Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Masyarakat Sebagai Objek Dakwah


Untuk memenuhi tugas mata kuliah “Filsafat Dakwah”
Dosen pengampu : Shofiatul Imam, M. Sos. I

Di susun oleh :
Kelompok 10
1. Kharisma Noer Wahidah (211103040012)
2. Qonita Maulidia (211103040003)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH ACHMAD SIDDIQ
JEMBER
Tahun 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul “Masyarakat Sebagai Objek Dakwah” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Bapak Shofiatul Imam, M. Sos. I mata kuliah Filsafat Dakwah di
Universitas Islam Negeri KH.Ahmad Shiddiq Jember. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih Kepada Bapak Shofiatul Imam, M. Sos. I
selaku dosen mata kuliah Filsafat Dakwah yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Jember, 05 Juni 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
1.3 Tujuan Pembahasan........................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 3
2.1 Hakikat Masyarakat dalam Islam ...................................................................... 3
2.2 Prinsip Dasar dalam Pengaturan Kehidupan Bermasyarakat .............................. 4
2.3 Pemberdayaan Masyarakat ................................................................................ 7
2.4 Masjid Sebagai Basis Pengembangan Masyarakat ............................................. 8
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 11
3.2 Saran ............................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ada yang berpendapat bahwa aktivitas dakwah dalam kontek
mengajak kepada kebaikan harus disebut “dakwah Islamiyah”, sebab
terdapat ajakan yang menjerumskan kepada hal kemunkaran. Namun ada
pula yang menegasakan, teminologi dakwah telah maklum (dikenal) di
kalangan masysrakat islam muslim sebagai kegiatan ajakan yang brsifat
Islami. Dengan demikian, istilah dakwah suadah jelas keberadaannya,
yakni aktivitas mengajak/menyeru ke jalan Allah dan Rasul-Nya.
Karenanya, segala bentuk ajakan ysng tidsk Islami bukanlah dakwah.
Dakwah dalam praktiknya merujuk pada fitrah manusia, karena
dalam fitrah itulah ada kebenaran yang diharapkan akan hadir pada diri
mad‟u (objek dakwah), dan diterimanya dengan ketulusan. Maka dalam
aktivitas dakwah tidak ada paksaan, tidak ada tipu muslihat, tidak ada
pendangkalan fungsi akal, tidak ada pengaburan kesadaran dan penciptaan
prakondisi negatif yang akan mendorong pada penerimaan dakwah secara
paksa.

1.2 Rumusan Maasalah


1. Bagaimana hakikat masyarakat dalam islam ?
2. Apa saja prinsip dasar dalam pengaturan kehidupan bermasyarakat?
3. Bagaimana pemberdayaan masyarakat ?
4. Bagaimana masjid sebagai basis pengembangan masyarakat ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Agar mahasiswa dapat mengetahui hakikat masyarakat dalam islam
2. Agar mahasiswa dapat memahami prinsip dasar dalam pengaturan
kehidupan bermasyarakat
3. Agar mahasiswa dapat memahami pemberdayaan masyarakat

1
4. Agar mahasiswa dapat memahami masjid sebagai basis pengembangan
masyarakat

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Masyarakat dalam Islam


Tidak ada satu individupun yang bisa hidup tanpa masyarkat. Untuk
itu manusia harus hidup bermasyarakat, tujuan utama al-Quran kata Fazhul
Rahman menegakan tata masyarkat adil. Masyarakat yang adil itu sebuah
masyarakat yang etis da egalitarian. Dengan nada yang serupah
Muhammad Abduh mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia untuk
bermasyarkat. Sifat bermasyarkat kata Muhammad Abduh tidak diberikan
oleh Allah pada lebah dan semut Allah memberikan akal kepada manusia
untuk dapat bermasyarkat.
Bermasyarkat yang dimaksud Abduh berakal dan dengan akalnya ia
berkreasi secara dinamis. Kalau dilihat dari cara hidup lebah, mereka
hidup tidak egois, tetapi mereka hidup bermasyarakat dan kata haru yahya
mereka mempunyai organisasi yang luar biasa.
Maslow mengidentifikasi lima kelompok kebutuhan manusia yakni
kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri, dan pengembangan
potensi. Terlebih-lebih lagi manusia mempunyai budi yang merupakan
pola kejiwaan yang di dalamnya terkandung “dorongan-dorongan hidup
yang dasr, inseting, perasaan, dengan pikiran, kemauan dan fantasi. Budi
inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang
bermakna dengan alam sekitranya dengan jalan memberi penilaian
terhadap obyek dan kejadian.
Kemampuan menyesuaikan diri itu dapat dilakukan manusia karena
ia diberi kemampuan berfikir (kognitif). Merasa (afektif), dan melakukan(
psikomotorik). Untuk itu manusia disebut makhluk sosial karena (1).
Ketergantungannya kepada manusia lain, (2) berkemampuan
menyesuaikan diri, (3) berkemampuan berfikir, mresa, dan melakukan,
dan (4) berkebutuhan mengembangkan dab menyempurnakan dirinya
dengan bantuan orang lain. Dalam pandangan beberapa filosof, pengertian
masyarkat. Menurut Plato tidak membedakan antara pengertian Negara

3
dan masyarakat. Negara adalah kumpulan dari unit-unit kemasyarakatan.
Masyarakat terdiri dari keluarga-keluarga; sedangkan menurut Comte
memperluas analisis-analisis masyarakat, dengan menganut suatu
pandangan tentang masyarakat sebagai lebih dari suatu agriget
(gerombolan) individu-individu (Loren Bagus, 2000).
Al-Quran membahas tentang masyarakat dalam beberapa istilah,
diantaranya menggunakan istilah ummah, qaum, qabilah, sya‟b, tha‟ifah
atau jama‟ah. Namun dari sekian banyak istilah yang digunakan al-Quran
lebih banyak menggunakan istilah ummah. Al-Quran menyebut kata
ummah sebanyak 51 kali. Sedangkan kata umam sebanyak 31 kali.
Menurut Ali Syari‟ati (1989) makna genetik ummah memiliki keunggulan.
Setelah membandingkan dengan istilah qaum, qabilah, sya‟b,
tha‟ifah, jama‟ah dan lain-lain, ia berkesimpulan bahwa ummah memiliki
keunggulan muatan makna, yakni bermakna kemanusiaan yang dinamis,
bukan entitas beku atau statis. Ummah menurutnya berasal dari kata amma
artinya bermaksud (qashda) dan berniat keras („azama). Pengertian ini
memuat tiga makna:”gerakan”.”tujuan” dan “ketetapan hati yang besar.
Menurut Jhon Perince (1971) bahwa kata ummata berarti penduduk,
bangsa, ras, kelompok, ketentuan, istilah tertentu, waktu dan agama
tertentu. Muhammad Ismail Ibrahim mengartikan dengan “kelompok
manusia, muallim, seseorang yang baik pada semua seginya, agama dan
waktu (1968).
Dari berbagai pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa ummah
(masyarakat) adalah kumpulan manusia yang saling berinteraksi bersama
yang diikat oleh sesuatu (keyakinan atau agama), warisan budaya,
lingkungan sosial, keluarga, polotik, tanah air, perasaan, cita-cita dan lain-
lain) dalam rangka mencapai tujuan hidup.

2.2 Prinsip Dasar dalam Pengaturan Kehidupan Bermasyarakat


Kehidupan bermasyarakat tentu tidak bisa dilepaskan dari keseharian
manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri. Ia

4
memerlukan interaksi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Islam telah memberikan tuntunan mengenai cara bergaul dengan
orang lain yakni hidup bermasyarakat. Di dalamnya terdapat etika
bertetangga, adab bertamu. dan menjadi tuan rumah, menjalin hubungan
persaudaraan hingga mengenai pergaulan antar sesama manusia secara
baik telah dijelaskan Islam. Berikut ini sejumlah prinsip etika hidup
bermasyarakat:
1. Etika bertetangga
Allah SWT berfirman dalam surat An Nisa ayat 36:

ِ ‫ساًَا َّو ِبزِى ْانقُ ْش ٰبي َو ْان َي ٰتًٰ ي َو ْان ًَسٰ ِكي ٍِْ َو ْان َج‬
‫اس‬ َ ْ‫شيْـًٔا َّو ِب ْان َوا ِنذَي ٍِْ اِح‬
َ ّٖ ِ‫ّٰللا َو ََل ت ُ ْش ِشكُ ْوا ب‬
َ ‫َوا ْعبُذ ُوا ه‬
ْ ‫س ِب ْي ِۙ ِم َو َيا َي َهك‬
َ ‫َت ا َ ْي ًَاَُ ُك ْى ۗ ا ٌَِّ ه‬
‫ّٰللا ََل يُبِ ب‬ َّ ‫ب َواب ٍِْ ان‬ِ ُْ ْۢ ‫ب ِب ْان َج‬
ِ ِ‫ب َوانصَّاح‬ ِ ُُ‫اس ْان ُج‬ ِ ‫رِى ْانقُ ْش ٰبي َو ْان َج‬
‫َي ٍْ َكاٌَ ُي ْخت ًَاَل فَ ُخ ْو ًس ِۙا‬

Artinya : “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu


mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan
berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan
tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya
yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang
yang sombong dan membanggakan diri.”

Quraish Shihab menjelaskan dalam Tafsir al-Misbah bahwa


berbuat baik dalam ayat tersebut ditunjukan kepada kedua orang tua,
kerabat dekat, anak yatim (belum dewasa), orang miskin, tetangga
(baik dekat maupun jauh), teman sejawat,ibnu Sabil (anak-anak
jalanan dan orang yang habis bekalnya saat dalam perjalanan), dan
hamba sahaya.
Pendapat tersebut diperkuat dengan hadits Nabi SAW agar
hidup bertetangga dengan baik. Yaitu sabda Nabi berikut ini:

َ ‫هللا َو ْان َي ْو ِو اآلخِ ِش فَ ْهيُ ْك ِش ْو َج‬


ُِ ‫اس‬ ِ ‫َي ٍْ َكاٌَ يُؤْ ِي ٍُ ِبا‬

5
Artinya : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari
kiamat, maka hendaklah memuliakan tetangganya.” (HR Bukhari)

2. Etika bertamu
Selain mengatur adab bertetangga, Islam juga memberikan
tuntunan bagaimana bertamu dengan baik. Firman Allah SWT dalam
surat Al Hijr ayat 68:

ٌِ ِۙ ‫ض ُب ْو‬ َ ِ‫قَا َل ا ٌَِّ ٰ ْٰٓؤ َ َُۤلء‬


َ ‫ض ْيف ِْي فَ ََل ت َ ْف‬

Artinya : “Dia (Lut) berkata, “Sesungguhnya mereka adalah tamuku,


maka jangan kamu mempermalukan aku.”

Lafazh dhaifi (tamuku) pada ayat di atas yang berarti tamu-


tamu dalam bentuk mashdar atau kata jadian. Karenanya, ia bisa
diartikan tunggal ataupun jamak. Penekanan Nabi Luth dengan
menyebut lafaz tamu sambil menunjuk bahwa tamu-tamu tersebut
merupakan orang-orang yang berkunjung kepadanya yang harus
dihormati.
3. Hak tamu dan tuan rumah
Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya yang diriwayatkan
Abu Hurairah RA mengenai sejumlah peraturan yang harus dijalankan
tamu dan tuan rumah.

‫اَّلل َو ْانيَ ْو ِو اآلخِ ِش‬


ِ َّ ِ‫ت َو َي ٍْ َكاٌَ يُؤْ ِيٍُ ب‬
ْ ًُ ‫ص‬ْ َ‫اَّلل َو ْانيَ ْو ِو اآلخِ ِش فَ ْهيَقُ ْم َخي ًْشا أ َ ْو ِني‬
ِ َّ ِ‫َي ٍْ َكاٌَ يُؤْ ِي ٍُ ب‬
َ ‫اَّلل َو ْانيَ ْو ِو اآلخِ ِش فَ ْهيُ ْك ِش ْو‬
َُّ‫ض ْيف‬ ِ َّ ِ‫اسُِ َو َي ٍْ َكاٌَ يُؤْ ِي ٍُ ب‬ َ ‫فَ ْهيُ ْك ِش ْو َج‬

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir harus


berkata baik atau diam saja dan barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, maka memuliakanlah tetangganya; dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
memuliakanlah tamunya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadits di atas, menyambut kedatangan tamu lalu


menyalaminya dengan “hangat” dan menahan diri supaya tidak
menunjukkan sikap “dingin” merupakan salah satu cara untuk
memuliakan tamu yang harus ditunjukan oleh tuan rumah.

6
4. Etika dalam Pergaulan
Nabi mengibaratkan pergaulan merupakan cerminan dari
sesorang, hal ini tertuang dalam sabdanya yang diriwayatkan Imam
Muslim pada Shahih Muslim hadits nomor 4762:

ِ ِ
ِ ‫صان‬ َّ ‫ِيس ان‬ ِ ‫سهَّ َى قَا َل ِإََّ ًَا َيث َ ُم ْان َجه‬ َ ‫عهَ ْي ِّ َو‬ َّ ‫صهَّي‬
َ ُ‫ّٰللا‬ َ ِ‫ي‬ ّ ‫ع ٍْ انَُّ ِب‬ َ ‫ع ٍْ أ َ ِبي ُيو‬
َ ‫سي‬ َ َ ‫ع ٍْ أ َ ِبي ب ُْشدَة‬
َ
ُُّْ ِ‫ع ي‬َ ‫ِيش فَ َبا ِي ُم ْان ًِسْكِ ِإ َّيا أ َ ٌْ يُبْ ِز َيكَ َو ِإ َّيا أ َ ٌْ ت َ ْبت َا‬
ِ ‫ِخ ْانك‬
ِ ‫ِيس انس َّْوءِ َك َبا ِي ِم ْان ًِسْكِ َوََاف‬
ِ ‫َو ْان َجه‬
ِ ‫طيِّبَتً َوََافِ ُخ ْانك‬
‫ِيش إِ َّيا أ َ ٌْ يُب ِْشقَ ثِ َيابَكَ َوإِ َّيا أ َ ٌْ ت َِجذَ ِسي ًبا َخبِيث َ ًت‬ َ ‫َوإِ َّيا أ َ ٌْ ت َِجذَ ِي ُُّْ ِسي ًبا‬

Artinya : Dari Abu Burdah dari Abu Musa dari Nabi SAW beliau
bersabda, “Sesungguhnya perumpamaan teman dekat yang baik dan
teman dekat yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan
tukang pandai besi. Seorang penjual minyak wangi terkadang
mengoleskan wanginya kepada kamu dan terkadang kamu
membelinya sebagian atau kamu dapat mencium semerbak harumnya
minyak wangi itu. Sementara tukang pandai besi adakalanya ia
membakar pakaian kamu ataupun kamu akan menciumi baunya yang
tidak sedap.”

Hadits di atas memerintahkan untuk sebaik mungkin memilih


teman agar tidak salah pergaulan. Tatakrama yang diatur sedemikian
rupa merupakan pedoman pergaulan antara manusia. Berakhlak mulia
terhadap orang tua, anak-anak, tetangga dan saudara seiman, bahkan
masyarakat lainnya, seperti anak yatim, orang miskin dan sanak
saudara. (Isyatami Hidayat/Nashih).

2.3 Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan masyarakat adalah proses pembangunan di mana
masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk
memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Pemberdayaan masyarakat
hanya bisa terjadi apabila masyarakat itu sendiri ikut pula berpartisipasi.
Suatu usaha hanya berhasil dinilai sebagai "pemberdayaan
masyarakat" apabila kelompok komunitas atau masyarakat tersebut
menjadi agen pembangunan atau dikenal juga sebagai subjek. Disini

7
subjek merupakan motor penggerak, dan bukan penerima manfaat:
beneficiaries) atau objek saja.
Untuk mencapai kesuksesan program, terdapat empat prinsip yang
harus dipegang, yaitu kesetaraan, partisipasi, keswadayaan dan
kemandirian, serta prinsip berkelanjutan. Agar lebih paham, simak
penjabarannya berikut ini:
a. Prinsip Kesetaraan
Dalam proses pemberdayaan, penting untuk mengedepankan
kesetaraan kedudukan masyarakat dengan lembaga yang melakukan
program pemberdayaan. Masing-masing pihak yang terlibat saling
mengakui kelebihan dan kekurangan sehingga dapat saling bertukar
pengetahuan, pengalaman, dan dukungan.
b. Prinsip Partisipasi
Program akan berhasil menstimulasi kemandirian masyarakat
jika bersifat partisipasif, artinya masyarakat ikut merencanakan,
melaksanakan, mengawasi, dan mengevaluasinya. Tentu saja dalam
prosesnya, pendamping harus berkomitmen untuk membina dan
mengarahkan masyarakat secara jelas.
c. Prinsip Keswadayaan dan Kemandirian
Prinsip keswadayaan artinya menghargai dan mengedepankan
kemampuan masyarakat daripada bantuan pihak lain. Konsep ini tidak
memandang orang miskin sebagai objek yang tidak berkemampuan,
melainkan sebaliknya.
Mereka memiliki pengetahuan yang mendalam tentang
kendala-kendala usahanya, mengetahui kondisi lingkungannya,
memiliki tenaga kerja, serta memiliki norma-norma bermasyarakat
yang sudah lama dipatuhi. Semua ini harus digali dan dijadikan modal
dasar bagi proses pemberdayaan.
Bantuan dari orang lain yang bersifat materiil dipandang
sebagai penunjang. Tujuannya agar pemberian bantuan tidak justru
melemahkan tingkat keswadayaan masyarakat.

8
2.4 Masjid Sebagai Basis Pengembangan Masyarakat Sholat Hajat
Masjid memiliki fungsi strategis dalam masyarakat Islam. Selain
sebagai tempat ibadah, masjid juga berfungsi sebagai media pembinaan
umat secara holistik. Rasulullah SAW membangun masjid pertama di kota
Madinah dengan tujuan mencerahkan umat dan mengenalkan risalah
ilahiah.
Masjid bukan hanya digunakan untuk melaksanakan kegiatan
ibadah ritual saja seperti shalat berjamaah, dzikir, membaca al-Quran, dan
berdoa tetapi dapat juga digunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
sosial keagamaan dalam upaya mengembangkan masyarakat Islam (Yani,
2007: 5).
Bahkan saat ini keberadaan masjid menjadi sangat potensial
terutama dalam memberdayaan umat Islam untuk setiap aspek
kehidupannya. Adanya slogan back to masjid menjadi inspirasi awal
munculnya semangat mengembalikan kejayaan Islam dari masjid.
Sejarah telah membuktikan bahwa Rasulullah SAW memilih
membangun masjid sebagai langkah pertama dari niatnya membangun
masyarakat madani. Konsep masjid pada masa itu ternyata tidak hanya
sebatas tempat shalat saja, atau tempat berkumpulnya kelompok
masyarakat (kabilah) tertentu, melainkan masjid menjadi tempat sentral
seluruh aktivitas keumatan, yaitu sentral pendidikan, politik, ekonomi,
sosial dan budaya. Berdasarkan keteladanan Rasulullah, masjid menjadi
bagian utama dalam pembinaan umat Islam. Ini menunjukkan bahwa
masjid dalam agama Islam menduduki tempat sangat penting dalam
rangka membina pribadi khususnya dan umat Islam pada umumnya.
Keberfungsian masjid dalam peningkatan kualitas kesejaahteraan
umat sangat diharapkan. Masjid harus menjadi basis pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat. Masjid diharpakan dapat menjadi pusat semua
kegiatan masyarakat, baik kegiatan formal maupun informal. Masjid
seyogyanya dapat dijadikan sarana peningkatan kesejahteraan masyarakat
atau umat dalam mencapai tujuan pembangunan Indonesia, yaitu
masyarakat adil, makmur, dan sejahtera lahir batin. Potret pemberdayaan

9
masyarakat berbasis masjid dapat dilaksanakan melalui keikutsertaan
remaja dalam kegiatan masjid, mengadakan berbagai jenis pelatihan dan
seminar, menjadikan masjid sebagai pusat ilmu, memberdayakan fakir
miskin yang menjadi tanggung jawab masjid dan menumbuhkan
kemandirian masjid.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis masjid dimaknai
sebagai gerakan masjid sebagai kekuatan sentral yang berpusat pada
partisipasi jamaah dan pengurus masjid yang telah berhasil sebagai icon
destinasi religi di suatu daerah yang mampu menjadi penggerak kegiatan
pemberdayaan yang mampu dalam meningkatkan kemandirian,
kesejahteraan dan peningkatan kualitas kehidupan secara lebih baik.
Masjid sebagai tempat beribadah umat Islam mempunyai posisi yang
strategis dalam perjalanan sejarah umat. Zaman Rasulullah SAW masjid
menjadi basis pendidikan, kegiatan sosial, kemiliteran dan
lainnya.Keberadaan masjid saat ini yang lebih mengejala adalah hanya
digunakan sebagai tempat pelaksanaan ritual keagamaan.Terutama dalam
bentuk ibadah mahdhah; seperti shalat rawatib.Sementara masjid belum
banyak dikembangkan fungsinya sebagai basis pemberdayaan .

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masyarakat adalah kumpulan manusia yang saling berinteraksi
bersama yang diikat oleh sesuatu (keyakinan atau agama), warisan budaya,
lingkungan sosial, keluarga, polotik, tanah air, perasaan, cita-cita dan lain-
lain) dalam rangka mencapai tujuan hidup.
Islam telah memberikan tuntunan mengenai cara bergaul dengan
orang lain yakni hidup bermasyarakat. Di dalamnya terdapat etika
bertetangga, adab bertamu. dan menjadi tuan rumah, menjalin hubungan
persaudaraan hingga mengenai pergaulan antar sesama manusia secara
baik telah dijelaskan Islam.
Pemberdayaan masyarakat adalah proses pembangunan di mana
masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk
memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri.Pemberdayaan masyarakat
hanya bisa terjadi apabila masyarakat itu sendiri ikut pula berpartisipasi.
Pemberdayaan masyarakat berbasis masjid dimaknai sebagai
gerakan masjid sebagai kekuatan sentral yang berpusat pada partisipasi
jamaah dan pengurus masjid yang telah berhasil sebagai icon destinasi
religi di suatu daerah yang mampu menjadi penggerak kegiatan
pemberdayaan yang mampu dalam meningkatkan kemandirian,
kesejahteraan dan peningkatan kualitas kehidupan secara lebih baik.

3.2 Saran
Kelompok kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan
bagi seluruh pembaca tentang Masyarakat Sebagai Objek Dakwah.
Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan manfaat
bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah kami.

11
DAFTAR PUSTAKA

Qardhawi, Yusuf al, Masyarakat Berbasis Syariat Islam, terj. Abdus salam
Masykur, Solo: Era Intermedia, 2003.
Daudy, Ahmad, Kuliah Filsafat Islam, cet. ke-3, Jakarta: PT. Bulan Bintang,
1992.
Abdullah, Syamsuddin, Agama Dan Masyarakat Pendekatan Sosiologi Agama,
Jakarta:KDT, 1997.
Azra, Azyumardi, Menuju Masyarakat Madani, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1999.
https://adv.kompas.id/baca/masjid-sebagai-pusat-peradaban-islam-dan-
pemberdayaan-umat/ Diakses Pada Hari senin 06 juni 2022 Jam 14.36
WIB.

12

Anda mungkin juga menyukai