Anda di halaman 1dari 19

AGAMA

“Hakekat Manusia menurut Islam”

Dosen pengampu: Suparno,S.Ag,M.si

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Triasti Sa’adiah (15000117130159)

Nydia Lalita M. (15000117140142)

Dila Nanda N. (15000118140171)

Anisah Nur Z. (1500119110037)

Naning Nur B. (1500119110038)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS DIPONEGORO

TAHUN AKADEMIK 2019 / 2020


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah agama hakekat
manusia menurut islam dengan baik. Sholawat serta salam senantiasa terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta, Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya kelak di hari
akhir.

Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami selaku
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian.

Semarang, 2 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………...

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………...

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………...………

A. Latar Belakang ………………………………………………………….

B. Rumusan Masalah…………………………………………………….…

C. Tujuan Penulisan ………………………………………………….....…

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………….….…

A. Konsep Manusia .................................. ………………………................

-Penyebutan Nama Manusia .....................................................................

-Potensi Manusia ........................................................................................

-Macam-macam Manusia..........................................................................

B. Ekistensi dan Martabat Manusia .................................………………

C. Tanggung jawab Manusia sebagai Hamba Allah dan Kholifatullah..

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………

A. Kesimpulan ………………………………………………………….

B. Saran ..………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusaia adalah salah satu makhluk ciptakan Allah SWT yang memiliki peranan
penting dalam kehidupan dimuka bumi. Manusia juga dipandang sebagai makhluk
yang paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk Allah SWT bahkan allah
menyuruh para malaikat untuk bersujud kepada Adam Alaihi salam. Masyarakat barat
memiliki pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki jiwa dan raga
serta dibekali dengan akal dan pikiran.
Konsep manusia diciptakan dalam bentuk sempurna makhluknya. Keberadaan
manusai yang paling sempurna jika dibandingkan makhluk yang lainnya. Manusia
memiliki fisik, perasaan, hawa nafsu, juga akal yang membuat manusai berbeda
dengan makhluk lainya.

B. Rumusan Masalah

1.Apa yang dimaksud dengan Konsep Manusia

2. Apa yang dimaksud dengan Eksistensi dan Martabat Manusia

3.Apa yang dimaksud dengan Tanggung jawab manusia hamba allah dan Kholifah
4.Bagaimana hakekat manusia dalam islam

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari Konsep Manusia

2. Mengetahui pengertian dari Eksistensi dan Martabat Manusia

3. Mengertahui penegrtian dari Tanggung jawab manusia Hamba Allah dan Kholofah
BAB II

ISI

A. Konsep Manusia

Islam adalah jalan universal, yang di dalamnya berbicara berbagai aspek kehidupan.
Tak terkecuali tentang manusia, sebagai satu- satunya ciptaan Allah yang dalam firman-Nya
diciptakan dalam sebaik- baiknya bentuk (ah sani taqwi m). Artinya, manusia merupakan satu-
} >

satunya makhluk Allah yang sempurna, ia memiliki akal sebagai alat berpikir dan memiliki hati
sebagai alat merasa (Tsuroya Kiswati, 2007). Lalu di dalam dirinya, ada dimensi fisik
(jasadiyah) dan psikis (ru hiyah ). Sebagai unifikasi (penyatuan) unsur tanah dalam diri manusia
> }

dengan usnur Ilahiyah sebagai pencipta-Nya. Manusia memiliki kecenderungan berbuat baik
dan buruk. Dalam Islam, hal ini sesungguhnya adalah ujian manusia, supaya dirinya
meneguhkan komitmen keberislaman yang sejati.

Dalam tradisi keislaman, sejak awal penciptaan manusia, sudah menjadi perdebatan
makluk Allah yang lainnya, yakni malaikat, yang deskripsinya diuraikan oleh Allah dalam
Surah al-Baqarah ayat 30. Malaikat sangat pesimistis ketika Allah hendak menciptakan
manusia, karena sebelumnya khali fah yang diciptakan Allah di bumi banyak berbuat kerusakan
>

dan pertumpahan darah. Lalu dengan bangga malaikat merasa dirinya sebagai makhluk terbaik,
yang selalu bertasbih memuji keagungan Allah. Lalu dengan penuh optimisme Allah menjawab
bahwa dirinya lebih mengetahui tentang segala sesuatu.

Oleh Muhammad Quraish Shihab disebutnya bahwa Allah untuk mensukseskan tugas-
tugas manusia sebagai khalifah fil al ard, memperlengkap manusia dengan dua potensi. Potensi
positif dan negatif, Potensi positif seperti akal yang dimiliki manusia mampu mengubah
kehidupan dunia menjadi lebih baik dan sukses, dan potensi negatif, seperti nafsu, mampu
membuat manusia suka menganiaya dan mengingkari nikmat. (Shihab, 2007). Keduanya ini
adalah ujian bagi manusia, bagi mereka yang bisa meneguhkan komitmennya sebagai bakal
khalifah fil al ard diganjar surga, begitupun sebaliknya bagi manusia yang tak konsisten akan
diganjar neraka.
Al-Quran adalah sumber utama agama Islam, tentu saja di dalamnya memuat istilah
atau bahasa tentang manusia sebagai objek dari kehadiran al-Quran. Abdul Munir Mulkhan
menyebut al-Quran sebagai kitab kemanusiaan, yang kehadirannya sebagai pedoman bagi
kehidupan manusia dalam ruang dan zaman yang terus dinamis. (Henry S. Sabari, 2008)
Karenanya, manusia, termasuk di dalamnya istilah manusia harus dipahami secara dinamis
sesuai konteks sejarah yang terus berubah dan berkembang. Supaya pemahaman kita terhadap
al-Quran, secara khsusus manusia di dalamnya merupakan representasi dari kebenaran yang
dikehendaki oleh Allah SWT. lewat firman-Nya dalam al-Quran.

Pertama, al nas. Bahasa al nas dalam al-Quran disebut sebanyak 240 kali dalam 53
surah. Istilah al nas yang ada dalam al-Quran lebih bersifat universal menyangkut semua
manusia, tidak hanya yang beriman pada Allah namun juga terhadap yang mengingkari-Nya.
Al nas merujuk pada realitas kehidupan sosial masyarakat di dunia. Berbagai aspek kehidupan
manusia berkaitan interaksi sosial dalam al-Quran disebutkan menggunakan istilah al nas.
Seperti dalam surah al-Hujarat ayat 13. Kedua, al-insa n . Bahasa al-insan dalam al- Quran
>

disebut sebanyak 73 kali dalam 43 surah. Istilah al-insan dalam pandangan Quraish Shibab
merujuk pada totalitas manusia, jiwa dan raga. Jiwa dan raga manusia menentukan derajat
manusia. Kemampuan manusia mengelola keduanya itu akan berimplikasi pada kualitas diri,
mencakup penampilan fisik, mental, dan kecerdasan. Contoh dari istilah al- insan dalam
alQuran dapat dilihat dalam Surah at-Tin ayat 4-6. Ketiga, al-bashar. Bahasa al-bashar dalam
al-Quran disebut sebanyak 36 kali dalam 26 surah. Istilah al-bashar digunakan al-Quran untuk
menjelaskan manusia sebagai makhluk materi yang terdiri dari kulit yang tampak secara nyata
dalam tubuh manusia. Dalam bahasa Quraishi Shihab, kata bashar diambil dari kata yang
berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah dari akar kata basharah yang berarti kulit.
Manusia dinamai bashar karena kulitnya tampak jelas. Secara umum istilah bashar menjadi
penunjuk fisik manusia yang sama, termasuk nabi sebagai utusan Allah juga bashar.
Contohnya seperti dalam Surah al-Kahfi ayat 110. Keempat, bani A dam. Bahasa bani adam di
>

dalam al-Quran disebut sebanyak 7 kali dalam 3 surah.

1. Penyebutan Nama Manusia

Manusia telah berupaya memahami dirinya selama beribu-ribu tahun. Tetapi gambaran
yang pasti dan meyakinkan tentang dirinya tak mampu mereka peroleh hanya dengan
mengandalkan daya nalarnya yang subyektif. Oleh karena itu mereka memerlukan pengetahuan
dari pihak lain yang dapat memandang dirinya secara lebih utuh, yakni Allah Sang Maha
Pencipta yang telah menurunkan kitab suci Al-Quran yang diantara ayat-ayat –Nya
memberikan gambaran kongkrit tentang manusia. (Nasution, 1992)

Penyebutan nama manusia dalam Al-Quran tidak hanya satu macam. Berbagai istilah
digunakan untuk menunjukkan berbagai aspek kehidupan manusia, diantaranya:

• Dari aspek historis penciptaannya, manusia disebut dengan Bani Adam (Q.S. Al-

‟Araaf: 31).

• Dari aspek biologis, manusia disebut dengan basyar, yang mencerminkan sifat- sifat
fisik kimia –biologisnya (Q.S. Al-Mukminun :33).
• Dari aspek kecerdasannya, disebut dengan insan, yakni makhluk terbaik yang diberi
akal sehingga mampu menyerap ilmu pengetahuan (Q.S. Ar-Rahman: 3- 4).
• Dari aspek sosiologisnya, disebut annas, yang menunjukan sifatnya yang berkelompok
sesama jenisnya (Q.S. Al-Baqarah: 21).
• Dari aspek posisinya, disebut ‟abdun (hamba), yang menunjukan kedudukannya
sebagai hamba Allah yang harus tunduk dan patuh kepada- Nya.

2. Potensi Manusia

Allah menciptakan manusia dalam keadaan fitrah dalam arti berpotensi, yaitu
kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi yang dimiliki manusia
tersebut dapat dikelompokkan kepada dua hal, yaitu potensi fisik dan potensi ruhaniah (Khan
Sahib Khaja Khan, 1993).

Potensi fisik adalah tubuh manusia. Proses kejadian manusia dijelaskan dalam Al-

Quran dan Hadits. Diantara ayat-ayat Al-Qur‟an yang mengungkapkan penciptaan manusia
antara lain dalam Surat Al-Mu‟minun (23) :12-14 yang berbunyi:

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kamudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan ) dalam tempat
yang kokoh (rahim). Kamudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kamudian Kami jadikan dia makhluk yang ( berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah
Pencipta yang paling baik ( Al-Mukminun 23 : 12-14 ).

Ayat-ayat yang menerangkan tentang penciptaan manusia lebih diperjelas lagi oleh
Hadits Rasulullah saw. antara lain :

Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya 40 hari


dalam bentuk nutfah, kemudian dalam bentuk alaqah seperti itu ( 40 hari) lalu dalam
bentuk mudhghah seperti itu (40 hari), kemudian diutus Malaikat kepadanya lalu
Malaikat itu meniupkan ruh ke dalam tubuhnya ( HR.Bukhari dan Muslim ).

Yang dimaksud dari ungkapan Al-Quran dan Hadits di atas ialah bahwa ketika masih
berbentuk janin sampai umur empat bulan, embrio manusia itu belum mempunyai roh. Roh
baru ditiupkan ke janin itu setelah berumur 4 bulan ( 3 x 40 hari ). Maka dapat difahami dari
nash ini bahwa awal kehidupan manusia itu bukanlah ketika roh ditiupkan, seperti yang
diperkirakan selama ini, tetapi kehidupan itu sendiri sudah ada semenjak manusia dalam bentuk
nuthfah.

Dari mana asal kehidupan itu, ilmu pengetahuan belum dapat menjawabnya secara
ilmiah, tetapi bagi kaum muslimin percaya bahwa hayat (kehidupan) itu berasal dari Tuhan
yang telah mengatur sedemikian rupa sehingga tubuh manusia itu memiliki hayat dan dapat
berkembang. Jika hayat yang menyebabkan tubuh manusia bisa hidup dan berkembang telah
tiada, maka itulah yang disebut mati dan saat itu roh pun meninggalkan tubuh manusia dan
pergi ke alam gaib yang bersifat immateri.

Saat itu sudah membeku sehingga apa yang baik dianggapnya buruk dan sebaliknya
yang buruk dianggapnya baik. Sabda Rasulullah dalam haditsnya :

” Didatangkan fitnah-fitnah (cobaan-cobaan) ke dalam hati-hati (manusia) seperti


datangnya air terpancar-pancar. Maka hati siapa saja yang meminumnya akan
membuat suatu noktah (titik) hitam padanya. Dan hati siapa saja yang menolaknya
akan membuat noktah putih padanya. Sehingga kembalilah hati-hati (manusia) terbagi
atas dua macam ; Yang pertama adalah hati yang hitam beku seperti gelas yang
tertelungkup yang tidak mampu mengenal kebaikan dan tidak sanggup menolak
kemungkaran kecuali apa yang diminum dari hawa nafsunya. Yang Kedua adalah hati
yang putih bersih yang tidak akan pernah dicelakakan oleh sesuatu fitnah (cobaan)
buat selama- lamanya.

Karena qalbu-lah yang mampu membedakan antara baik dengan yang buruk, maka
fungsi qalbu adalah sebagai kendali terhadap akal agar tidak terjerumus ke dalam jurang
kesesatan dan kehancuran. Sebelum akal melangkah kepada suatu putusan , seharusnya ia
menunggu apakah keputusan itu sudah sejalan dengan bisikan hati (qalbu) –nya .

Adapun nafsu (dalam bahasa Arab al-hawa, dalam bahasa Indonesia sering disebut
hawa nafsu) adalah suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keinginannya.
Dorongan-dorongan ini sering disebut dengan dorongan primitif, karena sifatnya yang bebas
tanpa mengenal baik dan buruk. Oleh karena itu nafsu sering disebut sebagai dorongan
kehendak bebas. Dengan nafsu manusia dapat bergerak dinamis dari suatu keadaan ke keadaan
lain. Kecenderungan nafsu yang bebas tersebut jika tidak terkendali dapat menyebabkan
manusia memasuki kondisi yang membahayakan dirinya. Untuk mengendalikan nafsu,
manusia menggunakan akalnya sehingga dorongan-dorongan tersebut dapat menjadi kekuatan
positif yang menggerakkan manusia ke arah tujuan yang jelas dan baik. Agar manusia dapat
bergerak ke arah yang jelas, maka agama berperan untuk menunjukkan jalan yang harus
ditempuhnya. Nafsu yang terkendali oleh akal dan berada pada jalur yang ditunjukkan agama
inilah yang disebut an-nafs al-muthmainnah yang diungkapkan Al- quran:

Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya. Masuklah ke dalam golongan hamba-Ku, Masuklah ke dalam surga-Ku
(Al-Fajr:27-30).

Dengan demikian manusia berpotensi utuh adalah manusia yang mampu menjaga tubuh serta
rohaninya berupa qalbu dan nafsunya sehingga menjadi kesatuan yang harmonis. Konsep
manusia berpotensi utuh dipakai untuk menggambarkan manusia yang menuruti hukum-
hukum Allah secara keseluruhan, dilandasi dengan berserah diri, tunduk dan ikhlas kepada
Allah. (Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, 1985)
3. Macam-macam Manusia

Ketika dilahirkan, manusia semuanya sama membawa fitrah agama tauhid. Tetapi
berdasarkan amal perbuatan mereka selama hidup, mereka menjadi berbeda-beda. Allah
berfirman:

” Jikalau Rabbmu menghendaki , tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu. Tetapi
mereka senantiasa berselisih pendapat. kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh
Robbmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka ..(QS.11-Hud 118-119).

Dari ayat di atas bisa dipahami bahwa sekiranya Allah swt. menghendaki, niscaya Dia
menjadikan seluruh manusia berpegang pada satu Agama Fitrah, Agama yang lurus, Tetapi
mereka telah berbeda faham dan tiada hentinya berbeda pendapat, kecuali orang-orang yang
diberi rahmat oleh al-Khaliq. Mereka ini bersepakat dan kalimat mereka berpadu pada asas
agama yang hak. Manusia berselisih ketika menyambut seruan Ilahi. Allah berfirman:

Hai manusia, beribadahlah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan
orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa ( QS 2 Al- Baqarah :21).

Diantara mereka ada yang menyambut seruan abadi ini dan menggunakan segala
potensi yang diberikan Allah swt kepada mereka, sehingga mereka beribadah kepada Allah
swt. dengan sebenar-benarnya. Tetapi di antara mereka ada pula yang tidak menyambut seruan
ini, bahkan mereka menyambut ajakan syahwatnya dan tipu daya syetan. Kepada merekalah
pada hari kiamat nanti Allah swt berfirman :

Bukankah aku telah memerintahkan kepada kalian, hai Bani Adam., supaya kalian tidak
menyembah syetan ? Sesungguhnya syatan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian
dan hendaklah kalian beribadah kepada-Ku. Inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya
syetan telah menyesatkan sebagian besar di antara kalian. Maka apakah kalian tidak
memikirkan ? inilah Jahannam yang dahulu kalian diancam ( dengannya ) ( QS.36 . Ya
Sin : 60-63 ).

Oleh karena itu Allah swt. membagi manusia menurut amal mereka ke dalam tiga
golongan : Mu‟minun, Munafikun, dan Kafirun. Surat al-Fatihah menggambarkan ketiga
golongan tersebut dalam satu ayat yang singkat tapi padat :
Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni‟mat kepada mereka,
bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat ( Q,S , 1
Al-Fatihah : 7 ).

Sebagian Mufasirin berpendapat , bahwa yang dimaksud dengan al- Maghdlubi


”Alaihim (mereka yang dimurkai) adalah orang-orang kafir dan musyrik, dan bahwa adl-
Dlallin (mereka yang sesat) adalah orang-orang munafik. Ketiga golongan ini disebutkan pula
dalam ayat-ayat lain yang dihubungkan dengan sifat- sifat mereka yang paling menonjol,
yaitu :
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari
keridlaan Allah ( QS.2 Al-Baqarah : 207 ). Mereka adalah golongan orang-orang
yang beriman.

Dan diantara manusia ada yang berkata : Kami beriman kepada Allah dan hari
kemudian ” padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya
menipu diri mereka sendiri, sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada
penyakit, lalu ditambah Allah penyekitnya : dan bagi mereka siksa yang pedih,
disebabkan mereka berdusta (QS. 2 Al- Baqarah : 8- 10).

Mereka adalah orang-orang munafik yang menyembunyikan sesuatu. Mereka dapat


diidentifikasikan sebagai orang yang qalbunya sakit, sehingga tidak mampu mencapai hakekat
ilmu yang benar dan iman.

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-


tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai
Allah ( QS.2 Al-Baqarah : 165 ).
Mereka adalah orang-orang kafir dan musyrik.

Sejalan dengan adanya perbedaan macam manusia, maka qalbu merekapun berbeda-
beda. Di bawah ini diantara sifat-sifat qalbu orang-orang yang beriman, yakni:

• Qalbu mereka bersih dari keraguan, syirik dan sifat-sifat tercela (Q.S.26 As-Syura:

88-89).
• Qalbu mereka tentram, karena selalu mengingat Allah (Q.S.13 Ar-Ra‟du: 28).

• Qalbu mereka tunduk dan khusyu menghadap Allah (Q.S.22: Al-Hajj: 54 Adapun sifat-
sifat qalbu orang-orang munafiq dan kafir, diantaranya :
• Qalbu mereka berpenyakit (Q.S.22 Al-Hajj: 53, Q.S.2 Al-Baqarah: 10).

• Qalbu mereka terkunci, sehingga tidak ada jalan untuk menerima hidayah akibat terlalu
banyak melakukan dosa (Q.S.2 Al-Baqarah: 7, Q.S.10 Yunus: 74).
• Qalbu mereka dilukiskan begitu sempit dan picik sehingga tidak mungkin tertembus
iman (Q.S.6 Al-An‟am: 125).
• Qalbu mereka menolak segala kebenaran (mengingkari keesaan Allah), tertimbun sifat
takabur dan sombong (Q.S.16 An-Nahl: 22).
• Qalbu mereka menjadi keras bagaikan batu (Q.S.2 Al-Baqarah: 74). (Hamka, 1980)

B. Ekistensi Manusia

Sebagai Individu Pembahasan ini mengutip tulisan Zaenal Abidin ketika membahas
tentang filsafat eksistensi Soren Aabye Kierkegaard (1883-1855). Tulisannya menitik beratkan
pada pandangannya tentang eksistensi manusia dan tahap-tahap perkembangannya. Eksistensi
manusia dan tahap-tahap perkembangannya sebagai berikut;

1. Tahap Estetis
Tahap estetis adalah tahap di mana orientasi hidup manusia sepenuhnya diarahkan untuk
mendapatkan kesenangan. Pada tahap ini manusia dikuasai oleh naluri-naluri seksual
(libido), oleh prinsip-prinsip kesenangan yang hedonistik, dan biasanya bertindak
menurut suasana hati (mood). Manusia estetis tidak tahu lagi apa yang sebetulnya
diinginkannya, karena hidupnya tergantung pada mood dan trend dalam masyarakat di
zamannya. Yang pada akhirnya model manusia estetis ini, hidupnya hampir tidak bisa
lagi menentukan pilihan karena semakin banyak alternatif yang ditawarkan masyarakat
dan zamannya. Jalan keluarnya hanya ada dua; bunuh diri (atau, bisa juga lari dalam
kegilaan) atau masuk dalam tingkatan hidup yang lebih tinggi, yakni tingkatan etis.

2. Tahap Etis
Memilih hidup dalam tahap etis berarti mengubah pola hidup yang semula estetis
menjadi etis. Ada semacam “pertobatan” di sini, di mana individu mulai menerima
kebajikan-kebajikan moral dan memilih untuk mengikatkan diri kepadanya. Prinsip
kesenangan (hedonisme) dibuang jauh- jauh dan sekarang ia menerima dan menghayati
nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal. Perkawinan merupakan langkah
perpindahan dari eksistensi estetis ke eksistensi etis. Jiwa individu etis mulai terbentuk,
sehingga hidupnya tidak lagi tergantung pada masyarakat dan zamannya. Akar-akar
kepribadiannya cukup tangguh dan kuat. Akar kehidupannya ada dalam dirinya sendiri
dan pedoman hidupnya adalah nilai-nilai kemanusiaan yang lebih tinggi. Maka, dengan
berani dan percaya diri ia akan mengatakan “tidak” pada setiap trend yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat dan zamannya, sejauh trend itu tidak sesuai dengan
“suara hati” dan kepribadiannya. Manusia etis pun akan sanggup menolak tirani atau
kuasa dari luar, baik yang bersifat represif maupun nonrepresif, sejauh tirani atau kuasa
itu tidak sejalan dengan apa yang diyakininya.

3. Tahap Religius
Ke-otentik-an hidup manusia sebagai subyek atau “aku” baru akan tercapai kalau
individu dengan “mata tertutup” lompat dan meleburkan diri dalam realitas Tuhan.
Lompatan dari tahap etis ke tahap religius jauh lebih sulit dan sublim daripada lompatan
dari tahap estetis ke tahap etis, maka secara rasional kita bisa mempertimbangkan segala
konsekuensi yang mungkin akan kita hadapi, sedangkan lompatan dari tahap etis ke
tahap religius nyaris tanpa pertimbangan-pertimbangan rasional. Tidak dibutuhkan
alasan atau pertimbangan rasional dan ilmiah di sini. Yang diperlukan hanyalah
keyakinan subyektif yang berdasarkan pada iman.

C. Martabat Manusia

Manusia dalam ajaran agama Tauhid tersusun dari dua unsur yaitu materi dan
nonmateri, jasmani dan rohani. Tubuh manusia mempunyai daya fisik atau jasmani, yaitu daya
mendengar, daya melihat, daya merasa, daya meraba, daya menciun dan daya gerak, baik
ditempat seperti menggerakkan tangan, kepala, kaki, mata, dan sebagainya. Adapun roh atau
jiwa yang berasal dari nonmateri yang biasa disebut dengan an-nafs memiliki tiga daya; (1)
daya pikir yang disebut akal berpusat di kepala, (2) daya rasa di dada berpusat di kalbu dan (3)
daya nafsu berpusat di perut.

Pertama, daya pikir atau akal yang berpusat di kepala dalam Islam dipertajam melalui
perenungan alam semesta dan kejadian-kejadian yang ada di alam ini. Kedua, daya rasa di
kalbu yang berpusat di dada dipertajam melalui ibadah (shalat, zakat, puasa, dan haji). Hal ini
berarti intisari dari semua ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Yang Maha
Suci hanya bisa didekati melalui roh yang suci pula. Ibadah merupakan sarana untuk
mensucikan roh atau jiwa manusia. Oleh karena itu, makin banyak manusia melakukan ibadah
secara ikhlas, maka semakin suci pula roh atu jiwanya. Ketiga, daya nafsu yang berpusat di
perut akan meningkat kekuatannya bila nafsu itu diikuti kemauannya. Manusia yang mengikuti
hawa nafsu yang demikian, akan jatuh derajatnya lebih rendah dari mahluk binatang.
Sebaliknya, daya nafsu yang memperoleh bimbingan dari hati nuraninya melalui keimanannya
atau manusia yang mampu mengendalikan hawa nafsunya akan menjadi lebih tinggi derajatnya
dari mahluk lainnya termasuk termasuk Malaikat.

D. Tanggung jawab Manusia sebagai Hamba Allah dan Kholifatullah

1. Pengertian Khalifah

Khalifah adalah wakil umat dalam kehidupan dimuka bumi, yang menjalankan
pemerintahan , kekuasaan, dan penerapan hukum-hukum syariah yang telah ada dalam Al-
Qur’an. Makna khalifah dalam islam sebagai satu-satunya pemimpin diseluruh penjuru dunia,
sehingga khalifah menjadi pemimpin seluruh umat islam, di segala penjuru dunia.

Khalifah berakar dari kata khalafa yang berarti mengganti. Kata Khalifah secara
harfiyah berarti pengganti. Akar katanya adalah ‫ خلف‬artinya suatu yang ada dibelakang.
Khalifah diartikan pengganti karena ia menggantikan yang didepannya. Didalam bahasa Arab,
kalimat “Allah menjadi khalifah bagimu” berarti Allah menjadi pengganti bagimu sari orang
tuaamu yang meninggal. Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi berarti Allah
menyerahkan penglolahan dan pemakmuran bumi secara mutlak kepada manusia.
2. Peran Manusia sebagai Khalifah

Fungsi manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi yaitu, ada dua peranan penting yang
diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari kiamat. Pertama, memakmurkan bumi (al
‘imarah). Kedua, memelihara bumi dari upaya perusakan yang datang dari pihak manapun (ar
ri’ayah).

Peranan manusia sebagai khalifahan manusia di satu pihak berperan sebagai subjek dan di
sisi lain menjadi objek, sebagai subjek, manusia, mempunyai tanggung jawab yang lebih
kompleks dalam meningkatkan kualitas dirinya. Tugas manusia sebagai khalifah adalah untuk
menjaga dan bertanggungjawab atas dirinya, sesama manusia dan alam yang menjadi sumber
kehidupan. Karena sudah menjadi kewajiban bagi manusia yang merupakan khalifah Allah di
bumi ini memiliki dua bentuk sunatullah yang harus dilakukan, yaitu baik kewajibannya antara
manusia dengan tuhannya, antara sesama manusia sendiri, dan manusia dengan ekosistemnya.
Kewajiban tersebut harus dilaksanakan karena merupakan amanah dari Allah sang pencipta.
Tanggung jawab manusia terhadap moral agama sebagai khalifah di bumi yaitu mengelola
sebaik-baiknya alam semesta dan kehidupan sosial didalamnya. Kehidupan manusia sangat
tergantung dengan komponen-komponen lain dalam ekosistem sehingga secara moral manusia
terhadap alam dituntut untuk bertanggung jawab kepada kelangsunan, keseimbangan dan
kelestarian alam yang menjadi seumber kehidupannya.

4. Tugas Manusia sebagai Makhluk Allah

Manusia diciptakan oleh Allah SWT agar menyembah kepadanya. Kata menyembah
sebagai terjemahan dari lafal ‘ahida-ya ‘budu-‘ibadatun. Berarti menyadari dan mengaku
bahwa manusia merupakan hamba Allah yang harus tunduk mengikuti kehendaknya , baik
secara sukarela maupun terpaksa. Sehingga pada dasarnya manusia dalam hidupnya diharuskan
untuk terus beribadah, berikut ibadah-ibadah yang menjadi tugas manusia sebagai hamba
Allah:

1. Ibadah muhdah (murni), yaitu adalah ibadah yang telah ditentukan waktunya, tata cara
dan syarat-syarat pelaksanaanya oleh nas, baik Al- Qur’an maupun hadist yang tidak
boleh diubah, ditambah ataupun dikurangin. Misalnya, shalat, puasa, zakat, dan haji.
2. Ibadah ‘ammah (umum), yaitu pengabdian yang dilakukan oleh manusia yang
diwujudkan dalam bentuk aktivitas dan kegiatan hidup yang dilaksanakan dalam
konteks mencari keridhaan Allah SWT.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Manusia merupakan satu-satunya makhluk Allah yang sempurna, ia memiliki
akal sebagai alat berpikir dan memiliki hati sebagai alat perasa (Tsuroya Kiswati,
2007). Oleh karena akal tersebut, manusia sebagai makhluk muslim dituntut untuk
mampu bertindak sebagai sebaik-baiknya makhluk di dunia. Hal tersebut menjadi ujian
utama manusia dalam menjalankan perannya di bumi dengan ganjaran surga atau
neraka nantinya. Sebagai makhluk Allah yang diciptakan paling sempurna, manusia
terdiri dari bermacam-macam, Allah swt. membagi manusia menurut amal mereka ke
dalam tiga golongan : Mu‟minun, Munafikun, dan Kafirun. Pembagian tersebut
menjadikan setiap manusia memiliki martabat yang berbeda-beda berdasarkan amalan
mereka di dunia.
Pada intinya tujuan makhluk hidup terutama manusia adalah menyembah Allah
dan menjalankan amalannya sebaik-baiknya di dunia berupa menjalankan syariat yang
sudah ditentukan dalam Al-Qur’an serta menjalankan aktivitas untuk mencari ridha
Allah swt. dalam rangka mencapai kehidupan kekal yang lebih baik di surga yang indah
nan sempurna.

B. Saran

- Agar penulis/ peneliti kedepannya lebih mampu mendapat referensi yang lebih kaya

- Agar penulis/ peneliti kedepannya lebih mampu menulis secara padat


DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, B. 2016. Manusia Dan Amanahnya Kajian Teologis Berwawasan Lingkungan.

Jurnal Aqidah. Volume. 2 No.2.

Leo A, dkk. 2018. Peran Manusia Sebagai Khalifah Allah Di Muka Bumi Perspektif Ekologis
Dalam Ajaran Islam. Jurnal Penelitian. Vol. 12 No. 2.

Finastri Annisa. 2016. Konsep Manusia dalam Islam di https://dalamislam.com/info-


islami/konsep-manusia-dalam-islam (diakses 2 April 2019) https://dalamislam.com/info-
islami/hakikat-manusia-menurut-islam

Aryati, Aziza. 2018. Memahami Manusia Melalui Dimensi Filsafat. El-Kafar. 7(11). 1-16.
LEMBAR PARTISIPASI
Nama NIM Persentase Jabaran Tugas

1. 15000117130159 ..............% Editing, Ppt,


Triasti Sa’adiah
kesimpulan, saran
2. Nydia Lalita M 15000117140142 ..............% Konsep Manusia

3. Dila Nanda Nindhita 15000118140171 ..............% Editing,latar


belakang,rumusan
masalah, tujuan

masalah,cover,lembar

partisipasi
4. Anisah Nur Z. 15000119110037 ..............% Tanggung jawab

Manusia sebagai

Hamba Allah dan

Kholifatullah
5. Naning Nur B. 15000119110038 ..............% Ekistensi dan
Martabat Manusai

Anda mungkin juga menyukai