Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH AKHLAK SOSIAL

DISUSUN OLEH
1. SALSABILA WNNY PUTRI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
SEMESTER GENAP 2021-2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
telah memberikan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dengan judul “ Akhlak Dalam Kehidupan Sosial’’. Penulisan makalah ini
merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Al Islam 2.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Purwekerto, September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
..................................................................................................................
1.2 Tujuan....................................................................................................... 2
1.3 Sistematika Penulisan............................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 4


........................................................................................................................
2.1 Definisi Kehidupan Sosial........................................................................ 4
..................................................................................................................
2.2 Definisi Akhlak Sosial.............................................................................. 4
2.3 Masyarakat Dambaan Islam..................................................................... 8
2.4 Toleransi Inter Dan Antar Umat Beragama Dalam Islam........................ 11
2.5 Prinsip-prinsip Islam Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Sosial............ 12
2.6 Pandangan Islam Terhadap Kemiskinan, Kebodohan, Pengangguran..... 14

BAB III PENUTUP................................................................................................. 23


3.1 Kesimpulan............................................................................................... 23
3.2 Saran......................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 25

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam persoalan akhlaq, manusia sebagai makhluk berakhlak
berkewajiban menunaikan dan menjaga akhlak yang baik serta menjauhi dan
meninggalkan akhlak yang buruk. Secara etimologis (lughatan) akhlaq (Bahasa
Arab) adalah bentuk jamak dari khulug yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah
laku atau tabiat. Dari pengertian etimologis seperti ini, akhlaq bukan saja merupakan
tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia,
tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan
bahkan dengan alam semesta sekalipun.
Secara terminologis (ishthilahan) ada beberapa definisi tentang akhlaq.
Penulis pilihkan tiga diantaranya:
1. Imam al-Ghazali:

“Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-
perbuatan dengan gampang dan muda, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.”

2. Ibrahim Anis:

“Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah
macam-macam perbuatan baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan.”

1
3. Abdul Karim Zaidan:

“Akhlaq adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan
sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau
buruk , untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya.”

Ketiga definisi yang diatas sepakat menyatakan bahwa akhlaq atau khuluq
itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul
secara spontan bila mana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau
pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar.
Dalam kehidupan bertetangga, bermasyarakat, berbangsa maupun
bernegara kita sebagai umat yang senantiasa bersosialisasi, berinteraksi dengan
yang lainnya, khususnya umat muslim, sudah sepantasnya kita menampilkan akhlak
mulia yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat beliau yang
diridhoi oleh Allah SWT. Berperilaku/berakhlak mulia didalam bertetangga sangat
perlu untuk direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai sesama umat yang seakidah kita perlu menjaga keharmonisan
persaudaraan yang didasarkan atas kesamaan didalam berkeyakinan. Islam
mengajarkan agar kita selalu menampilkan kemuliaan akhlak dalam tetangga.
Disamping itu kita juga harus menampilkan akhlaq yang mulia didalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

1.2 TUJUAN PENULISAN


1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami konsep akhlaq sosial dan pandangan
islam terhadap kehidupan sosial.

2
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui dan memahami:
a. Untuk mengetahui pandangan islam tentang kehidupan sosial
b. Untuk mengetahui masyarakat dambaan islam
c. Untuk mengetahui Toleransi inter dan antar umat beragama dalam islam
d. Untuk mengetahui prinsip dalam mewujudkan kesejahteraan social
e. Untuk mengetahui pandangan islam terhadap kemiskinan, kebodohan, dan
pengangguran.

1.3 SISTEMATIKA PENULISAN


Dalam menyusun makalah ini, sistematika penulisannya terdiri dari tiga
bab yaitu pendahuluan. Bab I menjelaskan tentang pendahuluan yang memaparkan
latar belakang penulisan, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II
menjelaskan tentang pengertian kehidupan social, pengertian akhlaq sosial, macam–
macam akhlaq social islami, pandangan islam terhadap kehidupan sosial, prinsip-
prinsip islam dalam mewujudkan kesejahteraan sosial. Bab III penutup terdiri dari
kesimpulan dan saran.

3
BAB II
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menguraikan tentang definisi kehidupan sosial, akhlaq
sosial, masyarakat dambaan islam, toleransi inter dan antar umat beragama dalam islam,
prinsip- prinsip islam dalam mewujudkan kesejahteraan social, dan pandangan islam
terhadap persoalan kemiskinan, kebodohan, dan pengangguran.

2.1 Definisi Kehidupan Sosial


Para ahli mendefinisikan sosial sebagai sebuah ungkapan yang nampaknya
masih terdapat beberapa sudut pandang yang berbeda sehingga mereka
mendefinisikan social belum ada satu kata sepakat. Beberapa pengertian menurut
para ahli:
Sosial adalah sifat dasar dari setiap individu (Philip Wexler). “ Sosial adalah
lebih dari sekedar jumlah manusia secara individu karena mereka terlibat dalam
berbagai kegiatan bersama” (Paul Ernes). “ Sosial adalah sebuah inti dari bagaimana
para individu berhubungan walaupun masih juga diperdebatkan tentang pola
berhubungan para individu tersebut” ( Engine Fahri).
Dari beberapa pendapat tentang pengertian social menurut para ahli
sebagaimana tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa social adalah
hubungan individu dalam sebuah komunikasi dan bagaimana cara mereka menjalin
hubungan antar sesama dalam berbagai kegiatan bersama dan hubungan ini
merupakan inti dari sebuah interaksi di antara mereka di lingkungan masing-masing
dan tidak terikat oleh sebuah pola tertentu.

2.2 Definisi Akhlaq Sosial


Akhlaq berasal dari Bahasa arab, yaitu isim mashdar dari kata akhlaqa,
yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid af’ ala, yuf’ ilu, if’ alan
yang berarti al-sajiyah (perangai). Sedangkan menurut Ibnu Miskawaih dalam
(Aminah 2017), akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya
untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

4
Akhlak sosial islami adalah suatu prilaku atau suatu perangai yang baik
dalam pandangan islam, baik akhlak kepada Allah SWT maupun akhlak kepada
manusia.
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia memiliki
rasa saling ketergantungan antara yang satu dengan yang lain sehingga mereka pun
saling berinteraksi agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai makhluk
sosial, manusia hidup berdampingan dengan manusia lain. Manusia tidak dapat
menjalani hidupnya secara individual. Manusia adalah makhluk sosial yang dalam
kehidupannya tidak dapat terlepas dari interaksi, sosialisasi dan komunikasi yang
pada akhirnya membentuk sebuah kelompok.
Ada delapan sosial islami sebagai berikut:
1. Saling menyayangi
Setiap orang yang beriman harus saling menyayangi, tidak hanya sesame teman,
tetapi kasih sayang kepada hal-hal yang bersifat umum, seperti sesama manusia,
terhadap manusia yang berbeda keyakinan, terhadap keluarga dan bahkan
terhadap alam.
2. Beramal sholeh
Beramal sholeh dapat diartikan berbuat baik/kebajikkan, memberi sumbangan
atau bantuan kepada orang miskin. Amal sholeh juga dapat berarti melakukan
sesuatu yang baik seperti memberi nasehat, bekerja untuk kepentingan
masyarakat, dan mengajarkan suatu ilmu. Beramal sholeh merupakan wujud
akhlaq sosial dalam rangka mewujudkan kepedulian sosial, sehingga seseorang
berbuat baik terhadap orang lain.
3. Saling menghormati
Saling menghormati adalah sikap sosial yang mendasar dan luas. Sikap social ini
lebih banyak tampil dalam wujud yang kelihatan, dan umumnya bersifat
langsung, dalam setiap perjumpaan kita satu sama lain. Karena masing-masing
hanya mengutamakan kepentingannya sendiri dan mengabaikan kepentingan
orang lain.
4. Berlaku adil
Keadilan dapat diartikan sebagai sikap berpihak pada yang benar, tidak memihak
salah satunya, dan tidak berat sebelah. Dengan kata lain yang dimaksud adil

5
disini adalah memberi hak kepada yang berhak tanpa membeda-bedakan antara
orang-orang yang berhak itu, dan melakukan tindakan kepada orang yang salah
sesuai dengan kejahatannya dan kelalaiannya, tanpa mempersukarnya atau
bersikap pilih kasih kepadanya.
Mengapa kita harus adil? Karena dalam kehidupan sosial, kita suatu saat akan
dimintai untuk mendamaikan dua belah pihak yang berselisih, seperti
perselisihan dalam keluarga, masyarakat bahkan dalam bernegara. Oleh sebab
itu, dalam upaya menjadi pendamai, kita harus berbuat adil. diantaranya adalah:

”Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang


selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil.
Berbuat adillah karena ia lebih mendekati ketakwaan. Dan bertaqwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al
Maa”idah:8).

5. Menjaga persaudaraan
Menjaga persaudaraan dapat diartikan membuat hubungan persaudaraan atau
pertemanan menjadi karib seperti layaknya saudara( adik dan kakak yang seayah
dan seibu). Dalam kehidupan bermasyarakat, kita hanya berhubungan dengan
saudara, tetapi juga tetangga, teman kampus, teman di kantor, dan orang lain
dalam banyak tempat dan kesempatan.
Dalam riwayat Bukhari Dan Muslim dari ibnu Umar RA. Rasulillah Muhammad
SAW bersabda,
“Seorang Muslim bersaudara dengan Muslim lainnya. Dia tidak menganiaya,
tidak juga mengundangnya (kepada musuh).

6
Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudarannya, Allah akan memenuhi
pula kebutuhannya. Barang siapa yang melapangkan dan seorang muslim,
kesulitan, Allah akan melapangkan-kesulitan yang dihadapinya dihari kemudian.
Barang siapa yang menutup aib seorang Muslim, Allah akan menutup aibnya
dihari kemudian.”

6. Berani membela kebenaran


Berani membela kebenaran berarti keteguhan dalam menghadapi bahaya atau
sesuatu yang membahayakan dalam rangka menegakkan kebenaran berdasarkan
ketentuan Allah SWT, berani membela kebenaran juga dapat diartikan merasa
takut pada beberapa hal yang memang harus ditakuti yaitu hal-hal yang jahat dan
jelek seperti kejahatan, criminal dan kejelekan seperti aib, dan kemiskinan.
Mengapa kita umat islam harus berani membela kebenaran? Banyak kejadian
dalam kehidupan sosial yang mulai jauh dari sikap berani membela kebenaran.
Sebagai contoh terhadap tindakan kejahatan seperti perampokan, pembunuhan,
pencurian, korupsi dan lain-lain, semakin sedikit orang yang membela. Orang
seperti cuek dan takut untuk membela korban, dan kebanyakan hanya melihat
hanya takut, atau membicarakan urusan menjadi tanggung jawab kepolisian.
Sedangkan kejelekan pada saat ini juga sudah menjadi kebanggaan seperti kaya
karena korupsi, dan membuka aib orang lain.
7. Tolong menolong
Tolong menolong dapat diartikan saling membantu, meminta bantuan. Tolong
menolong merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, karena
pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendirian. Sejak manusia lahir sudah
membutuhkan bantuan orang lain, begitu pula saat dewasa dan bekerja, bahkan
saat mati manusia membutuhkan orang lain karena manusia tidak dapat
menguburnya dirinya sendiri.
Kehidupan sosial dan bermasyarakat akan dapat mandiri dan kuat apabila ada
kerja sama dan tolong menolong diantara anggota masyarakat khusus umat islam.
Dalam agama islam, kerja sama dan tolong menolong dalam rangka berbuat
kebaikan demi kemajuan, dan kesejahteraan masyarakat sangat dianjurkan oleh
Allah, sebagaimana firman-Nnya:

7
“ Saling tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikkan dan taqwa, dan
jangan kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan” (QS Al-
Maidah:2)
8. Musyawarah
Musyawarah dapat diartikan rapat atau berunding untuk memperoleh keputusan
atau petunjuk yang terbaik. Manusia dan umat islam dari awal penciptanya sudah
beraneka ragam. Di Indonesia misalnya, manusia Indonesia terdiri dari berbagai
suku, Bahasa, keyakinan dan tempat tinggal. Di dalam agama islam sendiri, tidak
dapat di pungkuri juga terdapat berbagai kelompok seperti NU, Muhammadiyah
dan lain-lain. Sedangkan dalam masyarakat juga terdapat perbedaan dalam status
social, pendidikan, kekayaan, dan lain-lain. Dalam hal banyaknya perbedaan ini,
maka mereka dapat menyatukan pendapat untuk mencari keputusan yang terbaik
yaitu melalui musyawarah.
Islam menjadikan musyawarah sebagai suatu cara atau aturan dalam rangka
meneliti dan memeriksa pendapat agar diperoleh keputusan atau petunjuk yang
terbaik. Islam juga menjamin kebebasan berpendapat bagi tiap orang selama
pendapat itu tidak bertentangan dengan kaidah dan ibadah.
Bagaimana kita umat islam memulai untuk melaksanakan akhlaq musyawarah?
Pertama, kita mulai berani mengemukakan pendapat yang benar dan menjadi
pendengar yang baik bagi pendapat yang dikemukakan oleh orang lain. Kedua,
kita harus mulai berani berdiskusi dana du argumentasi tentang sesuatu yang
dimusyawarahkan dengan berbekal ilmu pengetahuan yang cukup memadai.
Ketiga, kita harus mulai berani menerima keputusan bersama dan secara
konsekuen mentaati keputusan yang telah dibuat.

2.3 Masyarakat Dambaan Islam


Manusia sebagai individu dengan masyarakatnya terjalin dalam keselarasan,
keserasian, dan keseimbangan. Oleh karena itu harkat dan martabat setiap individu
diakui secara penuh dalam mencapai kebahagiaan bersama.
Masyarakat dengan semangat islam membentuk tatanan-tatanan yang
bersumber dari hukum yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Tatanan-tatanan
tersebut minimal bersendikan:

8
1. Tauhidullah
2. Ukhuwah Islamiyyah
3. Persamaan dan kesetiakawanan
4. Musyawarah dan Tasamuh
5. Jihad dana mal shaleh
6. Istiqomah

1. Tauhidullah artinya setiap individu yang merasa menjadi anggota masyarakat


islam semestinya mendasarkan hidupnya pada pinsip tauhid- mengesakan Allah
dan tercermin dalam seluruh segi kehidupannya. Ketauhidan itu Nampak pada:
 Ibadah dan do’a, yaitu tidak ada yang patut disembah dan tidak ada yang
patut dimintai pertolongan kecuali Allah SWT.
 Tauhid dalam mencari nafkah dan berekonomi, yaitu keyakinan tidak ada zat
yang memberi rizki dan pemilik mutlak dari seluruh alam semesta kecuali
Allah dalam surah Al Baqarah 204, An-Nur 33.
 Sikap hidup secara keseluruhan, termasuk ucapan-ucapan sebagai ungkapan
hati dalam menerima peristiwa sehari-hari. Tidak ada yang patut ditakuti
kecuali Allah dalam surah At-
Taubah 18, dan Al- Baqarah:150
 Seorang anggota masyarakat islam, akan senantiasa mengihklaskan seluruh
hidupnya untuk beribadah kepada-Nya serta tetap menjaga kesucian
amaliahnya baik lahir maupun bathin, surah Al- An’am 162-163, dan Al-
Bayyinah 5.

2. Ukhuwah Islamiyah
Adalah sebuah istilah yang menunjukkan persaudaraan antara sesama muslim
diseluruh dunia tanpa melihat perbedaaan warna kulit, bahasa, suku, bangsa dan
kewarganegaraan. Yang mengikat persaudaraan itu adalah kesamaan keyakinan
atau iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka sama-sama bersaksi tiada Tuhan
melainkan Allah SWT dan Muhammad itu adalah Nabi dan utusan-Nya.

9
Persaudaraan seiman itu ditegaskan oleh Allah SWT dalam surah Al-Hujarat
ayat 10:

َ ‫ون ِإ ْخ َوةٌ َفَأصْ لِحُوا َبي َْن َأ َخ َو ْي ُك ْم ۚ َوا َّتقُوا هَّللا‬


َ ‫ِإ َّن َما ْالمُْؤ ِم ُن‬
َ ‫َل َعلَّ ُك ْم ُترْ َحم‬
‫ُون‬
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara, oleh karena itu
damaikanlah antara dua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu
mendapat rahmat,”

3. Persamaan dan Kesetiakawanan


Bila hidup menyadari sebagai hamba Allah, maka hanya Allah lah yang Maha
Kuasa dan Maha Mulia, dirinya hanya sebagai hamba, tidak akan terbetik
hatinya perasaan lebih mulia dari sesamanya. Perasaan ini akan menumbuhkan
kesetiakawanan yang bersumber dari kedalaman lubuk hati yang diteduhi iman.
Cintanya kepada sesama manusia merupakan wujud kecintaan pada Allah, yang
didorong oleh sabda Nabi. “Sayangi apa-apa yang ada di bumi, engkau akan
disayangi oleh yang menaungi di langit”

4. Musyawarah dan Tasamuh


Apabila persamaan dan persaudaraan yang berdasarkan keimanan telah tumbuh
dengan subur, maka segala usaha serta tindakan-tindakan dalam masyarakat
senantiasa akan dilihat dari segi kepentingan umum dan untuk kepentingan
bersama. Tasamuh adalah sikap tenggang rasa terhadap sesama dalam
masyarakat dimana kita berada. Tasamuh juga sering disebut toleransi social
kemasyarakatan, bukan toleransi dibidang aqidah keimanan. Tasamuh atau sikap
tenggang rasa dapat memelihara kerukunan hidup dan memelihara kerja sama
yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Tasamuh berfungsi sebagai penertib,
pengaman dan pendamai dalam komunikasi dan interaksi sosial.
Dalam mengamalkan tasamuh kita dianjurkan supaya melakukan hal-hal
diantaranya adalah:

10
 Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban
antara sesama manusia.
 Mengembangkan sikap tenggang rasa
 Tidak semena-mena terhadap orang lain
 Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan

5. Jihad dan Amal Shaleh


Jihad mengandung arti bekerja dengan kesungguhan hati, berusaha mencapai
hasil yang sebaik-baiknya. Itulah jihad, yang merupakan karakter seorang
mukmin. Ia terus bekerja dan berusaha menciptakan kesejahteraan untuk dirinya,
keluarganya dan masyarakatnya serta bangsa dan negaranya sebagai wujud amal
shalehnya.

6. Istiqomah
Istiqomah artinya harus terus lurus, maksudnya setiap muslim akan tetap
memegang dan memperjuangkan kebenaran yang datang dari Allah. Ia tidak
akan meleleh karena panas, tidak akan beku karena dingin, tidak akan lapuk
karena hujan dan tak akan lekang diterik sinar matahari. “ Katakan aku beriman
kepada Allah, kemudian luruslah senatiasa” demikian jawab Nabi kepada
sahabatnya yang meminta nasihat. Jiwa orang yang istiqomah akan senantiasa
tenang, tidak ragu, tidak gentar apalagi takut menghadapi berbagai tantangan.

2.4 Toleransi Inter Dan Antar Umat Beragama Dalam Islam


Kaidah toleransi dalam islam berasal dari ayat Al Qura’an laa ikraaha fi al-
diin yang berarti tidak ada paksaan dalam agama. Toleransi mengarah kepada sikap
terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan. Toleransi tidaklah
berarti mengakui kebenaran agama mereka, tetapi mengakui keberadaan agama
mereka dalam realitas bermasyarakat. Toleransi juga bukan berarti kompromi atau
bersifat sinkreatisme dalam keyakinan dan ibadah. Kita sama sekali tidak boleh
mengikuti agama dan ibadah mereka dengan alasan apa pun. Sikap kita dalam hal
ini sudah jelas dan tegas yaitu:

11
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku,”(QS al-Kafirun 109:6)
Toleransi antar umat beragama, toleransi hendaknya dapat dimaknai sebagai suatu
sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut agama lain, dengan
memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan(ibadah) masing-
masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak
beribadah, dari satu pihak ke pihak lain. Sikap toleransi antar umat beragama bisa
dimulai dari hidup bertetangga baik dengan tetangga yang seiman dengan kita atau
tidak. Sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling-menghormati, saling
memuliakan dan saling tolong-menolong.

2.5 Prinsip-Prinsip Islam Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Sosial


Pandangan islam tentang kehidupan sosial antara lain sebagai berikut:
1. Islam mengajarkan agar setiap muslim menjalin persaudaraan dan kebaikan
dengan sesama seperti dengan tetangga maupun anggota masyarakat lainnya
masing-masing dengan memelihara dan kehormatan baik dengan sesama muslim
maupun dengan non-muslim, dalam hubungan ketetanggaan bahkan islam
memberikan perhatian sampai ke area 40 rumah yang dikategorikan sebagai
tetangga yang harus dipelihara hak-haknya. Seperti yang dinyatakan pada surah
Al-Hujarat ayat 10 yang artinya:
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara, sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu
itu dan takutlah terhadap Allah supaya kamu mendapatkan
rahmat”
2. Tetangga adalah mempunyai hak yang wajib dijaga dan dihormati, tidak boleh
saling mengganggu, dan wajib tolong-menolong antar tetangga, sebagaimana
diperintahkan Allah SWT: Yang artinya
“Dan berbuat baik kepada tetangga dekat dan tetangga yang jauh,
teman sejawat” (An Nisa (4) : 36) Madaniyyah).
Dalam bertetangga dengan yang berlainan agama juga diajarkan untuk bersikap
baik dan adil, mereka berhak memperoleh hak-hak dan kehormatan sebagai

12
tetangga, memberi makanan yang halal, dan memelihara toleransi sesuai dengan
prinsip-prinsip yang diajarkan oleh agama islam.
3. Dalam hubungan-hubungan sosial yang lebih luas setiap orang baik
sebagai individu, keluarga maupun warga dab organisasi haruslah menunjukkan
sikap-sikap sosial yang didasarkan atas prinsip menjunjung tinggi nilai
kehormatan manusia, memupuk persaudaraan dan kesatuan kemanusiaan,
mewujudkan kerja sama umat manusia menuju masyarakat sejahtera lahir dan
bathin, memupuk jiwa toleransi, menghormati kebebasan orang lain,
menegakkan budi baik, menegakkan amanat dan keadilan, perlakuan yang sama,
menepati janji, menanamkan kasih saying dan mencegah kerusakan, menjadikan
masyarakat yang shaleh, dan bertanggung jawab atas baik dan buruknya
masyarakat dengan melakukan amar makruf dan nahi munkar, berusaha untuk
menyatu dan berguna/bermanfaat bagi masyarakat, memakmurkan masjid,
menghormati dan mengasihi antara yang tua dan yang muda, tidak merendahkan
sesama, tidak berprasangka buruk kepada sesama, peduli kepada orang miskin,
dan yatim, tidak mengambil hak orang lain, berlomba dalam kebaikan, dan
hubungan-hubungan sosial lainnya yang bersifat ishlah menuju terwujudnya
masyarakat utama yang di ridhoi oleh Allah SWT, melaksanakan gerakan
jama’ah dan dakwah jama’ah sebagai wujud dari melaksanakan dakwah islam di
tengah-tengah masyarakat untuk perbaikan hidup baik lahir maupun bathin
sehingga dapat mencapai cita-cita masyarakat utama yang diridhoi Allah SWT.
Islam sebagai ajaran sangat peduli dengan kesejahteraan sosial. Kesejahteraan
sosial dalam islam pada intinya mencakup dua hal pokok yaitu kesejahteraan
sosial yang bersifat jasmani dan rohani. Manifestasi dari kesejahteraan sosial
dalam islam harus memperoleh perlindungan yang mencakup lima hal:
1. Agama (Al-din), merupakan kumpulan aqidah, ibadah, ketentuan dan hukum
yang telah disyari’atkan Allah SWT untuk mengatur hubungan antara
manusia dengan Allah, hubungan antara sebagian manusia dengan sebagian
yang lainnya.
2. Jiwa/tubuh (Al-nafs), islam mengatur eksitensi jiwa dengan menciptakan
lembaga pernikahan untuk mendapatkan keturunan. Islam juga melindungi
dan menjamin eksistensi jiwa berupa kewajiban memenuhi apa yang menjadi

13
kebutuhannya, seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, qishah,
diyat, dilarang melakukan hal yang bisa merusak dan membahayakan
jiwa/tubuh.
3. Akal (Al- ‘aql), melindungi akal dengan larangan mengkonsumsi narkoba
(khamr dan segala hal yang memabukkan) sekaligus memberikan sanksi bagi
yang mengkonsumsinya.
4. Kehormatan (Al-‘irdhu), berupa sanksi bagi pelaku zina dan orang yang
menuduh zina.
5. Kekayaan (Al-m’al), mengatur bagaimana memperoleh kekayaan dan
mengusahakannya, seperti kewajiban mendapatkan rizki dan anjuran
bermua’amalat, berniaga. Islam juga memberi perlindungan kekayaan
dengan larangan mencuri, menipu, berkhianat, memakan harta orang lain
dengan cara tidak benar, merusak harta orang lain, dan menolak riba.

2.6 Pandangan Islam Terhadap Kemiskinan, Kebodohan, Pengangguran


Harus kita akui bahwa kemiskinan muncul bukan lantaran persoalan
ekonomi saja, tapi karena persoalan semua bidang: structural, politik, social, dan
kultural, dan bahkan pemahaman agama.
 KEMISKINAN
Kemiskinan adalah Suatu kondisi dimana seseorang tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya seperti pangan, sandang, tempat tinggal,
pendidikan dan kesehatan yang layak.

Penyebab kemiskinan
Banyak ragam pendapat tentang sebab-sebab kemiskinan. Namun, secara
garis besar dapat disetujui ada tiga sebab utama kemiskinan yaitu pertama:
kemiskinan alamiah yatu kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami
seseorang misalnya cacat mental atau fisik, lanjut usia tidak mampu untuk
bekerja, dan lain-lain. Kedua: kemiskinan kultural yaitu kemiskinan yang
disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM karena kultur masyarakat tertentu
misalnya rasa malas, tidak produktif, tergantung pada harta warisan, dn lain-lain.

14
Ketiga: kemiskinan yang disebabkan oleh kesalahan system yang digunakan
negara dalam persetujuan rakyat.
Pemerintah dan semua lapisan masyarakat tentu tidak menghendaki
kemiskinan dalam hidupnya. Oleh karena itu pemerintah pun telah berusaha
meminimalisir angka kemiskinan dan masyarakat pun tengah berusaha payah
keluar dari bayang-bayang kemiskinan. Kita pun tahu dampak dari adanya
kemiskinan ini, seperti kriminalitas, kekerasan dalam rumah tangga,
perampokan, dan lain sebagainya, dimana semua itu semakin hari semakin
meningkat saja intensitasnya disekitar kita. Tak mudah seperti membalikkan
telapak tangan untuk mengatasi kemiskinan. Diperlukan semua segi, diantaranya
ekonomi, kesehatan, pendidikan, kebudayaan, teknologi, dan tentu saja
ketenagakerjaan. Selain itu ada segi lain yang tak boleh kita lupakan juga dalam
mengatasi ini, yaitu agama. Islam memberikan pesan-pesannya melalui dua
pedoman yaitu Alqur’an dan Hadist. Melalui keduanya kita dapat mengetahui
bagaimana (islam) memandang kemiskinan. Alquran menggambarkan
kemiskinan dengan 10 kosakata yang berbeda, yaitu al-maskanat (kemiskinan),
al-faqr (kefakiran), al-‘ailat (mengalami kekurangan), al-ba’sa (kesulitan hidup),
al-imlaq (kekurangan harta), al-sail (peminta), al-mahrum (tidak berdaya), al-
qani (kekurangan dan diam), al-mu’tarr (yang perlu dibantu), dan al-dha’if
(lemah). Kesepuluh kosakata diatas menyandarkan pada satu arti/makna yaitu
kemiskinan dan penanggulangannya. Islam menyadari bahwa dalam kehidupan
masyarakat akan selalu ada orang kaya dan orang miskin (QS An-Nisa/4:135).

Solusi Islam mengurangi kemiskinan


Allah SWT, sesungguhnya telah menciptakan manusia, sekaligus
menyediakan sarana-sarana untuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan, tidak
hanya manusia, seluruh makhluk yang telah, sedang, dan akan diciptakan, pasti
Allah menyediakan rezeki baginya. Tidaklah mungkin, Allah menciptakan
berbagai makhluk, lalu membiarkan begitu saja tanpa menyediakan rezeki bagi
mereka. Allah SWT berfirman:

15
“Allahlah yang menciptakan kamu, kemudian memberikan rezeki” (QS ar-
Ruum: 40).

Bagaimana Islam mengatasi kemiskinan, dapat dijelaskan sebagai berikut:


Jaminan Pemenuhan Kebutuhan Primer
Islam telah menetapkan kebutuhan primer manusia terdiri atas pangan,
sandang, dan papan. Terpenuhi- tidaknya ketiga kebutuhan tersebut, selanjutnya
menjadi penentu miskin-tidaknya seseorang. Sebagai kebutuhan primer, tentu
pemenuhannya atas setiap individu, tidak dapat ditawar-tawar lagi. Oleh karena
itu, Islam memberikan jaminan atas pemenuhan kebutuhan ini. Adanya jaminan
pemenuhan kebutuhan primer bagi setiap individu, tidak berarti negara akan
membagi-bagikan makanan, pakaian, dan perumahan kepada siapa saja, setiap
saat, sehingga terbayang rakyat bisa bermalas-malasan karena kebutuhannya
sudah dipenuhi. Ini anggapan yang keliru. Jaminan pemenuhan kebutuhan
primer dalam Islam diwujudkan dalam bentuk pengaturan mekanisme-
mekanisme. Mekanisme tersebut adalah:

1. Mewajibkan Laki-laki Memberi Nafkah kepada Diri dan keluarganya.


Islam mewajibkan laki-laki yang mampu dan membutuhkan nafkah, untuk
bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhnnya. Allah brfirman:

“Maka berjalanlah ke segala penjuru, serta makanlah sebagian dari


rezeki- Nya” (QS al- Mulk: 15).

16
Dari Abu Hurairah, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW. Bersabda:
“Salah seorang diantara kalian pergi pagi-pagi mengumpulkan kayu
bakar, lalu memikulnya dan berbuat baik dengannya (menjualnya),
sehingga dia tidak lagi memerlukan pemberian manusia, maka itu baik
baginya daripada dia mengemis pada seseorang yang mungkin
memberinya atau menolaknya”.

Ayat dan hadist diatas menunjukkan adanya kewajiban bagi laki-laki


untuk bekerja mencari nafkah. Bagi para suami, syara’ juga mewajibkan
mereka untuk memberi nafkah kepada anak dan istrinya. Allah SWT.
Berfirman:

“Kewajiban ayah adalah memberikan makan dan pakaian kepada para


ibu dengan cara yang makruf” (QS al- Baqarah: 233).

“Tempatkanlah mereka (para istri) dimana kamu bertempat tinggal,


sesuai dengan kemampuanmu” (QS ath-Thalaaq:6).

Jadi jelas, kepada setiap laki-laki yang mampu bekerja, pertama kali islam
mewajibkan untuk berusaha sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhannya
dan keluargannya. Adapun terhadap wanita, Islam tidak mewajibkan
pemberian nafkah kepada mereka.

2. Mewajibkan Kerabat Dekat Untuk Membantu Saudaranya


Realitas menunjukkan bahwa tidak semua laki-laki punya kemampuan untuk
bekerja mencari nafkah. Mereka kadang ada yang cacat mental atau fisik,
sakit-sakitan, usianya sudah lanjut, dan lain-lain. Semua ini termasuk ke

17
dalam orang-orang yang tidak mampu bekerja. Jika demikian keadaannya,
lalu siapa yang akan menanggung kebutuhan nafkahnya?
Dalam kasus semacam ini, Islam mewajibkan kepada kerabat dekat yang
memiliki hubungan darah, untuk membantu mereka. Allah SWT. Berfirman:
“Kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian pada ibu
dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani selain
menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya, dan seorang ayah karena anaknya.
Warispun berkewajiban demikian” (QS al-Baqarah:233).

3. Mewajibkan Negara untuk Membantu Rakyat Miskin


Bagaimana jika seseorang yang tidak mampu tersebut tidak memiliki kerabat?
atau dia memiliki kerabat, tetapi hidupnya pas-pasan? Dalam kondisi
semacam ini, kewajiban memberi nafkah beralih ke Baitul Mal (kas negara).
Dengan kata lain, negara melalui Baitul Mal, berkewajiban untuk memenuhi
kebutuhannya. Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Siapa saja yang meninggalkan harta, maka harta itu untuk ahli
warisnya, dan siapa saja yang meninggalkan “kalla,” maka dia
menjadi kewajiban kami” (HR Imam Muslim).
Yang dimaksud kalla adalah orang yang lemah, tidak mempunyai anak, dan
tidak mempunyai orang tua.
Anggaran yang digunakan negara untuk membantu individu yang tidak
mampu, pertama-pertama diambilkan dari kas zakat. Allah SWT berfirman:

“Sedekah (zakat) itu hanya diperuntukkan bagi para fakir miskin” (QS at-
Taubah: 60).

18
4. Mewajibkan Kaum Muslim untuk Membantu Rakyat Miskin
Apabila didalam Baitul Mal tidak ada harta sama sekali, maka kewajiban
menafkahi orang miskin beralih ke kaum muslim secara kolektif. Rasulullah
SAW juga bersabda:
“Siapa saja yang menjadi penduduk suatu daerah, lalu diantara
mereka terdapat seseorang yang kelaparan, maka perlindungan
Allah Tabaraka Wata’ala terlepas dari mereka” (HR Imam
Ahmad).

 KEBODOHAN
Kebodohan hakiki seorang manusia menurut islam, bukannlah ketika ia
tidak bisa membaca dan menulis atau kurang cepat menghapal dan mudah lupa.
Karena hal itu bukanlah inti dari kebodohan. Sebab mungkin saja orang yang
tidak bisa membaca atau menulis bukan karena ia bodoh tapi karena tidak punya
kesempatan belajar dan bersekolah atau tidak punya biaya. Tapi kebodohan yang
hakiki menurut islam ialah ketika seseorang enggan menerima kebenaran islam
yang sudah diketahuinya.

Bentuk kemiskinan membawa akibat turunan seperti kebodohan.


Jika Al-Qur’an menyatakan, bahwa Allah akan mengangkat derajat orang-
orang yang berilmu, melebihi yang lainnya, berarti kebodohanlah yang menjadi
salah satu penyebab kemerosotan dan keterbelakangan martabat manusia. Oleh
karena itu islam memandang penanggulangan kebodohan itu sebagai ibadah,
sebaliknya membiarkan kebodohan dipandang sebagai tindak kemungkaran. Ada
sebuah hadist yang menegaskan masalah ini, yakni tentang komunitas muslim
yang disebut “Asy ‘ariyin, suatu kelompok terpelajar yang membiarkan
lingkungannya tetap dalam kebodohan. (QS. An-Nahl 16:118) yang artinya: Dan
terhadap orang-orang Yahudi, kami harapkan apa yang telah kami ceritakan
dahulu kepadamu, dan kami tiada menganiaya mereka, akan tetap merekalah
yang menganiaya diri mereka sendiri.

19
 PENGANGGURAN
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan para sahabat
untuk mau bekerja dan tidak berdiam diri di rumah atau tergantung dengan
orang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam riwayat Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu:
((‫ َأوْ يَ ْمنَ َعه‬،ُ‫ب َأ َح ُد ُك ْم ح ُْز َمةً َعلَى ظَه ِْر ِه خَ ْي ٌر ِم ْن َأ ْن يَ ْسَأ َل َأ َحدًا فَيُ ْع ِطيَه‬
َ ‫َأل ْن يَحْ تَ ِط‬.))
“Seseorang di antara kalian mencari seikat kayu bakar yang dipikul
di atas punggungnya, itu lebih baik daripada meminta-minta
kepada seseorang, terkadang diberi, terkadang tidak.”
Pada hadits ini Rasulullah menganjurkan agar seorang muslim mau bekerja,
meskipun pekerjaan tersebut sangat ringan atau tidak membutuhkan
keterampilan khusus. Pekerjaan seperti ini sangat banyak di lingkungan kita,
seperti: menjadi tukang angkat-angkat di pasar, menjadi tukang pemungut
sampah, menjual telur atau makanan keliling dll.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita
untuk berlindung dari sikap malas. Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah berdoa:

(( ‫ال‬ َ ‫ك ِمنَ ْالهَ ِّم َو ْال َح َز ِن َو ْال َعجْ ِز َو ْال َك َس ِل َو ْال ُج ْب ِن َو ْالب ُْخ ِل َو‬
َ ‫ضلَ ِع ال َّدي ِْن َو َغلَبَ ِة الر‬
ِ ‫ِّج‬ َ ِ‫اللَّهُ َّم ِإنِّي َأعُو ُذ ب‬.))
“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kebimbangan,
kesedihan, kelemahan, kemalasan, ketakutan, kepelitan, dililit hutang
dan dikuasai oleh orang-orang.”

Seluruh apa yang disebutkan dalam doa di atas adalah akibat dari
kelemahan, kemalasan dan kurangnya rasa tawakkal kepada Allah.
Islam telah memperingatkan agar umatnya jangan sampai ada yang
menganggur dan terpeleset kejurang kemiskinan, karena ditakutkan dengan
kemiskinan tersebut seseorang akan berbuat apa saja termasuk yang merugikan
orang lain demi terpenuhinya kebutuhan pribadinya, ada sebuah hadist yang
mengatakan “Kemiskinan akan mendekatkan kepada kekufuran.” Namun
kenyataannya, tingkat pengangguran di negara-negara yang mayoritas

20
berpenduduk muslim relatif tinggi. Meningkatnya pemahaman masyarakat
tentang buruknya pengangguran, baik bagi individu, masyarakat ataupun negara,
akan meningkatkan motivasi untuk bekerja lebih serius. Walaupun Allah telah
berjanji akan menanggung rizqi kita semua, namun hal itu bukan berarti tanpa
ada persyaratan yang perlu untuk dipenuhi. Syarat yang paling utama adalah kita
harus berusaha untuk mencari rizqi yang dijanjikan itu, karena Allah SWT telah
menciptakan “sistem’ yaitu siapa yang bekerja maka dialah yang akan
mendapatkan rizqi dan barang siapa yang berpangku tangan maka dia akan
kehilangan rizqi, artinya ada suatu proses yang harus dilalui untuk mendapatkan
rizqi tersebut. Islam mendorong umatnya untuk berproduksi dan menekuni
aktivitas ekonomi dalam segala bentuk seperti: pertanian, pengembalaan,
berburu, industri, perdangangan dan lain-lain. Islam tidak semata-mata hanya
memerintahkan untuk bekerja tetapi harus bekerja dengan lebih baik, penuh
ketekunan, dan professional.
Menurut Qardhawi (2005) pengangguran dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Pengangguran Jabariyah (terpaksa): Suatu pengangguran dimana seseorang
tidak mempunyai hak sedikitpun memilih status ini dan terpaksa
menerimanya. Pengangguran seperti ini umumnya terjadi karena seseorang
tidak mempunyai keterampilan sedikitpun, yang sebenarnya bisa dipelajari
sejak kecil sebagai modal untuk masa depannya atau seseorang telah
mempunyai suatu keterampilan tetapi keterampilan ini tidak berguna
sedikitpun karena adanya perubahan lingkungan dan perkembangan zaman.
2. Pengangguran Khiyariyah: Seseorang yang memilih untuk menganggur
padahal dia pada dasarnya adalah orang yang mampu untuk bekerja, namun
pada kenyataanya dia memilih untuk berpangku tangan dan bermalas-
malasan hingga menjadi beban bagi orang lain. Dia memilih hancur dengan
potensi yang dimiliki dibandingkan menggunakannya untuk bekerja. Dia
tidak pernah mengusahakan suatu pekerjaan dan mempunyai pribadi yang
lemah hingga menjadi “sampah masyarakat.”
Adanya pembagian kedua kelompok ini mempunyai kaitan erat dengan
solusi yang ditawarkan islam untuk mengatasi suatu pengangguran. Kelompok
pengangguran jabariyah perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah agar

21
mereka dapat bekerja. Sebaliknya, Islam tidak mengalokasikan dana dan
bantuan untuk pengangguran khiyariyah karena pada prinsipnya mereka
memang tidak memerlukan bantuan karena pada dasarnya mereka mampu untuk
bekerja hanya saja mereka malas untuk memanfaatkan potensinya dan lebih
memilih beban bagi orang lain.
Perintah untuk bekerja banyak terdapat dalam al Quran ataupun Hadist
(QS At- Taubah: 105)

Artinya: “ Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada Allah yang maha mengetahui akan ghaib dan yang nyata,
lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”

22
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Manusia sejak lahir telah membutuhkan orang lain. Oleh sebab itu, manusia
perlu bersosialisasi dengan orang lain dalam hidup bermasyarakat. Dalam
pandangan islam, sebuah masyarakat adalah kumpulan individu yang berinteraksi
secara terus-menerus, yang memiliki satu pemikiran, satu perasaan dan di bawah
aturan yang sama. Sehingga diantara mereka akan terjalin hubungan yang harmonis.
Dalam hal ini, terdapat delapan akhlak sosial islami yang diperlukan untuk hidup
bermasyarakat yaitu: (1) akhlak saling menyayangi, (2) beramal sholeh, (3) saling
menghormati, (4) berlaku adil, (5) menjaga persaudaraan, (6) berani membela
kebenaran, (7) tolong-menolong, (8) musyawarah.
Akhlak adalah Hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak
mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi’at, perangai, karakter manusia yang
baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama
makhluk. Akhlak ini merupakan hal yang penting dalam pembentukan akhlakul
karimah seorang manusia. Dan manusia yang paling baik budi pekertinya adalah
Rasulullah SAW.
Anas bin Malik radhiallahu “alaihi wa sallam adalah manusia yang paling
baik budi pekertinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Akhlak sosial islami adalah suatu prilaku atau suatu perangai yang baik
dalam pandangan islam, baik akhlak kepada Allah SWT maupun akhlak kepada
manusia.

3.2 SARAN
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kelompok
yang menyusun dan bagi para pembaca semuanya. Serta diharapkan, dengan
diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun dapat menerapkan
akhlak yang baik dan sesuai dengan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari.
Walaupun tidak sesempurna Nabi Muhammad SAW, setidaknya kita termasuk ke

23
dalam golongan kaumnya, dan terima kasih atas bimbingan dan masukan dari
bapak/ibu pembimbing dalam menyusun makalah ini.

24
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc, M.A (Yogyakarta, Kuliah Akhlaq: 2014), Cetakan XIII.

K.H. Ahmad Azhar Basyir MA (Yogyakarta, Risalah Islamiyah Bidang Akhlak: 2012),
Cetakan I.

Dwiajisapto. 2013. Pandangan Islam tentang pengangguran, on line,


(http://dwiajisapto. blogspot.co id (2013), pengangguran dan kemiskinan dalam
islam_9987.html, diakses 17 oktober 2019.

25

Anda mungkin juga menyukai