dan bertindak
pada suatu masyarakat kemudian dipelajari dan diperbandingkan terhadap masyarakat lainnya.
Psikologi budaya mencoba mempelajari bagaimana faktor budaya dan etnis mempengaruhi
perilaku manusia. Di dalam kajiannya, terdapat pula paparan mengenai kepribadian individu
yang dipandang sebagai hasil bentukan sistem sosial yang di dalamnya tercakup budaya. Adapun
kajian lintas budaya merupakan pendekatan yang digunakan oleh ilmuan sosial dalam
mengevaluasi budaya-budaya yang berbeda dalam dimensi tertentu dari kebudayaan.

3
1.2 RUMUSAN MASALAH

Melihat dari latar belakang merumuskan beberapa permasalahan diantaranya :


1. Apa model memori?
2. Bagaimana dari sisi cognitive neuroscience dari memori?
3. Bagaimana proses penyimpanan memori?
4. Bagaimana membedakan masing-masing model memori?
5. Apa pengertian sistem mnemonic?
6. Bagaimana pengertian dari short term memory?
7. Bagaimana cognitive neuroscience dan short term memory?
8. Bagaimana kapasitas dari short term memory?
9. Bagaimana proses dari short term memory?

1.3 TUJUAN OBSERVASI

Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan yang ingin dijelaskan antara lain :
1. Untuk menjelaskan model memori.
2. Untuk menjelaskan dari sisi cognitive neuroscience dari memori
3. Untuk menjelaskan proses penyimpanan memori
4. Untuk menganalisis dan membedakan masing-masing model memori
5. Untuk menjelaskan pengertian sistem mnemonic
6. Untuk menjelaskan pengertian dari short term memory
7. Untuk menganalisis cognitive neuroscience dan short term memory
8. Untuk menganalisis kapasitas dari short term memory
9. Untuk menjelaskan proses dari short term memory
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Psikologi Kognitif yang sudah
diberikan. Selain itu, untuk menambah wawasan kami tentang Memori khususnya Model-model
Memori, Sensory Memory, dan Short Term Memory, sehingga dapat diimplementasikan dan
menerapkannya di kehidupan sehari-hari.

4
BAB II
PEMBAHASAN
Sebagai makhluk yang dapat berpikir, manusia memiliki pola-pola tertentu dalam bertingkah laku.
Tingkah laku ini menjadi sebuah jembatan bagi manusia untuk memasuki kondisi yang lebih maju.
Pada hakikatnya, budaya tidak hanya membatasi masyarakat, tetapi juga eksistensi biologisnya, tidak
hanya bagian dari kemanusiaan, tetapi struktur instingtifnya sendiri. Namun demikian, batasan
tersebut merupakan prasyarat dari sebuah kemajuan.

Lewin memberikan penjelasan mengenai peranan penting hubungan pribadi dengan lingkungan.
Meksipun terdapat konstruk psikologis individu yang sulit ditembus oleh lingkungan luar, lingkungan
masih tetap memiliki kontribusi dalam perkembangan individu. Dalam teori Medan yang digagas
Lewin ini, pribadi tak dapat dipikirkan secara terpisah dari lingkungannya.

Kelly mendefinisikan budaya sebagai bagian yang terlibat dalam proses harapan-harapan yang
dipelajari/dialami. Orang-orang yang memiliki kelompok budaya yang sama akan mengembangkan
cara-cara tertentu dalam mengonstruk peristiwa-peristiwa, dan mereka pun mengembangkan jenis-
jenis harapan yang sama mengenai jenis-jenis perilaku tertentu.

Terdapat suatu benang merah antara pendapat Lewin dan Kelly. Individu senantiasa bersinggungan
dengan dunianya (lingkungan). Sementara itu, sebagai masyarakat dunia, manusia mungkin saja
mengembangkan kebudayaan yang hampir sama antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya.

Jika diamati, saat ini manusia sering kali menghadapi permasalahan yang disebabkan oleh budaya
yang tidak mendukung. Ketika pengaruh budaya buruk mempengaruhi kepribadiaan seseorang maka
dengan sendirinya berbagai masalah yang tidak di inginkan akan terjadi secara terus-menerus.
Sebagai contoh, ketika budaya berpakaian minim bagi kaum perempuan masuk ke Indonesia, muncul
berbagai perdebatan.

2.1 Kepribadian dalam Lintas Budaya


Kepribadian merupakan konsep dasar psikologi yang berusaha menjelaskan keunikan manusia.
Kepribadian mempengaruhi dan menjadi kerangka acuan dari pola pikir dan perilaku manusia,
serta bertindak sebagi aspek fundamental dari setiap individu yang tak lepas dari konsep
5
kemanusiaan yang lebih nesar, yaitu budaya sebagai konstuk sosial.
Menurut Roucek dan Warren, kepribadian adalah organisasi yang terdiri atas faktor-faktor
biologis, psikologis dan sosiologis sebagaimana digambarkan oleh bagan di bawah ini:

 Definisi Kepribadian
Hal pertama yang menjadi perhatian dalam studi lintas budaya dan kepribadian adalah
perbedaan diantara keberagaman budaya dalam memberi definisi kepribadian. Dalam
literature-literatur Amerika umumnya kepribadian dipertimbangkan sebagai perilaku, kognitif
dan predisposisi yang relatif abadi. Definisi lain menyatakan bahwa kepribadian adalah
serangkaian karakteristik pemikiran, perasaan dan perilaku yang berbeda antara individu dan
cenderung konsisten dalam setiap waktu dan kondisi. Ada dua aspek dalam definisi ini, yaitu
kekhususan (distinctiveness) dan stablilitas serta konsistensi (stability and consistency).
Semua definisi di atas menggambarkan bahwa kepribadian didasarkan pada stabilitas dan
konsistensi di setiap konteks, situasi dan interaksi. Definisi tersebut diyakini dalam tradisi
panjang oleh para psikolog Amerika dan Eropa yang sudah barang tentu mempengaruhi kerja
ataupun penelitian mereka. Semua teori mulai dari psikoanalisa Freud, behavioral approach
Skinner, hingga humanistic Maslow-Rogers meyakini bahwa kepribadian berlaku konsistan
dan konsep-konsep mereka berlaku universal.
Dalam budaya timur, asumsi stabilitas kepribadian sangatlah sulit diterima. Budaya timur
melihat bahwa kepribadian adalah kontekstual (contextualization). Kepribadian bersifat lentur
yang menyesuaikan dengan budaya dimana individu berada. Kepribadian cenderung berubah,
menyesuaikan dengan konteks dan situasi.
 Locus of control
Hal paling menarik dari hubungan kepribadian dengan konteks lintas budaya adalah masalah
locus of control. Sebuah konsep yang dibangun oleh Rotter (1966) yang menyatakan bahwa
setiap orang berbeda dalam bagaimana dan seberapa besar kontrol diri mereka terhadap
perilaku dan hubungan mereka dengan orang lain serta lingkungan.
Locus of control kepribadian umumnya dibedakan menjadi dua berdasarkan arahnya, yaitu
internal dan eksternal. Individu dengan locus of control eksternal melihat diri mereka sangat
ditentukan oleh bagaimana lingkungan dan orang lain melihat mereka. Sedangkan locus of

6
control internal melihat independency yang besar dalam kehidupan dimana hidupnya sangat
ditentukan oleh dirinya sendiri.
Sebagai contoh adalah penelitian perbandingan antara masyarakat Barat (Eropa-Amerika) dan
masyarakat Timur (Asia). Orang-orang Barat cenderung melihat diri mereka dalam kaca mata
personal individual sehingga seberapa besar prestasi yang mereka raih ditentukan oleh
seberapa keras mereka bekerja dan seberapa tinggi tingkat kapasitas mereka. Sebaliknya,
orang Asia yang locus of control kepribadiannya cenderung eksternal melihat keberhasilan
mereka dipengaruhi oleh dukungan orang lain ataupun lingkungan.

2.2 Budaya dan Perkembanagan Kepribadian


Kepribadian manusia selalu berubah sepanjang hidupnya dalam arah-arah karakter yang lebih
jelas dan matang. Perubahan-perubahan tersebut sangat dipengaruhi lingkungan dengan fungsi–
fungsi bawaan sebagai dasarnya. Stern menyebutnya sebagai Rubber Band Hypothesis (Hipotesa
Ban Karet). Seseorang diumpamakan sebagai ban karet dimana faktor-faktor genetik
menentukan sampai mana ban karet tersebut dapat ditarik (direntangkan) dan faktor lingkungan
menentukan sampai seberapa panjang ban karet tersebut akan ditarik atau direntangkan. Dari
hipotesa di atas dapat disimpulkan bahwa budaya memberi pengaruh pada perkembangan
kepribadian seseorang. Perubahan-perubahan yang terjadi pada seorang anak yang tinggal
bersama orangtua ketika beranjak dewasa tentunya sangat berbeda dengan perubahan-perubahan
yang terjadi pada anak yang tinggal di panti asuhan.

Selain itu, perkembangan kepribadian seseorang dipengaruhi pula oleh semakin bertambahnya
usia seseorang. Semakin bertambah tua seseorang, tampak semakin pasif, motivasi berprestasi
dan kebutuhan otonomi semakin turun, dan locus of control dirinya semakin mengarah ke luar
(eksternal).

2.3 Budaya dan Konsep Diri

2.3.1. Denifini Konsep Diri


Konsep diri adalah organisasi dari persepsi-persepsi diri. Organisasi dari bagaimana kita
mengenal, menerima dan mengenal diri kita sendiri. Suatu deskripsi tentang siapa kita,
mulai dari identitas fisik, sifat hingga prinsip.
7
Berpikir mengenai bagaimana mempersepsi diri adalah bagaimana seseorang memberi
gambaran mengenai sesuatu pada dirinya. Selanjutnya label akan sesuatu dalam diri
tersebut digunakan sekaligus untuk mendeskripsikan karakter dirinya. Sebagai contoh,
seseorang yang mengatakan bahwa dirinya adalah seorang yang humoris. Deskripsi ini
berimplikasi bahwa
 Orang tersebut memiliki atribut sebagai seorang yang humoris dalam dirinya, yang
boleh jadi merupakan kemampuan ataupun ketertarikan terhadap segala hal yang
berbau humor.
 Semua tindakan, pikiran dan perasaan orang tersebut mempunyai hubungan yang
dekat dengan atribut tersebut, bahwa orang tersebut selama ini dalam setiap
perilakunya selalu tampak humoris.
 Tindakan, perasaan dan pikiran orang tersebut di masa yang akan datang akan
dikontrol oleh atributnya tersebut, bahwa orang tersebut dalam perilakunya di esok
hari akan selalu menyesuaikan dengan atributnya tersebut.

Asumsi-asumsi akan pentingnya konsep diri berakar dari pemilikiran individualistik


barat. Dalam masyarakat barat, diri dilihat sebagai sejumlah atribut internal yang meliputi
kebutuhan, kemampuan, motif, dan prinsip-prinsip. Konsep diri adalah inti dari
keberadaan (existence) dan secara naluriah tanpa disadari mempengaruhi setiap pikiran,
perasaan dan perilaku individu tersebut.

2.3.2. Diri Individual


Diri individual adalah diri yang fokus pada atribut internal yang sifatnya personal;
kemampuan individual, inteligensi, sifat kepribadian dan pilihan-pilihan individual. Diri
adalah terpisah dari orang lain dan lingkungan.
Budaya dengan diri individual mendesain dan mengadakan seleksi sepanjang sejarahnya
untuk mendorong kemandirian sertiap anggotanya. Mereka didorong untuk membangun
konsep akan diri yang terpisah dari orang lain, termasuk dalam kerangka tujuan
keberhasilan yang cenderung lebih mengarah pada tujuan diri individu.

8
Dalam kerangka budaya ini, nilai akan kesuksesan dan perasaan akan harga diri
megambil bentuk khas individualisme. Keberhasilan individu adalah berkat kerja keras
dari individu tersebut.
Diri individual adalah terbatas dan terpisah dari ornag lain. Informasi relevan akan diri
yang paling penting adalah atribut-atribut yang diyakini stabil, konstan, personal dan
instrinsikdalam diri.
2.3.3. Diri Kolektif
Budaya yang menekankan nilai diri kolektif sagat khas dengan cirri perasaan akan
keterkaitan antar manusia satu sama lain, bahkan antar dirinya sebagai mikro kosmos
dengan lingkungan di luar dirinya sebagai makro kosmos. Tugas utama normative pada
budaya ini adalah bagaimana individu memenuhi dan memelihara keterikatannya dengan
individu lain. Individu diminta untuk menyesuaikan diri dengan orang lain atau
kelompok dimana mereka bergabung. Tugas normative sepanjang sejarah budaya adalah
mendorong saling ketergantungansatu sama lain. Karenanya, diri (self) lebih focus pada
atribut eksternal termask kebutuhan dan harapan-harapannya.
Dalam konstruk diri kolektif ini, nilai keberhasilan dan harga diri adalah apabila individu
tersebut mampu memenuhi kebutuhan komunitas dan menjadi bagian penting dalam
hubungan dengan komunitas. Individu focus pada status keterikatan mereka
(interdependent), dan penghargaan serta tanggung jawab sosialnya. Aspek terpenting
dalam pengalaman kesadaran adalah saling terhubung antar personal.
Dapat dilihat bahwa diri (self) tidak terbatas, fleksibel, dan bertempat pad konteks, serta
saling overlapping antara diri dengan individu-individu lain khususnya yang dekat atau
relevan. Dalam budaya diri kolektif ini, informasi mengenai diri yang terpenring adalah
aspek-aspek diri dalam hubungan.

2.4 Pengaruh Budaya


2.4.1. Pengaruh terhadap Persepsi Diri
Studi yang dilakukan oleh Bond danTak-Sing (1983), dan Shwender dan Bourne (1984)
menunjukkan bagaimana perbedaan konstruk diri mempengaruhi persepsi diri. Studi ini
membandingkan kelompok Amerika dan kelompok Asia, subyek diminta menuliskan

9
beberapa karakteristik yang menggambarkan diri mereka sendiri. Respon yang diberikan
subyek bila dianalisa dapat dibagi ked lam dua jenis, yaitu respon abstrak atau deskripsi
sifat kepribadian seperti saya seorang yang mudah bergaul, saya orang yang ulet; dan
respon situasional seperti saya biasanya mudah bergaul dengan teman-teman dekat saya.
Hasil studi menunjukkan bahwa subyek Amerika cenderung memberikan respon abstrak
sedangkan subyek Asia cenderung memberikan respon situasional. penemuan ini
menyatakan bahwa individu dengan konstruk diri yang dependent cenderung
menekankan pada atribut personal: kemampuan ataupun sifat kepribadian; sebaliknya
individu dengan konstruk diri intersependent lebih cenderung melihat diri mereka dalam
konteks situasional dalam hubungannya dengan orang lain.
2.4.2. Pengaruh terhadap Motivasi Prestasi
Motivasi adalah faktor yang membangkitkan dan menyediakan tenaga bagi perilaku
manusia dan organisme lainnya. motivasi manusia merupakan konsep yang paling
banyak menarik perhatian dan diteliti dalam kajian psikologi, sekaligus paling
controversial karena banyaknya definisi dan pemikiran yang dikembangkan. Teori
motivasi yangn terkenal diantaranya disampaikan oleh Maslow dan Mc-Clelland.
Dalam teori motivasi Maslow, manusia memiliki hierarki kebutuhan dari kebutuhan
paling dasar yaitu fisiologis hingga kebutuhan paling tinggi yaitu aktualisasi diri.
Sementara menurut Mc-clelland, manusia juga dimotivasi oleh dorongan sekunder yang
penuh tenaga yang tidak berbasis kebutuhan, yaitu berprestasi, berafiliasi atau menjalin
hubungan, dan berkuasa.
Dalam tradisi barat, konsep diri bersifat individual, motivasi diasosiasikan sebagai
sesuatu yang personal dan internal, dan kurang terkait dengan konteks sosial ataupun
interpersonal. Dalam komunitas tradisi timur, konsep diri condong dilihat sebagai
bagian kolektifitas, kesuksesan adalah untuk mencapai tujuan sosial yang lebih luas.
Kesuksesan selalu dipandang terkait dengan kebanggaan dan kebahagiaan orang lain,
terutama orang-orang terdekat.
2.4.3. Pengaruh terhadap Peningkatan Diri (self enhancement)
Memelihara atau meningkatkan harga diri diasumsikan akan memiliki bentuk yang
berbeda pada budaya yang cenderung interdependent. Diantara orang-orang yang datang
10
dari budaya interdependent, penaksiran atribut internal diri mungkin tidak terkait dengan
harga diri (self esteem) ataupun kepuasan diri (self satisfiaction). Sebaliknya, harga diri
ataupun kepuasan diri terlihat lebih terkait dengan keberhasilan memainkan perannya
dalam kelompok, memelihara harmoni, menjaga ikatan, dan saling membantu. Bagi
orang-orang dri interdependent culture, melihat dirir sebagai unik atau berbeda malah
akan menjadikan ketidakseimbangan psikologis diri. Mereka akan merasa terlempar dari
kelompoknya dan kesepian sebagai manusia.

2.5 Review Journal dan Studi Kasus

Judul : Kepribadian dan Agresivitas dalam Berbagai Budaya


Journal : Buletin Psikologi
Volume & Halaman : Volume 23, no. 1, hal. 13 - 21
Tahun : 2015
Penulis : Nur Afiah (Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada)
Reviewer : Kelompok 7 Psikologi Lintas Budaya Psikologi 5B (UBHARA JAYA)
Tanggal : 28 September 2021
Kesimpulan :
Agresif dan perilaku kekerasan telah terjadi sejak 25.000 tahun yang lalu antara masyarakat Yunani,
Mesir, dan Romawi yang secara tidak langsung sudah membentuk kebudayaan akan kepribadian
yang kuat secara turun temurun. Kepribadian agresif pada manusia biasanya didefinisikan sebagai
perilaku yang mengarahkan individu dengan tujuan untuk menyebabkan kerusakan atau kerugian
terhadap orang lain maupun lingkungan. Misalnya adalah budaya Siri’ na pesse pada masyarakat
Bugis – Makassar dan budaya Carok celurit di Madura dimana rasa solidaritas dan harga diri
dijunjung sangat tinggi bahkan jika harus mempertaruhkan nyawa. Kedua wilayah tersebut memiliki
kesamaan budaya, yaitu sama-sama berjiwa kesatria demi mempertahankan harga diri atau
kehormatan. Kekerasan yang terjadi tidak jarang akan berujung pada kematian. Watak yang keras
pada dua masyarakat di atas telah terbentuk karena budaya yang sudah ada sejak dulu dan telah
mendarah daging dalam alam bawah sadar pada kedua masyarakat tersebut. Hal tersebut membentuk
kepribadian sosiosentrisme yang merupakan sebuah struktur kepribadian dimana pusat identitas
berada pada kelompok atau masyarakat. Kepribadian dan agresitivas dalam berbagai budaya memiliki
11
karakeristik yang bebeda-beda pula, penyebab konflik dan kekerasan pada beberapa negara tersebut
mengarah pada kekerasan politik, seperti masalah kedaulatan negara perbatasan yang dihuni oleh
kaum minoritas dimana akan menimbulkan konflik identitas dan kekerasan terkait kebudayaan dan
religiusitas.

Link Jurnal : https://journal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/viewFile/10573/7968

Kasus Kepribadian Agresif dalam Pengaruh Budaya

 Joko (27), salah seorang pelaku pembunuhan berencana terhadap korban Munakib (46), warga
Dusun Dumas, Desa Bunten Barat, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa
Timur, pada 25 September 2019 lalu, ternyata bermotif balas dendam. Kapolres Sampang,
AKBP Didit Bambang Wibowo mengatakan, berdasarkan keterangan pelaku, korban dihabisi
nyawanya dengan celurit bersama tiga rekannya. Penangkapan pelaku Joko sendiri dilakukan
di daerah Desa Bunten, Kecamatan Ketapang, pada 25 Oktober 2019 lalu. Pihaknya
menyatakan, pembunuhan terhadap korban Munakib merupakan pembunuhan berencana
sebagai aksi Carok Celurit. Hal ini muncul karena balas dendam atas peristiwa dua puluh
tahun silam dimana korban sempat melakukan pembunuhan terhadap salah satu keluarga
pelaku. Dalam kasus ini, pihaknya mengamankan barang bukti (BB) berupa sebilah celurit,
teleon genggam dan mobil Avanza berwarna putih.

12
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Menutup uraian makalah ini, ijinkanlah penulis kembali mengingatkan hakikat dari perbedaan
yang ada di muka bumi, yaitu agar manusia saling mengenal sesamanya. Adanya latar belakang
budaya yang berbeda, tentu akan dapat melahirkan perbedaan pemikiran. Namun demikian,
perbedaan pemikiran itu hendaknya tidak melulu menjadi suatu perdebatan di antara
masyarakat. Perbedaan itu hendaknya menjadi kekayaan bersama dalam khasanah kebudayaan
masyarakat dunia yang memang heterogen. Ketepatan kita dalam memandang suatu
permasalahan melalui perspektif tertentu akan dapat mengeliminasi permusuhan antar
golongan. Sebagaimana dikemukakan oleh Freud, pada hakikatnya insting mati memang telah
ada dalam diri manusia. Hanya saja, penulis berkeyakinan bahwa insting dalam diri manusia
selalu dapat dikendalikan. Oleh karena itu, penggunaan sudut pandang yang tepat dalam
mengkaji suatu masalah budaya adalah langkah yang tepat untuk dapat mengendalikan insting
manusia.

3.2. SARAN
Kami menyadari banyaknya kekurangan dalam penulisan makalah ini. Kami tetap berharap
makalah ini dapat memberikan manfaat yang positif bagi pembaca. Kami juga menerima saran
dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, Sarlito W. 2019. Psikologi Lintas Budaya (Edisi I cetakan 4). Depok: Rajawali Press

Psychologymania. 2011. “Kepribadian (Self) dalam Psikologi Lintas Budaya”,


https://psychologymania.wordpress.com/2011/07/12/kepribadian-self-dalam-psikologi-lintas-
budaya/, diakses pada 28 September 2021.

Afiah, Nur. 2015. “Kepribadian dan Agresivitas dalam berbagai Budaya” dalam Journal UGM :
Psikologi volume 23 (hal. 13-21). Yogyakarta : Buletin Psikologi.

14

Anda mungkin juga menyukai