Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

MANUSIA DAN PROBLEMATIKANYA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Dakwah

Dosen Pengampu: Muhammad Farhan, M.I.Kom

Oleh:

Qonita Maulidia (211103040003)

Mochammad Ilham Saputra (211103040013)

Muhammad Arif Haidar (D20194025)

FAKULTAS DAKWAH

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah- Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Manusia dan Problematikanya” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulis
dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak Muhammad Farhan,
M.I.Kom pada Mata Kuliah Kapita Selekta Dakwah

Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
“Manusia dan Problematikanya” bagi para pembaca dan juga penulis. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Farhan, M.I.Kom selaku dosen
mata kuliah Kapita Selekta Dakwah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan kesempurnaan
makalah ini

Jember, 22 Oktober 2023

Kelompok 7

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................2

DAFTAR ISI.................................................................................................................3

BAB I.............................................................................................................................4

PENDAHULUAN.........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................4

1.3 Tujuan..................................................................................................................5

BAB II...........................................................................................................................6

PEMBAHASAN............................................................................................................6

2.1 Definisi Manusia dan Asal Usulnya....................................................................6

2.2 Pengertian Problematika....................................................................................10

2.3 Potensi Dasar Manusia (Fitrah).........................................................................11

2.4 Problematika Kehidupan Manusia.....................................................................13

2.5 Konsep Dimensi Kemanusiaan Dari Manusia...................................................14

BAB III........................................................................................................................23

PENUTUP...................................................................................................................23

3.1 Kesimpulan........................................................................................................23

3.2 Saran..................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................25

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah ciptaan tuhan paling indah dan tinggi derajatnya, ia adalah
salah satu item terpenting dalam setiap pembicaraan di semua aspek dan
permasalahan. Dalam dunia pendidikan manusia sebagai pelaku atau aktor utama
yang berperan dalam segala lini. Al-quran banyak sekali membicarakan tentang
manusia, secara gamblang memberi gambaran kontradiktif menyangkut
keberadaannya. Sehingga dikatakan bahwa Alquran adalah kitab manusia. Karena
alquran seluruhnya berbicara untuk manusia atau berbicara tentang manusia. Di satu
sisi manusia dalam Alquran sering mendapat pujian, seperti pernyataan terciptanya
manusia dalam bentuk dan keadaan yang sebaik-baiknya, kemudian penegasan
tentang dimuliakannya makhluk ini dibanding dengan kebanyakan makhluk-makhluk
lain. Di sisi lain sering pula manusia mendapat celaan Tuhan.

Manusia disebutkan sebagai tipe yang aniaya dan kufur nikmat, dan sangat
banyak membantah serta bersifat keluh kesah dan kikir. Gambaran kontradiktif itu
bukanlah berarti bahwa ayat-ayat yang berbicara perihal manusia bertentangan satu
sama lain, melainkan justru menandakan bahwa makhluk yang bernama manusia itu
unik, makhluk yang serba dimensi, dan makhluk yang berada di antara predisposisi
negatif dan positif.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa definisi manusia dan dari mana asal usulnya?
b. Apakah yang dimaksud problematika?
c. Apa saja potensi dasar manusia (Fitrah)?
d. Bagaimana problematika dalam kehidupan manusia?

4
e. Seperti apa konsep dimensi kemanusiaan dari manusia?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui definisi manusia dan asal usulnya
b. Mengetahui pengertian problematika
c. Mengetahui potensi dasar manusia
d. Mengetahui problematika kehidupan manusia
e. Mengetahui konsep dimensi kemanusiaan dari manusia

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Manusia dan Asal Usulnya


Para ahli tidak memiliki kesamaan pendapat tentang manusia. Ada yang
melihat manusia hanya dari satu aspek saja, padahal aspek yang ada cukup
bervariatif. Perbedaan aspek ini yang kemudian melahirkan berbagai disiplin ilmu
yang terkait dengan manusia, seperti antropologi, sosiologi, psikologi, pedagogi,
biologi, dan fisiologi. Dalam Bahasa Indonesia, manusia diartikan sebagai makhluk
yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Sementara dalam bahasa
Inggris disebut man yang bisa dikaitkan dengan mens (Latin), yang berarti ada yang
berpikir (Bagus, 1996). Sampai dengan saat ini definisi tentang manusia yang
disepakati belum ada. Menurut M. Dawam Raharjo istilah manusia yang diungkapkan
dalam al-Qur’an seperti basyar, insan, unas, ins, ‘imru’ atau yang mengandung
pengertian perempuan seperti imra’ah, nisa’ atau niswah (Raharjo, 1999). Ungkapan
yang dipergunakan Alquran untuk menunjuk konsep manusia ada tiga macam yaitu:
al - insan, al - basyr, dan bani Adam atau Zurriyat Adam (Shihab, 1996).

a. Al-Insan
Kata insan jika dilihat dari asalnya nasiya yang artinya lupa,
menunjukkan adanya kaitan yang erat antara manusia dengan kesadaran
dirinya. Kata al-Insan disebut sebanyak 65 kali dalam Alquran. Hampir semua
ayat yang menyebut manusia dengan kata insan. Kata insan, ins, unas, dan nas
memiliki akar kata yang sama yakni hamzah/alif, nun, dan sin (a-na-sa/ ‫)أنس‬
Kata-kata ini memiliki arti jinak, harmonis, dan tampak. Menurut Quraish
Shihab pendapat ini, jika ditinjau dari sudut pandang Alquran, lebih tepat dari

6
yang berpendapat bahwa kata insan terambil dan kata nasiya yang berarti
lupa, atau nasa-yanusu yang berarti berguncang (Shihab, 1996). Penggunaan
kata al-insan dalam al-Qur’an untuk menunjukkan totalitas manusia sebagai
makhluk jasmani dan rohani yang unik dan istimewa lagi sempurna, dan
memiliki perbedaan individual antara satu dengan yang lain, dan sebagai
makhluk dinamis, sehingga mampu menyandang predikat khalifah Allah di
muka bumi, serta sebagai makhluk berbudaya yang mampu berbicara,
mengetahui baik dan buruk, dan lain sebagainya (Ali al-Syaukani, 1964). Kata
al-insan juga digunakan dalam al-Qur’an untuk menunjukkan proses kejadian
manusia sesudah Adam. Kejadiannya mengalami proses yang bertahap secara
dinamis dan sempurna di dalam di dalam rahim. “Dan Allah mengeluarkan
kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia
memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.
(Q.S. al-Nahl/16: 78) “Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari
saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami
jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami
menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta
yang paling baik (Q.S. al-Mu’minun/23: 12-14). Penggunaan kata al-insan
dalam ayat ini mengandung dua makna, yaitu: Pertama, makna proses
biologis, yaitu berasal dari saripati tanah melalui makanan yang dimakan
manusia sampai pada proses pembuahan. Kedua, makna proses psikologis
(pendekatan spiritual), yaitu proses ditiupkan ruh-Nya pada diri manusia,
berikut berbagai potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia.

7
b. Al-Basyr
Kata al-basyar dalam a-Qur’an, terulang sebanyak 37 kali dan tersebar
dalam 26 surat. Secara etimologi al-basyar yang terdiri dari ba-sya-ra
bermakna sesuatu yang tampak dengan baik dan indah. Menurut M. Quraish
Shihab, kata basyar terambil dari akar kata yang pada umumnya berarti
menampakkan sesuatu dengan baik dan indah. Dari kata yang sama lahir kata
basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamakan basyarah karena kulitnya
tampak jelas dan berbeda di banding dengan kulit hewan lainnya
(Shihab,1998). Penamaan al-basyar dengan kulit menunjukkan makna bahwa
secara biologis yang mendominasi manusia adalah pada kulitnya, dibanding
rambut atau bulunya. Dengan demikian, kata basyar dalam al-Qur’an secara
khusus merujuk kepada tubuh dan lahiriah manusia. Makna etimologi dapat
dipahami adalah bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki segala
sifat kemanusiaan dan keterbatasan, seperti makan, minum, seks, keamanan,
kebahagiaan, dan lain sebagainya. Penunjukan kata al-basyar ditujukan Allah
kepada seluruh manusia tanpa terkecuali, termasuk eksistensi Nabi dan Rasul.
Hanya saja kepada mereka diberikan wahyu, sedangkan kepada manusia
umumnya tidak diberikan wahyu.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penelitian manusia dengan
menggunakan kata basyar merujuk pada mahkluk fisik atau biologis. Aspek
fisik itulah yang menyebut pengertian basyar mencakup anak keturunan
Adam secara keseluruhan (al-Syati’, 1999). Untuk itu, Allah swt. Memberikan
kebebasan dan kekuatan kepada manusia sesuai dengan batas kebebasan dan
potensi yang dimilikinya untuk mengelola danmemanfaatkan alam semesta,
sebagai salah satu tugas kekhalifahannya di muka bumi.
c. Bani Adam
Dalam al-Qur’an dan hadis, penciptaan manusia setidaknya ada 3
macam. Pertama penciptaan Adam AS atau manusia pertama. Kedua

8
penciptaan Hawa’ atau manusia kedua dan ketiga penciptaan anak cucu Adam
atau melalui reproduksi manusia disebut sebagai bani Adam, karena dia
menunjukkan pada asal-usul yang bermula dari nabi Adam AS sehingga dia
bisa tahu dan sadar akan jati dirinya, misalnya dari mana dia berasal, untuk
apa dia hidup, dan ke mana ia akan kembali. Istilah bani Adam menunjukkan
bahwa seluruh manusia adalah anak dari manusia ciptaan Allah yang pertama
yaitu Adam. Hal ini telah disebutkan di dalam al-Qur’an yaitu: “Dan (ingatlah
wahai Muhammad) ketika Tuhanmu mengeluarkan zuriat anak-anak Adam
(turun-temurun) dari (tulang) belakang mereka, dan Ia jadikan mereka saksi
terhadap diri mereka sendiri, (sambil Ia bertanya dengan firmanNya):
"Bukankah Aku tuhan kamu?" Mereka semua menjawab: "Benar (Engkaulah
Tuhan kami), kami menjadi saksi". Yang demikian supaya kamu tidak berkata
pada hari kiamat kelak: "Sesungguhnya kami adalah lalai (tidak diberi
peringatan) tentang (hakikattauhid) ini” (QS. Al-A‟raf, 7: 172). Penamaan
manusia dengan kata Bani Adam di sebutkan dalam alQur’an sebanyak 9 kali.
Di antaranya pada surat Yasin ayat 60 (Abdul Baqi, 1988). Adam didalam al-
Qur’an mempunyai pengertian manusia dengan keturunannya yang
mengandung pengertian Basyar, Insan dan An-nas. Kata Bani Adam lebih
ditekankan pada aspek amaliah manusia, sekaligus pemberi arah ke mana dan
dalam bentuk apa aktivitas itu dilakukan. Alquran memberikan berbagai
penjelasan tentang penciptaan manusia dalam berbagai proses yang beragam.
Ketika Allah menciptakan Adam (manusia pertama), Alquran memberikan
penjelasan yang cukup singkat, yakni Allah menjadikannya dari tanah (turab)
dengan satu ungkapan “kun fayakun” yang berarti “jadilah, maka jadilah
Adam” (Q.S Ali Imran [3]: 59), juga dari shalshal atau tanah liat kering (Q.S.
alHijr [15]:26, 28, 33, dan Q.S. Ar-Rahman [55]: 14). Pada proses penciptaan
manusia selain Adam Alquran menjelaskannya dengan berbagai variasi
kejadian. Ada yang menjelaskan penciptaan manusia dari thin/sulalah min

9
thin atau tanah liat (Q.S. alAn’am[6]: 2, Q.S. al-A’raf [7]: 12, Q.S. al-Isra’
[17]: 61, Q.S. al-Mu’minun [23]: 12, Q.S.Fathir [35]: 11, Q.S. al-Shaffat [37]:
11, dan Q.S. Shad [38]: 71 dan76), ada yang menjelaskan penciptaan manusia
dari nuthfah atau air mani (Q.S. al-Kahfi [18]: 37, Q.S. al-Mu’minun [23]: 13,
Q.S. al-Hajj [22]: 5, Q.S. al-Mu’min [40]: 67) yang juga dijelaskan dengan
istilah lain, yakni ma’in mahin atau air yang hina (Q.S. al-Sajdah [32]: 8) dan
ma’in dafiq atau air yang memancar (Q.S. At-Thariq [86]: 6). Ada juga yang
menjelaskan penciptaan manusia dari alaq atau segumpal darah (Q.S. al-Hajj
[22]: 5, Q.S.al-Mu’min [40]: 67, Q.S. al-Mu’minun [23]: 13, dan Q.S. al-Alaq
[96]: 2).

2.2 Pengertian Problematika


Problematika berasal dari bahasa inggris “problematic” yang berarti masalah
atau persoalan. (Shadily, 2000, p. 440). Problematika berasal dari kata problem yang
dapat diartikan permasalahan atau masalah. Adapun masalah itu sendiri adalah suatu
kendala atau persoalan yang harus dipecahkan dengan kata lain masalah merupakan
kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan dengan baik, agar
tercapai hasil yang maksimal. Terdapat juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
kata Problematika berarti masih menimbulkan masalah. Hal-hal yang masih
menimbulkan masalah yang masih belum dapat dipecahkan. (Depdiknas, 2005, p.
896) Masalah (bahasa Inggris: problem) didefinisikan sebagai suatu pernyataan
tentang keadaan yang belum sesuai dengan yang diharapkan. Bisa jadi kata yang
digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan yang bersumber dari hubungan
antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan. Greeno
(1978) mencatat bahwa kaum psikolog aliran Gestalt misalnya mendefinisakan
masalah sebagai situasi dimana terdapat kesenjangan atau ketidak-sejalanan antara
representasi-representasi koognitif.

Problematika biasa juga berarti sesuatu yang mengandung masalah.


Sedangkan masalah diartukan sebagai suatu yang menghalangi tercapainya tujuan

10
(Suharso, 2009). Menurut slamet belajar adalah suatu proses yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang secara keseluruhan
sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (Slamet,
2003). Jadi yang dimaksud dengan Problematika adalah kendala atau permasalahan
yang masih belum dapat dipecahkan sehingga untuk mencapai suatu tujuan menjadi
terhambat dan tidak maksimal.

2.3 Potensi Dasar Manusia (Fitrah)


Fitrah, watak dan bakat adalah tiga hal yang berbeda, walaupun semuanya
sama-sama merupakan sifat batiniah manusia, namun ada perbedaan yang jelas di
antara ketiganya. Manusia harus mengetahui pengertian dan fungsinya masing-
masing agar dapat melatih dan menggunakannya sesuai dengan kehendak Allah Swt.
Fitrah adalah potensi yang ada pada manusia. Potensi ini diberikan oleh Allah Swt ke
dalam diri setiap manusia semenjak zaman azali. Potensi ini terus berkembang mulai
dari saat manusia dilahirkan. Ia terus menjadi sifat manusia tanpa melalui proses
berguru atau pengalaman. Akan tetapi ia tidak cukup subur semasa manusia masih
bayi. Ia berangsur-angsur subur bersama kesuburan yang dialami oleh jasad manusia.
Alquran juga menjelaskan bahwa manusia memiliki fitrah. Di antara fitrah manusia
adalah firman Allah Swt sebagai berikut:

1. Sebagai makhluk sosial


Alquran memberikan penjelasan bahwa manusia diciptakan dari
dengan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa yang bertujuan untuk saling
mengenal dan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Manusia
sebagai makhluk sosial tentu tidak mungkin bisa memisahkan hidupnya
dengan manusia lain. Sudah bukan rahasia lagi bahwa segala bentuk
kebudayaan, tatanan hidup, dan sistem kemasyarakatan terbentuk karena
interaksi dan benturan kepentingan antara satu manusia dengan manusia
lainnya.
2. Sebagai makhluk yang ingin beragama

11
Hidup dalam kehidupan yang beragam tentunya manusia
membutuhkan sebuah acuan dalam kehidupan yang akan dijadikan sebagai
pedoman, di sinilah peran agama merupakan solusi dalam setiap
permasalahan yang dihadapi manusia. Agama merupakan sumber
penyelesaian setiap permasalahan yang timbul dan petunjuk dalam hal-hal
yang diluar jangkauan akal manusia. Agama merupakan sebuah kebutuhan
mendasar bagi setiap manusia. Agama berperan sebagai dinamisator, artinya
bahwa dengan agama mampu menggerakkan umat untuk melakukan sesuatu
perbuatan baik yang dilakukan secara terus-menerus. Karena agama
memberikan jaminan bahwa apa yang diperbuat itu jika merupakan suatu
kebaikan, maka akibat dari perbuatan baik itu akan kembali kepada pelaku.
Dengan dengan dinamisasi kehidupan umat akan semakin menjadi
produktif. Agama juga berperan sebagai stabilisator artinya bahwa agama
mampu menstabilkan suatu keadaan yang mengalami ketidak pastian
disebabkan oleh berbagai hal. Karena agama merupakan ajaran yang penuh
kedamaian, kesejahteraan dan ketenteraman. Termasuk bagaimana agama
mampu memberikan rasa aman dan ketenangan kepada umatnya dalam
menghadapi berbagai situasi dan kondisi ketidakpastian. Dalam Islam terdapat
konsep sabar yang dapat dijadikan sebagai penolong. Selanjutnya agama juga
dapat menjadikan seorang muslim memperoleh berbagai inspirasi, sehingga ia
menjadi orang kreatif dan inovatif dengan berbagai karya yang bermanfaat
bagi kehidupan manusia. Orang yang beragama akan mampu mengendalikan
dirinya dari berbuat kemungkaran atau kemaksiatan. Karena agama menuntut
keta’atan untuk melaksanakan berbagai kebaikan. Banyak ayat Alquran yang
mendorong manusia untuk mejadi orang yang kompetitif dalam kebaikan
(Fastabiqul Khairat) dan agar mempersiapkan masa depan yang pasti
(waltanzur maqaddamat liqhad). Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia
akan mengarahkan kemana manusia menuju. Dengan demikian arah

12
kehidupan manusia menjadi jelas dan pasti, sehingga ia akan memerogramkan
kegiatan untuk mengisi kehidupannya untuk mencapai tujuan yang pasti.
3. Manusia itu mencintai wanita dan anak-anak; harta benda yang banyak dari
emas dan perak; kuda-kuda pilihan; ternak dan Sawah ladang
Sejatinya perasaan cinta adalah merupakan sebuah fitrah, karunia
Allah yang diberikan kepada setiap manusia. Cinta adalah perasaan suci yang
lahir dari dalam hati manusia, baik itu cinta kepada lawan jenis, sesama
mahluk-Nya dan yang pasti cinta manusia pada Sang Pencipta. Selain fitrah di
atas itu manusia juga memiliki fitrah yang positif yaitu yang mengajak kepada
kebaikan. Di samping fitrah manusia juga memiliki iman. Iman begitu tinggi
kedudukannya dalam kehidupan manusia, iman terletak di dalam kalbu, bukan
di kepala atau jasmani. Pada hakekatnya, dalam diri manusia ada fitrah untuk
senantiasa berbuat baik dan menjauhkan diri dari perbuatan jahat. Nurani
manusia selalu merindukan kedamaian dan ketenangan. Jauh di dalam lubuk
hati manusia, pada dasarnya selalu ada kerinduan untuk terus menerus
mengikuti jalan agama yang benar. Inilah fitrah manusia yang sesungguhnya,
fitrah yang diajarkan Islam. Maka ketika manusia tergelincir berbuat
kejahatan yang menghinakan dirinya serta menghancurkan nilai-nilai
kemanusiaan dan agamanya, Allah mengingatkan mereka melalui firman-Nya
dalam surat ar-Rum ayat 30 ditegaskan: Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.

2.4 Problematika Kehidupan Manusia


Saiful Akhyar Lubis, mendefinisikan problema adalah question to be solved
or decided, yaitu masalah yang memerlukan pemecahan di mana terdapat
ketidakpaduan antara kenyataan dan yang seharusnya (Akhyar Lubis, 2011:162).

13
Manusia yang berkodrat dengan berbagai kebutuhan adalah sumber lahirnya
problema, yang disebabkan terutama oleh kenyataan bahwa tidak semua kebutuhan
manusia dapat terpenuhi. Perbedaan kemampuan manusia menyebabkan adanya
kemudahan atau kesulitan bahkan kegagalan dalam memenuhi kebutuhan tersebut,
sehingga dimensi kebutuhan yang beranekaragam itu kerap kali dapat terpenuhi
dengan bobot kemudahan atau kesukaran dan kegagalan. Seluruh problema yang
dihadapi manusia menuntut adanya penyelesaian karena ia adalah sesuatu yang
menghambat, merintangi dan mempersempit kemungkinan seseorang untuk berhasil
mencapai sesuatu. Penyelesaian tersebut sangat kompleks, sehingga alternatif
konsepsional dan tawaran teknologis operasional harus diorientasikan pada
kompleksitas manusia. Ahmad Tafsir, mengungkapkan beberapa kelemahan-
kelemahan manusia sebagaimana dijelaskan dalam Alquran sebagai berikut: Manusia
adalah makhluk yang lemah, Manusia memiliki kecenderungan nakal; sombong,
tidak mau berterima kasih, dan mudah putus asa; mencelakakan diri sendiri; dan
senang membantah, dan Manusia itu bersifat tergesa-gesa; pelit; suka mengeluh;
mempunyai kecenderungan untuk berbuat maksiat terus menerus dan bertindak
melampai batas. Setiap manusia mendambakan ketentraman dan kebahagiaan dalam
hidupnya, terbebas dari segala beban yang ada, namun kenyatannya manusia tidak
pernah lepas dari suatu pemasalahan dan problematika kehidupan, Pada hakekatnya
manusia diciptakan hidup di dunia untuk beribadah kepada Allah Swt untuk
memperoleh kesuksesan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Untuk meraih semua
itu manusia harus melewati problematika-problematika kehidupan sebagai ujian dan
cobaan dari-Nya, karena kesuksesan tidak akan bisa diraih tanpa melewati rintangan
terlebih dahulu. Alquran telah memaparkan bahwa manusia itu adalah makhluk yang
memiliki berbagai macam permasalahan, setiap permasalahan itu ada yang mampu
diselesaikan dengan baik ada juga tidak dapat diselesaikan. Di samping itu manusia
memiliki musuh sejati yang cenderung menjadikan kelemahan-kelemahan manusia
sebagai dispensasi untuk mengalahkan manusia lain.

14
2.5 Konsep Dimensi Kemanusiaan Dari Manusia
Membicarakan tentang dimensi-dimensi kemanusiaan manusia, maka
pembicaraan kita tidak terlepas dari unsur-unsur penciptaan manusia sebagai
makhluk ciptaan Allah yang tinggi derajatnya dan mulia kedudukannya. Sebagai
manusia ciptaan Allah yang tinggi derajatnya dan mulia kedudukannya dikarenakan
keberadaan manusia dihamparan bumi yang luas dan bahkan di langit yang tinggi
sekalipun, manusia memegang tanggung jawab yang dipikulkan Tuhan kepadanya
sebagai Khalifa Fi al-Ardh (Sebagai Pemimpin dan Pengelola Alam Semesta) tidak
hanya sebagai pengelola alam, bahkan manusia dapat mengambil manfaat dari hasil
pengelolaan tersebut untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia itu sendiri.
Zakiah Daradjad berpendapat bahwa ada tujuh macam dimensi-dimensi manusia
yang perlu dikembangkan, ketujuh dimensi tersebut adalah dimensi fisik, akal, iman,
akhlak, kejiwaan, ke-indahan, dan dimensi sosial-kemasyarakatan (Daradjad,
1995:2). Berikut ini akan diuraikan ketujuh dimensi-dimensi kemanusiaan manusia
sebagai berikut:

A. Dimensi Fisik atau Jasmaniah


Dimensi fisik atau jasmani merupakan salah satu dimensi kemanusiaan
manusia yang telah dianugerahkan Allah, melalui proses kejadian manusia
sejak dalam kandungan ibu (terbentuknya konsepsi) berproses hingga tiba
saatnya masa kelahiran. (terlahir kedunia). Kondisi kejadian fisik yang
prima akan menentukan kebahagiaan hidup bagi setiap individu dalam
menjalani kehidupan ini sesuai dengan tugas - tugas perkembangannya.
Begitu juga sebaliknya apabila kondisi fisik atau jasmani seseorang
mengalami gangguan atau cacat bawaan, kondisi ini akan berdampak
terhadap tugas-tugas perkembangan selanjutnya, terlepas dari faktor
kecacatan tersebut apakah disebabkan oleh kekurangan nutrisi,
kekurangan gizi, atau mungkin juga disebabkan oleh pengaruh alkohol
dan mengkonsumsi obat-obatan yang dilakukan oleh seorang ibu pada saat

15
kehamilan dan tak kalah pentingnya bisa juga disebabkan oleh proses
persalinan pada saat kelahiran. Mulyadi menjelaskan bahwa tugas-tugas
perkembangan individu adalah serangkaian tugas yang dilalui oleh setiap
individu dalam perkembangannya, dimana setiap individu dalam
menjalani tugas-tugas perkembangan tersebut tidak sama antara seorang
individu dengan individu lainnya, walaupun individu bersangkutan berasal
dari bapak dan ibu yang sama. Apabila satu dari tugas perkembangan
tersebut terabaikan atau terhambat yang disebabkan oleh sesuatu hal maka
keterlambatan tersebut akan berdampak terhadap tugas-tugas
perkembangan selanjutnya (Mulyadi, 2015:5).
B. Dimensi Akal
Kesempurnaan kejadian dan penciptaan manusia sebagai makhluk
yang paling indah dan tinggi derajatnya dikarenakan manusia diberikan
dan dibekali oleh Allah berupa akal dan pikiran. Dengan akal dan pikiran
yang diberikan Allah tersebut manusia dapat mengatasi berbagai
permasalahan dan keresahan yang berkenaan dengan persoalan kehidupan
yang dihadapinya. Lebih lanjut kesempurnaan penciptaan manusia sebagai
makhluk yang paling indah dan tinggi derajatnya, dikarenakan manusia
dianugerahkan dan dibekali oleh Allah berupa akal dan pikiran. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam Surat At-Tin Ayat 4. Hamka
menjelaskan bahwa di antara makhluk Allah di atas permukaan bumi ini,
manusialah yang diciptakan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk; bentuk
lahir dan bentuk batin. Bentuk tubuh dan bentuk nyawa. Bentuk tubuhnya
melebihi keindahan bentuk tubuh hewan yang lain, tentang ukuran
dirinya, tentang manis air mukanya, sehingga dinamai basyar, artinya
wajah yang mengandung gembira, sangat berbeda dengan binatang yang
lain. Manusia diberi pula akal, bukan hanya semata nafasnya yang turun
naik. Dengan perseimbangan sebaik-baik tubuh dan pedoman pada

16
akalnya itu dapatlah dia hidup di permukaan bumi ini menjadi pengatur.
Kemudian Tuhan mengutus pula Rasul-Rasul membawakan petunjuk
bagaimana caranya menjalani hidup selamanya (Hamka, 1986:185).
Berdasarkan informasi dan pemahaman ayat serta pendapat Hamka, dapat
disimpulkan bahwa Allah memberikan kelebihan dalam bentuk
kesempurnaan kejadian kepada manusia, di samping potensi-potensi yang
tidak dimiliki sepenuhnya oleh makhluk ciptaan Allah yang lainnya,
seperti potensi akal, nafsu, perasaan, hati dan postur tubuh yang sempurna
dan kecenderungan-kecenderungan yang positif. Potensi-potensi tersebut
sangat bermanfaat untuk mencapai tujuan hidup dan menunjang
kehidupan manusia di atas bumi serta berguna untuk menyelesaikan
berbagai persoalan hidup yang dialami manusia itu sendiri. Namun
kelebihan dalam bentuk kejadian dan kesempurnaan ciptaan tersebut, akan
dikembalikan oleh Allah kepada derajat yang paling rendah, jika manusia
tersebut lupa diri, tidak mensyukuri nikmat, durhaka, tidak melakukan
kebaikan dan menserikatkan Dia dengan yang lainnya, merusak diri
sendiri dan lingkungannya.
C. Dimensi Iman
Allah SWT menyuruh hamba-Nya yang beriman supaya masuk
kedalam syariat Islam secara utuh dan menyeluruh (khafah). Karenanya
iman memiliki tiga elemen pokok yaitu kepercayaan dalam hati,
pengucapan oleh lisan, dan realisasi dalam bentuk tindakan nyata (al-
Ahwani, 1979:109-110). Ketiga elemen tersebut merupakan satu kesatuan
yang utuh, antara elemen yang satu dengan elemen yang lainnya
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perwujudan Iman. Melalui
dimensi iman seorang muslim berkeyakinan bahwa Allah adalah tempat
bersandar yang paling besar, tumpuan harapan bagi segenap hamba,
himpunan segala doa, dari pada-Nya berpangkal segala-galanya dan

17
kepadanya pula akan kembali semuanya (Mulyadi, 2017:2). Keimanan
yang direalisasikan secara benar akan melahirkan kepribadian murni yang
membentuk lima krakter yaitu:
- Karakter Rabbani, yaitu yang mampu menginternalisasikan
kedalam tingkah laku sehari-hari. Seperti ingin selalu
memberi kasih sayang, berpikir jenih, bijaksana,
memelihara diri dari sifat tercela.
- Karaktek Maliky, yang dapat menginternalisasikan
Malaikat yang selalu menjalankan perintah Allah. Tidak
keluar satu patah pun dari mulut manusia kecuali ada
seorang Malaikat yang menyaksikan, meneliti dan
mencatatnya.
- Karaktek Quraini. Melalui karakter Qurani seorang muslim
akan memiliki kemampuan untuk menginternalisasikan
nilai-nilai al-qur’an, sehingga terwujud perilaku Qurani
yang mempu membaca, memahami, dan mengambil makna
serta mengamalkan ajaran yang terkandung dalam al-
qur’an di kehidupan sehari-harinya.
- Karaktek Rasuli, dalam menampilkan perilaku keseharian
seorang muslim hendaknya mampu bersifat seperti Rasul
yang mulia, jujur, amanah menyampaikan informasi dan
cerdas. Melalui dimensi iman setidaknya karakter Rasuli
ini hendaknya dapat dijadikan sebagai barometer baik
dalam mengambil kebijakan, keputusan dan aktifitas-
aktifitas kehidupan lainnya secara rela dan ikhlas dengan
prinsip menteladani kepribadian Rasulullah.
- Karakter Hari Akhir (mementingkan masa depan) program
kehidupan yang akan dijalani oleh setiap muslim disusun

18
secara berkesinambungan dilaksanakan dengan penuh
konsisten memiliki tujuan dan misi jangka pendek serta
jangka panjang.
D. Dimensi Akhlak
Akhlak merupakan perbuatan baik yang dilakukan seseorang atau
sekelompok orang dalam rangka mengharapkan ridha Allah, termasuk
perbuatan buruk juga bagian dari akhlak seperti berdusta misalnya, kita
semua mengetahui dusta itu adalah dosa dan termasuk dalam kelompok
akhlak Mazmumah (tercela) tetapi, dusta yang dilakukan seseorang bisa
juga sekelompok orang untuk menyelamatkan orang lain dalam suatu
kegaduhan adalah benar dan tidak menyalahi kaidah ajaran agama.
Pendidikan tentang akhlak merupakan latihan membangkitkan nafsu -
nafsu rububiyah (ketuhanan) dan meredam atauu menghilangkan nafsu-
nafsu syaithaniyah (Muchtar, 2008:16). Selain itu juga memperkenalkan
dasar-dasar etika dan moral melalui uswah hasanah dan kegiatan-kegiatan
lainnya yang berkaitan dengan perbuatan baik dalam kehidupan sehari-
hari (Yasin, 2008:213). Dalam pendidikan akhlak anak dikenalkan dan
dilatih mengenai perilaku atau akhlak yang mulia (akhlakul
karimah/mahmudah) seperti jujur, rendah hati, sabar dan sebagainya serta
perilaku/akhlak yang tercela (akhlakul madzmumah) seperti dusta,
takabur, khianat dan sebagainya (Muchtar, 2008:33). Menurut Norma
Tarazi (2003:165) apabila anak dibesarkan dengan bimbingan akhlak
mulia dari orang tua dan lingkungan yang kondusif maka ia akan memiliki
banyak figur untuk diteladani dan membantu dalam pembentukan pribadi
yang islami pada peserta didik. Karena akhlak pada peserta didik
terbentuk dari meniru, bukan nasehat atau petunjuk. Peserta didik selalu
mengawasi tingkah laku gurunya. Maka diharapkan guru sebagai pendidik

19
di sekolah untuk lebih berhati-hati dalam dalam bertindak dan selalu
memberikan teladan yang baik.
E. Dimensi Kejiwaan Dimensi
Kejiwaan merupakan bagian dari kondisi psikologis seseorang dalam
menampilkan perilaku keseharian yang hanya dapat diukur melalui
tindakan atau perbuatan. Terkait dengan istilah kejiwaan, sebagian ahli
menyamakan istilah jiwa dengan kajian psikologi, sebab psikolog
membahas tentang perilaku manusia, termasuk hewan, baik perilaku yang
tanpak (under behaviore) maupun perilaku yang tidak tampak (inner
behaviore) melalui gejala-gejala yang sesuai dengan objek perilaku yang
ditampilkan. Zakiah Daradjad memberikan pemahaman tentang istilah
jiwa atau kejiwaan dengan istilah kesehatan mental, sehingga beliau
mendefinisikan kesehatan mental itu adalah terhindarnya seseorang dari
gangguan-gangguan kejiwaan (neorisis) dan penyakit kejiwaan (psikosis).
Dengan demikian orang yang memiliki mental atau jiwa yang sehat adalah
gambaran dari diri seseorang yang terhindar dari gangguan dan penyakit
kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-
masalah dan kegoncangan-kegoncangan biasa, adanya keserasian antara
fungsi-fungsi jiwa (tidak ada konflik) dan merasa bahwa dirinya berharga,
berguna, bahagia, serta dapat menggunakan potensi yang ada padanya
seoptimal mungkin.
F. Dimensi Keindahan
Keindahan atau estetika merupakan salah satu bentuk dimensi utama
manusia karena manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang terindah dan
paling tinggi predikatnya apabila dibandingkan dengan makhluk yang
lainnya. Bahkan Allah adalah pencipta alam semesta yang maha indah dan
mencintai keindahan. Lihatlah alam ini tak terlepas dari keindahan, yang
sangat menakjubkan, gunung-gunung yang menghiasi sekaligus menjadi

20
pasak bumi yang indah sekali, begitu juga sungai mengalir penuh dengan
keteraturan dan keindahan, lautan dan sebagainya tak terlepas dari
keindahan yang menimbul kesejukan, ketika mata memandang. Dengan
demikian predikat paling indah untuk manusia dapat diartikan bahwa tiada
satupun ciptaan Tuhan yang menyamai keberadaan manusia yang mampu
mendatangkan kesenangan dan kebahagiaan dimana pun, kapan pun dan
pada saat apapun, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi makhluk lainnya
(Prayitno, 1994:8). Dengan demikian dapat dipahami, bahwa keindahan
dan ketinggian sebagai anugerah Allah yang sangat luar biasa, yang
diberikan-Nya kepada manusia, sehingga dimensi keindahan tersebut
menjadi salah sutu dimensi utama bagi manusia, di samping dimensi-
dimensi lainnya. Dimensi keindahan atau estetika juga respek terhadap
dimensi kejiwaan, karena jiwa yang sehat lah yang akan merasakan efek
dari sebuah keindahan yang akan menghantarkan manusia kepada
kebahagiaan.
G. Dimensi Sosial Kemasyarakatan
Perkembangan sosial kemasyarakatan merupakan pencapaian
kematangan dalam hubungan sosial kemasyarakatan. Dapat juga diartikan
sebaga proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma
kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan
saling berkomunikasi dan bekerjasama (Yusuf, 2011:122). Perkembangan
sosial kemasyarakatan anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau
bimbingan orang tua terhadap anak dalam berbagai aspek kehidupan
sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan
memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-
norma yang baik dalam kehidupan sehari-hari, proses inilah yang disebut
dengan sosialisasi nilai-nilai sosial kemasyrakatan. Dengan demikian
dapat diambil sebuah benang merah bahwa perkembangan sosial anak

21
termasuk sosial kemasyarakatan anak adalah melalui proses bimbingan
orang tua kepada anaknya dalam berbagai aspek sosial, berintegrasi dalam
lingkungan masyarakat. Interaksi dan komunikasi sosial yang kita
butuhkan tentu tidak hanya sekedar interaksi dan komunikasi biasa, tetapi
interaksi dan komuniksi sosial yang berkualitas dan dibangun atas dasar
kasih sayang, ketulusan dan keharmonisan. Masyarakat Barat, misalnya,
lebih menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan berekspresi, hak-hak
individual serta nasionalitas, sedangkan masyarakat Timur lebih
mementingkan kebersamaan dan ketuhanan. Namun walaupun demikian,
dalam perhargaan terhadap nilai-nilai perdamaian, keharmonian, toleransi,
keadilan dan kesejahteraan sosial tampaknya tidak banyak perbedaan baik
di Barat maupun di Timur. Dalam ajaran Islam, interaksi dan komunikasi
sosial yang didasari dengan kasih sayang atau silaturrahmi, merupakan
sesuatu yang sangat dianjurkan, sebaliknya memutuskan silaturrahmi
sebagai sesuatu yang dilarang. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda
bahwa orang yang memutuskan pertemanan tidak akan masuk surga
termasuk orang-orang yang paling dibenci di sisi Allah SWT.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Para ahli tidak mempunyai pandangan yang seragam mengenai manusia. Ada
orang yang hanya memandang manusia dari satu aspek, padahal aspek yang ada
sangat beragam. Berbagai aspek tersebut kemudian melahirkan berbagai disiplin ilmu
yang berkaitan dengan manusia, seperti antropologi, sosiologi, psikologi, pedagogi,
biologi, dan fisiologi. Ada tiga jenis ungkapan yang digunakan dalam Al-Qur'an
untuk menyebut konsep manusia, yaitu: al-insan, al-basyr, dan bani Adam atau
Zurriyat Adam. Memiliki masalah berasal dari kata problem yang dapat diartikan
sebagai persoalan atau permasalahan. Masalah sendiri merupakan hambatan atau
permasalahan yang perlu dipecahkan, dengan kata lain masalah merupakan
kesenjangan antara kenyataan dengan apa yang diharapkan, guna mencapai hasil
yang maksimal. Fitrah, akhlak dan bakat merupakan tiga hal yang berbeda, walaupun
semuanya mempunyai fitrah yang sama dalam diri seseorang, namun terdapat
perbedaan yang jelas antara ketiga hal tersebut.

23
Masyarakat harus mengetahui pengertian dan fungsi dari masing-masing jenisnya
untuk dapat melatih dan memanfaatkannya sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Fitrah adalah potensi yang ada pada diri manusia, termasuk makhluk sosial, makhluk
yang ingin beragama dan mencintai wanita dan anak. Pada dasarnya manusia
diciptakan untuk hidup di dunia dan beribadah kepada Allah SWT untuk mencapai
kesuksesan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Untuk mencapai semua itu, manusia
harus melalui permasalahan hidup sebagai ujian dan cobaan dari-Nya, karena
kesuksesan tidak dapat dicapai tanpa terlebih dahulu mengatasi rintangan. Sebagai
manusia yang diciptakan Allah, mempunyai derajat dan kedudukan yang tinggi
karena keberadaannya di bumi yang luas bahkan di langit yang paling tinggi
sekalipun, manusia mempunyai tanggung jawab yang Allah titipkan kepadanya
sebagai Khalifa Fi al-Ardh (Sebagai Pemimpin). dan pengelola alam semesta) Zakiah
Daradjad berpendapat ada tujuh jenis dimensi manusia yang perlu dikembangkan,
ketujuh dimensi tersebut adalah dimensi jasmani, dimensi rasional, keimanan, etika,
spiritualitas, keindahan dan dimensi sosial.

3.2 Saran
Kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan bagi seluruh pembaca
tentang “Manusia dan Problematikanya”. Demikian makalah ini kami susun, semoga
dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah kami.

24
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah bint al-Syati’, Manusia dalam Perspektif al-Qur’an, terj. Ali Zawawi Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1999

Daradjad, Zakiah, 1995, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta:
Ruhama

Hamka, 1986, Tafsir Al Azhar Juz XXX, Surabaya: Pustaka Islam

Lubis, Saiful Akhyar. Konseling Islami dan Kesehatan Mental. Bandung: Citapustaka
Media Perintis, 2011

Prayitno dan Erman Amti, 1994, Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga
Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan

Tarazi, Norma, 2003, The Cild In Islam: a Moslim Parent’s Handbook, terj. Nawang
Sri Wahyuningsih, Wahai Ibu Kenalilah Anakmu: Pegangan Orang Tua
Muslim Untuk Mendidik Anak, Bandung: Mitra Pustaka

25
TPKP3B (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa),
Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Depdikbud dan Balai Pustaka,1997

26

Anda mungkin juga menyukai